Apa itu lembaga sensor film ?
Lembaga Sensor Film (LSF) adalah lembaga non-struktural di Indonesia yang bertugas untuk memeriksa dan menilai film sebelum di edarkan kepada masyarakat.
Apa yang di maksud dengan lembaga sensor film?
Lembaga Sensor Film (LSF) di Indonesia adalah badan resmi yang bertugas untuk memeriksa dan mengevaluasi film sebelum film tersebut di edarkan ke publik. Bayangkan LSF seperti filter yang memastikan film-film yang kita tonton sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Sejarah lembaga sensor film republik indonesia
Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, lembaga yang kini berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), memiliki sejarah panjang yang menarik untuk di telusuri. Perjalanannya beriringan dengan perkembangan perfilman di Indonesia, mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya bangsa.
Era Kolonial:
Cikal bakal LSF dapat di telusuri hingga masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1916, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan ordonansi yang mengatur tentang film dan usaha bioskop. Ordonansi ini melahirkan Commissie voor de Kuering van Films (Komisi Pemeriksa Film, KPF), lembaga yang bertugas menyensor film-film yang akan di putar di Hindia Belanda. Tujuan utamanya adalah mengendalikan informasi dan mencegah penyebaran ideologi yang bertentangan dengan kepentingan kolonial.
Awal Kemerdekaan:
Setelah Indonesia merdeka, KPF di ganti namanya menjadi Panitia Pemeriksa Film (PPF) pada tahun 1945. Tugasnya tetap sama, yaitu menyensor film, namun dengan semangat menjaga nilai-nilai keindonesiaan yang baru lahir. Pada tahun 1965, PPF di ubah menjadi Badan Sensor Film (BSF) melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 46/SK/M/1965.
Orde Baru:
Di masa Orde Baru, BSF berperan penting dalam mengontrol isi film agar sesuai dengan ideologi dan kebijakan pemerintah. Film-film yang di anggap mengandung unsur subversif, kritis terhadap pemerintah, atau bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila akan di potong atau bahkan dilarang tayang.
Reformasi dan Era Digital:
Setelah Reformasi bergulir, BSF bertransformasi menjadi Lembaga Sensor Film (LSF) pada tahun 1992. Perubahan ini menandai era baru yang lebih demokratis dalam penyensoran film. LSF berusaha menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial dalam industri perfilman. Di era digital, LSF juga menghadapi tantangan baru dalam menyensor film yang beredar melalui platform online.
LSF Saat Ini:
Kini, LSF terus berupaya untuk meningkatkan profesionalisme dan transparansi dalam menjalankan tugasnya. LSF tidak hanya menyensor film, tetapi juga memberikan klasifikasi usia penonton dan mendorong perkembangan industri perfilman nasional yang sehat dan berkualitas.
Sejarah LSF menunjukkan perjalanan panjang dan dinamis dari sebuah lembaga yang bertugas menjaga layar perak Indonesia. Dari masa kolonial hingga era digital, LSF terus beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tetap berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif film yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku.
Apa yang Anda pahami tentang sensor film?
Sensor film adalah proses pemeriksaan dan penilaian sebuah film untuk menentukan kelayakannya di tayangkan kepada publik. Di Indonesia, proses ini di lakukan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) yang berada di bawah naungan Kemendikbudristek.
Tujuan Sensor Film:
Sensor film bertujuan untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, dari dampak negatif film yang mengandung konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial, budaya, dan moral yang berlaku di Indonesia.
Aspek yang Di nilai dalam Sensor Film:
LSF menilai film berdasarkan berbagai aspek, antara lain:
- Kekerasan: Apakah film mengandung adegan kekerasan yang berlebihan, sadis, atau dapat memicu tindakan kekerasan?
- Pornografi: Apakah film mengandung unsur pornografi atau adegan seksual yang eksplisit?
- Penghinaan terhadap SARA: Apakah film mengandung unsur penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)?
- Bahasa: Apakah film menggunakan bahasa yang kasar, tidak sopan, atau mengandung kata-kata makian?
- Nilai-nilai sosial dan moral: Apakah film bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan moral yang berlaku di masyarakat?
