Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, memiliki potensi besar dalam produksi hortikultura. Namun, dinamika pasar global, perubahan iklim, hingga fluktuasi produksi dalam negeri seringkali menciptakan tantangan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat akan produk hortikultura. Dalam konteks ini, Persetujuan Impor produk hortikultura menjadi sebuah keniscayaan yang harus di kelola dengan bijaksana. Artikel ini akan membahas secara mendalam rekomendasi Jasa impor produk hortikultura, dengan mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari ketersediaan, stabilitas harga, perlindungan petani lokal, hingga keberlanjutan pasokan dan standar kualitas.
RIPH Produk Bawang Putih Sinergi Kebijakan Impor & Komoditas
Urgensi dan Kompleksitas Impor Hortikultura : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Sektor hortikultura memegang peranan krusial dalam perekonomian Indonesia, tidak hanya sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai penyumbang pendapatan bagi jutaan petani. Namun, ketersediaan produk hortikultura yang beragam dan stabil sepanjang tahun menjadi tantangan tersendiri. Musim panen yang bervariasi, serangan hama penyakit, hingga dampak perubahan iklim global dapat menyebabkan defisit pasokan di waktu-waktu tertentu. Di sinilah peran impor menjadi relevan, yaitu sebagai instrumen untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan, menstabilkan harga, dan memastikan akses masyarakat terhadap produk hortikultura yang mereka butuhkan.
Namun, impor produk hortikultura bukanlah tanpa risiko. Impor yang berlebihan atau tidak terkontrol dapat merugikan petani lokal, menekan harga jual produk dalam negeri, dan bahkan mengancam keberlangsungan usaha tani. Oleh karena itu, rekomendasi impor harus di dasarkan pada analisis yang komprehensif dan mempertimbangkan berbagai kepentingan, mulai dari konsumen, petani, hingga pelaku usaha.
Prinsip Dasar Rekomendasi Impor Produk Hortikultura : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Dalam merumuskan Rekomendasi impor produk hortikultura, beberapa prinsip dasar perlu di jadikan pedoman:
Prioritas Produksi Dalam Negeri:
Impor seharusnya menjadi opsi terakhir setelah optimalisasi produksi dalam negeri. Kebijakan impor harus mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas produk hortikultura lokal.
Keseimbangan Pasar:
Impor bertujuan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan, sehingga mencegah lonjakan harga yang merugikan konsumen, namun juga tidak menekan harga hingga merugikan petani.
Transparansi dan Akuntabilitas:
Proses rekomendasi dan pelaksanaan impor harus transparan, di dasarkan pada data yang akurat, dan dapat di pertanggungjawabkan kepada publik.
Perlindungan Petani Lokal:
Mekanisme impor harus di rancang sedemikian rupa sehingga tidak merugikan petani lokal, misalnya dengan menerapkan tarif yang sesuai atau pengaturan waktu impor yang tepat.
Standar Kualitas dan Keamanan Pangan:
Produk hortikultura yang di impor harus memenuhi standar kualitas dan keamanan pangan yang ketat untuk melindungi kesehatan konsumen.
Diversifikasi Sumber Impor:
Bergantung pada satu negara pemasok dapat berisiko. Diversifikasi sumber impor dapat meminimalisir risiko gangguan pasokan akibat masalah politik, ekonomi, atau bencana alam di negara asal.
Keberlanjutan Pasokan:
Rekomendasi impor harus mempertimbangkan keberlanjutan pasokan dalam jangka panjang, tidak hanya respons terhadap kebutuhan mendesak.
Analisis Kebutuhan Impor: Data dan Indikator Kunci, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Rekomendasi impor yang efektif harus di dasarkan pada analisis kebutuhan yang akurat. Beberapa indikator kunci yang perlu di pertimbangkan meliputi:
Data Produksi Nasional:
Data produksi hortikultura dari Kementerian Pertanian harus menjadi acuan utama. Ini mencakup luasan tanam, estimasi panen, dan produktivitas per satuan luas. Analisis tren produksi dari tahun ke tahun juga penting untuk mengidentifikasi pola musiman atau potensi defisit jangka panjang.
Proyeksi Konsumsi Nasional:
Data konsumsi per kapita dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan proyeksi pertumbuhan penduduk dapat di gunakan untuk menghitung total kebutuhan konsumsi nasional. Perubahan gaya hidup atau tren kuliner juga dapat memengaruhi pola konsumsi.
Stok Nasional:
Informasi mengenai stok produk hortikultura di tingkat petani, pedagang besar, hingga gudang penyimpanan perlu di kumpulkan untuk menilai ketersediaan riil di pasar.
Fluktuasi Harga Pasar:
Pemantauan harga produk hortikultura di tingkat petani dan konsumen secara berkelanjutan merupakan indikator penting. Kenaikan harga yang signifikan dan persisten, terutama di luar musim panen, dapat mengindikasikan defisit pasokan yang perlu di atasi melalui impor.
Perbandingan Harga Internasional:
Membandingkan harga produk hortikultura di pasar internasional dengan harga domestik dapat memberikan gambaran tentang daya saing produk lokal dan potensi penekanan harga akibat impor.
Kualitas dan Spesifikasi Produk:
Analisis kebutuhan juga harus mempertimbangkan spesifikasi kualitas produk yang di butuhkan pasar, terutama untuk kebutuhan industri pengolahan atau hotel, restoran, dan katering (Horeka) yang mungkin memiliki standar lebih tinggi.
Analisis Iklim dan Bencana:
Perubahan iklim dan potensi bencana alam (banjir, kekeringan, serangan hama) dapat secara drastis memengaruhi produksi hortikultura. Analisis risiko ini penting untuk mengantisipasi defisit pasokan.
Data Impor Historis:
Mengkaji data impor produk hortikultura di tahun-tahun sebelumnya dapat memberikan wawasan mengenai pola impor, negara asal, dan volume yang biasa di butuhkan.
Mekanisme Rekomendasi Impor Produk Hortikultura : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Proses rekomendasi impor produk hortikultura idealnya melibatkan beberapa tahapan dan institusi:
Identifikasi Kebutuhan:
Kementerian Pertanian, melalui direktorat terkait (misalnya Direktorat Jenderal Hortikultura), melakukan kajian mendalam mengenai kondisi produksi dan pasokan di dalam negeri. Bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), di lakukan proyeksi kebutuhan konsumsi.
Rapat Koordinasi Antar-Kementerian:
Hasil kajian Kementerian Pertanian kemudian di bahas dalam rapat koordinasi antar-kementerian yang melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan instansi terkait lainnya. Dalam rapat ini, di lakukan analisis holistik terhadap kondisi pasar, harga, dan potensi dampak impor.
Pembentukan Tim Kajian Independen (Opsional, namun Direkomendasikan): Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Untuk meningkatkan objektivitas, dapat di bentuk tim kajian independen yang melibatkan akademisi, pakar ekonomi pertanian, dan perwakilan asosiasi petani. Tim ini dapat memberikan rekomendasi berdasarkan data dan analisis yang komprehensif.
Penentuan Volume dan Waktu Impor:
Berdasarkan hasil analisis dan rekomendasi, di putuskan volume dan waktu impor yang tepat. Waktu impor harus di atur sedemikian rupa agar tidak bersamaan dengan masa panen raya produk lokal.
Penetapan Negara Asal dan Jalur Distribusi:
Pertimbangan dalam memilih negara asal meliputi ketersediaan produk, standar kualitas, dan hubungan bilateral. Jalur distribusi yang efisien juga perlu di rencanakan.
Penerbitan Rekomendasi Impor dan Perizinan: Kementerian Pertanian mengeluarkan rekomendasi impor, yang kemudian menjadi dasar bagi Kementerian Perdagangan untuk menerbitkan izin impor kepada importir yang di tunjuk.
Pengawasan dan Evaluasi:
Setelah impor di lakukan, perlu di lakukan pengawasan ketat terhadap volume, kualitas, dan dampaknya terhadap pasar domestik. Evaluasi berkala harus di lakukan untuk menilai efektivitas kebijakan impor dan melakukan penyesuaian jika di perlukan.
Strategi Impor yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Selain mekanisme di atas, beberapa strategi spesifik dapat di terapkan untuk memastikan impor hortikultura yang bertanggung jawab dan berkelanjutan:
Impor Terbatas dan Terukur:
Volume impor harus benar-benar di sesuaikan dengan defisit pasokan, bukan untuk menekan harga secara artifisial atau membanjiri pasar.
Impor pada Waktu yang Tepat:
Impor harus di lakukan di luar musim panen raya produk serupa di dalam negeri. Hal ini untuk mencegah persaingan harga yang merugikan petani lokal. Contohnya, impor bawang putih dapat di lakukan saat stok dalam negeri menipis dan harga cenderung naik, bukan saat petani lokal sedang panen.
Pemberlakuan Tarif Impor yang Fleksibel:
Tarif impor dapat di sesuaikan secara dinamis. Ketika pasokan dalam negeri melimpah, tarif dapat dinaikkan untuk melindungi petani. Sebaliknya, ketika pasokan defisit dan harga melonjak, tarif dapat di turunkan untuk mempermudah masuknya produk impor dan menstabilkan harga.
Penegakan Standar Kualitas dan Keamanan Pangan:
Perluasan dan penegakan standar phytosanitary dan kualitas untuk produk impor. Setiap produk impor harus melalui inspeksi ketat untuk memastikan bebas dari hama penyakit dan aman di konsumsi. Peningkatan kapasitas laboratorium pengujian di titik masuk pelabuhan juga sangat di perlukan.
Kerja Sama Bilateral dengan Negara Eksportir:
Membangun kerja sama bilateral yang kuat dengan negara-negara eksportir dapat menjamin pasokan yang stabil dan kualitas yang terjamin. Ini juga memungkinkan negosiasi harga yang lebih baik.
Pengembangan Kapasitas Produksi Domestik:
Seiring dengan kebijakan impor, pemerintah harus terus berinvestasi dalam pengembangan kapasitas produksi hortikultura domestik. Ini termasuk penyediaan benih unggul, pupuk, irigasi, pendampingan teknis, serta akses permodalan dan pasar bagi petani.
Diversifikasi Komoditas Impor dan Sumber Pemasok:
Jangan hanya bergantung pada satu jenis komoditas atau satu negara pemasok. Diversifikasi dapat mengurangi risiko fluktuasi pasokan dan harga.
Pemanfaatan Data dan Teknologi:
Menggunakan teknologi big data dan analisis prediktif untuk memantau produksi, stok, dan harga secara real-time dapat membantu pengambilan keputusan impor yang lebih cepat dan akurat.
Edukasi Konsumen:
Mendorong kesadaran konsumen tentang produk lokal dan musim panen dapat membantu menstabilkan permintaan dan harga, serta mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Tantangan dan Kendala dalam Rekomendasi Impor : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Meskipun prinsip dan mekanisme telah di uraikan, implementasi rekomendasi impor hortikultura seringkali menghadapi tantangan:
Data yang Tidak Akurat atau Terlambat:
Ketersediaan data produksi dan stok yang akurat dan tepat waktu sering menjadi kendala, menghambat pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
Tekanan Kepentingan: Berbagai pihak memiliki kepentingan yang berbeda (petani ingin harga tinggi, konsumen ingin harga murah, importir ingin volume besar). Menyeimbangkan kepentingan ini adalah tugas yang kompleks.
Praktik Impor Ilegal atau Penyelundupan:
Impor ilegal dapat merusak pasar domestik dan menyulitkan upaya stabilisasi harga.
Perubahan Iklim yang Tidak Terduga:
Peristiwa iklim ekstrem yang tidak terduga dapat mengacaukan proyeksi produksi dan memerlukan respons impor yang cepat.
Birokrasi dan Regulasi yang Berbelit:
Proses perizinan yang panjang dan berbelit dapat menghambat respons cepat terhadap kebutuhan impor mendesak.
Kapasitas Infrastruktur:
Kapasitas pelabuhan, gudang penyimpanan berpendingin, dan sistem logistik yang belum optimal dapat menghambat efisiensi impor.
Studi Kasus: Komoditas Hortikultura yang Sering Di impor
Beberapa komoditas hortikultura yang sering menjadi sorotan dalam kebijakan impor di Indonesia meliputi:
Bawang Putih:
Produksi bawang putih di Indonesia cenderung fluktuatif dan belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan domestik, sehingga impor menjadi krusial untuk stabilisasi harga.
Kentang (untuk industri):
Kebutuhan kentang untuk industri pengolahan (keripik, kentang goreng) seringkali membutuhkan spesifikasi tertentu yang belum sepenuhnya di penuhi oleh produksi lokal.
Buah-buahan tertentu (Apel, Pir, Anggur):
Buah-buahan ini memiliki permintaan tinggi namun produksinya terbatas atau tidak ada di Indonesia. Impor menjadi solusi untuk memenuhi preferensi konsumen.
Beberapa jenis sayuran musiman:
Pada musim tertentu, beberapa jenis sayuran mengalami defisit pasokan lokal, sehingga impor dapat menjadi solusi sementara.
Menuju Tata Kelola Impor Hortikultura yang Optimal : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Rekomendasi impor produk hortikultura adalah bagian integral dari upaya menjaga ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi di Indonesia. Impor bukanlah musuh, melainkan instrumen yang dapat di gunakan secara strategis untuk menyeimbangkan pasar, memastikan ketersediaan, dan menstabilkan harga. Namun, keberhasilan implementasi rekomendasi impor sangat bergantung pada ketersediaan data yang akurat, proses pengambilan keputusan yang transparan dan akuntabel, serta komitmen untuk melindungi kepentingan petani lokal sekaligus memenuhi kebutuhan konsumen.
Pemerintah harus terus berupaya meningkatkan produksi hortikultura dalam negeri melalui berbagai program hilirisasi, peningkatan produktivitas, dan pengembangan kawasan sentra produksi. Kebijakan impor harus menjadi pelengkap, bukan pengganti, dari strategi swasembada yang berkelanjutan. Dengan tata kelola impor yang optimal, Indonesia dapat memastikan pasokan produk hortikultura yang stabil, harga yang wajar, dan sektor pertanian yang tangguh di masa depan. Keseimbangan antara kepentingan petani, konsumen, dan pelaku usaha harus selalu menjadi prioritas utama dalam merumuskan setiap kebijakan impor hortikultura.
Penerbitan dan Pengawasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di atur secara rinci dalam Peraturan Menteri Pertanian. Berikut adalah penjelasan detail berdasarkan peraturan yang Anda sebutkan:
Penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Penerbitan RIPH di atur oleh:
- Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH)
- Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
RIPH adalah keterangan tertulis yang menyatakan bahwa Produk Hortikultura memenuhi persyaratan administrasi dan teknis untuk di impor.
Tujuan Penerbitan RIPH: Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
RIPH di terbitkan untuk produk hortikultura segar, baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku industri.
Pihak yang dapat mengajukan Impor Produk Hortikultura:
Impor produk hortikultura dapat di lakukan oleh:
- Pelaku Usaha
- Lembaga Sosial
- Perwakilan Negara Asing/Lembaga Internasional
Mekanisme Permohonan RIPH: Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
- Permohonan RIPH di proses pada hari kerja.
- Permohonan untuk tahun berikutnya dapat di ajukan mulai bulan November tahun berjalan.
- Dalam kondisi stabilisasi pasokan dan harga, impor produk hortikultura hanya dapat di lakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Persyaratan Teknis Impor
Produk hortikultura yang di impor harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis. Persyaratan teknis meliputi:
- Memenuhi ketentuan keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT).
Untuk produk yang pertama kali di masukkan dari negara asal, harus di lengkapi hasil analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan karantina dari Badan Karantina Pertanian.
Memenuhi karakteristik yang di tentukan. - Kewajiban Pelaku Usaha:
Pelaku Usaha yang mendapatkan RIPH wajib menyampaikan RIPH tersebut kepada Kementerian Perdagangan untuk penerbitan izin impor produk hortikultura paling lama 2 (dua) bulan sejak RIPH di terbitkan secara daring (online).
Perubahan dalam Permentan Nomor 02 Tahun 2020:
Permentan Nomor 02 Tahun 2020 mengubah beberapa ketentuan dalam Permentan Nomor 39 Tahun 2019, salah satunya terkait masa berlaku RIPH. RIPH di nyatakan masih berlaku apabila produk hortikultura telah di muat pada alat angkut dari negara asal paling lambat tanggal 31 Desember tahun berjalan. Produk hortikultura tersebut harus tiba di Indonesia paling lambat 60 hari kalender sejak di muat pada alat angkut dari negara asal, di buktikan dengan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Jika ada perubahan RIPH, produk harus di muat pada alat angkut dari negara asal paling lambat pada tanggal penerbitan RIPH yang baru, dan tiba di Indonesia paling lambat 60 hari kalender sejak di muat.
Pengawasan Pelaksanaan RIPH, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Pengawasan pelaksanaan RIPH di atur oleh:
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pengawasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Tujuan Pengawasan:
Pengawasan di lakukan untuk memastikan pemenuhan keamanan pangan produk hortikultura yang di masukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. RIPH menjadi instrumen pengawasan yang terintegrasi dengan tindakan karantina tumbuhan di tempat pemasukan.
Mekanisme Pengawasan:
Penyerahan RIPH:
RIPH wajib di serahkan kepada Pejabat Karantina Tumbuhan di tempat pemasukan untuk di lakukan pemeriksaan administratif dan kesesuaian dokumen RIPH. Penyerahan dapat di lakukan melalui portal Indonesia National Single Window atau secara daring kepada unit pelaksana teknis Badan Karantina Pertanian.
Pemeriksaan Dokumen dan Fisik:
Pejabat Karantina Tumbuhan akan melakukan pemeriksaan untuk memverifikasi kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen RIPH, serta kesesuaian antara dokumen dengan produk hortikultura yang di impor.
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan:
Dokumen lengkap, benar, dan sah:
Produk hortikultura akan di lanjutkan dengan tindakan karantina tumbuhan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang karantina tumbuhan (misalnya, pemeriksaan kesehatan dan keamanan pangan).
Dokumen tidak lengkap, tidak benar, dan/atau tidak sah:
Produk hortikultura akan di lakukan tindakan penolakan. Untuk produk yang di tolak harus di keluarkan dari wilayah Indonesia oleh Pelaku Usaha di bawah pengawasan Pejabat Karantina Tumbuhan.
Produk tidak memenuhi keamanan pangan atau bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK):
Produk hortikultura dapat di kuasai negara. Penolakan, pemusnahan, dan penguasaan oleh negara di laksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permentan No. 05 Tahun 2022 menegaskan bahwa pengawasan RIPH merupakan penugasan kepada Badan Karantina Pertanian untuk mengawasi seluruh produk impor hortikultura yang wajib RIPH, memastikan produk aman di konsumsi dan bebas dari hama penyakit berbahaya.
Secara keseluruhan, sistem RIPH ini di rancang untuk menyeimbangkan kebutuhan pasokan dalam negeri dengan perlindungan terhadap produksi lokal dan kesehatan konsumen, melalui serangkaian persyaratan ketat dan mekanisme pengawasan yang terintegrasi.
Mari kita bedah secara detail mengenai jenis-jenis RIPH, masa berlakunya, dan persyaratan RIPH berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian yang telah kita diskusikan sebelumnya (terutama Permentan 39/2019 dan perubahannya 02/2020).
Jenis-jenis RIPH : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian, RIPH umumnya tidak secara eksplisit di bagi menjadi “jenis-jenis” dalam artian kategori terpisah untuk komoditas yang berbeda. Namun, RIPH di berikan berdasarkan kategori Produk Hortikultura yang akan di impor dan tujuan penggunaannya.
Secara garis besar, RIPH di berikan untuk:
Produk Hortikultura Segar untuk Konsumsi Langsung: Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Ini mencakup buah-buahan dan sayuran segar yang akan langsung di jual dan di konsumsi oleh masyarakat (misalnya bawang putih, apel, pir, jeruk, kentang segar untuk konsumsi).
Produk Hortikultura Segar sebagai Bahan Baku Industri:
Ini adalah produk hortikultura segar yang di impor bukan untuk konsumsi langsung, melainkan untuk di olah lebih lanjut oleh industri. Contohnya kentang industri untuk pembuatan keripik atau kentang goreng beku, atau buah-buahan tertentu yang akan di olah menjadi jus, selai, atau makanan olahan lainnya. Spesifikasi untuk produk ini mungkin berbeda dengan yang untuk konsumsi langsung.
Produk Hortikultura untuk Keperluan Tertentu Lainnya:
Meskipun tidak selalu eksplisit, ada kemungkinan RIPH di berikan untuk keperluan khusus lainnya yang di atur kemudian, misalnya untuk keperluan penelitian, pameran, atau tujuan non-komersial lainnya, namun fokus utama Permentan adalah untuk konsumsi dan industri.
Penting untuk di catat bahwa meskipun RIPH mencakup berbagai komoditas hortikultura, proses pengajuan dan persyaratan umum yang berlaku sama untuk semua komoditas, dengan beberapa penyesuaian teknis tergantung pada karakteristik spesifik komoditas tersebut (misalnya analisis risiko hama penyakit yang spesifik untuk jenis tanaman tertentu).
Masa Berlaku RIPH : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
- Masa berlaku RIPH adalah poin penting yang mengalami perubahan antara Permentan No. 39 Tahun 2019 dan Permentan No. 02 Tahun 2020.
- Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02 Tahun 2020 (Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019):
- Masa berlaku RIPH adalah untuk periode 1 (satu) tahun takwin (Januari sampai Desember). Artinya, jika RIPH di terbitkan pada tahun 2024, maka RIPH tersebut berlaku hingga 31 Desember 2024.
- Permohonan RIPH dapat di ajukan sewaktu-waktu oleh perusahaan yang akan mengajukan RIPH dan pengusaha yang sudah mempunyai RIPH bisa melakukan perubahan sesuai ketentuan yang berlaku
Kewajiban Pelaku Usaha RIPH: Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Pelaku usaha yang mendapatkan RIPH wajib menyampaikan RIPH tersebut kepada Kementerian Perdagangan untuk penerbitan Persetujuan Impor (PI) produk hortikultura. Batas waktu penyampaian ini adalah paling lama 2 (dua) bulan sejak RIPH di terbitkan secara daring (online).
Pentingnya Batas Waktu Muat dan Kedatangan Barang (Permentan 02/2020):
RIPH di nyatakan masih berlaku apabila: Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
- Produk Hortikultura telah di muat pada alat angkut dari negara asal paling lambat tanggal 31 Desember tahun berjalan.
- Produk Hortikultura tersebut tiba di Indonesia paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender sejak di muat pada alat angkut dari negara asal, yang di buktikan dengan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
- Jika ada perubahan RIPH, maka produk harus di muat pada alat angkut dari negara asal paling lambat pada tanggal penerbitan RIPH yang baru, dan tiba di Indonesia paling lambat 60 hari kalender sejak di muat.
Ini menunjukkan bahwa meskipun RIPH berlaku setahun penuh, ada batas waktu kritis untuk proses pengapalan dan kedatangan barang agar RIPH tersebut tetap di anggap valid.
Persyaratan RIPH : Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Untuk Persyaratan RIPH dapat di bagi menjadi dua kategori utama: persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan ini berlaku untuk Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan RIPH.
Persyaratan Administrasi
Untuk mendapatkan RIPH, pemohon (Pelaku Usaha) harus memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut:
- Memiliki perizinan berusaha terkait dengan bidang hortikultura: Ini menunjukkan legalitas usaha dan relevansinya dengan sektor hortikultura. Perizinan berusaha ini dapat berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang sesuai untuk impor dan/atau perdagangan produk hortikultura.
- Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya yang terahir.
- KTP pimpinan perusahaan, NIB yang berlaku sebagai API-U dan API-P
- Surat Pernyataan menggunakan produk impor hortikultura sesuai dengan permohonan RIPH bagi pelaku usaha API-P
- Laporan realisasi Impor produk hortikultura sesuai untuk RIPH sebelumnya yang terealisasi maupun yang tidak terealisasi sesuai RIPH
- Surat pernyataan bermaterai yang menyatakan dokumen yang di sampaikan benar dan sah.
- Memiliki kebun atau lahan untuk budidaya produk hortikultura: Ini adalah salah satu poin krusial yang di tambahkan dalam upaya perlindungan petani lokal dan mendorong peningkatan produksi dalam negeri.
- Untuk importir yang akan melakukan impor Produk Hortikultura segar untuk Konsumsi Langsung: Wajib memiliki kebun atau lahan untuk budidaya produk hortikultura dengan luas minimal 2 hektar.
- Untuk importir yang akan melakukan impor Produk Hortikultura segar sebagai Bahan Baku Industri: Wajib memiliki kebun atau lahan untuk budidaya produk hortikultura dengan luas minimal 5 hektar.
-
Buktinya: Kepemilikan kebun atau lahan ini harus di buktikan dengan dokumen yang sah, seperti Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), atau dokumen penguasaan lahan lainnya yang di akui.
- Memiliki perjanjian kerja sama dengan kelompok tani atau petani perseorangan: Ini juga merupakan bagian dari upaya pemberdayaan petani lokal.
- Untuk importir yang akan melakukan impor Produk Hortikultura segar untuk Konsumsi Langsung: Wajib memiliki perjanjian kerja sama dengan kelompok tani atau petani perseorangan untuk pengembangan budidaya produk hortikultura minimal 5 hektar.
- Untuk importir yang akan melakukan impor Produk Hortikultura segar sebagai Bahan Baku Industri: Wajib memiliki perjanjian kerja sama dengan kelompok tani atau petani perseorangan untuk pengembangan budidaya produk hortikultura minimal 10 hektar.
- Buktinya: Perjanjian kerja sama ini harus tertulis dan memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak.
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): Sebagai bukti kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan.
- Memiliki laporan keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik: Persyaratan ini biasanya berlaku untuk perusahaan besar dan menunjukkan solvabilitas serta transparansi finansial pemohon.
- Maka, memiliki rencana kebutuhan impor (RKI) tahunan: RKI harus detail, mencakup jenis produk, volume, negara asal, dan perkiraan waktu impor. Kemudian, RKI ini menjadi dasar bagi Kementerian Pertanian untuk menilai kewajaran volume impor yang di ajukan.
Persyaratan Teknis, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
Produk Hortikultura yang akan di impor harus memenuhi persyaratan teknis, yang meliputi:
- Memenuhi ketentuan keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT): Ini berarti produk harus aman di konsumsi, bebas dari residu pestisida berlebihan, logam berat, atau kontaminan lainnya yang melebihi ambang batas aman.
- Untuk Produk Hortikultura yang pertama kali di masukkan dari negara asal: Wajib di lengkapi dengan hasil analisis risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) dari Badan Karantina Pertanian. Ini untuk memastikan bahwa impor tidak membawa hama atau penyakit baru yang dapat merugikan pertanian Indonesia.
- Sertifikat penerapan budidaya yang baik (Good Agriculture Practices/GAP) atau sertifikat setara lainnya yang diakui secara internasional dan masih berlaku sampai akhir impor dilakukan.
- Registrasi bangsal penanganan pascapanen (Packing house) yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dari negara asal yang masih berlaku sampai ahir waktu impor dilakukan.
- Selanjutnya, surat Keterangan dari eksportir negara asal mengenai kapasitas produksi dari kebun/lahan usaha yang telah di registrasi atau disertifikasi penerapan budidaya yang baik (Good Agriculture Practices/GAP
- Memenuhi karakteristik yang di tentukan: Ini bisa berupa standar ukuran, kematangan, warna, atau spesifikasi lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pasar atau industri di Indonesia. Misalnya, kentang industri harus memiliki kadar pati dan ukuran tertentu.
- Sehingga, memiliki Sertifikat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate): Maka, di terbitkan oleh otoritas karantina tumbuhan di negara asal, menyatakan bahwa produk bebas dari hama penyakit dan memenuhi standar karantina.
- Oleh karena itu, memiliki Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin): Menunjukkan negara asal produk.
Untuk persyaratan teknis Nomer 3, 4 dan 5 harus di terjemahkan kedalam bahasa indonesia yang baik dan benar.
Proses Verifikasi Persyaratan:
Kementerian Pertanian (melalui Direktorat Jenderal Hortikultura) akan melakukan verifikasi terhadap pemenuhan persyaratan administrasi dan teknis yang di ajukan oleh pemohon. Proses ini bisa melibatkan kunjungan lapangan untuk memverifikasi keberadaan kebun/lahan atau perjanjian kerja sama.
Dengan adanya persyaratan yang ketat ini, pemerintah berharap dapat mengendalikan impor produk hortikultura secara lebih selektif, mendorong pertumbuhan produksi dalam negeri, serta memastikan kualitas dan keamanan produk yang beredar di pasaran.
PT Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.
YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI
Email : [email protected]
Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups












