PENANGGUHAN PENUNTUTAN PERKARA KORUPSI

Putusan kejaksaan acapkali membuat bingung publik. Hanya saja pengadilan tentu tidak ingin di salahkan karena tuntutan yang dilakukan berdasarkan undang-undang yang sudah mengikatnya. Termasuk putusan penangguhan penuntutan perkara korupsi oleh kejaksaan.</spa

 

 

Baca juga: penanganan pelanggaran hak

 

Mengenai penangguhan penuntutan perkara korupsi oleh kejaksaan biasanya mengacu pada asas  oportunitas yang merupakan salah satu wewenag seorang jaksa, tentu saja dalam menjalankan fungsi penuntutan oleh Negara dalam sebuah perkara.

 

Apa itu asas oportunitas yang dipakai seorang jaksa dalam memutus perkara? Akan dibahas selengkapnya termasuk filosofi penangguhan penuntutan perkara korupsi oleh kejaksaan menggunakan asas oportunitas.

 

Anda mungkin masih ingat sebuah perkara yang pernah hangat dibicarakan. Yakni dikresi kejaksaan yang menangani sebuah kasus korupsi yang merugikan Negara di bawah Rp50 juta, dan putusan hakim menggunakan pendekatan prinsip restorative justice atau keadilan restorative.

 

Wacana diskresi ini dianggap memiliki tujuan mereformasi pendekatan penegakan hukum pidana di Indonesia hingga sebagai bentuk meminimalisir beban keuangan Negara di bidang penuntutan yang tentunya sebagai bentuk menegakkan hukum pidana.

 

penangguhan perkara korupsi ASAS OPORTUNITAS

 

ASAS OPORTUNITAS

Menilik kasus penangguhan penuntutan perkara korupsi oleh kejaksaan, Febrie Adriansyah sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus sebagaimana dikutip dari Hukumonline mengatakan bahwa adanya diskresi jaksa dalam penghentian perkara memiliki kaitan dengan hak oportunitas yang merupakan hak jaksa.

 

Apa itu hak oportunitas atau asas oportunitas? Dalam kamus hukum yang ditulis R Subekti dan R Tjitrosudibyo mengatakan hak oportunitas merupakan suatu prinsip mengizinkan penuntut umum agar tidak melakukan penuntutan kepada tersangka termasuk yang membuat tersangka terbukti melakukan tindak pidana.

 

Sedangkan dalam sebuah tulisan dengan judul ‘Jaksa Agung dan Pengesampingan Perkara demi Kepentingan Umum’ yang ditulis Yeni Handayani juga memberikan pemahaman seputar asas oportunitas.

 

Menurutnya, asas ini adalah asas hukum yang di berikan kepada penuntut umum untuk melakukan tuntutan ataupun tidak memberikan tuntutan baik yang menggunakan syarat ataupun tanpa syarat seserang maupun korporasi yang telah mewujudkan delik untuk kepentinga umum.

  Surat Keterangan Waris

 

Istilah asas oportunitas dalam terminology Belanda bahkan dikenal dengan istilah hak beginsel.

 

penangguhan perkara korupsi MEMBANDINGKAN HUKUM INDONESIA DAN HUKUM BELANDA

 

MEMBANDINGKAN HUKUM INDONESIA DAN HUKUM BELANDA

Istilah ini pada prinsipnya di temukan juga dalam hukum Belanda. Karena itu berdasarkan hukum Belanda, jika suatu tuntutan di nilai hanya akan merugikan pemerintah, umum atau perorangan, maka jaksa bisa menggunakan haknya untuk menghentikan penuntutan tentu berdasar pada bukti-bukti yang cukup.

 

Sementara itu, asas oportunitas yang ada dalam hukum Indonesia bisa di lihat pada UU no 16 Tahun 2004 mengenai kejaksaan dan saat ini sudah mengalami perubahan ke UU NO 11 tahun 2021. Disebutkan bahwa salah satu tugas juga wewenang jaksa adalah mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, seperti yang teruang dalam pasal 35 ayat 1 huruf c.

 

Febrie sebagai Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus menjelaskan bahwa bunyi pasal ini memang tidak secara eksplisit menyebutkan yang di maksud sebagai asa oportunitas, tetapi makna yang di sampaikan yakni mengesampingkan perkara sebagaimana yang terulis dalam isi pasal itu, pada dasarnya adalah pelaksanaan asas oportunitas yang boleh di lakukan seorang Jaksa Agung.

 

Hanya saja dengan tetap memperhatikan berbagai pertimbangan atau saran dari pemerintah atas suatu kasus yang ingin di putuskan. Hal ini sejalan dengan isi penjelasan pasal 35 ayat 1 huruf c. Dalam penjelasan ini di sebutkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa atau Negara dan atau kepentingan masyarakat.

 

Makna mengesampingkan perkara adalah asas oportunitas. Asas ini boleh di lakukan jaksa agung setelah mempertimbangkan berbagai hal termasuk dari pihak yang punya hubungan dengan masalah tersebut.

PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN

Meski demikian, demi menghindari penyalahgunaan kekuasaan, tidak semua jaksa bisa menggunakan wewenang ini. Hanya jaksa yang sudah di tunjuk memeiliki kewenangan menggunakan hak oportunitas ini.  

 

Dalam perkembangannya, Masih menurut Febrie bahwa, penjelasan umum UU n 11 tahun 2021 mengenai kejaksaan, menggambarkan suatu politik hukum yang sudah mengalami perubahan pandangan dari negative ke positif.

 

Tidak hanya itu, di jelaskan juga dalam penjelasan umumnya bahwa kewenangan jaksa dalam melaksanakan diskresi penuntutan dengan pertimbangan antara lain kearifan local hingga nilai-nilai keadilan hidup bermasyarakat memiliki ari yang penting.

  Larangan Gaji Atau Upah dibawah Standar Minimal

 

Hal ini dalam rangka mengakomodasi perkembangan kebutuhan hukum dari rasa keadilan masyarakat. Masyarakat yang meminta adanya perubahan paradigm dari yang semata-mata hanya keadilan retributibve mejadi keadilan restorative.

 

Kata Febrie, ada dua hal upaya mewujudakn keadilan restorative antara lain:

  • Seorang jaksa memiliki tanggung jawab untuk mempertimbangkan kepastian hukum dan kemanfaatan suatu perkara sebelum perkara tersebut di limpahkan ke pengadilan
  • Jaksa harus mempertimbangkan kearifan local dan nilai-nilai yang ada di tengah masyarakat, sebagai wujud keadilan restorative kewenangan jaksa dalam melakukan diskresi penuntutan.

 

penangguhan perkara korupsi MEMAHAMI RESTORATIVE JUSTICE

 

MEMAHAMI RESTORATIVE JUSTICE

Dalam perkara kasus korupsi dan kasu lainnya di kenal penerapan pendekatan restorative justice dalam memutus dakwaan terhadap tersangka. Indonesia juga di ketahui sejak lama sudah menerapkan pendekata ini. Mnegenai penerapan restorative justice sudah di atur dalam undang-undang.

 

Sebut saja UU nomor 11 tahun 2012 yang mengatur system peradilan anak, ada juga yang mengatur tentang penyidian tindak pidana yang di atur dalam peraturan Kapolri no 6 tahun 2019, hingga surat edaran Kapolri yang berisi tentang penerapan keadilan restorative dalam penyelesaian perkara pidana yang tertuang dalam surat edaran Kapolri no SE/8/VII/2018.

 

Tidak hanya di tingkat kepolisian, tetapi juga di Kejaksaan yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan di versi pada tingkat penuntutan, tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, hingga pedoman yang di keluarkan tahun 2021 tentang tindak pidana narkotika.

 

Hal yang sama juga di keluarkan di tingkat Mahkamah Agung melalui perma n 4 tahun 2014 mengenai pedoman pelaksanaan di versi dalam SPPA dan SK Dirjen badilum MA mengenai pemberlakuan penarapan keadilan restorative.

 

Contoh kasus penerapan keadilan restorative pernah terjadi dalam kasus korupsi yang terjadi di Afrika Selatan. Hanya saja sejak awal sudah melalui proses sebagaimana seharusnya yakni di awali dengan pengakuan tersangka mengenai korupsi yang di lakukan.

 

Sehingga keadilan restorative atau restorative justice khusus pada kasus korupsi bisa di terapkan apabila si pelaku mengakui bahwa dia memang melakukan tindak pidana korupsi.

  Sambut Pemilu 2024

 

Ekaitan dengan hal ini, Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi, di kutip dari hukumonline memberikan pandangannya mengenai kasus korupsi di abawah Rp50 juta. Menurutnya, proses penyidikan bisa di nilai dengan mengumpulkan semua bukti peerbuatan tersangka dalam melawan hukum maupun kesalahan tersangka.

SYARAT KEPADA TERSANGKA

Selanjutnya, di ajukan syarat kepada tersangka dalam rangka menyelesaikan perkara tersebuat di luar persidangan. Untuk syarat yang bisa diajukan antara lain:

  • Pengembalian nilai kerugian Negara dengan membayar sejumlah uang ke kas Negara sebagai denda.
  • Jumlah yang di kembalikan sesusai dengan ancaman denda dari pasal yang di langgar
  • Membangun kesepakatan antara jaksa atau penyidik serta tersangka dengan saksi dari instansi terkait. Dalam posisi ini, jaksa mewakili Negara yang sedang mengalami kerugian keuangan.

 

Ketika syarat ini di ajukan. Tidak menutup kemungkinan pihak tersangka akan menolaknya dan tetap ingin melanjutkan persidangan. Karena itu, penyidik wajib transparan atau membuak informasi seterang-terangnya kepada public soal perkara di luar persidangan. Mengapa harus tranparan, sebab di anggap sebagai mekanisme kontrol penggunakan pendekatan keadilan restorative dalam hal penyelesaian tindak pidana korupsi.

 

Kemudian, membangun kesepakatan antara jaksa atau penyidik dan tersangka dengan saksi para pihak dan instansi terkait. Jaksa dalam posisi ini mewakili negara yang tengah mengalami kerugian keuangan. Menurut Supardi, tersangka dapat saja menolak syarat-syarat yang di ajukan penyidik dan meminta perkara di lanjutkan ke persidangan.

 

Di saat yang sama, penyidik wajib membuka informasi terhadap publik terkait penyelesaian perkara di luar persidangan. Hal ini di pandang sebagai mekanisme kontrol terhadap penggunaan pendekatan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana korupsi.

 

Jika keterbukaan informasi berjalan baik, maka hal ini tentu sejalan dengan nilai restorative justice itu sendiri yang terdiri dari ganti rugi, menghormati sukarela, akuntabilitas, hingga kemanan, serta pemberdayaan dan penyertaan.

 

Demikian informasi seputar kenapa bisa terjadi penangguhan penuntutan perkara korupsi oleh kejaksaan? Jawabannya karena hak oportunitas yang merupakan kewenangan kejaksaan.

 

Jika butuh penasehat hukum mengenai masalah yang menimpa Anda baik di kepolisian maupun di kejaksaan, kontak kami di PT Jangkar Global Groups.

Adi