- Dampak psikologis: Apakah film dapat memberikan dampak psikologis negatif bagi penonton, terutama anak-anak dan remaja?
Hasil Sensor Film:
Setelah melakukan penilaian, LSF akan memberikan keputusan berupa:
- Lulus Sensor: Film boleh di tayangkan tanpa pemotongan.
- Lulus Sensor dengan Pemotongan: Film boleh di tayangkan setelah bagian-bagian tertentu di potong.
- Tidak Lulus Sensor: Film tidak boleh di tayangkan di Indonesia.
Surat Lulus Sensor Film Dokumenter
Klasifikasi Usia Penonton:
Selain menentukan status edar film, LSF juga memberikan klasifikasi usia penonton untuk setiap film yang lulus sensor, seperti “Semua Umur”, “13+”, “17+”, atau “21+”. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar dapat memilih film yang sesuai dengan usia dan kedewasaan mereka.
Pentingnya Sensor Film:
Sensor film penting untuk:
- Menjaga moralitas dan ketertiban umum.
- Mencegah penyebaran konten negatif yang dapat merusak masyarakat.
- Melindungi anak-anak dan remaja dari pengaruh buruk film.
- Mengembangkan industri perfilman nasional yang sehat dan berkualitas.
- Meskipun terkadang ada pro dan kontra mengenai sensor film, namun proses ini tetap di perlukan untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial dalam industri perfilman.
Bagaimana cara kerja penyensoran?
Proses penyensoran film di Indonesia melibatkan beberapa tahapan yang di lakukan oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Berikut adalah gambaran umum tentang cara kerja penyensoran film:
Pengajuan Film:
Produser film mengajukan film mereka ke LSF untuk di sensor.
Pengajuan ini di sertai dengan dokumen-dokumen yang di perlukan, seperti sinopsis film, daftar pemain, dan data produksi.
Pembentukan Tim Sensor:
LSF akan membentuk tim sensor yang terdiri dari beberapa anggota dengan latar belakang keahlian yang beragam, seperti ahli film, budaya, agama, pendidikan, psikologi, dan hukum.
Komposisi tim sensor ini bertujuan untuk mendapatkan penilaian yang komprehensif dari berbagai sudut pandang.
Pemutaran dan Penilaian Film:
- Tim sensor akan menonton film secara keseluruhan dengan cermat.
- Selama pemutaran, mereka akan menilai film berdasarkan kriteria-kriteria yang telah di tetapkan, seperti:
- Kesesuaian dengan nilai-nilai Pancasila: Apakah film sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila?
- Unsur pornografi, kekerasan, dan sadisme: Apakah film mengandung unsur-unsur tersebut secara berlebihan dan tidak wajar?
- Penghinaan terhadap SARA: Apakah film menghina atau melecehkan suku, agama, ras, dan antargolongan tertentu?
- Dampak negatif lainnya: Apakah film mengandung unsur-unsur lain yang dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat, seperti promosi narkoba, perjudian, atau kriminalitas?
Diskusi dan Musyawarah:
Setelah menonton film, tim sensor akan melakukan diskusi dan musyawarah untuk membahas hasil penilaian mereka.
Setiap anggota tim akan menyampaikan pandangan dan argumennya terkait dengan kelayakan film tersebut untuk di tayangkan.
Pengambilan Keputusan:
Berdasarkan hasil diskusi dan musyawarah, tim sensor akan mengambil keputusan secara kolektif kolegial mengenai status edar film tersebut.
Keputusan tersebut dapat berupa:
- Lulus Sensor: Film boleh di tayangkan tanpa pemotongan.
- Lulus Sensor dengan Pemotongan: Film boleh di tayangkan setelah bagian-bagian tertentu yang di anggap tidak layak di potong.
- Tidak Lulus Sensor: Film dilarang di tayangkan di Indonesia.
Pemberian Klasifikasi Usia:
Jika film dinyatakan lulus sensor, LSF akan memberikan klasifikasi usia penonton, seperti “Semua Umur”, “13+”, “17+”, atau “21+”.
Klasifikasi ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar dapat memilih film yang sesuai dengan usia dan kedewasaan mereka.
