Wacana Penundaan Pemilu 2024

Wacana penundaan pemilu 2024 menjadi perhatian serius beberapa bulan lalu hingga menimbulkan penolakan dari berbagai kalangan. Aksi penolakan pun terjadi seperti di Makassar Sulawesi Selatan, demonstrasi berakhir bentrok saat menjelang waktu berbuka puasa 11 April 2023 lalu.

Sementara di Halaman Kantor DPR RI, aksi demo pun berbuntut kasus criminal yang melibatkan sejumlah orang, korbannya adalah pegiat media sosial Ade Armando babak belur menghajar massa. Bagaimana wacana penundaan pemilu 2024 dan kaitannya dengan dekrit presiden yang gagal di masa lalu. 

AKSI SERENTAK DALAM WACANA PEMILU 2024

Sebelum aksi serentak nasional itu, Presiden tiba-tiba menggelar rapat terhadap semua menterinya, dan menegaskan jika pemilu 2024 tetap melaksanakannya dengan mengalokasikan anggaran miliaran rupiah. Keputusan ini nampaknya masih mengundang kontroversi meski kini telah redam seiring berjalannya waktu.

 

Dalam UUD 45 telah diatur masa jabatan Presiden dan Wapres

 

Dalam UUD 45 mengatur bahwa masa jabatan Presiden dan Wapres termasuk mekanisme pemilihan yang melaksanakannya secara periodik. Sehingga tidak ada alasan untuk melakukan penundaan pemilu 2024, sebagaimana wacanakan para menteri Kabinet kerja Jokowi dan sejumlah politisi.

PANDANGAN AHLI HUKUM TENTANG PENUNDAAN PEMILU

Pandangan ahli hukum tentang penundaan pemilu juga bermunculan, termasuk dari Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia dan juga dikenal sebagai Ahli Hukum tata Negara, Yusril Ihza Mahendra. Dia menjelaskan mekanisme yang dapat menempuhinya jika wacana penundaan pemilu terjadi, juga memperpanjang masa jabatan presiden dan wapres.

 

PANDANGAN AHLI HUKUM TENTANG PENUNDAAN PEMILU

 

Menurutnya, responsnya semata-mata demi menghindari kekacauan pada aspek ketatanegaraan. Menurut Yusril, terdapat tiga jalan yang bisa menempuhinya :

Pertama, Jika penundaan pemilu terjadi begitu juga perpanjangan masa jabatan presiden dan wapres maka amandemen terhadap UUD 1945 pun terjadi.

  SISTEM PERADILAN SEORANG ANAK

Kedua, Maka terbitlah Dekrit sebagai Tindakan revolusionel dan presiden yang mengeluarkannya.

Ketiga adalah menciptakan konvensi ketatanegaraan dalam pelaksanaannya dan dapat menerima dalam praktik penyelenggaraan negara.

BUKU PENGANTAR ILMU HUKUM

Jimly Asshiddiqie menerbikan buku, Dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (2007:237)  menjelaskan bahwa konvensi ketatanegaraan adalah peristilahan yang lazim dan menyebutkannya dalam pembicaraan terhadap masalah praktik ketatanegaraan dan dalam ilmu hukum tata negara. Hal ini merupakan salah satu cara menanggap bisa mengubah hal yang menuliskannya dalam teks konstitusi berdasarkan kebutuhan demi berjalannya norma kostitusi.

 

PRESIDEN KELUARKAN DEKRIT WACANA PENUNDAAN PEMILU

 

PRESIDEN KELUARKAN DEKRIT WACANA PENUNDAAN PEMILU

Selain amandemen UUD 1945 dan konvensi ketatanegaraan, sebagaimana yang telah menyebutkannya di atas, Yusril menganjurkan jalan dekrit sebagai langkah revolusioner yang perlu oleh Presiden jika hendak menunda pelaksanaan pemilu dan memperpanjang masa jabatan sejumlah pejabat yang dapat menghasilkan melalui mekanisme elektoral.

Dekrit sendiri dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia bukanlah suatu hal baru. Meskipun terhitung tidak banyak terjadi namun dekrit sebagai produk hukum revolusioner pernah menempuhinya oleh presiden-presiden sebelumnya. Tercatat Presiden pertama Soekarno dan Presiden ketiga Abdurrahman Wahid pernah mengeluarkan produk dekrit.

 

apa itu dekrit?

TENTANG DEKRIT

Sebelumnya perlu untuk diketahui bahwa dekrit berasal dari bahasa latin yakni decretum, dalam bahasa Prancis decret, dalam bahasa Jerman Dekret, dalam bahasa Inggris Dekree, dan dalam bahasa Belanda decreet. Di zaman Romawi, istilah decretum berarti sebagai suatu keputusan yang bisa mengambilnya di luar kebiasaan atau sebagai keputusan luar biasa dari kaisar atau pejabat tinggi.

Sementara Modern Americcan Encyclopedia mengartikan decretum sebagai suatu ketetapan dari penguasa mengenai suatu hal yang sedang jadi persoalan dan harus mendapat penyelesaian secara luar biasa karena keadaan tertentu.

 

DEKRIT DIKELUARKAN, KEADAAN NEGARA BERBAHAYA?

 

MENGELAURKAN DEKRIT, KEADAAN NEGARA BERBAHAYA?

Keadaan negara darurat atau bahaya harus bisa mendeskripsikan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan dekrit oleh penguasa. Dalam konstitusi yang mengatur tentang keadaan darurat pada Pasal 12 dan Pasal 22 UUD 1945.

  Periode Jabatan Kepala Daerah yang Problematik

Jika dekrit mengeluarkannya, apakah keadaan Negara berbahaya?

Dalam penggagasan pembatasan pembentukan hingga materi muatan Perppu, termasuk studi perbandingan pengaturan dan juga penggunaan perppu di negara-negara yang menganut sistem presidensial, maka Fitra Arsil sebagai ahli mengatakan bahwa hal tersebut menunjuk pada original intent yakng ada pada pasal 12 undang-undnag dasar 1945. Sedangkan, Muh. Yamin menjelaskan keadaan bahaya sebagai martial law atau staat van beleg.

 

 pasal yang memberikan kewenangan penyimpangan hukum

 

Rizki Bagus Prasetio dalam Pandemi Covid-19: Persepktif Hukum Tata Negara Darurat dan Perlindungan HAM, menyebutkan bahwa Pasal 12 UUD 1945 merupakan pasal yang memberikan kewenangan penyimpangan hukum dalam kondisi darurat secara konstitusional.

PASAL EKSKLUSIF Wacana Penundaan Pemilu

Pasal tersebut secara eksklusif memberikan kewenangan tersebut hanya kepada presiden sebagai kepala negara. Lebih jauh, kewenangan tersebut tidak hanya memproklamirkan keadaan darurat tapi juga mengubah karakter hukum tata negara normal menjadi darurat.

 

PASAL EKSKLUSIF Wacana Penundaan Pemilu

 

Kemudian untuk Pasal 22 UUD 1945, Pasal ini merupakan dasar kewenangan bagi presiden dalam domain pengecualian atas fungsi legislatif (legislative power). Mengapa mengatakan demikian? Karena atas dasar pasal ini presiden memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan yang secara hierarki berkedudukan sama dengan undang-undang tanpa melibatkan DPR. Dalam praktik sering menyebutnya (Perppu). Di negara yang menganut sistem presidensial biasa menyebutkannya presidential decree atau emergency decree.

BELAJAR DARI DEKRIT PRESIDEN DI MASA LALU tentang Wacana Penundaan Pemilu

Sudah menyebutkannya di atas bahwa Maklumat Presiden Abdurrahman Wahid tanggal 22 Juli 2001 sejatinya merupakan dekrit. Dari sini bisa mengambil sebuah pelajaran penting bagi Presiden hari ini jika sampai menggunakan jalan dekrit untuk menunda pelaksanaan pemilu yang sebelumnya telah jatuh pada 14 Februari 2024.

 

BELAJAR DARI DEKRIT PRESIDEN DI MASA LALU tentang Wacana Penundaan Pemilu

 

Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan contoh dekrit untuk membubarkan DPR RI, jelas terlihat bahwa dekrit ini tidak memperoleh legitimasi secara politik sehingga berbalik menyerang Presiden Abdurrahman Wahid.

  PENGERTIAN MEDIASI SECARA LENGKAP

MENURUT PARA AHLI MENGENAI WACANA PEMILU 2024

Menurut Yusril Ihza Mahendra, tujuan Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Maklumat pembubaran DPR RI adalah untuk mempertahankan posisinya sebagai Presiden, dan MPR/DPR serta TNI sudah meresponnya.

Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit Apalagi rakyat pada saat itu berbeda dengan kondisi dekrit yang mengeluarkan dekrit untuk menyelamatkan bangsa dari kisruh kabinet dan kembalinya Indonesia kepada UUD 1945.

 

lahirnya dekrit presiden 5 Juli 1959

UNDANG-UNDANG DASAR ADA YANG BARU?

Jika kita mencoba menilik pada proses lahirnya dekrit presiden 5 Juli 1959 silam, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari gagalnya konstituante membentuk undang-undang dasar baru yang merupakan pengganti undang-undang dasar sementara tahun 1950. Penyebabnya, karena tidak ada kesepekatan ataupun tidak menyatunya suara dalam kekuatan politik di konstituante yang hanya mendapat dua per tiga suara saja.

POLITIK DALAM Wacana Penundaan Pemilu 2024

Dalam satu kekuatan politik hanya mendapat lebih dari sepertiga suara. Ini terjadi karena di antara anggota konstituante memiliki pemahaman kenegaraan yang berbeda. Selain itu, ada yang menganggap dekrit 5 Juli ada karena momen ini sangat cocok untuk menghadirkan demokrasi terpimpin.

 

POLITIK DALAM Wacana Penundaan Pemilu 2024

 

Sementara itu, konsep demokrasi terpimpin sendiri pertama kali disampaikan presiden kala itu Soekarn. Pengumuman ini disampaikan pada pembukaan sidang konstituante yakni pada 10 November 1956. sistem ini berlangsung mulai tahun 1959 hingga 1966. Dalam sistem ini diputuskan bahwa semua keputusan dikeluakan hanya oleh pimpinan negara yang kala itu dijabat presiden Soekarno.

dekrit presiden ini menjadikan presiden sebagai pahlawan sekaligus sebagai pengkhianat

Sebagaimana dikutip dari laman hukum online, Prof YusrilIhza Mahendra mengatakan, dekrit presiden ini menjadikan presiden sebagai pahlawan sekaligus sebagai pengkhianat. Dalam hal ini, jika seorang presiden sukses mempertahankan dekrit yang ada maka dia bisa dijadikan sebagai pahlawan yang menyelamatkan negara yang memang dalam keadaan darurat.

Dekrit Presiden ini menjadikan presiden sebagai pahlawan

Tetapi, sebaliknya bisa saja dianggap sebagai penghianat dan bisa dituntut di pengadilan apabila tidak mampu mempertahankan dekrit. Sehingga, jika keputusan dekrit memang akan dikeluarkan perlu pertimbangan matang dari presiden terutama mengenai kekuatan politiknya serta banyaknya rakyat yang mendukung.

Sehingga munculnya wacana penundaan pemilu 2024 dan kaitannya dengan dekrit presiden yang gagal di masa lalu bisa jadi pelajaran untuk presiden saat ini.

Adi