Perjanjian Harta Bersama

Perjanjian Harta Bersama Lazim kita ketahui bahwa sebuah perkawinan hadir karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Mereka sepakat untuk hidup bersama, meneruskan hidup bersama sampai tua dan menghasilkan keturunan, sedangkan setiap harta yang mereka dapatkan dalam kehidupan bersamanya akan menjadi harta bersama juga.

Namun, dalam perjalanan hidup berumah tangga, bukan tidak mungkin ada banyak tantangan kite temukan termasuk persoalan ekonomi. Jika kita mengambil contoh kasus, ada pasangan yang menggadaikan atau menjadikan harta bersama mereka sebagai jaminan bank tanpa sepengetahuan salah satu pihak termasuk sah di mata hukum? 

 

mengenai Perjanjian Harta Bersama

 

FAKTA PERJANJIAN HARTA BERSAMA

Faktanya, memang menimbulkan persoalan dan menjadi perbuatan hukum yang kerap jadi sumber perselisihan. Misalnya, menyoal apa saja yang bisa masuk dalam kategori harta bersama serta bagaimana menerapkan asas keseimbangan dalam pengelolaan harta bersama itu?

 

Hal ini tentu erat kaitannya dengan prinsip ekualitas dalam status perkawinan. Apa yang di maksud prinsip ekualitas dalam perjanjian harta bersama dan bagaimana penerapan prinsip ekualitas dalam sebuah perkawinan akan di bahas berikut ini.

 

FAKTA PERJANJIAN HARTA BERSAMA

APA ITU PRINSIP EKUALITAS?

Mengenai harta bersama ini sesungguhnya sudah sangat jelas di bahas dalam pasal 31 ayat 1 undang-undang perkawinan yakni undang-undang nomor 1 tahun 1974. Di dalam undang-undang ini di anut asas atau prinsip keseimbangan atau istilahnya di kenal prinsip ekualitas.

 

Asas keseimbangan yang di maksud tentu saja antara suami dan istri. Termasuk membahas soal hak dan kedudukan serta pengelolaan harta bersama.

 

Dalam pasal 36 ayat 1 undang-undang perkawinan menyebutkan tentang harta bersama antara suami dan istri yang dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Selanjutnya pasal 31 ayat 1 memberikan penguatan.

 

APA ITU PRINSIP EKUALITAS?

ASAS KESEIMBANGAN PERJANJIAN HARTA BERSAMA

Asas keseimbangan atau prinsip ekualitas dalam perkawinan tidak hanya ada dalam undang-undang perkawinan tetapi juga di adopsi di undang-undang yang lainnya. Serti yanga da dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999 mengenai HAM.

  PENYELESAIAN SUATU SENGKETA PERTANAHAN YANG ADA DI INDONESIA

 

Dalam undang-undang ini terutama yang ada dalam pasal 51 di sebutkan bahwa selama dalam ikatan perkawinan maka posisi istri sama dengan suami, yakni sama-sama memiliki hak dan tanggung jawab.

 

Hak Kepemilikan dalam Perjanjian Harta Bersama

Temasuk yang berkaitan dengan kehidupan dalam pernikahannya, mengenai hak kepemilikan dan pengelolaan harta bersa serta hubungan dengan anak-anaknya.

 

Bahkan, hingga perkawinan putus saja seorang wanita memiliki hal maupun tanggung jawab yang dengan mantan suaminya mengenai hal yang berkaitan dengan anak mereka dengan tetap menjadikan prinsip kepentingan anak sebagai perhatian begitupun sebaliknya mengenai hak suami.

 

ASAS KESEIMBANGAN PERJANJIAN HARTA BERSAMA

NILAI-NILAI PRINSIP EKUALITAS DALAM PERKAWINAN

Mengenai nilai keseimbangan atau penggunaan prinsip ekualitas dalam perkawinan juga secara implisit ada dalam undang-undang perlindungan anak. Di sebutkan bahwa baik suami maupun istri memiliki tanggung jawab yang seimbang dalam hal memelihara anak.

 

Sementara itu dalam pasal 4 undang-undang nomor 37 tahun 2004 mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang juga sduah dengan tegas mengatakan bahwa ‘mengenai permohonan pernyataan pailit yang mana mengajukan seorang debitor yang masih sah sebagai suami istri atau terikat dalam pernikahan yang sah, maka permohonan hanya bisa di ajukan dengan tetap mendapat persetujuan suami atau istrinya. Tetapi, ketentuan tersebut tidak boleh berlaku jika tiak ada penyatuan harta.

 

NILAI-NILAI PRINSIP EKUALITAS DALAM PERKAWINAN

3 Poin UU Kepailitan

Selanjutnya kembali di pertegas dalam pasal 62 undang-undang kepailitan dengan menegaskan tiga poin berikut ini.

  1. Jika suami ataupun istri yang sudah di nyatakan pailit, maka mereka baik suami atau istri punya hak mengambil semua harta mereka baik yang bergerak maupun yang tidak. Baik itu harta bawaan istri ataupun harta bawaan suami, hingga harta yang di dapat karena hadiah ataupun berupa warisan.
  2. Apabila harta milik istri ataupun suami yang sudah di jual suami atau istri dan belum mendapat bayaran atau hasil penjualan barang yang sudah di jual tersebut belum tercampur dengan ke dalam harta pailit, maka kedua belah pihak bia mengambil kembali uang hasil penjualan itu.
  3. Kreditor terhadap harta pailit adalah suami atau istri, jika tagihannya bersfiat pribadi terhadap kedua belah pihak yaitu suami atau istri.
  URUS SERTIFIKAT HALAL MUI

 

Kembali pada kasus sebelumnya yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa bagaimana jika kasus suami atau istri menjual harta bersama mereka tanpa ada persetujuan salah satu pihak, maka kasus nyata yang sudah di putus pengadilan dapat di lihat pada putusan Mahkamah Agung nomor 70 k/pdt/1997 tertanggal 24 Maret 1999 yang menyatakan bahwa jual beli tanah yang merupakan suatu harta bersama tetapi tidak ada persetujuan istri atau suami maka tidak sah dan batal demi hukum.

 

PRINSIP EKUALITAS PERKAWINAN

Berkaitan dalam penggunaan prinsip ekualitas dalam perkawinan terutama jika menghadapi kasus penjualan harta bersama tetapi tidak mendapat persetujuan menjadi perbuatan hukum yang melanggar.

 

Sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang perkawinan di sebutkan bahwa baik suami dan istri boleh melakukan perbuatan hukum tertentu, tetapi yang harus jadi Catatan adalah hal yang berkaitan dengan harta bersama, tetapi atas pesetujuan kedua belah pihak. Membahas mengenai persetujuan, perlu di pahami makna dari persetujuan ini. Persetujuan secara harfiah di maknai sebagai adanya izin dari salah satu pihak. Apabila tidak ada persetujuan dari pihak lain, tentu ada konsekuensi yang harus di tanggung.

 

Kompilasi hukum Islam dalam pasal 92 menyebutkan bahwa suami ataupun istri tidak boleh menjual ataupun memindahkan harta bersamanya jika tanpa adanya persetujuan pihak lain. Menyoal persetujuan salah atu pihak ini juga ada dalam putusan Mahkamah Agung bernomor 2690 k/pdt/1985 tertanggal 3 November 1986. Dalam putusan tersebut menjelaskan bahwa mengenai penjualan harta bersama haruslah mendapat persetjuan dari suami ataupun istri.

  GAGASAN GUNA HAM DI ERA SEKARANG

 

PRINSIP EKUALITAS PERKAWINAN

LANDASAN HUKUM PERSETUJUAN HARTA BERSAMA

Sudah dijelaskan sebelumnya landasan hukum persetujuan harta bersama yang harus dikeluarkan pihak istri ataupun suami tertuang dalam pasal 92 kompilasi hukum Islam. Selanjutnya jadi pedoman putusan MA.

 

Pada putusan MA yang lain di tahun 1998 juga memuat kaidah hukum yang tidak berbeda. Disebutkan bahwa sebuah tindakan atas harta bersama baik suami ataupun istri haruslah ada persetujuan suami istri.

 

Bahkan perjanjian dalam bentuk lisan mengenai penjualan harta bersama yang dilakukan istri ataupun suami tanpa persetujuan istri ataupun  suami maka dianggap tidaklah sah menurut hukum.

 

LANDASAN HUKUM PERSETUJUAN HARTA BERSAMA

MENJAMINKAN HARTA BERSAMA

Selain penggunaan kata persetujuan, juga penggunaan kata menjaminkan harta bersama. Ini berkaitan dengan hukum jaminan yang sudah ada dalam hukum di Indonesia.

 

Mengenai hukum jamian ada dalam pasal 1131 KUH Perdata dikatakan bahwa semua harta yang bergeral ataupun yang tidak bergerak adalah milik debitor. Baik barang yang sudah ada ataupun yang akan jadi ajminan yang tujuannya untuk perikatan perorangan debitor.

 

Di sisi lain, jika dilihat dari sifatnya dapat dibedakan ada jaminan umum dan jaminan khusus. Bedanya, jaminan khusus rujukannta pada kebendaan seperti gadai, fidusia, ataupun hipotik.

 

MENJAMINKAN HARTA BERSAMA

PENJAMINAN PERJANJIAN HARTA BERSAMA

Sementara dalam penjaminan harta bersama maka harus memenuhi mekanisme yang sudag diatur, maka dalam konteks ini haruslah ada persetujuan pasangan.

 

Contoh kasus yang dapat dilihat adalah putusan Mahkamah Agung nomor 3005 k/pdt/1998 dengan muatan kaidah hukum yakni tanah adalah harta bersama yang tidak bisa dijadikan sebagai jaminan perjanjian utang piutang terutama karena tanpa persetujuan salah satu pihak, seperti yanga dalam udang-undang perkawinan pasal 36 ayat 1.

 

Karena itu, jika terjadi pelanggaran atas perjanjian tersebut maka bisa dibatalkan demi hukum sebab dianggap tidak memenuhi syarat objektif dari perjanjian yang sudah dibuat.

 

Jika menemukan sengketa harta dan Anda butuh penasehat hukum? tepat sekali Anda memilih PT Jangkar Global Groups dengan orang-orang ahli dan pakar di bidang pidana maupun perdata.

 

PENJAMINAN PERJANJIAN HARTA BERSAMA

Adi