Penerbitan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS):
LSF akan menerbitkan STLS sebagai bukti bahwa film tersebut telah lulus sensor dan boleh di tayangkan di Indonesia.
Siapa yang mengatur atau menyensor konten di internet?
Di Indonesia, pengaturan dan penyensoran konten di internet melibatkan beberapa pihak, dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai leading sector.
Berikut ini penjelasan lebih rinci tentang bagaimana konten di internet di atur dan di sensor di Indonesia:
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo):
- Kewenangan: Kominfo memiliki kewenangan untuk mengawasi, mengatur, dan menyensor konten di internet berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
- Mekanisme:
Pemblokiran Situs: Kominfo dapat memblokir situs web yang melanggar UU ITE, seperti situs yang mengandung pornografi, perjudian, ujaran kebencian, hasutan, dan konten negatif lainnya. - Pengawasan Konten: Kominfo melakukan pengawasan terhadap konten yang beredar di internet, baik melalui pemantauan langsung maupun melalui laporan dari masyarakat.
Kerja Sama dengan Platform Digital: Kominfo bekerja sama dengan platform digital seperti media sosial, mesin pencari, dan e-commerce untuk mengatur dan menyaring konten yang melanggar UU ITE.
Lembaga Lain:
Selain Kominfo, beberapa lembaga lain juga terlibat dalam pengaturan dan penyensoran konten di internet, di antaranya:
- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri): Menangani kasus-kasus kejahatan siber, seperti penyebaran konten ilegal, penipuan online, dan pencemaran nama baik.
- Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN): Bertanggung jawab atas keamanan siber nasional, termasuk melindungi infrastruktur informasi penting dari serangan siber dan pencurian data.
- Lembaga Sensor Film (LSF): Menyensor film yang akan di tayangkan di bioskop, televisi, dan platform digital.
Peran Masyarakat:
Masyarakat juga berperan penting dalam pengaturan dan penyensoran konten di internet dengan cara:
- Melaporkan konten negatif: Masyarakat dapat melaporkan konten negatif yang di temukan di internet kepada Kominfo atau platform digital terkait.
- Menjadi pengguna internet yang bertanggung jawab: Masyarakat di harapkan untuk bijak dalam menggunakan internet dan tidak menyebarkan konten yang melanggar hukum atau merugikan orang lain.
Tantangan dalam Pengaturan Konten Internet:
Pengaturan dan penyensoran konten di internet di Indonesia menghadapi beberapa tantangan, antara lain:
- Perkembangan teknologi yang cepat: Perkembangan teknologi informasi yang pesat membuat sulit bagi regulator untuk mengikuti dan mengendalikan semua jenis konten yang beredar di internet.
- Kebebasan berekspresi: Penting untuk menyeimbangkan antara pengaturan konten internet dengan kebebasan berekspresi yang di jamin oleh undang-undang.
- Edukasi publik: Masih banyak masyarakat yang belum memahami etika dan aturan dalam menggunakan internet.
Pengaturan dan penyensoran konten di internet di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, lembaga terkait, platform digital, dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang digital yang aman, positif, dan bermanfaat bagi semua.
Lembaga Sensor Film Republik Indonesia dibawah kementerian apa?
Lembaga Sensor Film (LSF) berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek).
Meskipun LSF merupakan lembaga non-struktural yang bersifat independen, pembinaannya berada di bawah Kemendikbudristek.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film.
Beberapa hal yang menunjukkan hubungan Lembaga Sensor Film dengan Kemendikbudristek:
- Pengangkatan Anggota LSF: Anggota LSF di angkat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
- Kebijakan dan Standar: Kemendikbudristek menetapkan kebijakan dan standar penyensoran film yang harus di ikuti oleh LSF.
- Pembinaan dan Pengawasan: Kemendikbudristek melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja LSF.
- Jadi, meskipun LSF bekerja secara independen dalam menilai film, ada koordinasi dan pengawasan dari Kemendikbudristek untuk memastikan bahwa proses penyensoran film berjalan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku.
Tugas Utama Lembaga Sensor Film:
- Menetapkan status edar film: LSF menentukan apakah sebuah film layak di tayangkan di bioskop, televisi, atau platform lainnya di Indonesia.
