Periode Jabatan Kepala Daerah yang Problematik

Periode Jabatan Kepala Daerah yang Problematik

 

Undang-undang sudah jelas menagtur tentang periode jabatan kepala daerah. Oleh karna itu , Disebutkan bahwa masa jabatan seorang kepala daerah hanya lim tahun sejak pelantikan di lakukan, dan bisa di pilih kembali dalam jabatan sama hanya saja untuk sekali masa jabatan. Aturan ini dengan tegas tertuang dalam undang-undang no 23 tahun 2014 di pasal 60.

Namun itu, dalam perjalanannya periode jabatan kepala daerah yang problematik ini kemudian menjadi wacana yang serius di kalangan kepala daerah. Terbukti dengan munculnya permohonan uji materi yang mengatur tentang ketentuan pengangkatan pejabat kepala daerah, pada Februari 2023 lalu.

PERIDODE JABATAN KEPALA DAERAH 

Uji materi yang di ajukan pemohon adalah UU no 10 tahun 2015, terutama yanga ada dalam pasal 201 ayat 10 dan 11 tentang pengangkatan pejabat kepala daerah. Oleh sebab itu, Undang-undang ini sendiri merupakan perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti UU no 1 tahun 2014 yang isinya tentang pemilihan gubernur, bupati hingga walikota menjadi UU yang selanjutnya di kenal sebagai undang-undang pilkada.

Lantas apa yang menjadi alasan sehingga pemohon melakukan uji materi undang-undang nomor 10 tahun 2015 ini terutama pasal 201 ayat 10 dan 11? Mengapa sampai di sebut periode jabatan kepala daerah yang problematic yang berujung pada uji materi?

Baca juga : hukum tanah swaparja dengan hak pemerintahan khusus

 

PERIDODE JABATAN KEPALA DAERAH 

UJI MATERI PERIODE JABATAN 

Jelang pemilihan pilkada serentak termasuk pemilihan presiden pada 2024 mendatang, muncul uji materi undang-undang yang mengatur periode jabatan kepala daerah.

  Persyaratan Visa UK

Salah seorang pemohon yang mengajukan uji materi bernama moch sidik dalam keterangannya pada media menyebutkan bahwa terkait pengangkatan kepala daerah yang asalnya dari jabatan pimpinan tertinggi madya untuk menjadi gubernur serta jabatan pimpinan tinggi pratama untuk para bupati maupun walikota tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang di anut di Indonesia.

Nilai-Nilai Negara Yang Demokratis

Pasal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Negara yang demokratis itu antara lain ada pasal 27 dan pasal 28 masing-masing ayat 1 UUD tahun 1945.

Tidak hanya kali ini permohonan uji materi di lakukan, sebelumnya uji materi juga di ajukan Bartolomeus Mirip dan Makbul Mubarak yang turut mengajukan uji ketentuan pengangkatan pejabat kepala daerah yang tertuang dalam pasal 201 ayat 7 maupun ayat 8 undang-undang Pilkada.

 

UJI MATERI PERIODE JABATAN 

PERMOHONAN KASUS PERIODE JABATAN

Diketahui permohonan ini berasal dari Kabupaten Intan Jaya. Pemohon 1 bernama Bartolomeus mengatakan, 2017 lalu dia mengikuti pemilihan kepala daerah intan jaya, artinya masa jabatan bupati maupun wakil bupati akan berakhir pada 2023 mendatang.

Kemudian itu, yang jadi permasalahan, pilkada serentak baru akan digelar November 2024 mendatang, jika rentang waktu itu tidak di lakukan pemilihan itu artinya akan terjadi kekosongan jabatan selama dua tahun. Sedangkan dirinya baru bisa mencalonkan diri menjadi kepala daerah setelah menunggu selama 7 tahun pada November 2024 mendatang.

Sementara itu, kasus berbeda berasal dari pemohon 2 bernama Makbul Mubarak. Dia mengaku sebagai pemilih dari Kabupaten Toli-toli pada pemilihan bupati Toli-Toli 2020 lalu.

Dalam permohonan Makbul merujuk pada ketentuan pasal 201 ayat tujuh undang-undang pemilihan kepala daerah yang menyebutkan bahwa pejabat daerah antara lain Gubernur, wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati, maupun walikota dan wakil walikota yang merupakan hasil pemilihan tahun 2020 masa jabatannya akan berakhir pada 2024. Jika itu, melihat isi pasal ini, maka Makbul sebagai pemohon 2 hanya memiliki pemimpin daerah yang menjabat hanya 4 tahun saja.

  PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBAGIAN HARTA WARISAN

PERMOHONAN KASUS PERIODE JABATAN

Melihat problematik ini, kedua pemohon melalui petitumnya pun meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-undang pilkada terutama yang ada ayat 7 pasal 201 kemudain bertentangan dengan undang-undang dasar 1945, serta di anggap tidak memiliki kekuatan hukum.

Di anggap tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, jika di maknai masa jabatan kepala daerah maupun wakilnya selama lima tahun. Sehingga seharusnya masa jabatan yang belum sampai lima tahun pada November 2024 mendatang berlanjut hingga tahun 2025. Itu artinya mereka sudah menjabat lima tahun semenjak sudah di lantik.

 

DAFTAR KEPALA DAERAH YANG PERIODE JABATANNYA HABIS

Pilkada serentak memang baru akan di gelar pada 2024 mendatang. Namun demikian, sejumlah pejabat daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2023 mendatang.

Tercatat ada 101 kepala daerah yang masuk dalam daftar kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2023 ini. Antara lain 7 provinsi, termasuk 76 kabupaten, serta 18 kota.

Berikut ini daftar kepala daerah yang masa jabatannya habis khusus tingkat provinsi:

  • Gubernur DKI Jakarta
  • Gubernur Kepulauan Bangka Belitung
  • Gubernur Banten
  • Gubernur Aceh
  • Gubernur Sulbar
  • Gubernur Papua Barat

Selain itu, sejumlah pejabat daerah juga akan berakhir masa jabatannya di tahun 2023 antara lain 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota, sehingga totalnya ada 171 orang.

 

DAFTAR KEPALA DAERAH YANG PERIODE JABATANNYA HABIS

PERIODE JABATAN KEPALA DAERAH DAN MASALAHNYA

Periode jabatan kepala daerah yang problematik ini kemudian di urai peneliti senior dari NETGRIT bernama Kurnia Rizkiyansyah. Di kutip dari hukum online, Kurnia mengatakan melihat kasus yang di ajukan kedua pemohon terkait dengan periode masa jabatan kepala daerah, empat masalah berikut bisa jadi bahan identifikasi.

  Mediasi Manajemen Konflik Penceraian

  1. Problem Konstitusi

Di lihat dari sisi konstitusi, menurut Kurnia proses pengangkatan pejabat sebagai kepala daerah tentu bukan hal yang baru, hanya saja dalam konteks masa jabatannya memakan waktu yang cukup panjag yakni selama 5 tahun hingga menimbulkan berbagai pertanyaan mendasar.

Sementara itu, proses pemilihan di lakukan secara demokratsi dengan cara dari rakyat melalui pemilihan langsung. Sehingga kata Kurnia, pengangkatan pejabat kepala daerah dengan rentang waktu panjang itu menimbulkan pertanyaan mengenai demokratisasi sirkulasi pejabat daerah yang mengalami masa penundaan yang cukup lama.

  • Masalah legitimasi pejabat kepala daerah

Mereka yang di pilih langsung oleh rakyat melalui pilkada dianggap memiliki legitimasi baik secara politik, sosial, amupun budaya, di banding mereka yang menjabat karena di angkat pememrintah pusat.

Masalah legitimasi ini kemudian masuk dalam uji materi pasal 201 ayat 7 maupun 8 undang-undang pilkada. Yang di permasalahkan adalah pengangkatan pejabat daerah dengan masa jabatan panjang bertahun-tahin tidak mepunyai legitimasi politik, dengan alasan tidak di pilih secara langsung.

 

PERIODE JABATA KEPALA DAERAH DAN MASALAHNYA

  • Kewenangan pejabat kepala daerah

Oleh karna itu, masalah kewenangan pejabat kepala daerah juga menjadi bagian dari problema dalam penentuan periode jabatan kepala daerah. Terlebih jika undang-undang pemerintahan daerah yang menjadi rujukan yang mana seorang kepala daerah memilki kewenangan antara lain:

  • Mengajukan dan menetapkan peraturan daerah
  • Mengambil keputusan strategis dan mendesak
  • Dan Kewenangan lainnya

Oleh sebab itu, melihat kewenangan itu dalam konteks kepala daerah akan di anggap mengalami kesulitan saat disejajarkan dengan kepala daerah yang definitf.

Tampaknya ini juga yang menjadi perhatian kementerian dalam negeri dengan menggodok mekanisme pemilihan kepala daerah dan selanjtutnya akan di tuangkan dalam peraturan pemerintah.

  • Masalah pilkada serentak ataupun masa jabatan

Mengenai pelaksanaan pilkada serentak ataupun masa jabatan kata Ferry perlu penegasan kembali mengenai kewenangan pejabat kepala daerah, termasuk kualifikasi jadi pejabat, hingga sanksi yang bisa saja di jatuhkan saat terjadi abuse dalam pelaksanaan tugas pejabat tersebut.

Adi