RIPH Produk Bawang Putih Sinergi Kebijakan Impor & Komoditas

Akhmad Fauzi

Updated on:

RIPH Produk Bawang Putih Sinergi Kebijakan Impor & Komoditas
Direktur Utama Jangkar Goups

RIPH Produk Bawang Putih – Bawang putih merupakan salah satu komoditas hortikultura strategis di Indonesia. Permintaan pasar yang tinggi dan konsumsi yang stabil sepanjang tahun menjadikan bawang putih sebagai kebutuhan pokok. Namun, produksi bawang putih nasional seringkali belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan domestik. Sehingga impor menjadi keniscayaan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga. Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan Rekomendasi Jasa Impor Produk Hortikultura (RIPH). Sebagai instrumen untuk mengelola impor secara bijaksana, sekaligus mendorong peningkatan produksi dalam negeri.

Rekomendasi Impor Produk Hortikultura Keseimbangan Pasar

DAFTAR ISI

Artikel ini akan mengulas secara mendalam bagaimana RIPH bawang putih di atur melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019 Pasal 9 beserta perubahannya dalam Permentan Nomor 02 Tahun 2020. Serta bagaimana kebijakan ini bersinergi dengan strategi pengembangan komoditas hortikultura strategis bawang putih yang tertuang dalam Permentan Nomor 46 Tahun 2019.

Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Bawang Putih : RIPH Produk Bawang Putih

Permentan No. 39 Tahun 2019 dan Perubahannya Permentan No. 02 Tahun 2020

RIPH Produk Bawang Putih adalah dokumen yang di keluarkan oleh Kementerian Pertanian sebagai prasyarat bagi importir untuk mendapatkan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. Tujuannya adalah untuk mengendalikan masuknya produk hortikultura impor, menjaga stabilitas pasar domestik, dan yang terpenting, melindungi serta mendorong petani lokal.

Cara Impor Buah Thailand dan Persyaratan Impor Yang Wajib

Landasan Utama: Pasal 9 Permentan No. 39 Tahun 2019

Pasal 9 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 adalah inti dari kebijakan yang mengaitkan Layanan impor dengan pengembangan budidaya domestik, khususnya untuk produk hortikultura segar untuk konsumsi langsung seperti bawang putih. Pasal ini secara tegas menyatakan:

“Setiap Pelaku Usaha yang mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura untuk impor Produk Hortikultura segar untuk konsumsi langsung wajib memfasilitasi pengembangan budidaya Produk Hortikultura di dalam negeri dengan luasan tertentu.”

Untuk komoditas bawang putih yang di impor sebagai produk konsumsi langsung, kewajiban memfasilitasi pengembangan budidaya ini di atur sebagai berikut:

Bagaimana Cara Impor Kurma Saudi Arabia Ke Indonesia ?

Pilihan Pertama (Kepemilikan Lahan): RIPH Produk Bawang Putih

Pelaku usaha wajib memiliki kebun atau lahan untuk budidaya bawang putih minimal 2 (dua) hektar. Kepemilikan ini harus di buktikan dengan dokumen sah seperti sertifikat hak milik atau hak guna usaha.

Jasa Pengurusan PI Bawang Putih di Kementrian Perdagangan

Pilihan Kedua (Kerja Sama dengan Petani): RIPH Produk Bawang Putih

Alternatif lain, pelaku usaha wajib memiliki perjanjian kerja sama dengan kelompok tani atau petani perseorangan untuk pengembangan budidaya bawang putih minimal 5 (lima) hektar. Perjanjian kerja sama ini harus tertulis dan memuat hak serta kewajiban yang jelas antara importir dan petani.

Filosofi di Balik Pasal 9:

Pasal 9 ini merupakan wujud nyata dari upaya pemerintah untuk tidak hanya sekadar mengizinkan impor, tetapi menjadikan impor sebagai pemicu atau pendukung peningkatan produksi domestik. Dengan mewajibkan importir untuk terlibat langsung dalam pengembangan budidaya, di harapkan terjadi transfer pengetahuan, teknologi, dan modal ke sektor pertanian lokal, yang pada gilirannya akan mengurangi ketergantungan pada impor dalam jangka panjang. Ini juga menjadi bentuk kompensasi atau timbal balik dari importir terhadap peluang bisnis yang mereka dapatkan.

Perubahan oleh Permentan No. 02 Tahun 2020:

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02 Tahun 2020 mengubah beberapa ketentuan dalam Permentan Nomor 39 Tahun 2019, termasuk terkait masa berlaku RIPH dan ketentuan lain yang relevan untuk bawang putih

  • Masa Berlaku RIPH: RIPH berlaku untuk 1 (satu) tahun takwin (sampai 31 Desember tahun berjalan).
  • Kewajiban Pemuatan dan Kedatangan Barang: RIPH di nyatakan masih berlaku apabila produk hortikultura (termasuk bawang putih) telah di muat pada alat angkut dari negara asal paling lambat tanggal 31 Desember tahun berjalan. Selain itu, produk tersebut harus tiba di Indonesia paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal dimuat, di buktikan dengan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa importasi di lakukan sesuai jadwal dan tidak melewati batas waktu yang telah di tentukan, serta menghindari penimbunan
  • Penegasan Tujuan Impor: Permentan ini juga menegaskan kembali bahwa importasi produk hortikultura segar, termasuk bawang putih, harus mempertimbangkan ketersediaan pasokan dalam negeri dan di lakukan hanya jika terdapat defisit.

Dengan demikian, Permentan 02/2020 memperketat aspek waktu dan validitas RIPH, memastikan bahwa proses impor berjalan lebih teratur dan selaras dengan kebutuhan pasokan aktual.