- Melindungi masyarakat: LSF bertujuan melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, dari dampak negatif film yang mengandung konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial, budaya, dan moral yang berlaku di Indonesia.
- Memberikan klasifikasi usia: LSF memberikan klasifikasi usia penonton untuk setiap film yang lulus sensor, seperti “Semua Umur”, “13+”, “17+”, atau “21+”.
Bagaimana Lembaga Sensor Film Bekerja?
- Pengajuan Film: Produser film mengajukan film mereka ke LSF untuk di sensor.
- Pemeriksaan Film: Tim sensor LSF yang terdiri dari berbagai latar belakang (budaya, agama, pendidikan, dll.) akan menonton dan menilai film tersebut.
- Penilaian: LSF menilai film berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti:
- Kesesuaian dengan nilai-nilai Pancasila
- Unsur pornografi, kekerasan, dan sadisme
- Penghinaan terhadap SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)
- Dampak negatif lainnya bagi masyarakat
Keputusan Lembaga Sensor Film akan memberikan keputusan berupa:
- Lulus Sensor: Film boleh di tayangkan tanpa pemotongan.
- Lulus Sensor dengan Pemotongan: Film boleh di tayangkan setelah bagian-bagian tertentu di potong.
- Tidak Lulus Sensor: Film tidak boleh di tayangkan di Indonesia.
Tujuan Lembaga Sensor Film:
- Menjaga moralitas dan ketertiban umum.
- Mencegah penyebaran konten negatif yang dapat merusak masyarakat.
- Mengembangkan industri perfilman nasional yang sehat dan berkualitas.
Baca juga : Persyaratan surat lulus sensor
Di indonesia hanya ada satu lembaga pemerintah yang di tunjuk bertugas sebagai sensor sebuah fil/video layar edar/layar putar di indonesia ataukah tidak layak untuk di edarkan/diputar ke masyarakat. Semua perusahaan yang hendak melakukan sensor film, di wajibkan untuk mengurus Izin Usaha Perfilman (IUP), jadi kalau perusahaan anda tidak memiliki IUP maka anda tidak bisa melakukan test sensor film untuk mendapatkan surat lulus sensor.
Baca Juga : Jasa Pengurusan Lulus Sensor Film
Tarif orde bayar film nasional dan import adalah :
PT. Jangkar Global Groups terdaftar di Gabungan Perusahaan Rekaman Indonesia (gaperindo) dengan surat keputusan No. 058/GAPERINDO/SK/II/12 sehingga perusahaan kami dapat mencetak VCD/DVD Original sesuai dengan pesanan yang di inginkan. Jadi kami siap bekerja sama dengan Production House atau rumah produksi dan recording untuk mengurus jasa urus surat lulus sensor film supaya karya anda bisa di cetak di VCD/DVD secara legal. Kami siap mengurus LSF dan siap menggandakan VCD/DVD secara legal dan aman.
Contoh Sertifikat Lulus Sensor Film
Pemberlakuan Izin Usaha Perfilman
Bagi pelaku usaha perfilman di harapkan untuk memperbaharui izin usaha perfilman di karenakan izin yang lama akan kadaluarsa sampai ahir tahun 2018 dan mulai tanggal 1 januari 2019 harus sudah menggunakan perizinan yang di keluarkan oleh pusbangfilm kemendikbud. Ini surat edarannya :
Apa bedanya Lembaga Sensor Film dengan Komisi Penyiaran Indonesia ?
Meskipun sama-sama berkaitan dengan pengawasan konten yang ditayangkan kepada publik, Lembaga Sensor Film (LSF) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Berikut ini perbedaan utama antara keduanya:
Objek Pengawasan:
LSF: Menyensor film sebelum diedarkan, baik film bioskop, film televisi, sinetron, dan iklan di dalamnya.
KPI: Mengawasi isi siaran televisi dan radio setelah ditayangkan.
Dasar Hukum:
LSF: Dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
KPI: Dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Fokus Pengawasan:
LSF: Memfokuskan pada konten film, seperti kekerasan, pornografi, SARA, dan bahasa.
KPI: Memfokuskan pada keseluruhan program siaran, termasuk konten, kesesuaian dengan klasifikasi usia penonton, etika penyiaran, dan kepentingan publik.
Waktu Pengawasan:
LSF: Melakukan penyensoran sebelum film ditayangkan (pra-tayang).
KPI: Melakukan pengawasan setelah siaran ditayangkan (pasca-tayang).
Kewenangan:
LSF: Berwenang untuk menetapkan status edar film, yaitu lulus sensor, lulus sensor dengan pemotongan, atau tidak lulus sensor.
KPI: Berwenang untuk memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melanggar aturan penyiaran, seperti teguran tertulis, denda, penghentian sementara siaran, bahkan pencabutan izin siaran.
Contoh Kasus:
LSF: Menilai film yang mengandung adegan kekerasan untuk menentukan klasifikasi usianya atau memotong adegan tersebut.
KPI: Mengawasi program siaran televisi yang menayangkan adegan kekerasan pada jam tayang yang tidak sesuai untuk anak-anak.
Intinya:
LSF bertindak sebagai “filter” sebelum film ditayangkan, sedangkan KPI bertindak sebagai “pengawas” setelah siaran ditayangkan. Keduanya memiliki peran penting dalam menjaga kualitas konten yang dikonsumsi oleh publik.
Jasa Urus Surat Tanda Lulus Sensor Film Jangkar Groups
Ah, kamu sedang mencari jasa pengurusan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) untuk film ya?
Meskipun kamu bisa mengurus STLS secara mandiri melalui Lembaga Sensor Film (LSF), menggunakan jasa lulus sensor film bisa menjadi pilihan yang tepat, terutama jika kamu:
- Ingin menghemat waktu dan tenaga: Proses pengurusan STLS melibatkan beberapa tahapan dan persyaratan yang perlu di penuhi. Jasa pengurusan STLS dapat membantu kamu menyelesaikan semua proses tersebut dengan lebih efisien.
- Kurang familiar dengan prosedur dan persyaratan: Jika kamu baru pertama kali mengurus STLS atau kurang memahami prosedur dan persyaratannya, jasa pengurusan STLS dapat memberikan panduan dan bantuan yang kamu butuhkan.
- Ingin meminimalisir risiko penolakan: Jasa pengurusan STLS yang berpengalaman dapat membantu kamu mempersiapkan dokumen dan memenuhi persyaratan dengan benar, sehingga meminimalisir risiko penolakan dari LSF.
Berikut beberapa hal yang perlu kamu perhatikan saat memilih jasa pengurusan STLS:
- Legalitas dan reputasi: Pastikan jasa pengurusan STLS yang kamu pilih memiliki legalitas dan reputasi yang baik. Kamu bisa mencari informasi tentang jasa tersebut melalui website, testimoni klien, atau rekomendasi dari rekan.
- Pengalaman dan keahlian: Pilih jasa pengurusan STLS yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidang perfilman dan penyensoran.
- Transparansi dan komunikasi: Pastikan jasa pengurusan STLS yang kamu pilih transparan dalam hal biaya dan proses pengurusan. Mereka juga harus komunikatif dan responsif terhadap pertanyaan dan kebutuhan kamu.
- Harga yang wajar: Bandingkan harga dari beberapa jasa pengurusan STLS sebelum membuat keputusan.
- PT. Jangkar Global Groups: Jasa pengurusan STLS dari Jangkar Global Groups menawarkan layanan yang komprehensif, mulai dari konsultasi, pengurusan dokumen, hingga pendampingan proses sensor.
Tips Tambahan:
Komunikasikan kebutuhan kamu dengan jelas: Sampaikan jenis film, durasi, dan target waktu pengurusan STLS kepada jasa pengurusan yang kamu pilih.
Siapkan dokumen-dokumen yang di perlukan: Pastikan kamu telah menyiapkan semua dokumen yang di butuhkan untuk pengurusan STLS, seperti sinopsis film, daftar pemain, dan data produksi.
Pantau proses pengurusan secara berkala: Tanyakan perkembangan proses pengurusan STLS kepada jasa LSF Termudah dan Terpercaya yang kamu pilih secara berkala.
YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI
Email : [email protected]
Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups