Dalam Islam, hampir semua sendi kehidupan memiliki aturan hukum hiwalah. Tidak terkecuali soal hutang piutang. Mengenai hutang piutang, tidak ada aturan pelarangan, hanya saja semua ada aturan dan batasannya. Hal ini penting, agar persoalan hutang piutang memiliki pedoman dan orang yang terlibat di dalamnya tidak keluar dari koridor syariat. Termasuk di dalamnya soal hiwalah.
Hiwalah berarti proses pemindahan utang dari pihak pertama kepada pihak kedua. Dalam artian bahwa ada hak atau kewajiban yang anda lakukan (pihak pertama) dalam hal ini pengutang kepada pihak kedua untuk kemudian menuntut pembayaran hutang dari atau pihak pertama membayar hutang kepada pihak ketiga.
HUKUM HIWALAH ADALAH
Kenapa pihak ketiga karena pihak ketiga yang membayar hutang kepada pihak pertama dan pihak pertama berhutang kepada pihak kedua. Dari pengertian ini dimaknai bahwa hiwalah atau disebut juga istilah al-hiwalah berarti proses mengalihkan utang dari orang yang punya utang pada orang yang punya kewajiban untuk menanggungnya.
Proses hiwalah tidak hanya di terapkan dalam hutang piutang perorangan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi hiwalah sudah di terapkan dalam transaksi perbankan. Dimana perbankan mempraktekkannya dalam salah satu produknya, terutama bank yang berbasis Islam atau bank syariah.
Sementara itu, Zainul Arifin juga menjelaskan tentang Hiwalah sebagau akad pemindahan utang atau piutang salah suatu pihak kepada pihak lain. Dimana di dalamnya ada tiga pihak yamg berperan antara lain yang berutang (muhil atau madin), pemberi utang (muhal atau da’in) serta pihak yang menerima tambahan (muhal ‘alaih).
Sedangkan dalam mazhab Hanafi justru membedakan hiwalah ini menjadi dua jenis antara lain:
1. Hiwalah mutlaqah, proses ini terjadi jika seseorang memindahkan utangnya kepada orang lain, tetapi tidak mengaitkannya dengan utang yang ada pada orang itu.
Sedangkan tiga mazhab lain berpendapat, jika muhal ‘alaih tidak memiliki utang kepada muhil, artinya sama dengan kafalah.
Sehingga hal ini harus dengan keridhaan tiga pihak.
2. Hiwalah muqayyadah, proses ini terjadi apabila seseorang memindahkan utang dan di dalmnya mengaitkan dengan piutang yang ada padanya.
Hiwalah jenis inilah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama.
Nah, jika Anda butuh penasehat atau pendamping hukum saat Anda sedang mengajukan permohanan pembayaran hutang terutama jika sudah berkaitan dengan sengketa hukum ke pengadilan, Tim Jangkar Global Groups tempatnya.
Hadir dengan orang-orang profesional di bidang hukum, siap membantu mengatasi masalah Anda.
HUKUM HIWALAH DAN DALILNYA
Dalam sebuah kitab Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri yang berjudul Minhajul Muslim menjelaskan bahwa hawalah merupakan proses memindahkan utang dari pengutang yang satu kepada pengutang yang lainnya.
Baca juga : akad hiwalah dalam ekonomi syariah
Misalnya, pengutang A punya utang di orang B, lalu di waktu bersamaan juga memiliki utang di orang C tetapi dengan catatan jumlahnya sama dengan piutang yang dimilikinya. Menjelaskan juga bahwa dasar hukum hiwalah ini boleh. Hingga dalam suatu kondisi tertentu menjadi kewajiban si penerima pengalihan utang untuk menerima tanggung jawab pengalihan itu. Bahkan piutang itu bisa di alihkan kepada orang yang lebih kaya.
Sementara itu, dasar hukum hiwalah juga dapat anda lihat di dalam Al-quran dan juga sunnah Nabi Muhammad SAW.
– Al-qur’an
Mengenai hiwalah ini bisa anda kaitkan dalam hal tolong menolong. Tentang tolong menolong dalam hal hutang dan piutang yang ada dalam Surah Al-Maidah Ayat 2.
– As-Sunnah
Ternyata soal hiwalah ini tidak hanya di jelaskan dalam Al-quran tetapi juga di kuatkan dalam As-sunnah. Sebagaimana di jelaskan dalam hadist Nabi yang sumbernya dari Abu Hurairah RA.
DASAR-DASAR HUKUM HIWALAH
Kaidah Fikih
Secara kaidah fikih, mengenai transaksi hiwalah juga sudah di atur sebagaimana di jelaskan berikut ini. Di sebutkan bahwa dasarnya, apapun atau semua bentuk muamalah maka boleh di lakukan kecuali ada dalil yang mengaharamkannnya.
Maksudnya adalah semua jenis muamalah dan jenis transaksi apapun bisa di lakukan misalnya jual beli, sistem gadai, kerja sama, hingga hiwalah. Semua itu bisa di praktekkam dalam kehidupan sehari-hari. Yang tidak bileh apabila jelas dalilnya di haramkan untuk di lakukan. Misalnya yang menyebabkan mudharat, melakukan judi, dan mempraktekkan hal-hal yang berkaitan dengan riba.
Menurut Ijma’ Ulama
Tentang ijma’ para ulama mengenai hukum hiwalah, pada dasarnya mereka para ulama membolehkan akad hiwalah ini. Para ahlul ilmi juga sepakat bahwa hiwalah dasar hukumnya jaiz.
Sehingga tidak ada pertentangan di dalamnya. Tidak ada persoalan tentang dasar hukum hiwalah sebab sudah menjadi kesepakatan lewat ijma’ ulama. Berakhir pada simpulan bahwa ulama umumnya membolehkan transaksi hiwalah.
SYARAT HIWALAH
Adapun rukun hiwalah yang menunjukkan syarat terjadinya transaksi hiwalah antara lain adanya orang yang mengutang atau di sebut juga muhil. Selanjutnya ada muhal atau muhtal yaitu orang yang berpiutang kepada orang yang berhutang. Rukun hiwalah selanjutnya adalah muhal ‘alaih yakni orang yang berhutang pada orang yang berhutang dan dia wajib membayar kepada orang yang berpiutang.
Rukun hiwalah yang terakhir atau keempat yaitu hutang orang yang berhutang kepada yang berpiutang.
Sementara itu yang perlu di ketahui bahwa suatu akad hiwalah di nyatakan berakhir apabila terjadi pembatalan, dan muhal memiliki hak untuk melakukan penagihan kembali kepada muhil. Ahli bernama Hanafiyah mengatakan, apabila seorangmuhal’alaih di nyatakan bangkrut, maka akad hutang pitang di nyatakan diakhiri. Artiinya hak penagihan hutang beralih kepada muhil.
Sementara itu, pemindahan hutang dari pihak penghutang kepada pihak ketiga bisa terjadi apabila memenuhi sejumlah persyaratan antara lain di bawah ini.
1. Muhil harus rela bayar hutang. Sebab dengan kerelaan dari seorang muhil merupakan syarat terjadinya kontrak hawalah.
2. Telah terjadi persetejuan si peminjam atau pemberi hutang yang haknya di alihkan kepada orang lain.
3. Hutang yang ada telah di jamin pelunasannya atau keberadaan hutang tetap di dalam jaminan
4. Telah terjadi kesepakatan antara
Muhal alaih atau orang yang menanggung hutang dengan orang yang mengalihkan hutang (Muhil)
HIWALAH DALAM DUNIA PERBANKAN
Saat ini transaksi dengan sistem hiwalah atau hawalah sudah banyak di pakai dalam produk keuangan. Karena itu, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan definisi tentang hiwalah/hawalah yang merupakan akad pemindahan utang/piutang dari suatu pihak ke pihak yang lain.
Untuk sistem ini dalam lembaga keuagan digunakan sebagai fasilitas tambahan pada nasabah pembiayaan dan ingin menjual produknya kepada pembeli memberikan jaminan pembayaran dari pembeli tersebut berbentuk giro mundur.
Istilah lazimnya disebut juga Post Dated Check, meski demikian tetap di sesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariah. Sementara pengaplikasian hiwalah dalam perbankan terutama perbankan syariah melibatkan tiga oihak dimana masing-masing sudah di ikat dengan perjanjian.
Ketiga pihak tersebut antara lain bank sebagai faktor (muhal ‘alaih), nasabah selaku klien (muhil), dan pihak yang mempunyai utang kepada nasabah (customer).
KEUNTUNGAN HIWALAH PADA PERBANKAN
Dalam transaksi perbankan baik nasabah maupun bank tentu sama-sama tidak ingin rugi. Menggunakan mekanisme hiwalah dalam perbankan juga memberikan manfaat atau keuntungan.
Berikut ini manfaat yang di peroleh jika memakai mekanisme hiwalah:
– Biasanya akan memudahkan dan mempercepat proses penyelesaian utang dan piutang.
– Tersedia talangan untuk dana hibah yang membutuhkan.
– Dengan mekanisme ini bisa jadi salah satu fee-based income (sumber pendapatan non pembiayaan) bagi bank syariah.