pemerkosaan dalam perkawinan menurut hukum indonesia
Tahukah Anda jika tindak pidana ‘pemerkosaan’ bisa juga terjadi antara suami dan istri dalam pernikahannya. Kenapa sampai disebut adanya tindak pemerkosaan? Padahal lazimnya memang dalam pernikahan ada yang anda sebut nafkah batin. Yakni hubungan yang anda lakukan pasangan suami istri halal dan memang kewajiban satu sama lain.
Tentang pemerkosaan dalam perkawinan menurut hukum Indonesia dan ancaman hukuman bagi pelakunya, penjelasan selengkapnya, simak dalam artikel ini.
Tentang pemerkosaan dalam perkawinan
Istilah pemerkosaan selama ini anda pahami sebagai istilah yang di sematkan pada hubungan badan yang anda lakukan baik laki-laki atau perempuan dalam keadaan salah satunya melakukan pemaksaan alias tidak ada kerelaan atau keinginan kedua belah pihak. Dalam artian hanya salah satu pihak yang punya keinginan.
Pemerkosaan selama ini anda sematkan hanya bisa anda lakukan pihak laki-laki. Padahal kenyataannya ada beberapa kasus di masyarakat di temukan bahwa bisa saja perempuan melakukan tindak ‘pemerkosaan’ ini.
Baca juga : ranah hukum perdata serta pidana
Istilah dalam pemerkosaan dalam perkawinan
Tetapi pertanyaannya kemudian, apakah istilah perkosaan cocok anda sematkan pada pasangan suami istri yang halal. Sementara , pemerkosaan selama ini hanya identik dengan hubungan badan yang anda lakukan tanpa ikatan perkawinan, merupakan aksi kriminalitas, melibatkan unsur pemaksaan, yang berakhir denga kekerasan, bahkan bisa beakhir dengan pembunuhan. Apa Itu SKPKB Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar? | Pajak
Guru Besar Hukum Pidana UI Harkristuti Harkrisnowo dalam penjelasannya mengatakan bahwa pemerkosaan dalam perkawinan di kenal juga dengan nama marital rape bahkan sudah ada dalam UU kekerasan dalam rumah tangga sejak 2004 silam.
Dalam pembahasan kali ini akan kami uraikan pandangan-pandangan ahli soal penggunaan istilah pemerkosaan termasuk pemerkosaan dalam perkawinan menurut hukum Indonesia serta ancaman hukuman bagi pelaku.
PEMERKOSAAN DALAM PERKAWINAN MENURUT HUKUM INDONESIA
Memang terjadi perdebatan soal penggunaan istilah pemerkosaan dalam pernikahan. Lantas seperti apa bentuk pemerkosaan dalam perkawinan menurut hukum Indonesia?
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, ada dua pedoman yang bisa anda jadikan rujukan soal tindak pidana pemerkosaan. Yakni dalam UU PKDRT dan KUHP. Di banding KUHP, UU PKDRT memang cenderung lebih lengkap.
Di sebut-sebut bahwa istilah pemerkosaan dalam perkawinan memang tidak secara terang-terangan di tuliskan dalam undang undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga atau di kenal UU PKDRT, hanya saja tersirat secara eksplisit.
Pasal 285 KUHP dalam pemerkosaan dalam perkawinan
Tidak hanya itu, dalam kitab undang-undang hukum pidana juga membatasi soal pemerkosaan hanya bisa anda lakukan laki-laki kepada perempuan yang terjadi di luar pernikahan resmi.
Dalam pasal 285 KUHP memang hanya memberikan definisi secara eksplisit soal pemerkosaan dalam pernikahan. Di dalam pasal ini menjelaskan, bahwa hanya seorang laki-laki yang bisa menjadi pelaku dan wanita ada di posisi korban. Tidak hanya itu, tidak menjelaskan juga secara rinci tentan pemerkosaan dalam perkawinan hanya pemerkosaan di luar pernikahan yang terakui.
TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DALAM PERKAWINAN
Bagaimana ahli hukum Indonesia menilai perdebatan penggunaan istilah pemerkosaan dalam pernikahan serta batasan penggunaan istilah pemerkosaan?
-
Menurut R Soesila
Menurut ahli hukum Indonesia, R Soesila bahwa tidak adanya aturan yang mengikat kemungkinan perempuan melakukan pemerkosaan kepada laki-laki dan hanya laki-laki yang selama ini selalu menganggap sebagai pelaku pemerkosaan, alasannya karena tidak ada alasan untuk menghukum perempuan.
Ini dapat anda lihat dari dampak yang menimbulkannya. Jika perempuan memaksa berhubungan badan atau memperkosa laki-laki, maka laki-laki di anggap tidak apa-apa alias tidak ada dampak yang menimbulkan pada laki-laki.
Hal ini tentu berbeda apabila perempuan yang mengalami pemerkosaan. Dampak yang bisa anda rasakan oleh perempuan bisa saja hamil dan melahirkan anak, hingga trauma berat. Penjelasan lengkapnya dapat anda lihat dalam karangan buku R Soesila yang berjudul “kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal,”.
-
Menurut Topo Santoso
Sementara itu ahli hukum lain juga ikut menjelaskan soal batasan penggunaan istilah pemerkosaan. Topo Santoso yang juga Guru Besar Hukum Pidana UI menjelaskan sexual intercourse menjadi acuan adanya tindak pemerkosaan.
Sexual Intercourse anda pahami sebagai aktivitas yang mempertemukan dua jenis kelamin. Yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hanya saja, ada pertimbangan jika itu terjadi di luar pernikahan halal antara pelaku maupun korban. Sehingga menyebutkan pemerkosaan jika sudah terjadi pertemuan kelamin laki-laki dan perempuan.
-
Menurut Dodik Setyo Wijayanto
Memang ada pandangan yang berbeda soal batasan penggunaan istilah pemerkosaan. Meski demikian, asisten hakim agung dari kamar pidana MA bernama Dodik Setyo Wijayanto mengatakan bahwa meski ada kontradiksi soal eksistensi tindak pidana pemerkosaan dalam perkawinan yang ada dalam UU PKDRT, namun dirinya justru lebih melihat dari sisi substansi.
Dia pun menyarankan bahwa sebaoknya dalam memandang kasus ini jangan terpaku dalam istilah saja, sebab menurutnya aturan soal pemerkosaan dalam perkawinan menurut hukum Indonesia serta ancaman hukuman bagi pelaku jelas ada dalam UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Substansi dalam pemerkosaan dalam perkawinan
Substansi pemerkosaan yang di maksud adalah terjadinya hubungan seksual secara terpaksa artinya ada pertemuan kelamin laki-laki dan perempuan. Karena itu, meski tidak tertulis secara jelas kata pemerkosaan dalam perkawinan dalam peraturan perundang-undangan, tetapi yang di gunakan justru kata kekerasan seksual.
Hal ini kata Dodik, bisa merujuk pada UU KDRT pasal 5, 8, dan pasal 46. Bahwa memang tidak menggunakan istilah pemerkosaan dala perkawinan hanya saja ada unsur-unsur delik yang bisa disamakan dengan perbuatan pemerkosaan dalam perkawinan, yaitu kekerasan seksual. Sehingga sangat jelas, meski tidak ada definisi secara yuridis bukan berarti tidak diatur dalam hukum.
DASAR HUKUM PEMERKOSAAN DALAM PERKAWINAN
Terjadinya pemerkosaan dalam perkawinan , maka baik laki-laki maupun perempuan bisa menjadi pelaku dan bisa juga menjadi korban. Ini juga sudah diatur dalam undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Meski terjadi konsep yang berbeda dalam KUHP mengenai pelaku yang hanya menyebut laki-laki pelaku dan perempuan korban.
Ancaman hukuman penjara yang menanti pelaku pemerkosaan dalam pernikahan adalah 12 tahun kurungan penjara. Tidak hanya itu, pelaku juga wajib membayar denda sebanyak Rp36 juta.
KORBAN PEMERKOSAAN DALAM PERKAWINAN
Jika selama ini korban pemerkosaan hanya bisa diberikan kepada perempuan dan laki-laki sebagai pelaku, maka dalam pemerkosaan dalam perkawinan baik laki-laki maupun perempuan bisa menjadi korban. Karena itu dalam UU PKDRT menjelaskan secara luas soal siapa saja yang bisa jadi pelaku dan siapa saja yang bisa jadi korban dalam pemerkosaan yang terjadi di sebuah perkawinan halal.
UU PKDRT juga menyebutkan subjek yang bisa berperan baik sebagai pelaku maupun korban ini tertuang dalam pasal 2.
Laporan tindak pidana pemerkosaan dalam perkawinan
Sehingga untuk saat ini, laporan tindak pidana pemerkosaan dalam perkawinan sudah bisa diproses karena memang sudah memiliki landasan hukum dalam KUHP dan dikuatkan dalam UU PKDRT. Kesimpulannya adalah, laki-laki tidak lagi dibatasi sebagai pelaku sebagaimana yang tertuang dalam KUHP, tetapi perempuan bisa jadi pelaku pemerkosaan atau kekerasan seksual dalam perkawaninan halal.
Jika Anda butuh, penasehat hukum soal masalah pemerkosaan dalam pernikahan yang Anda laporkan ke kepolisian, hubungi kami di PT Jangkar Global Groups. Kami hadir dengan orang-rang yang professional dalam menangani berbagai perkara hukum.