Kerugian Keuangan Negara

 Mengenai Kerugian Keuangan Negara Pertanyaan soal apakah koruptor yang melakukan korupsi dana Negara di bawah Rp50 juta juga bisa dipidana tampaknya menimbulkan pro dan kontra.

 

Hal ini dapat di lihat saat di lakukannya rapat kerja komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung pada Januari 2023 silam. Jaksa Agung  RI ST Burhanuddin mengatakan bahwa perkara kasus korupsi dengan nilai kerugian Negara di bawah lima puluh juta, seharusnya cukup di selesaikan dengan mengembalikan dana.

 

Mengenai Kerugian Keuangan Negara

MEKANISME KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

Menurut pendapat Jaksa Agung itu, karena menerapkan mekanisme ini sebagai upaya dalam pelaksanaan hukum agar bisa cepat, juga sederhana, terpenting biaya yang harus di keluarkan juga kecil.

 

Hanya saja menurut Burhanuddin, mekanisme hanya berlaku pada kasus yang nilai kerugian Negara yang di akibatkan tidaklah besar dan tidak juga di lakukan secara terus menerus. Karena itu solusi yang bisa di berikan hanyalah penyelesaian secara administrative saja dengan mengembalikan dana tersebut.

 

MEKANISME KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

PENERAPAN PIDANA PADA TERDAKWA

Menyoal penerapan pidana dalam kasus pengembalian kerugian keuangan Negara memang menimbulkan perdebatan, terutama jika kerugian Negara di bawah Rp 50 juta.

 

Seperti yang di katakan sebelumnya, bahwa Jaksa Agung RI hanya memberikan saksi administratif dengan mengembalikan kerugian keuangan Negara atau uang yang di ambilnya saja, terutama jika kerugian Negara hanya di bawah Rp50 juta, maka Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah, juga memberikan penguatan atas pernyataannya itu.

 

PENERAPAN PIDANA PADA TERDAKWA

MENERAPKAN SEJUMLAH PERTIMBANGAN KORUPSI

Seperti yang di kutip dari laman hukum online menyebutkan bahwa implementasi yang di makasu Jaksa Agung RI itu bisa di lakukan dengan menerapkan sejumlah pertimbangan. Terlebih hal ini sudah di muat dalam peraturan Ke Jaksa Agung.

  TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF

 

Implementasi yang di maksudkan adalah dengan melihat lokasi serta bidang kasus yang di korupsi. Termasuk kata Febrie, mempertimbangkan dampak dari kasus korupsi tersebut di tengah masyarakat dan tingkat keberulangan dalam melakukan tindak pidana korupsi tetap jadi pertimbangan.

 

MENERAPKAN SEJUMLAH PERTIMBANGAN KORUPSI 

PRO KONTRA KONSEKUENSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA

Dalam undang-undang Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor terutama dalam pasal 4 dapat di artikan bahwa pengembalian kerugian keuangan Negara atapun perekonomian Negara tidak bisa menghapuskan pidana yang di lakukan pelaku tindak pidana seperti yang di tuangkan dalam pasal 2 maupun pasal 3.

 

Maka konsekuensi pengembalian keuangan Negara tidak ada hubungannya dengan pidana yang harus di dapatkan pelaku. Baik itu yang mengembalikan keuangan Negara di bwah Rp50 juta ataupun di atas Rp50 juta, apalagi jika tidak ada kaitannya dengan kerugian Negara yang di maksudkan dalam pasal 2 dan pasal 3 undang-undang Tipikor.

 

Sementara itu Mudzakkir sebagai pakar Hukum Acara Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) sperti yang dilansir dari laman hukum online menyebutkan bahwa dengan mengembalikan uang Negara bisa menjadi salah satu alasan mengurangi pidana yang bisa dijatuhkan kepada terdakwa.  Hal ini menunjukkan adanya itikad baik yang ditunjukkan pelau untuk memperbaiki kesalahannya, hanya saja hal tersebut tidak mengurangi sifat dalam perbuatannya yang melawan hukum.

 

PRO KONTRA KONSEKUENSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA

MENGENAI PENGEMBALIAN KERUGIAN UANG NEGARA

Mengenai pengembalian uang Negara, kata Mudzakkir, yang tidak kalah menajdi perhatian adalah waktu pengembaliannya. Jika pengembalian di lakukan sebelum adanya penyidikan, maka di anggap sebagai langkah menghapus tindak pidana, sebaliknya bila di lakukan setelah adanya penyidikan petugas maka hal tersebut tidak di anggap menghapus tindak pidana.

 

Di sisi lain, pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar justru mmeberikan pandangan yang berbeda. Dia mengatakan bahwa apa yang di katakan Jaksa Agung RI Burhanudiin di anggap tidak adil dan termasuk melawan hukum.

  SURAT WASIAT

 

Menurutnya, berapapun kerugiannya tetap harus diproses secara hukum. Selanjutnya denda tetap harus diberlakukan untuk menutupi adanya kerugian Negara. Hal ini sebagai wujud menunjukkan bahwa pidana tetap harus ditegakkan agar hukum tidak diperjualbelikan.  Sementara pandangan dari pihak KPK terutama disampaikan Ali Fikri sebagai Plt juru bicara KPK Bidang penindakan bahwa soal pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi merupakan salah satu alat bukti di dalam persidangan, karena itu pembuktian ini juga dianggap memudahkan tim penuntut umum. 

 

Pengembalian uang juga akan jadi pertimbangan untuk memberikan keringanan hukuman pada pelaku, terlebih karena dianggap cukup kooperatif atau karena mengakui perbuatannya. Hanya saja ini tidak akan menghapus pidananya.

 

MENGENAI PENGEMBALIAN KERUGIAN UANG NEGARA

 

PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MENURUT AHLI

Pengembalian kerugian keuangan Negara menurut ahli hukum coba di sampaikan Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun dan Kabareskrim Polri yang menjabat di 2018, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto.

 

Agung Gayus Lumbuun mengatakan ada beberapa ketentuan menjadi halangan bagi pelaku tindak pidana korupsi mengembalikan uang korupsinya secara sukarela kepada Negara, apabila di Indonesia menerapkan yang di sebut istilah restorative justice.

 

Hal yang menjadi hambatan adalah apa yang di amanatkan dalam pasal 4 UU nomor 31 tahun 1999 mengenai pemberantasan Tipikor, sebagaimana perubahannya tertuang dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001. Intinya isi dari pasal ini adalah pengembalian uang Negara tidaklah menghapus pidana.

 

PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MENURUT AHLI

TANGGAPAN MENGENAI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

Sementara itu, Ari Dono Sukamto juga sempat memberikan tanggapan bahwa mengembalikan kerugian keuangan Negara tidak akan mendapat pidana. Pandangan berbeda ini di sampaikan saat ikut menandatangani kesepakatan bersama dalam hal pengaduan di area Kemendagri bersama sejumlah lembaga seperti Kejagung, Aparat pengawas intern pemerintah, dan juga Polri.

  KEBERHASILAN DIVERSI

 

Dalam pernyataan Ari tersebut menyebutkan aparat yang ketahuan korupsi tetapi mengembalikan dana tersebut, maka perkara tersebut bisa di hentikan. Terlebih jika perkaranya masih di tahap penyelidikan. Hanya saja penghentian perkara tidak serta merta dilakukan melainkan harus sesuai dengan mekanisme yang sudah disepakati.

 

Pada saat itu, pernyataan ini langsung di klarifikasi Setyo Wasisto yang pada saat itu menjabat Kabareskrim mabes polri. Menurutnya, pernyataan itu hanyalah pendapat pribadi dan belum ada penelitian lebih lanjut. Dia mengatakan, jika pada penyelidikan Badan Pemeriksa Keungan tidak di temukan  kerugian Negara, maka tentu saja perkara tersebut tidak perlu di proses secara hukum.

 

TANGGAPAN MENGENAI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA 

TUJUAN MENGENAI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

Tujuannya, menghemat biaya penyidikan dan juga penuntutanyang memang biayanya cukup besar. Apalagi indeks biayanya per satu kasus korupsi bisa mencapai Rp200 jutaan. Berkaitan dengan hal ini, maka perlu mengetahui lebih lanjut tentang makna dari kerugian Negara.  Seperti yang bisa di lihat dalam pasal 1 angka 22 undang-undang nomor 1 tahun 2004 mengenai perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa kerugian Negara maksudnya adalah kekurangan uang, surat berharga atau bisa juga barang yang nyata dan pasti sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum.

 

Sehingga menghubungkan dengan pernyataan Jaksa Agung, secara teoritis, maksudnya hanya bisa di lakukan dengan pendekatan penyelesaian hanya dengan jumlah saja, bukan karena perbuatan melawan hukum perdata, administrasi ataupun dalam betuk pidana. Alasannya karena, baik yang jumlahnya kecil maupun besar jika akibat dari perbuatan melawan hukum pidana, maka pelaku tetap harus di pidana, bukan dengan mengembalikan keuangan Negara.

 

KONSULTASI MENGENAI HUKUM

Justru sikap yang harus di tunjukkan adalah mengembalikan uang kerugian Negara memang sudah menjadi keharusan ataupun kewajiban berapapun jumlahnya. Tidak hanya itu, tentu tidak ada unsur pidana jika tidak ada di temukan unsur suap di dalamnya, termasuk tidak di temukan ada unsur menipu atau memaksa yang dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum.

 

Konsultasikan berbagai persoalan hukum yang menimpa Anda bersama kami di PT Jangkar Global Groups dengan menghubungi kontak yang tersedia.

Adi