Bawang Putih sebagai Komoditas Hortikultura Strategis: RIPH Produk Bawang Putih

Permentan No. 46 Tahun 2019

Pemerintah secara eksplisit menetapkan bawang putih sebagai salah satu komoditas hortikultura strategis. Penetapan ini di dasari oleh beberapa faktor:

  • Tingkat Konsumsi Tinggi: Bawang putih adalah bumbu dasar yang hampir selalu di gunakan dalam masakan Indonesia.
  • Ketergantungan Impor: Produksi nasional yang belum mencukupi menyebabkan Indonesia sangat bergantung pada impor.
  • Potensi Ekonomi Petani: Pengembangan bawang putih memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan petani dan menciptakan lapangan kerja di pedesaan.
  • Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis Bawang Putih secara khusus mengatur berbagai aspek pengembangan bawang putih di dalam negeri. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai kemandirian bawang putih, atau setidaknya mengurangi ketergantungan impor secara signifikan.

Poin-Poin Penting Permentan No. 46 Tahun 2019

  • Penetapan Kawasan Pengembangan: Permentan ini mendorong penetapan dan pengembangan kawasan sentra produksi bawang putih di berbagai daerah yang memiliki agroklimat sesuai. Ini meliputi identifikasi lahan potensial dan dukungan infrastruktur.
  • Peningkatan Produktivitas: Fokus pada penggunaan benih unggul, penerapan teknologi budidaya. Ini termasuk penyediaan sarana produksi seperti pupuk dan irigasi.
  • Pengembangan Sumber Daya Manusia: Melalui pelatihan dan pendampingan bagi petani agar mereka mampu menerapkan teknik budidaya yang lebih efisien dan produk
  • Penanganan Pascapanen dan Pemasaran: Dukungan untuk fasilitas pascapanen (gudang penyimpanan, unit pengolahan sederhana) dan fasilitasi akses pasar bagi produk bawang putih lokal.

Keterkaitan dengan RIPH Produk Bawang Putih (Sinergi Kebijakan): Permentan 46/2019 secara implisit dan eksplisit menyambungkan program pengembangan ini dengan kewajiban importir dalam RIPH. Dana atau fasilitas yang di berikan oleh importir sebagai bagian dari kewajiban RIPH (Pasal 9 Permentan 39/2019) di harapkan dapat di salurkan untuk mendukung program-program pengembangan yang di atur dalam Permentan 46/2019. Ini menciptakan sebuah “lingkaran sinergi” di mana impor menjadi insentif untuk investasi di sektor hulu.

Mekanisme Sinergi: Impor sebagai Pendorong Swasembada Bawang Putih, RIPH Produk Bawang Putih

Keterkaitan antara kebijakan RIPH Produk Bawang Putih dan Permentan No. 46 Tahun 2019 adalah sebuah pendekatan strategis yang unik. Impor bawang putih tidak lagi hanya dipandang sebagai solusi defisit jangka pendek, melainkan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa kemandirian pangan.

  • Pemicu Investasi: Dengan kewajiban memfasilitasi budidaya (Pasal 9 Permentan 39/2019), importir di dorong untuk menginvestasikan sebagian keuntungan mereka kembali ke sektor pertanian dalam negeri. Investasi ini bisa berupa pengadaan benih, pupuk, alat pertanian, bimbingan teknis, atau bahkan pembangunan infrastruktur pertanian.
  • Peningkatan Kualitas dan Kuantitas: Fasilitasi budidaya oleh importir di harapkan dapat meningkatkan luas tanam, produktivitas per hektar, dan kualitas bawang putih lokal, sejalan dengan target yang di tetapkan dalam Permentan 46/2019.
  • Kemandirian Benih: Pengembangan budidaya juga mencakup aspek perbenihan. Keterlibatan importir dapat mempercepat ketersediaan benih bawang putih unggul yang adaptif dengan kondisi lokal, mengurangi ketergantungan pada benih impor.
  • Pemberdayaan Petani: Kerjasama dengan kelompok tani atau petani perseorangan akan memperkuat kapasitas petani, memberikan mereka akses ke pasar yang lebih luas, dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Tantangan dan Harapan

Meskipun kerangka regulasi ini tampak komprehensif, implementasinya tidak selalu mulus. Beberapa tantangan meliputi:

  • Pengawasan Kepatuhan: Memastikan setiap importir memenuhi kewajiban fasilitasi budidaya secara transparan dan akuntabel.
  • Data Akurasi: Ketersediaan data produksi dan kebutuhan yang akurat menjadi kunci untuk menentukan volume impor yang tepat dan mengidentifikasi area pengemba
  • Koordinasi Lintas Sektor: Di perlukan koordinasi yang kuat antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Badan Karantina Pertanian, pemerintah daerah, dan pelaku usaha.
  • Fluktuasi Harga: Harga bawang putih yang sangat dinamis dapat memengaruhi minat petani untuk menanam dan juga menjadi pertimbangan bagi importir.

Namun, dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, sinergi kebijakan RIPH Produk Bawang Putih dan program pengembangan komoditas strategis ini berpotensi besar untuk :
Mendorong tercapainya swasembada bawang putih.

  • Meningkatkan kesejahteraan petani bawang putih di Indonesia.
  • Menciptakan ketahanan pangan yang lebih kuat untuk komoditas esensial.

Kebijakan RIPH bawang putih, khususnya Pasal 9 Permentan No. 39 Tahun 2019 yang di perkuat oleh Permentan No. 02 Tahun 2020, adalah instrumen strategis yang di rancang untuk mengelola impor sekaligus memacu produksi dalam negeri. Dengan mengikat kewajiban importir untuk memfasilitasi pengembangan budidaya, pemerintah berupaya menciptakan simbiosis mutualisme antara kebutuhan pasar dan pertumbuhan sektor pertanian. Permentan No. 46 Tahun 2019 semakin memperkuat visi ini dengan menetapkan arah yang jelas untuk pengembangan komoditas strategis bawang putih.

Melalui implementasi yang konsisten dan pengawasan yang ketat, kebijakan ini di harapkan dapat menjadi kunci untuk mencapai kemandirian bawang putih dan memastikan pasokan yang stabil, harga yang wajar, serta kesejahteraan bagi petani di Indonesia.

Pengawasan Pelaksanaan RIPH Bawang Putih: Jaminan Kepatuhan dan Keamanan

Pengawasan terhadap pelaksanaan RIPH Produk Bawang Putih adalah elemen krusial dalam rantai impor produk hortikultura, termasuk bawang putih. Ini memastikan bahwa kebijakan yang telah di tetapkan, terutama mengenai volume, jenis, kualitas, dan kewajiban terkait, benar-benar di patuhi oleh importir. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pengawasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura hadir sebagai payung hukum yang memperkuat mekanisme pengawasan ini.

Prinsip Dasar Pengawasan dalam Permentan No. 05 Tahun 2022

Permentan ini secara fundamental menegaskan bahwa pengawasan RIPH merupakan bagian integral dari sistem karantina tumbuhan di Indonesia. Artinya, setiap produk hortikultura impor yang masuk ke wilayah NKRI harus melalui pemeriksaan ketat oleh otoritas karantina.

Tujuan Utama Pengawasan:

  • Memastikan Pemenuhan Persyaratan RIPH: Verifikasi bahwa produk yang di impor sesuai dengan jenis, volume, dan spesifikasi yang tercantum dalam RIPH yang telah diterbitkan.
  • Menjamin Keamanan Pangan: Memastikan bahwa produk hortikultura impor aman untuk di konsumsi, bebas dari cemaran berbahaya (misalnya residu pestisida berlebihan, logam berat), dan memenuhi standar keamanan pangan.
  • Mencegah Masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK): Melindungi pertanian dalam negeri dari ancaman hama dan penyakit baru yang dapat di bawa oleh produk impor.
  • Melindungi Konsumen dan Petani Lokal: Mengendalikan aliran impor agar tidak merusak harga di pasar domestik dan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk yang bere

Mekanisme Detail Pengawasan Pelaksanaan RIPH Produk Bawang Putih

Proses pengawasan ini berlangsung di Tempat Pemasukan (pelabuhan, bandara, atau pos lintas batas) dan melibatkan secara langsung Pejabat Karantina Tumbuhan dari Badan Karantina Pertanian.

Wajib Memiliki RIPH:

Ini adalah poin fundamental. Setiap pemasukan impor produk hortikultura dari luar negeri ke wilayah Negara Republik Indonesia wajib memiliki RIPH. Tanpa RIPH yang sah, produk hortikultura impor tidak dapat masuk ke Indonesia. RIPH ini merupakan izin awal dari Kementerian Pertanian yang menyatakan bahwa secara teknis dan administratif, impor tersebut memenuhi persyaratan.

Penyerahan RIPH kepada Pejabat Karantina:

  • Sebelum produk tiba atau segera setelah tiba, importir wajib menyerahkan RIPH (dan dokumen pendukung lainnya seperti Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan, Phytosanitary Certificate dari negara asal, Bill of Lading/Air Waybill, dll.) kepada Pejabat Karantina Tumbuhan di tempat pemasukan.
  • Penyerahan ini kini di fasilitasi melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW) atau secara daring kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Karantina Pertanian. Ini mempercepat proses dan mengurangi birokrasi manual.

Pemeriksaan Administratif dan Kesesuaian Dokumen:

  • Pejabat Karantina Tumbuhan melakukan pemeriksaan awal terhadap RIPH dan dokumen-dokumen lainnya.
  • Verifikasi kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen: Pejabat akan memeriksa apakah RIPH yang di serahkan valid, masih berlaku, dan di keluarkan untuk importir serta komoditas yang bersangkutan. Mereka juga akan membandingkan data pada RIPH dengan dokumen impor lainnya.

Kesesuaian Data:

Memastikan data yang tertera pada RIPH (misalnya jenis komoditas, negara asal, volume) sesuai dengan dokumen pengiriman dan barang yang tiba.

Pemeriksaan Fisik dan Keamanan Pangan (Tindakan Karantina Tumbuhan):

Setelah lolos pemeriksaan administratif, produk hortikultura akan di lanjutkan dengan tindakan karantina tumbuhan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang karantina tumbuhan (UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan).

Pemeriksaan Kesehatan Tumbuhan:

Pejabat Karantina akan mengambil sampel dan melakukan pemeriksaan visual atau uji laboratorium untuk memastikan produk bebas dari OPTK.

Pemeriksaan Keamanan Pangan:

Di lakukan pengujian untuk mendeteksi cemaran bahan berbahaya atau residu pestisida yang melebihi ambang batas maksimum yang di izinkan (BMR) sesuai standar keamanan pangan.

Verifikasi Karakteristik:

Memastikan produk sesuai dengan karakteristik atau spesifikasi yang di syaratkan (misalnya ukuran, tingkat kematangan, dan kualitas umum).

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan:

Penerbitan Surat Keterangan Karantina (SKK) atau Pelepasan

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa semua persyaratan terpenuhi (dokumen sah, bebas OPTK, aman pangan), Pejabat Karantina Tumbuhan akan menerbitkan SKK dan produk dapat di lanjutkan proses kepabeanan untuk di edarkan.

Penolakan (Penolakan Pemasukan):

  • Jika di temukan bahwa dokumen tidak lengkap, tidak benar, tidak sah, atau produk tidak memenuhi persyaratan teknis (misalnya, di temukan OPTK berbahaya, cemaran melebihi batas, atau tidak sesuai spesifikasi RIPH), Pejabat Karantina Tumbuhan akan mengeluarkan perintah penolakan pemasukan.
  • Produk yang di tolak wajib di keluarkan kembali dari wilayah Indonesia oleh Pelaku Usaha di bawah pengawasan Pejabat Karantina.

