Prinsip Hukum Penanganan Pengungsi di Indonesia

Prinsip hukum penanganan pengungsi di indonesia – Seringkali kita melihat ada pengungsi bahkan bukan pengungsi warga Negara Indonesia, melainkan pengungsi dari luar negeri yang merupakan korban perang ataupun sering kita melihat ada banyak para pencari suaka. Bagaimana Negara mengatur pengungsi dan pencari suaka yang asalnya dari luar negeri, sebab membahas tentang pengungsi tidak hanya memperhatikan aspek kemanusiaan saja, tetapi ada banyak hal yang harus jadi perhatian termasuk hukum yang mengaturnya.

Baca juga: jasa legalisir kedutaan lebanon membantu pengurusan legalisir untuk relawan

 

PRINSIP HUKUM

 

Prinsip hukum penanganan pengungsi di Indonesia memang sudah di atur peraturan presiden nomor 125 tahun 2016. Perpres ini di keluarkan sebagai bentuk kebijakan darurat setelah pengungsi dan pencari suaka menjadikan Negara Indonesia sebagai Negara transit

 

Di katakan pengungsi apabila orang asing tersebut berada di wilayah Indonesia karena beberapa alasan antara lain:

  • Mereka akan di persekusi dengan alasan ras, suku, agama, pendapat politik berbeda dan alasan lainnya.
  • Mereka tidak menginginkan perlindungan dari negaranya
  • Mereka juga biasanya sudah dapat status sebagai pengungsi dan pencari suaka
  • Status pengungsi di berikan PBB melalui UNHCR atau Komisariat tinggi urusan pengungsi di Indonesia.

 

PENANGANAN HUKUM

 

Penanganan Pengungsi di indonesia

Data pada tahun 2015 menunjukkan bahwa setidaknya ada 1.300 orang pengungsi terdampar di perairan Aceh dan mereka di temukan para nelayan Aceh. Untuk memutuskan nasib pengungsi ini, semua stakeholder muli dari panglima laot yang memberikan restu, hingga digelar pertemuan tripartir antara Indonesia, Malysia, maupun Thailand.

 

  Hukum Ayah Tidak Menafkahi Anaknya

Sejak peretmuan itu di ketahui ada banyak pengungsi yang datang ke Indonesia, khususnya mereka yang berasal dari Myanmar dan Afghanistan. Tidak hanya itu, Catatan UNHCR hingga Desember 2021 menunjukkan di antara jumlah pengungsi yang mencapai 13.149 orang, 27 persen di antaranya adalah anak-anak.

 

Mengurusi pengungsi bukanlah persoalan sederhana

 

Mengurusi pengungsi bukanlah persoalan sederhana, ada banyak masalah seperti Negara asal, Negara transit, hingga Negara tujuan. Persoalan lainnya adalah masalah kewenangan dan beragam masalah lainnya muncul di tengah penanganan pengungsi.

 

PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI

Dalam menangani persoalan pengungsi termasuk para pencari suaka, di kutip dari laman hukum online bahwa setidaknya perlu penerapan tiga prinsip dalam menangani pengungsi

 

Tiga prinsip yang harus digunakan saat menangani pengungsi antara lain di uraikan berikut ini:

Prinsip non-refoulement

 

  • Prinsip non-refoulement

Makna yang tertuang dalam prinsip ini adalah seseorang (pengungsi) tidak bisa di kembalikan secara paksa ke wilayahnya. Sebab nyawanya atau kebebasannya terancam. Atas prinsip ini juga sudah mendapat pengakuan sebagai hukum kebiasaan internasional.

 

Dalam konvensi tentang pengungsi 1951, di sebutkan bahwa tidak satupun dari Negara-negara yang menjadi pihak yang ada dalam perjanjian mengusir atau mengembalikan pengungsi tersebut dengan cara apapun ke wilayahnya, apalagi jika pengungsi tersebut terancam karena suku, agama, dan lainnya.

 

Hanya saja ada pengecualian terhadap prinsip non-refoulement yang terbatas, terlebih jika kemungkinan hadirnya pengungsi mengganggu keamanan Negara. Atau pembatasan juga bisa di lakukan apabila ada putusan hukum yang berkekutan tetap yang menunjukkan terjadi kejahatan yang di lakukan pengungsi tersebut.

 

Prinsip non-penalization

 

  • Prinsip non-penalization

Prinsip kedua yang harus digunakan dalam menangani persoalan pengungsi adalah non penalization, Artinya seorang pengungsi maupun pencari suaka tidak bisa diberikan saksi ataupun hukuman karena mereka masuk ke wilayah suatu Negara untuk mencari perlindungan meskipun mereka tidak memiliki dokumen lengkap.

  Nasionalisasi Aset Asing dan Sengketa

 

Prinsip non- Discrimination

 

  • Prinsip non- Discrimination

Tentu saja dalam prinsip ini, tidak boleh bertindak diskriminasi atau larangan memeperlakukan mereka para pengungsi itu secara diskriminatif. Sebagaimana yang tertuang dalam konvensi tentang pengungsi tahun 1951 yaitu pasal 3.

 

KEJAHATAN PENGUNGSI INTERNASIONAL

Sebagaimaan dikutip dari laman hukum online, Sigit Riyanto, yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada berpendapat bahwa migrasi penduduk yang terjadi dalam suatu Negara ke Negara lain memiliki banyak penyebab, bukan hanya semata-mata karena konflik etnis bersenjata, tetapi sudah merambah ke isu demografi, kekuatan ekonomi, hingga lingkungan.

 

PENYELUNDUPAN PENGUNGSI

 

Bahkan pengungsi ini sudah di indikasikan masuk dalam kejahatan internasional dan di tengarai ada organisasi yang terorganisir melakukan penyelundupan pengungsi dengan motif ekonomi hingga menyentuh isu perdagangan manusia.

 

Indikasi ini kemudian di perkuat Sigit Riyanto dari lembaga Humanitarian Coordinator Yayasan Geutanyoe Aceh. Dia mengatakan bahwa sudah ada nelayan Aceh yang dinyatakan bersalah dan di hukum karena mengangkut pengungsi. Dari pandangan nelayan, mereka mengangkut pengungsi karena rasa kemanusiaan dan mereka tidak mengetahui apa itu tindak perdagangan orang yang sudah memilki landasan hukum.

 

Dalam kasus ini memang di ketahui, seseorang berinizial Z terbukti melakukan tindak pidana perdagangan orang dengan membawa pengungsi dari Myanmar ke Indonesia. Pelakunya dipidana tiga tahun penajara dan denda Rp120 juta.

 

tindak pidana perdagangan orang

Hanya saja pria berinisial Z tersebut bukanlah warga Indonesia melainkan warga Myanmar. Dia terbukti bersalah karena ingin membawa pengungsi Rohingya kelur dari pengungsian. Selain itu, ada kasus ibu rumah tangga yang diduga terlibat dalam kasus percobaan tindak pidana perdagangan orang.

 

Yang perlu juga di ketahui bahwa Indonesia bukanlah masuk dalam Negara konvensi tentang pengungsi 1951, tetapi berdasarkan prinsip non-refoulement yang di anggap sebagai hukum kebiasaan internasional yang mengikat sebuah Negara, maka Indonesia juga punya peranan penting.

  NIKAH ISBAT

 

pengungsi Vietnam di Pulau Galang

 

Karna itu, Sigit mengatakan Indonesia memang menjadi Negara yang selalu mengambil peran dalam menangani masalah pengungsi maupun pencari suaka.Indonesia diang Bahkan gap selalu memperlakukan pengungsi dengan baik. Seperti yang terajadi di tahun 1980an dimana Indonesia menempatkan pengungsi Vietnam di Pulau Galang.

 

Karena pemerintah Indonesia tetap di tuntut memperlakukan Indonesia dengan baik dengan berbagai persoalan yang menyertainya, maka harus di carikan solusi.

 

SOLUSI PENANGANAN PENGUNGSI

 

SOLUSI PENANGANAN PENGUNGSI

Berikut ini beberapa pengajuan solusi di tengah tuntutan Indonesia harus tetap memperlakukan pengungsi dengan baik padahal ada beberapa persoalan yang menyertainya.

Solusinya antara lain:

  • Resettlement Submission
  • Di berangkatkan ke Negara ketiga yang bersedia menerima
  • Keberangkatan melalui sponsor
  • Pemulangan Sukarela

 

solusi resettlement subnmission

 

Merujuk pada solusi resettlement subnmission, tercatat sudah ada 154 orang pengungsi di berangkatkan ke Negara ketiga, 66 orang pulang secara sukarela, serta 24 orang yang berangkat ke Negara lain berdasar sponsor.

 

Masalah tentu belum selesai, masih banyak pengungsi lain di Indonesia yang harus di urus Negara termasuk anak-anak pengungsi yang tetap berhak mendapat pendidikan. Bagi orangtuanya tentu   harus di berikan pelatihan khusus dan di berdayakan. Sehingga para pengungsi ini harus tetap diupayakan penangannya secara komprehensif. Mulai dari penemuan, selanjutnya di tampung, pengamanan, hingga pada pengawasan yaitu pengawasan keimigrasian.

 

Semua pelaksanaan pengurusan pengungsian ini memang tidak bisa di lakukan sepenuhnya, di tengah keterbatasan, perlunya pemberdayaan kepada mereka agar mereka bisa memiliki keterampilan untuk mendapatkan sumber penghasilan sampingan.

prinsip hukum penanganan pengungsi

 

Meski demikian, prinsip hukum penanganan pengungsi di Indonesia sudah jelas aturannya dan Indonesia juga tetap di anggap menjadi salah satu Negara transit yang aman karena mereka di berlakukan dengan baik. Hanya saja tidak bisa di pungkiri, terkadang tuntutan hidup menjadikan mereka harus bertindak tidak wajar hingga ada yang memutuskan terlibat dalam perdagangan manusia.

Adi