Undang-Undang Perceraian Terbaru di Indonesia

Abdul Fardi

Updated on:

Undang-Undang Perceraian Terbaru di Indonesia
Direktur Utama Jangkar Goups

Pengantar Undang-Undang Perceraian Terbaru

Undang Undang Perceraian Terbaru – Undang-Undang Perceraian di Indonesia telah mengalami revisi, membawa sejumlah perubahan signifikan dalam proses dan ketentuan perceraian. Revisi ini didorong oleh kebutuhan untuk menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman, memperhatikan aspek keadilan dan perlindungan bagi semua pihak yang terlibat, khususnya anak dan perempuan.

Anda pun akan memperoleh manfaat dari mengunjungi Pertanyaan Tentang Perjanjian Perkawinan hari ini.

DAFTAR ISI

Latar belakang perubahan ini mencakup meningkatnya angka perceraian, perubahan dinamika sosial budaya, dan adanya celah hukum dalam UU Perceraian lama yang dinilai kurang melindungi hak-hak tertentu. Tujuan utama revisi adalah untuk meningkatkan efektivitas sistem peradilan keluarga, memperkuat perlindungan anak dalam proses perceraian, dan menciptakan keadilan yang lebih berimbang bagi semua pihak yang terlibat.

Perbandingan Poin-Poin Penting UU Perceraian Lama dan Baru

Perubahan dalam UU Perceraian terbaru berdampak pada berbagai aspek, mulai dari proses pengajuan perceraian hingga pembagian harta bersama dan hak asuh anak. Berikut perbandingan poin penting antara UU lama dan yang baru:

Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan
Proses perceraian cenderung lebih rumit dan birokratis. Proses perceraian disederhanakan dengan sistem online dan mekanisme penyelesaian di luar pengadilan yang lebih diprioritaskan.
Ketentuan mengenai hak asuh anak kurang spesifik dan sering menimbulkan perselisihan. Ketentuan hak asuh anak lebih detail, memperhatikan kepentingan terbaik anak, dan mekanisme pengawasan yang lebih ketat.
Pembagian harta bersama kurang menjamin keadilan bagi pihak yang kurang beruntung. Pembagian harta bersama lebih menekankan prinsip keadilan dan keseimbangan, dengan pertimbangan kontribusi masing-masing pihak.
Kurangnya perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga diperkuat dengan mekanisme pelaporan dan pendampingan yang lebih komprehensif.
Sanksi bagi pelanggaran hukum perceraian dianggap masih ringan. Sanksi bagi pelanggaran hukum perceraian diperberat untuk memberikan efek jera.

Ilustrasi Perubahan Utama dalam UU Perceraian Terbaru

Sebagai contoh, sebelumnya hak asuh anak seringkali diputuskan secara sepihak dan kurang mempertimbangkan psikologis anak. Setelah revisi, UU menetapkan bahwa kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama, dengan melibatkan psikolog dan mekanisme yang menjamin partisipasi anak dalam pengambilan keputusan.

Contoh lain, pembagian harta bersama sebelumnya sering menimbulkan perselisihan karena kurang jelasnya aturan. Revisi menambahkan ketentuan yang lebih rinci tentang bagaimana harta bersama dibagi, dengan mempertimbangkan kontribusi masing-masing pihak selama pernikahan. Ini bertujuan untuk menciptakan keadilan yang lebih berimbang.

Lihat Pemberkatan Nikah Katolik untuk memeriksa review lengkap dan testimoni dari pengguna.

Persyaratan dan Prosedur Perceraian: Undang Undang Perceraian Terbaru

Undang-Undang Perceraian terbaru telah membawa perubahan signifikan pada persyaratan dan prosedur perceraian di Indonesia. Pemahaman yang komprehensif mengenai hal ini sangat penting bagi setiap individu yang tengah menghadapi proses perceraian, baik melalui jalur Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Berikut penjelasan detail mengenai persyaratan dan langkah-langkah yang perlu ditempuh.

Temukan tahu lebih banyak dengan melihat lebih dalam Perkawinan Campuran Adalah ini.

Persyaratan Pengajuan Perceraian

Sebelum mengajukan perceraian, terdapat beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi sesuai dengan UU terbaru. Persyaratan ini bervariasi tergantung jenis pengadilan yang dipilih, yaitu Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri. Secara umum, persyaratan tersebut meliputi dokumen identitas diri, bukti pernikahan, dan bukti-bukti pendukung lainnya yang relevan dengan alasan perceraian.

  • Dokumen Identitas Diri: KTP, Kartu Keluarga, dan Akte Kelahiran baik pemohon maupun tergugat.
  • Bukti Pernikahan: Buku nikah atau akta nikah yang sah.
  • Bukti Alamat: Bukti tempat tinggal terkini pemohon dan tergugat.
  • Bukti Pendukung Alasan Perceraian: Dokumen ini bervariasi tergantung alasan perceraian, misalnya surat keterangan dari dokter, saksi, atau bukti-bukti lain yang relevan. Contohnya, dalam kasus perceraian karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), diperlukan bukti medis atau keterangan saksi.

Prosedur Perceraian

Proses perceraian meliputi beberapa tahapan, mulai dari pengajuan gugatan hingga putusan pengadilan. Tahapan ini dapat bervariasi tergantung kompleksitas kasus dan keputusan pengadilan.

  1. Pengajuan Gugatan: Pemohon mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan yang berwenang, disertai dengan seluruh persyaratan yang telah dijelaskan sebelumnya.
  2. Pemanggilan Tergugat: Pengadilan memanggil tergugat untuk menghadiri sidang.
  3. Sidang Mediasi: Pengadilan akan berupaya melakukan mediasi untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Jika mediasi berhasil, perceraian dapat diselesaikan secara damai.
  4. Sidang Pembuktian: Jika mediasi gagal, akan dilanjutkan ke sidang pembuktian, di mana kedua belah pihak dan saksi akan memberikan keterangan dan bukti-bukti.
  5. Putusan Pengadilan: Setelah proses pembuktian selesai, pengadilan akan mengeluarkan putusan.

Flowchart Prosedur Perceraian

Berikut ilustrasi alur prosedur perceraian:

[Di sini seharusnya terdapat flowchart. Karena keterbatasan kemampuan, flowchart tidak dapat digambarkan secara visual. Namun, alur secara tekstual sudah dijelaskan di atas.]

Perbedaan Prosedur Perceraian di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri

Perbedaan utama terletak pada wewenang dan jenis kasus yang ditangani. Pengadilan Agama berwenang menangani perceraian bagi pasangan yang menikah menurut hukum agama Islam, sedangkan Pengadilan Negeri menangani perceraian bagi pasangan yang menikah secara negara (Pernikahan Sipil).

Anda juga berkesempatan memelajari dengan lebih rinci mengenai Menikah Tanpa Restu Ibu Pihak Wanita untuk meningkatkan pemahaman di bidang Menikah Tanpa Restu Ibu Pihak Wanita.

  • Pengadilan Agama: Menggunakan hukum Islam sebagai dasar dalam memutus perkara perceraian.
  • Pengadilan Negeri: Menggunakan hukum positif Indonesia sebagai dasar dalam memutus perkara perceraian.

Contoh Kasus Perceraian dan Analisis Prosedurnya

Misalnya, pasangan suami istri, sebut saja Budi dan Ani, menikah secara negara dan mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Budi mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri dengan alasan perselisihan yang berkepanjangan. Prosesnya akan melalui tahapan pengajuan gugatan, pemanggilan Ani, sidang mediasi (yang mungkin gagal), sidang pembuktian dengan menghadirkan saksi dan bukti, dan akhirnya putusan pengadilan yang mengabulkan atau menolak gugatan Budi.

Hak dan Kewajiban Pasangan Setelah Perceraian

Perceraian merupakan proses yang kompleks dan berdampak signifikan pada kehidupan mantan pasangan, terutama menyangkut hak dan kewajiban mereka terkait harta bersama, anak, dan nafkah. Undang-Undang Perceraian terbaru memberikan kerangka hukum yang mengatur hal ini, bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat. Pemahaman yang tepat mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak sangat krusial untuk menghindari konflik dan permasalahan hukum di kemudian hari.

Harta Bersama Setelah Perceraian

Pembagian harta bersama merupakan salah satu poin penting dalam proses perceraian. Harta bersama meliputi semua aset yang diperoleh selama masa pernikahan, kecuali harta bawaan masing-masing pihak atau harta yang diperoleh secara terpisah. Proses pembagiannya dapat dilakukan secara musyawarah mufakat atau melalui jalur hukum jika terjadi perselisihan. Peraturan perundang-undangan terbaru menekankan pentingnya kesepakatan bersama, namun tetap memberikan mekanisme hukum yang jelas jika kesepakatan tidak tercapai.

  • Hak masing-masing pihak atas harta bersama diatur berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
  • Bukti kepemilikan aset menjadi sangat penting dalam proses pembagian harta gono-gini.
  • Pengadilan akan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kontribusi masing-masing pihak dalam memperoleh dan memelihara harta bersama.

Hak Asuh Anak dan Kewajiban Nafkah

Penentuan hak asuh anak dan kewajiban nafkah merupakan aspek krusial lainnya dalam perceraian. Undang-Undang Perceraian terbaru memprioritaskan kepentingan terbaik anak. Hak asuh dapat diberikan kepada salah satu orang tua atau dibagi secara bersama, tergantung pada berbagai faktor yang dipertimbangkan oleh pengadilan.

  • Besaran nafkah anak ditentukan berdasarkan kebutuhan anak dan kemampuan ekonomi orang tua.
  • Orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada anak.
  • Pengadilan dapat menetapkan mekanisme pengawasan dan kontrol terhadap pemberian nafkah.

Pembagian Harta Gono-Gini

Pembagian harta gono-gini diatur secara rinci dalam Undang-Undang Perceraian. Proses ini bertujuan untuk membagi harta bersama secara adil dan merata antara kedua belah pihak. Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam pembagian ini antara lain kontribusi masing-masing pihak terhadap perolehan harta, kondisi ekonomi masing-masing pihak, dan kesepakatan bersama.

  • Harta gono-gini meliputi seluruh harta yang diperoleh selama masa perkawinan, kecuali harta bawaan masing-masing pihak.
  • Pembagian dapat dilakukan secara musyawarah mufakat atau melalui putusan pengadilan.
  • Proses penilaian harta gono-gini seringkali melibatkan ahli atau appraiser untuk memastikan keadilan dan transparansi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Hak Asuh Anak

Penentuan hak asuh anak didasarkan pada kepentingan terbaik anak. Beberapa faktor yang dipertimbangkan meliputi usia anak, kondisi kesehatan anak, lingkungan tempat tinggal, dan kemampuan orang tua dalam memberikan perawatan dan pendidikan yang layak.

  • Kemampuan orang tua dalam memberikan perawatan dan kasih sayang.
  • Stabilitas ekonomi dan lingkungan tempat tinggal.
  • Keinginan anak (jika sudah cukup umur dan mampu memberikan pendapat).
  • Riwayat kekerasan dalam rumah tangga (jika ada).

Perbandingan Hak dan Kewajiban Suami dan Istri Setelah Perceraian

Aspek Suami Istri
Hak atas harta bersama Berhak atas bagian harta bersama sesuai putusan pengadilan. Berhak atas bagian harta bersama sesuai putusan pengadilan.
Kewajiban nafkah anak Berkewajiban memberikan nafkah anak, meskipun tidak mendapatkan hak asuh. Berkewajiban memberikan nafkah anak, meskipun tidak mendapatkan hak asuh.
Hak asuh anak Dapat mendapatkan hak asuh anak, tergantung putusan pengadilan. Dapat mendapatkan hak asuh anak, tergantung putusan pengadilan.
Kewajiban terhadap mantan pasangan Tidak ada kewajiban khusus, kecuali yang ditetapkan pengadilan. Tidak ada kewajiban khusus, kecuali yang ditetapkan pengadilan.

Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Undang-Undang Perceraian terbaru memberikan perhatian khusus pada perlindungan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) selama proses perceraian. Perlindungan ini bertujuan untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan korban, serta memberikan akses pada keadilan yang lebih baik. UU ini memperkuat mekanisme hukum yang ada dan memberikan sanksi yang lebih tegas bagi pelaku KDRT.

Perlindungan Korban KDRT dalam Proses Perceraian

UU Perceraian terbaru memberikan beberapa bentuk perlindungan bagi korban KDRT, antara lain hak untuk mengajukan gugatan cerai secara mandiri tanpa harus menunggu persetujuan suami, hak untuk mendapatkan perlindungan sementara berupa tempat tinggal sementara dan bantuan hukum, serta hak untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian materiil dan immateriil yang diderita akibat KDRT.

Mekanisme Hukum Perlindungan Korban KDRT

Korban KDRT dapat memanfaatkan beberapa mekanisme hukum untuk mendapatkan perlindungan. Mereka dapat mengajukan permohonan perlindungan sementara kepada pengadilan, yang dapat berupa perintah kepada pelaku untuk menjauhi korban, larangan mengunjungi rumah, atau larangan melakukan komunikasi. Selain itu, korban juga dapat mengajukan gugatan perceraian dengan menyertakan bukti-bukti KDRT sebagai dasar gugatan. Bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau advokat juga dapat diakses untuk membantu proses hukum.

Pahami bagaimana penyatuan Materi Bimbingan Pra Nikah Di Kua dapat memperbaiki efisiensi dan produktivitas.

Contoh Kasus Perceraian yang Melibatkan KDRT

Sebagai contoh, seorang istri yang mengalami kekerasan fisik dan psikis secara berulang dari suaminya dapat mengajukan gugatan cerai dengan menyertakan bukti-bukti seperti visum et repertum, foto-foto, dan kesaksian saksi. Pengadilan akan mempertimbangkan bukti-bukti tersebut dan dapat memberikan putusan cerai, hak asuh anak, dan ganti rugi kepada istri sebagai korban KDRT. Dalam kasus lain, seorang suami yang mengalami kekerasan ekonomi dari istrinya, dapat mengajukan gugatan cerai dan menuntut pembagian harta gono gini secara adil, dengan mempertimbangkan kondisi yang tidak seimbang akibat tindakan istrinya tersebut.

Sanksi bagi Pelaku KDRT dalam Konteks Perceraian

Pelaku KDRT dapat dikenakan berbagai sanksi dalam konteks perceraian. Selain putusan cerai, pelaku dapat diwajibkan membayar ganti rugi materiil dan immateriil kepada korban. Dalam beberapa kasus, pelaku juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku, tergantung pada tingkat kekerasan yang dilakukan.

Pasal-Pasal dalam UU Perceraian Terbaru yang Berkaitan dengan Perlindungan Korban KDRT

Meskipun detail pasal-pasal UU Perceraian terbaru perlu dirujuk pada teks resmi UU tersebut, secara umum pasal-pasal yang mengatur tentang perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga akan menjadi landasan hukum utama dalam memberikan perlindungan kepada korban KDRT. Pasal-pasal tersebut akan mengatur hak-hak korban, proses hukum, dan sanksi bagi pelaku. Penggunaan pasal-pasal tersebut akan disesuaikan dengan fakta dan bukti yang ada dalam setiap kasus.

Perkembangan Hukum Perceraian di Indonesia

Hukum perceraian di Indonesia telah mengalami evolusi signifikan sejak masa kolonial hingga saat ini, dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan sosial, budaya, dan pemahaman hak asasi manusia. Perkembangan ini menunjukkan pergeseran paradigma dalam memandang perkawinan dan perceraian, dari pendekatan yang lebih kaku dan patriarkal menuju pendekatan yang lebih berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat.

Sejarah Perkembangan Hukum Perceraian di Indonesia

Sebelum kemerdekaan, hukum perceraian di Indonesia berakar pada hukum adat dan hukum kolonial Belanda. Hukum adat sendiri beragam, bergantung pada suku dan budaya masing-masing. Setelah kemerdekaan, Indonesia merumuskan hukum perceraian yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan kemudian dimodifikasi dan diperkaya dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Proses ini mencerminkan upaya negara untuk menyelaraskan hukum perceraian dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Perubahan Signifikan dalam Hukum Perceraian

Beberapa perubahan signifikan dalam hukum perceraian Indonesia meliputi perluasan alasan perceraian, perlindungan lebih besar bagi perempuan dan anak, serta peningkatan akses terhadap keadilan. Awalnya, alasan perceraian sangat terbatas. Namun, seiring waktu, alasan-alasan seperti perselingkuhan, penganiayaan, penghinaan, dan kesulitan hidup yang berkepanjangan dimasukkan sebagai dasar perceraian. Selain itu, peraturan mengenai hak asuh anak dan pembagian harta bersama juga mengalami penyempurnaan untuk menjamin kesejahteraan anak dan keadilan bagi kedua belah pihak.

Perbandingan Hukum Perceraian Indonesia dengan Negara Lain, Undang Undang Perceraian Terbaru

Hukum perceraian di Indonesia memiliki kesamaan dan perbedaan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Ketiga negara tersebut umumnya mengakui perceraian sebagai jalan terakhir dalam menyelesaikan konflik rumah tangga. Namun, persyaratan dan prosedur perceraian bisa berbeda, termasuk persyaratan waktu tinggal bagi warga negara asing dan aturan mengenai hak asuh anak dan pembagian harta gono-gini. Sebagai contoh, Malaysia mungkin memiliki pendekatan yang lebih konservatif dalam hal perceraian dibandingkan Indonesia, sementara Singapura mungkin memiliki proses yang lebih efisien dan modern.

Tantangan dalam Penegakan Hukum Perceraian di Indonesia

Penegakan hukum perceraian di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kesenjangan akses terhadap keadilan, terutama bagi perempuan di daerah terpencil atau yang berasal dari latar belakang ekonomi lemah. Selain itu, adanya praktik perceraian yang tidak sesuai dengan hukum, seperti perceraian secara sirri (sembunyi-sembunyi), juga menjadi masalah. Kurangnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat juga menyebabkan banyak konflik rumah tangga tidak diselesaikan melalui jalur hukum yang benar.

Opini Pribadi Mengenai Perkembangan dan Tantangan Hukum Perceraian di Indonesia

Perkembangan hukum perceraian di Indonesia menunjukkan kemajuan dalam menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak. Namun, tantangan masih ada dan perlu upaya berkelanjutan untuk memperkuat penegakan hukum, meningkatkan akses keadilan, dan meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat. Pentingnya juga untuk terus mengembangkan sistem pendampingan hukum dan konseling perkawinan untuk mencegah perceraian sebelum terjadi atau untuk membantu pasangan yang sedang mengalami konflik untuk mencari solusi yang lebih konstruktif.

Pertanyaan Umum Seputar Undang-Undang Perceraian Terbaru

Undang-Undang Perceraian terbaru membawa sejumlah perubahan signifikan yang perlu dipahami oleh masyarakat. Berikut ini penjelasan detail mengenai beberapa pertanyaan umum yang sering muncul terkait UU tersebut.

Perubahan Signifikan dalam Undang-Undang Perceraian Terbaru

Undang-Undang Perceraian terbaru mengalami beberapa perubahan penting, terutama dalam hal perlindungan hak anak dan pengaturan harta gono-gini. Beberapa perubahan signifikan meliputi penyederhanaan prosedur perceraian, peningkatan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan penerapan asas keseimbangan dan keadilan dalam pembagian harta bersama. Perubahan ini bertujuan untuk menciptakan proses perceraian yang lebih adil, efektif, dan melindungi kepentingan semua pihak, terutama anak-anak.

Cara Mengajukan Perceraian Berdasarkan UU Terbaru

Proses pengajuan perceraian berdasarkan UU terbaru umumnya diawali dengan konsultasi dengan pengacara atau lembaga bantuan hukum. Setelah itu, gugatan cerai diajukan ke Pengadilan Agama (bagi pasangan muslim) atau Pengadilan Negeri (bagi pasangan non-muslim). Proses selanjutnya meliputi mediasi, pembuktian, dan putusan hakim. Detail prosedur dapat bervariasi tergantung pada kasus dan yurisdiksi.

  1. Konsultasi hukum
  2. Penyusunan gugatan
  3. Pengajuan gugatan ke pengadilan
  4. Proses mediasi
  5. Proses persidangan
  6. Putusan hakim

Pembagian Harta Gono-Gini dalam UU Perceraian Terbaru

Pembagian harta gono-gini dalam UU Perceraian terbaru menekankan pada asas keadilan dan keseimbangan. Harta bersama yang diperoleh selama pernikahan akan dibagi secara adil antara kedua belah pihak, mempertimbangkan kontribusi masing-masing dalam memperoleh dan memelihara harta tersebut. Faktor-faktor seperti durasi pernikahan, kontribusi ekonomi, dan kebutuhan masing-masing pihak akan dipertimbangkan oleh hakim. Dalam kasus adanya harta bawaan salah satu pihak sebelum pernikahan, harta tersebut umumnya tidak termasuk dalam pembagian harta gono-gini.

Perlindungan Hak Anak dalam Perceraian

UU Perceraian terbaru memberikan perhatian khusus pada perlindungan hak anak dalam proses perceraian. Hak asuh anak akan ditentukan berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak, mempertimbangkan faktor seperti usia, kebutuhan emosional, dan lingkungan. Hak akses dan nafkah anak juga diatur secara detail, dengan kewajiban orang tua untuk memberikan nafkah yang cukup dan layak kepada anak, baik berupa biaya pendidikan, kesehatan, maupun kebutuhan lainnya. Dalam kasus perselisihan, hakim akan memutuskan berdasarkan bukti dan kepentingan terbaik bagi anak.

Perlindungan Hukum Bagi Korban KDRT Selama Proses Perceraian

Bagi korban KDRT, UU Perceraian terbaru memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat. Korban dapat mengajukan perlindungan hukum, seperti permohonan penetapan hak asuh anak, perlindungan sementara dari kekerasan, dan permintaan pemisahan tempat tinggal. Selain itu, korban juga dapat meminta ganti rugi atas kerugian yang dideritanya akibat KDRT. Lembaga-lembaga bantuan hukum dan layanan perlindungan perempuan dapat memberikan pendampingan hukum dan dukungan bagi korban KDRT selama proses perceraian.

PT Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Email : Jangkargroups@gmail.com
Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

 

Abdul Fardi

penulis adalah ahli di bidang pengurusan jasa pembuatan visa dan paspor dari tahun 2020 dan sudah memiliki beberapa sertifikasi khusus untuk layanan jasa visa dan paspor