Pemusnahan:

Dalam kasus tertentu, jika produk tidak dapat di kembalikan ke negara asal atau berpotensi menyebarkan OPTK/cemaran berbahaya, produk dapat di perintahkan untuk di musnahkan di bawah pengawasan Pejabat Karantina.

Penguasaan oleh Negara:

Dalam kondisi tertentu yang di atur oleh peraturan perundang-undangan, produk juga dapat di kuasai oleh negara.

Implikasi Penting dari Permentan No. 05 Tahun 2022:

Peningkatan Efisiensi:

Penggunaan sistem daring dan INSW di harapkan mempercepat proses pemeriksaan dan mengurangi dwell time di pelabuhan.

Perlindungan Konsumen yang Lebih Kuat:

Dengan fokus pada keamanan pangan dan OPTK, peraturan ini secara langsung melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.

Perlindungan Petani Lokal:

Pengawasan yang ketat mencegah masuknya produk impor yang tidak sesuai standar atau melebihi kuota, yang dapat merugikan petani domestik.

Kepatuhan Hukum:

Peraturan ini memperjelas prosedur dan sanksi, mendorong importir untuk lebih patuh terhadap ketentuan yang berlaku.

Peran Sentral Karantina Pertanian:

Menempatkan Badan Karantina Pertanian sebagai garda terdepan dalam pengawasan RIPH dan pintu masuk produk hortikultura.

Secara keseluruhan, Permentan No. 05 Tahun 2022 ini memperkuat integritas sistem impor hortikultura Indonesia. Ini adalah upaya pemerintah untuk memastikan bahwa meskipun impor di perlukan, prosesnya harus berjalan secara terkontrol, aman, dan selaras dengan kepentingan nasional dalam menjaga ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat.

Mari kita jelaskan secara detail alur penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk komoditas bawang putih, mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 dan perubahannya Nomor 02 Tahun 2020.

Alur ini di rancang untuk memastikan bahwa impor bawang putih di lakukan secara terukur, sesuai kebutuhan, dan dengan kompensasi nyata terhadap pengembangan budidaya bawang putih di dalam negeri.

Alur Penerbitan RIPH Bawang Putih

Tahap Awal: Persiapan Data dan Pemenuhan Persyaratan oleh Pelaku Usaha

Sebelum mengajukan permohonan RIPH, Pelaku Usaha (Importir) wajib memastikan bahwa semua persyaratan administrasi dan teknis telah terpenuhi dan data pendukungnya siap.

Analisis Kebutuhan Internal:

Pelaku usaha melakukan analisis terhadap kebutuhan impor bawang putih mereka (volume, waktu, spesifikasi) berdasarkan proyeksi penjualan atau kebutuhan industri.

Pemenuhan Kewajiban Fasilitasi Budidaya (Pasal 9 Permentan 39/2019):

Pilihan 1 (Lahan Sendiri):

Pastikan memiliki dokumen sah kepemilikan/penguasaan lahan budidaya bawang putih minimal 2 hektar.

Pilihan 2 (Kerja Sama Petani):

Pastikan telah menandatangani perjanjian kerja sama tertulis dengan kelompok tani atau petani perseorangan untuk pengembangan budidaya bawang putih minimal 5 hektar. Perjanjian ini harus jelas memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Lengkapi Dokumen Administrasi:
  • Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan KBLI yang relevan.
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  • Laporan keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik (jika di syaratkan oleh regulasi terbaru).
  • Rencana Kebutuhan Impor (RKI) tahunan bawang putih yang di ajukan (volume, perkiraan negara asal, perkiraan waktu pemasukan).

Tahap Permohonan Online (Sistem Informasi RIPH) : RIPH Produk Bawang Putih

Penerbitan RIPH dilakukan secara elektronik melalui sistem informasi yang di sediakan oleh Kementerian Pertanian, umumnya melalui website Direktorat Jenderal Hortikultura atau sistem terpadu lainnya.

Akses Sistem Informasi RIPH:

Pelaku usaha mengakses portal sistem informasi RIPH yang telah di tentukan oleh Kementerian Pertanian.

Registrasi dan Login:

Jika belum memiliki akun, pelaku usaha melakukan registrasi. Setelah itu, login ke sistem menggunakan kredensial yang telah di daftarkan.

Pengisian Formulir Permohonan:

Pelaku usaha mengisi formulir permohonan RIPH secara lengkap dan akurat di dalam sistem. Data yang di isi meliputi:

  • Data identitas pelaku usaha.
  • Rincian komoditas (bawang putih), volume yang di mohon, perkiraan negara asal, dan perkiraan waktu impor.
  • Informasi terkait pemenuhan kewajiban fasilitasi budidaya (mengunggah dokumen kepemilikan lahan atau perjanjian kerja sama).
  • Mengunggah dokumen persyaratan administrasi lainnya yang di minta oleh sistem (NIB, NPWP, laporan keuangan, dll.).

Verifikasi Awal Sistem:

Sistem akan melakukan verifikasi awal terhadap kelengkapan isian dan dokumen yang di unggah. Jika ada yang tidak lengkap, sistem akan memberikan notifikasi untuk perbaikan.
Pengiriman Permohonan: Setelah semua data terisi lengkap dan dokumen terunggah, pelaku usaha mengirimkan permohonan secara elektronik.

Tahap Verifikasi dan Kajian oleh Kementerian Pertanian

Setelah permohonan di ajukan, Kementerian Pertanian melalui unit terkait (Direktorat Jenderal Hortikultura) akan melakukan proses verifikasi dan kajian.

Pemeriksaan Dokumen Administratif dan Teknis:

  1. Tim verifikator akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan semua dokumen administrasi yang di unggah.
  2. Verifikasi terhadap pemenuhan kewajiban fasilitasi budidaya (luasan lahan atau perjanjian kerja sama) menjadi fokus utama.

Kajian terhadap Rencana Kebutuhan Impor (RKI) yang diajukan akan dilakukan. Ini meliputi:

  • Perbandingan dengan data produksi nasional dan proyeksi konsumsi bawang putih.
  • Evaluasi terhadap stok nasional yang tersedia.

Analisis tren harga di pasar domestik.

  • Pertimbangan musim panen bawang putih lokal agar impor tidak menekan harga petani.

Verifikasi Lapangan (Opsional/Selektif):

Dalam kasus tertentu, terutama untuk memastikan keabsahan lahan budidaya atau implementasi perjanjian kerja sama, tim verifikator dapat melakukan kunjungan lapangan untuk memverifikasi langsung kondisi di lokasi.

Rapat Koordinasi Internal:

Hasil verifikasi dan kajian akan di bahas dalam rapat internal Kementerian Pertanian untuk menentukan kelayakan permohonan.

Rapat Koordinasi Antar-Kementerian (jika di perlukan): 

Untuk komoditas strategis seperti bawang putih, keputusan volume impor seringkali memerlukan koordinasi dan persetujuan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan, terutama jika melibatkan stabilisasi pasokan dan harga nasional.

Tahap Penerbitan RIPH : RIPH Produk Bawang Putih

Setelah melalui proses verifikasi dan kajian serta mendapatkan persetujuan, RIPH akan di terbitkan.

Persetujuan dan Penerbitan RIPH:

Jika permohonan di setujui, Direktorat Jenderal Hortikultura atas nama Menteri Pertanian akan menerbitkan RIPH secara elektronik melalui sistem.

Notifikasi kepada Pelaku Usaha:

Pelaku usaha akan menerima notifikasi bahwa RIPH telah di terbitkan dan dapat di unduh melalui akun mereka di sistem informasi.

Masa Berlaku RIPH:

RIPH yang di terbitkan berlaku untuk 1 (satu) tahun takwin (hingga 31 Desember tahun berjalan).

Tahap Lanjutan: Penggunaan RIPH untuk Mendapatkan Persetujuan Impor (PI)

Penerbitan RIPH bukanlah akhir dari proses izin impor, melainkan awal.

Pengajuan Persetujuan Impor (PI) ke Kementerian Perdagangan:

Setelah mendapatkan RIPH, pelaku usaha wajib menyampaikannya kepada Kementerian Perdagangan (Kementerian Perdagangan) untuk pengajuan Persetujuan Impor (PI).
Penyampaian ini harus di lakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak RIPH di terbitkan secara daring.

Penerbitan Persetujuan Impor (PI):

Kementerian Perdagangan akan memproses permohonan PI berdasarkan RIPH yang telah di terbitkan oleh Kementerian Pertanian. Setelah PI di terbitkan, importir baru dapat melakukan proses impor.

Tahap Pengawasan (Penting Setelah RIPH Di terbitkan)

Sebagaimana di atur dalam Permentan No. 05 Tahun 2022, pengawasan di lakukan secara ketat saat produk tiba di Tempat Pemasukan.

Pemeriksaan oleh Karantina Pertanian:

Saat bawang putih impor tiba di pelabuhan/bandara, Pejabat Karantina Tumbuhan akan melakukan pemeriksaan menyeluruh (administrasi dokumen RIPH/PI, fisik, laboratorium untuk OPTK dan keamanan pangan

Sanksi/Tindakan:

Jika di temukan ketidaksesuaian (dokumen tidak sah, melebihi kuota, mengandung OPTK, atau tidak aman), produk dapat di tolak masuk, di musnahkan, atau di kenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Siklus Berkelanjutan:

Penting untuk di ingat bahwa alur penerbitan RIPH ini adalah bagian dari siklus yang berkelanjutan. Setiap tahun, Pelaku Usaha yang ingin mengimpor bawang putih harus kembali mengajukan permohonan RIPH dan memenuhi kewajiban fasilitasi budidaya, yang secara kumulatif di harapkan dapat mempercepat kemandirian bawang putih nasional.
>Alur ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengelola impor bawang putih secara terencana dan bertanggung jawab, menjadikan impor sebagai alat untuk mendorong investasi dan pertumbuhan di sektor pertanian domestik.

Mari kita jelaskan secara detail alur permohonan RIPH Produk Bawang Putih (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) bawang putih yang di lakukan secara online melalui integrasi sistem LNSW (Neraca Komoditas) dan Sistem Elektronik Kementerian Pertanian (RIPH Pertanian).

Integrasi ini merupakan langkah pemerintah untuk menyederhanakan, mempercepat, dan meningkatkan transparansi dalam proses perizinan impor, sesuai dengan prinsip single submission dan risk management.

Alur Permohonan RIPH Bawang Putih secara Online melalui Integrasi LNSW dan RIPH Pertanian

Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan sistem Neraca Komoditas (NK) melalui Indonesia National Single Window (INSW) sebagai portal utama untuk pengajuan perizinan ekspor dan impor, termasuk untuk RIPH produk hortikultura. Sistem RIPH Kementerian Pertanian (riph.pertanian.go.id) terintegrasi erat dengan portal Neraca Komoditas ini.
Berikut adalah alur detailnya:

Akses Portal Neraca Komoditas (LNSW): https://neraca-komoditas.insw.go.id/

Pintu Gerbang Utama:

Portal Neraca Komoditas di LNSW (neraca-komoditas.insw.go.id) adalah titik awal bagi pelaku usaha untuk mengajukan permohonan RIPH bawang putih. Ini adalah platform terintegrasi yang memungkinkan pelaku usaha mengajukan berbagai perizinan terkait perdagangan, tidak hanya RIPH.

Registrasi dan Login:

Pelaku usaha yang belum terdaftar harus melakukan registrasi terlebih dahulu di portal LNSW untuk mendapatkan username dan password. Setelah registrasi, mereka dapat login ke dalam sistem.

Pengajuan Rencana Kebutuhan Impor (RKI):

Di dalam portal Neraca Komoditas, pelaku usaha akan mengajukan Rencana Kebutuhan Impor (RKI) tahunan untuk bawang putih. RKI ini mencakup:

  • Jenis komoditas (bawang putih).
  • Periode waktu impor.
  • Tujuan penggunaan (konsumsi langsung atau bahan baku industri).

Perkiraan negara asal.

  • Data-data lain yang relevan untuk mendukung RKI.

 

Integrasi ke Sistem RIPH Kementerian Pertanian: https://riph.pertanian.go.id/

Data Otomatis Terkirim:

Setelah pelaku usaha mengajukan RKI di portal Neraca Komoditas LNSW, sistem secara otomatis akan mengirimkan data RKI tersebut ke sistem elektronik Kementerian Pertanian yang berlokasi di https://riph.pertanian.go.id. Pelaku usaha tidak perlu mengajukan data yang sama dua kali secara manual di dua platform berbeda.

Melengkapi Persyaratan RIPH di RIPH Pertanian:

  • Meskipun data RKI sudah terkirim, sistem RIPH Pertanian akan memerlukan pelaku usaha untuk melengkapi
  • Persyaratan spesifik RIPH sesuai dengan Permentan No. 39 Tahun 2019 Pasal 9 dan perubahannya (Permentan No. 02 Tahun 2020), terutama terkait kewajiban fasilitasi budiaya.
  • Pelaku usaha akan di arahkan atau dapat langsung mengakses https://riph.pertanian.go.id/ untuk masuk ke akun mereka (biasanya menggunakan credential yang sama atau terhubung melalui sistem INSW).
  • Di sinilah pelaku usaha akan mengunggah dokumen-dokumen pendukung yang spesifik untuk RIPH, seperti: Bukti kepemilikan lahan budidaya bawang putih (minimal 2 Ha) atau perjanjian kerja sama dengan kelompok tani/petani (minimal 5 Ha), sesuai Pasal 9 Permentan39/2019.
  • Perizinan berusaha yang relevan (NIB).
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  • Laporan keuangan (jika di syaratkan).
  • Dokumen lain yang mendukung kelayakan permohonan.

Verifikasi Awal Sistem:

Sistem RIPH Pertanian akan melakukan verifikasi awal terhadap kelengkapan dan format dokumen yang di unggah. Jika ada yang tidak sesuai, sistem akan memberikan notifikasi agar pelaku usaha melakukan perbaikan.

Proses Verifikasi dan Kajian oleh Kementerian Pertanian (DJ Hortikultura)

Pemeriksaan oleh Verifikator:

Selanjutnya, setelah dokumen lengkap dan sesuai secara sistem, permohonan akan masuk ke antrean verifikasi oleh petugas (verifikator) dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian.

Kajian Komprehensif:

Kemudian, verifikator akan melakukan kajian mendalam terhadap permohonan, meliputi:

  • Kesesuaian RKI: Membandingkan volume RKI yang di ajukan dengan data produksi nasional, proyeksi konsumsi, ketersediaan stok, dan tren harga bawang putih domestik.
  • Kepatuhan Kewajiban Budidaya: Memverifikasi keabsahan dokumen kepemilikan lahan atau perjanjian kerja sama budidaya. Jika di perlukan, dapat di lakukan verifikasi lapangan.
  • Aspek Teknis: Memastikan bahwa bawang putih yang akan di impor memenuhi standar kualitas dan keamanan pangan.
  • Rapat Pleno/Koordinasi: Hasil kajian akan di bahas dalam rapat internal Kementerian Pertanian. Untuk volume impor yang besar atau isu strategis, rapat koordinasi lintas kementerian (misalnya dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) dapat di lakukan.

Penerbitan RIPH Produk Bawang Putih

Persetujuan atau Penolakan:

Sehingga, berdasarkan hasil verifikasi dan kajian, permohonan RIPH akan di setujui atau di tolak.

Penerbitan Elektronik:

Jika disetujui, RIPH akan di terbitkan secara elektronik melalui sistem RIPH Pertanian. Dokumen RIPH ini biasanya akan memiliki nomor unik dan QR code untuk verifikasi keaslian.

Notifikasi:

Kemudian, pelaku usaha akan menerima notifikasi otomatis melalui sistem LNSW dan/atau RIPH Pertanian bahwa RIPH mereka telah terbit. Maka, mereka dapat mengunduh RIPH tersebut dari akun mereka.

Masa Berlaku:

RIPH yang di terbitkan berlaku untuk 1 tahun takwin (hingga 31 Desember tahun berjalan) dan memiliki ketentuan batas waktu pemuatan dan kedatangan barang (di muat paling lambat 31 Desember dan tiba 60 hari setelah di muat).

Lanjutan ke Persetujuan Impor (PI) di Kementerian Perdagangan

Integrasi Otomatis/Manual:

Selanjutnya, setelah RIPH terbit, sistem secara otomatis akan meneruskan informasi ini ke sistem Kementerian Perdagangan untuk proses penerbitan Persetujuan Impor (PI). Maka, pelaku usaha juga dapat secara mandiri melanjutkan proses pengajuan PI di portal Kementerian Perdagangan dengan melampirkan RIPH yang telah di terima.

Batas Waktu Pengajuan PI:

Pelaku usaha wajib menyampaikan RIPH yang telah diterbitkan kepada Kementerian Perdagangan untuk pengajuan PI paling lama 2 (dua) bulan sejak RIPH di terbitkan.

Manfaat Integrasi Sistem: RIPH Produk Bawang Putih

  • Efisiensi dan Kecepatan: Memangkas birokrasi dan waktu yang di butuhkan untuk pengajuan perizinan.
  • Transparansi: Memungkinkan pelaku usaha melacak status permohonan mereka secara real-time.
  • Akurasi Data: Mengurangi kesalahan data akibat entri manual berulang.</li>
  • Pengambilan Keputusan Berbasis Data: Mempermudah pemerintah dalam mengumpulkan dan menganalisis data untuk kebijakan impor yang lebih baik.
  • Pencegahan Penyelewengan: Dengan sistem yang terintegrasi, potensi praktik ilegal atau penyalahgunaan izin dapat di minimalisir.

Sehingga, dengan alur online yang terintegrasi ini, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem perizinan yang lebih modern dan efisien, khususnya untuk komoditas strategis seperti bawang putih, demi menjaga keseimbangan pasar dan mendorong kemandirian pangan nasional.

Maka, mari kita rangkum dan jelaskan secara detail persyaratan untuk memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk komoditas bawang putih, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019 dan perubahannya dalam Permentan Nomor 02 Tahun 2020.
Persyaratan RIPH bawang putih terbagi menjadi dua kategori besar: Persyaratan Administrasi dan Persyaratan Teknis.

Persyaratan RIPH Bawang Putih : RIPH Produk Bawang Putih

Berikut ini Persyaratan Administrasi (untuk Pelaku Usaha/Importir):

Untuk persyaratan ini adalah untuk membuktikan legalitas, kapasitas, dan komitmen pelaku usaha.

Memiliki Perizinan Berusaha yang Sesuai:

  • Selanjutnya, pelaku Usaha wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
  • Kemudian, NIB harus mencakup Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang relevan dengan kegiatan impor dan/atau perdagangan produk hortikultura, termasuk bawang putih.
  • Contoh KBLI yang relevan adalah untuk perdagangan besar buah-buahan dan sayuran, atau industri pengolahan yang menggunakan bawang putih sebagai bahan baku

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):

Kemudian, sebagai bukti kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan di Indonesia.

Memiliki Laporan Keuangan yang Di audit:

Sehingga, pelaku Usaha wajib memiliki Laporan Keuangan yang telah di audit oleh Akuntan Publik.
Kemudian, laporan ini menunjukkan kondisi finansial perusahaan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan. Persyaratan ini biasanya berlaku untuk badan usaha dengan skala tertentu.

Memiliki Rencana Kebutuhan Impor (RKI) Tahunan:

Maka, pelaku Usaha harus menyusun Rencana Kebutuhan Impor (RKI) bawang putih untuk periode 1 (satu) tahun takwin.
RKI ini harus detail, mencakup:

  • Selanjutnya, jenis komoditas: Bawang Putih
  • Kemudian, estimasi volume (dalam ton atau kilogram) yang di butuhkan.
  • Maka, perkiraan negara asal pemasok.
  • Sehingga, perkiraan jadwal atau waktu pemasukan (misalnya, per bulan atau per kuartal).
  • Oleh karena itu, tujuan penggunaan (untuk konsumsi langsung atau sebagai bahan baku industri).
  • RKI ini menjadi dasar bagi Kementerian Pertanian untuk mengevaluasi kewajaran volume impor yang di mohonkan berdasarkan data produksi dan kebutuhan nasiol

Memenuhi Kewajiban Fasilitasi Pengembangan Budidaya Bawang Putih di Dalam Negeri (Pasal 9 Permentan 39/2019):

Kemudian, ini adalah persyaratan paling krusial dan menjadi ciri khas kebijakan RIPH untuk bawang putih. Selanjutnya, pelaku usaha yang mengimpor bawang putih segar untuk konsumsi langsung (tidak untuk bahan baku industri) wajib memenuhi salah satu dari dua pilihan berikut:

Pilihan A: Kepemilikan Lahan Budidaya Sendiri:
  • Wajib memiliki atau menguasai lahan untuk budidaya bawang putih dengan luas minimal 2 (dua) hektar.
  • Di buktikan dengan dokumen kepemilikan/penguasaan lahan yang sah (contoh: Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Usaha, surat perjanjian sewa/pakai lahan yang legal).
Pilihan B: Perjanjian Kerja Sama dengan Petani/Kelompok Tani:
  • Wajib memiliki perjanjian kerja sama tertulis dengan kelompok tani atau petani perseorangan untuk pengembangan budidaya bawang putih.
  • Perjanjian iniharus jelas memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak (importir dan petani/kelompok tani), seperti dukungan modal, penyediaan benih, pendampingan teknis, dan/atau penyerapan hasil panen.
    >Catatan: Kewajiban ini bertujuan untuk mendorong investasi dan peningkatan produksi bawang putih di dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor, dan memberdayakan petani lokal.
    />

Persyaratan Teknis (untuk Produk Bawang Putih yang Di impor): RIPH Produk Bawang Putih

Selanjutnya, persyaratan ini memastikan bahwa bawang putih yang di impor memenuhi standar keamanan, kesehatan, dan kualitas.

Memenuhi Ketentuan Keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT):

  • Selanjutnya, bawang putih impor harus aman untuk di konsumsi manusia. Ini berarti harus bebas dari cemaran fisik, kimia (misalnya residu pestisida yang melebihi Batas Maksimum Residu/BMR, logam berat), dan biologi (misalnya mikroba patogen) yang berbahaya.
  • Maka, sesuai dengan standar keamanan pangan yang di tetapkan oleh otoritas terkait di Indonesia.
  • Sehingga, bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK):
  • Setiap pengiriman bawang putih harus bebas dari hama dan penyakit tumbuhan yang di karantina.
  • Di buktikan dengan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) yang di terbitkan oleh otoritas karantina negara asal.
  • Sertifikat ini menjamin bahwa produk telah di periksa dan di nyatakan bebas dari OPTK.
  • Untuk produk bawang putih yang pertama kali di impor dari negara asal tertentu, di perlukan hasil analisis risiko OPTK dari Badan Karantina Pertanian Indonesia untuk menilai potensi risiko masuknya hama penyakit baru.

Memenuhi Karakteristik yang Di tentukan:

  • Bawang putih impor harus sesuai dengan standar kualitas, ukuran, warna, dan spesifikasi lainnya yang relevan dengan tujuan penggunaan (konsumsi langsung atau bahan baku industri).Misalnya, bawang putih untuk industri pengolahan mungkin memiliki persyaratan kadar pati atau ukuran tertentu yang berbeda dengan bawang putih untuk konsumsi langsung.

Memiliki Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin):

Kemudian, dokumen ini membuktikan negara asal tempat bawang putih di produksi. Maka, penting untuk tujuan pelacakan dan kepatuhan terhadap perjanjian perdagangan.

Proses Verifikasi Persyaratan:

  • Maka, semua persyaratan di atas akan di verifikasi oleh Kementerian Pertanian (melalui Direktorat Jenderal Hortikultura) saat permohonan RIPH di ajukan melalui sistem online (Neraca Komoditas LNSW yang terintegrasi dengan RIPH Pertanian). Sehingga, verifikasi bisa meliputi pemeriksaan dokumen digital dan, jika di perlukan, verifikasi lapangan untuk kewajiban budidaya.
  • Kemudian, pemenuhan persyaratan-persyaratan ini adalah mutlak bagi pelaku usaha yang ingin mengimpor bawang putih ke Indonesia. Maka, tujuannya adalah untuk memastikan impor yang bertanggung jawab, aman, dan selaras dengan upaya pemerintah dalam mencapai kemandirian bawang putih nasional.
  • Dalam konteks RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) untuk bawang putih, tidak ada pembagian jenis RIPH yang berbeda secara fundamental berdasarkan varietas atau spesifikasi bawang putih itu sendiri. Artinya, tidak ada “RIPH Bawang Putih Lokal” atau “RIPH Bawang Putih Impor India/Cina” sebagai jenis RIPH yang terpisah.
  • Namun, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019, khususnya Pasal 3, secara jelas membedakan RIPH berdasarkan tujuan penggunaan produk hortikultura yang di impor. Pembagian ini sangat penting karena memengaruhi persyaratan yang harus di penuhi oleh importir, terutama terkait kewajiban pengembangan budidaya di dalam negeri.

Berdasarkan Permentan No. 39 Tahun 2019, jenis RIPH dibedakan menjadi:

RIPH Produk Hortikultura Segar untuk Konsumsi Langsung:

  • Jenis RIPH ini di berikan untuk bawang putih yang di impor dan akan langsung di pasarkan untuk di konsumsi oleh masyarakat umum. (misalnya untuk kebutuhan rumah tangga, restoran, pasar tradisional
  • Kewajiban Fasilitasi Budidaya (Pasal 9 Permentan 39/2019): Pelaku usaha yang mendapatkan RIPH jenis ini wajib memfasilitasi pengembangan budidaya bawang putih di dalam negeri dengan luas minimal 2 (dua) hektar (jika memiliki lahan sendiri) atau minimal 5 (lima) hektar (jika bekerja sama dengan kelompok tani/petani perseorang

RIPH Produk Hortikultura Segar untuk Bahan Baku Industri:

  • Jenis RIPH ini di berikan untuk bawang putih yang di impor. Dan akan di gunakan sebagai bahan baku untuk proses pengolahan lebih lanjut di industri. Misalnya untuk pembuatan bawang goreng, bumbu instan, saus, atau produk olahan lainnya.
  • Meskipun peraturan awal (Permentan 39/2019) tidak secara eksplisit menyebutkan kewajiban budidaya untuk bahan baku industri pada Pasal 9. Seringkali dalam praktiknya atau regulasi turunannya, ada pertimbangan khusus atau kewajiban yang berbeda untuk jenis ini di bandingkan dengan konsumsi langsung. Namun, fokus utama Pasal 9 adalah pada konsumsi langsung. Permentan No. 46 Tahun 2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis. Juga mendorong pengembangan komoditas strategis secara umum, yang bisa mencakup juga untuk tujuan industri.

Mengapa Pembagian Jenis Ini Penting? : RIPH Produk Bawang Putih

Pembagian ini krusial karena:

  • Perbedaan Kewajiban: Kewajiban memfasilitasi budidaya yang melekat pada RIPH jenis “konsumsi langsung” adalah strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan produksi dalam negeri.
  • Spesifikasi Produk: Bawang putih yang di impor untuk konsumsi langsung mungkin memiliki standar penampilan, ukuran, dan kesegaran yang berbeda dengan bawang putih yang di impor sebagai bahan baku industri, yang mungkin lebih menekankan pada kadar zat tertentu atau efisiensi pengolahan.
  • Pengendalian Pasar: Pemerintah dapat lebih spesifik dalam mengendalikan volume impor berdasarkan tujuan, untuk memastikan pasokan yang adil bagi konsumen dan perlindungan bagi petani yang memproduksi untuk pasar segar.
  • Jadi, meskipun bawang putih secara umum adalah satu komoditas, RIPH yang di terbitkan untuknya akan di kategorikan berdasarkan apakah bawang putih tersebut akan di jual untuk konsumsi langsung atau di olah sebagai bahan baku industri, dengan implikasi yang berbeda pada kewajiban dan persyaratan.

PT Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008. Dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Email : [email protected]
Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

 

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat