Sertifikasi Halal RPH RPA: Jaminan Keamanan dan Ketenangan

Akhmad Fauzi

Updated on:

Sertifikasi Halal RPH RPA Jaminan Keamanan dan Ketenangan
Direktur Utama Jangkar Goups

Peningkatan kesadaran konsumen Muslim terhadap produk halal, terutama produk daging, di dorong oleh beberapa faktor utama yang saling berkaitan. Ini bukan hanya tren sesaat, tetapi pergeseran pola pikir yang berakar pada keyakinan, informasi, dan regulasi.

Sertifikat Halal untuk Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam (RPA) adalah kewajiban hukum yang berlaku di Indonesia, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Proses pengurusannya di lakukan secara daring melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan memerlukan pemenuhan syarat teknis dan syariat Islam untuk memastikan kehalalan daging yang di hasilkan.

Baca juga : Sisnas NKV Ditjen PKH: Kesehatan Hewan dan Keamanan Pangan

Sertifikat halal RPH adalah bukti fasilitas pemotongan hewan telah memenuhi standar syariat Islam dan regulasi yang di tetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), memastikan produk daging yang di hasilkan terjamin kehalalannya mulai dari hulu. Sertifikasi ini penting untuk memenuhi permintaan pasar, memudahkan pelaku usaha hilir mendapatkan bahan baku halal, serta meningkatkan kepercayaan konsumen akan produk daging yang aman dan sesuai syariat. Proses sertifikasi meliputi pengajuan permohonan, pemeriksaan dokumen oleh BPJPH, audit oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan penetapan fatwa halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Contoh Sertifikat Halal RPH RPA

Jasa Urus Sertifikat Halal RPH

Jasa Urus Sertifikat Halal Rumah Potong Ayam

Mengapa Sertifikat Halal Wajib?

Sertifikat halal wajib karena tiga alasan utama yang saling berkaitan: aspek agama dan spiritual, perlindungan konsumen, dan kepatuhan hukum. Kewajiban ini merupakan respons terhadap kebutuhan pasar Muslim yang semakin sadar akan pentingnya jaminan halal.

Aspek Agama dan Spiritual

Bagi umat Muslim, mengonsumsi makanan halal bukan hanya soal pilihan, melainkan perintah agama. Al-Qur’an dan Hadis secara tegas melarang konsumsi makanan yang haram, seperti daging babi, bangkai, atau hewan yang di sembelih tidak sesuai syariat. Sertifikat halal menjadi bukti otentik bahwa sebuah produk, termasuk daging dari rumah potong, telah di proses sesuai dengan kaidah syariat Islam, memberikan ketenangan batin bagi konsumen Muslim.

Perlindungan Konsumen

Sertifikat halal adalah bentuk perlindungan negara terhadap hak-hak konsumen. Tanpa sertifikasi, konsumen Muslim akan kesulitan membedakan produk yang halal dan yang haram. Sertifikat ini berfungsi sebagai jaminan bahwa proses produksi, mulai dari bahan baku hingga produk akhir, telah melewati audit ketat dan memenuhi standar kebersihan serta keamanan pangan. Ini memastikan konsumen tidak salah mengonsumsi produk yang bertentangan dengan keyakinan mereka.

Kepatuhan Hukum

Pemerintah Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), telah menetapkan sertifikasi halal sebagai kewajiban. UU ini mewajibkan semua produk makanan dan minuman yang beredar, termasuk daging dari rumah potong hewan, untuk memiliki sertifikat halal. Kewajiban ini tidak hanya berlaku untuk pelaku usaha besar, tetapi juga untuk usaha mikro dan kecil. Dengan demikian, kepemilikan sertifikat halal adalah syarat mutlak agar sebuah bisnis dapat beroperasi secara legal dan menghindari sanksi hukum.

Dengan adanya sertifikasi yang wajib, pemerintah tidak hanya memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat, tetapi juga menciptakan ekosistem industri halal yang terpercaya, aman, dan berdaya saing.

Mengapa Sertifikat Halal RPH Rumah Potong Hewan Penting?

Sertifikat Halal pada Rumah Potong Hewan (RPH) sangat penting, terutama di negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia. Sertifikat ini bukan hanya sekadar label, melainkan jaminan bahwa seluruh proses pemotongan hewan dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan standar kebersihan serta keamanan pangan.

Berikut adalah alasan mengapa Sertifikat Halal RPH sangat penting:

Memenuhi Tuntutan Agama dan Perlindungan Konsumen Muslim

Bagi umat Muslim, mengonsumsi daging yang halal adalah kewajiban agama. Sertifikat halal menjamin bahwa daging yang di produksi oleh RPH telah melalui proses yang sah secara syariat, mulai dari pemilihan hewan, cara penyembelihan, hingga penanganan pasca-pemotongan. Tanpa sertifikat ini, konsumen Muslim tidak memiliki kepastian mengenai kehalalan produk yang mereka beli. Dengan adanya sertifikat halal, kepercayaan konsumen akan meningkat, yang pada gilirannya dapat memperluas pangsa pasar bagi RPH.

Menjamin Kualitas dan Kesejahteraan Hewan

Sertifikasi halal tidak hanya berfokus pada proses penyembelihan, tetapi juga pada kesejahteraan hewan (animal welfare). RPH yang bersertifikat halal harus memastikan bahwa hewan di perlakukan dengan baik, tidak di siksa, dan di sembelih dalam kondisi sehat. Selain itu, metode penyembelihan yang sesuai syariat Islam, seperti memotong pembuluh darah utama dengan cepat, bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan menghasilkan daging dengan kualitas yang lebih baik dan higienis.

Aspek Keamanan Pangan dan Higienitas

Proses sertifikasi halal menuntut RPH untuk menerapkan standar kebersihan dan higienitas yang ketat. Ini mencakup pemisahan area penyembelihan hewan halal dan non-halal, penggunaan alat yang berbeda, hingga penanganan limbah yang terpisah. Dengan standar ini, RPH dapat mencegah kontaminasi silang dan memastikan produk daging yang di hasilkan aman, sehat, dan utuh (ASUH) untuk di konsumsi.

Membuka Peluang Pasar yang Lebih Luas

Memiliki sertifikat halal memungkinkan RPH untuk memasok daging tidak hanya ke pasar domestik yang di dominasi oleh konsumen Muslim, tetapi juga ke pasar global, terutama negara-negara Muslim. Hal ini secara signifikan meningkatkan daya saing RPH di industri daging dan membuka peluang bisnis yang lebih besar.

Kepatuhan Terhadap Peraturan Pemerintah

Di Indonesia, produk yang beredar di masyarakat wajib bersertifikat halal, termasuk produk hewani. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) menegaskan bahwa RPH merupakan salah satu entitas yang wajib memiliki sertifikasi halal. Dengan memiliki sertifikat ini, RPH menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan menghindari sanksi hukum yang bisa berupa denda hingga pencabutan izin operasi.

Kesadaran Konsumen

Berikut adalah penjelasan mengenai meningkatnya kesadaran tersebut:

Dimensi Keagamaan dan Spiritual

Pentingnya Konsep Halal dan Thayyib:

Bagi seorang Muslim, mengonsumsi makanan halal bukan hanya soal kepatuhan, tetapi juga bagian dari ibadah. Konsep halalan thayyiban (halal dan baik) menjadi landasan. Halal merujuk pada kebolehan secara syariat, sementara thayyib merujuk pada kebersihan, keamanan, dan kualitas produk. Konsumen semakin menyadari bahwa daging yang di sembelih tidak sesuai syariat bisa di anggap najis atau kotor secara spiritual, terlepas dari kebersihannya secara fisik.

Koneksi dengan Akhlak:

Keyakinan bahwa mengonsumsi makanan yang halal akan memberikan pengaruh baik pada akhlak dan spiritualitas seseorang. Sebaliknya, mengonsumsi yang haram di khawatirkan dapat berdampak buruk.

Peningkatan Informasi dan Edukasi

Peran Media dan Teknologi:

Akses informasi yang mudah melalui internet, media sosial, dan platform edukasi telah menyebarkan pengetahuan tentang pentingnya sertifikasi halal. Konsumen dapat dengan cepat mencari tahu tentang skandal produk non-halal atau proses produksi yang tidak sesuai syariat, mendorong mereka untuk lebih selektif.

Literasi Halal:

Kampanye dan edukasi dari berbagai pihak, termasuk lembaga keagamaan, pemerintah, dan komunitas, meningkatkan literasi halal di masyarakat. Konsumen kini tidak hanya melihat logo, tetapi juga mulai memahami apa saja yang menjadi syarat agar suatu produk bisa di sebut halal, termasuk proses penyembelihan yang benar.

Regulasi dan Perlindungan Konsumen

UU Jaminan Produk Halal (UU JPH):

Kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menjadi tonggak penting. UU ini mewajibkan semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia untuk memiliki sertifikat halal. Regulasi ini memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang kuat bagi konsumen Muslim.

Peran Lembaga Sertifikasi:

Lembaga seperti BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) dan MUI (Majelis Ulama Indonesia) memainkan peran sentral. BPJPH bertugas sebagai regulator yang menerbitkan sertifikat, sedangkan MUI melalui Komisi Fatwanya menetapkan kehalalan produk. Keberadaan lembaga-lembaga ini membangun kepercayaan publik bahwa proses sertifikasi berjalan profesional dan terpercaya.

Isu Keamanan Pangan dan Kesehatan

Standar Thayyib:

Kesadaran halal tidak hanya tentang syariat, tetapi juga tentang kesehatan. Konsumen semakin memahami bahwa proses penyembelihan halal yang ketat, mulai dari pemilihan hewan yang sehat, kebersihan tempat pemotongan, hingga penanganan daging, sejalan dengan standar keamanan pangan. Dengan demikian, sertifikat halal menjadi jaminan ganda: spiritual dan fisik.

Kasus Penipuan dan Kontaminasi:

Berbagai kasus penipuan label halal atau kontaminasi daging haram yang terungkap di media memicu kekhawatiran dan meningkatkan kewaspadaan konsumen. Mereka sadar bahwa tanpa jaminan resmi, risiko mengonsumsi produk yang tidak jelas asalnya sangat tinggi.

Secara keseluruhan, peningkatan kesadaran ini mengubah pasar daging di Indonesia. Konsumen tidak lagi sekadar mencari produk, tetapi juga mencari jaminan. Hal ini mendorong para pelaku usaha di RPH dan RPA untuk segera melakukan sertifikasi halal agar dapat memenuhi permintaan pasar yang terus tumbuh dan mempertahankan kepercayaan pelanggan.
Sertifikat halal sering kali di anggap sekadar label atau stempel, padahal maknanya jauh lebih dalam. Bagi Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam (RPA), sertifikat ini merupakan sebuah jaminan komprehensif yang mencakup aspek syariat Islam, kebersihan, dan keamanan pangan.

Persyaratan sertifikasi halal RPH

Berikut adalah penekanan bahwa sertifikat halal bukan hanya soal label:

Kepatuhan Syariat: Esensi Utama Sertifikasi

Sertifikat halal adalah bukti bahwa seluruh proses penyembelihan dan pengolahan daging di lakukan sesuai dengan kaidah syariat Islam. Ini mencakup beberapa hal penting:

Juru Sembelih yang Kompeten:

Penyembelih harus seorang Muslim yang baligh, berakal, dan memiliki pemahaman serta keahlian dalam menyembelih. Mereka tidak hanya sekadar memotong, tetapi juga melafalkan basmalah sebagai bentuk niat.

Tata Cara Penyembelihan yang Benar:

Proses ini sangat spesifik. Hewan harus di sembelih dengan pisau yang sangat tajam untuk memutus dua urat leher, tenggorokan, dan kerongkongan secara cepat dan efisien. Tujuannya adalah agar hewan mati dengan segera dan darah mengalir keluar sebanyak-banyaknya. Hal ini tidak hanya meminimalisir rasa sakit pada hewan, tetapi juga membuat daging lebih sehat dan higienis.

Penyelia Halal

Dalam proses sertifikasi halal, peran Penyelia Halal sangatlah krusial. Penyelia Halal adalah individu yang di tunjuk dan di beri tanggung jawab oleh perusahaan, dalam hal ini Rumah Potong Hewan (RPH) atau Rumah Potong Ayam (RPA), untuk memastikan seluruh proses produksi berjalan sesuai dengan standar halal yang telah di tetapkan.

Penyelia Halal bukan hanya sekadar karyawan biasa, melainkan seseorang yang memiliki kompetensi dan pemahaman mendalam tentang Sistem Jaminan Halal (SJH). Tanggung jawab utama mereka meliputi:

Mengawasi Seluruh Proses:

Penyelia Halal harus mengawasi setiap tahapan produksi, mulai dari penerimaan hewan, proses penyembelihan, pengolahan, hingga pengemasan produk. Tujuannya adalah memastikan tidak ada pelanggaran syariat, baik di sengaja maupun tidak di sengaja.

Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH):

Mereka bertanggung jawab penuh untuk memastikan SJH yang telah di susun di terapkan secara konsisten. Ini termasuk memastikan seluruh karyawan memahami dan mematuhi prosedur yang ada.

Melakukan Audit Internal:

Penyelia Halal wajib melakukan audit internal secara berkala untuk mengevaluasi kinerja dan mengidentifikasi potensi ketidaksesuaian. Hasil audit ini akan menjadi dasar untuk perbaikan berkelanjutan.

Dengan adanya Penyelia Halal, perusahaan dapat menunjukkan komitmen serius mereka terhadap jaminan produk halal. Ini memberikan keyakinan kepada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bahwa standar halal akan terus di jaga bahkan setelah sertifikat di terbitkan.

Kehalalan Bahan Baku:

Jaminan ini memastikan bahwa hewan yang di sembelih adalah hewan yang halal menurut syariat, seperti sapi, kambing, atau ayam, yang dalam kondisi sehat dan tidak cacat.

Asal Usul Hewan

Memastikan asal usul hewan adalah salah satu poin fundamental dalam sertifikasi halal. Sertifikat halal tidak akan diberikan jika RPH atau RPA tidak dapat menjamin bahwa hewan yang di sembelih berasal dari sumber yang halal dan sesuai dengan syariat.

Mengapa Asal Usul Hewan Sangat Penting?

Dalam Islam, kehalalan suatu produk tidak hanya di tentukan dari proses pengolahan, tetapi juga dari bahan bakunya. Oleh karena itu, auditor Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) akan melakukan verifikasi ketat terhadap hal-hal berikut:

Jenis Hewan:

Auditor akan memastikan bahwa hewan yang di sembelih adalah jenis hewan yang halal untuk di konsumsi, seperti sapi, kambing, domba, atau unggas. Hewan yang di haramkan, seperti babi, anjing, atau hewan buas bertaring, tidak boleh masuk ke dalam fasilitas RPH/RPA yang mengajukan sertifikasi halal.

Sumber yang Jelas:

RPH/RPA harus memiliki sistem yang dapat melacak asal-usul hewan, mulai dari peternak hingga masuk ke fasilitas pemotongan. Ini untuk memastikan hewan tidak berasal dari sumber yang tidak jelas atau ilegal, yang dapat menimbulkan keraguan tentang status kesehatannya.

Kondisi Hewan:

Hewan yang datang ke RPH harus dalam kondisi sehat dan tidak sakit. Auditor akan memeriksa dokumen kesehatan hewan dan, jika di perlukan, dapat meminta pemeriksaan fisik oleh dokter hewan. Daging dari hewan yang mati sebelum di sembelih (bangkai) secara tegas di haramkan dalam Islam.

Dengan adanya jaminan ini, sertifikat halal menjadi bukti bahwa seluruh rantai pasok, mulai dari peternakan hingga produk akhir, telah memenuhi standar kehalalan yang ketat, memberikan ketenangan penuh bagi konsumen.

Persyaratan kesehatan hewan adalah salah satu pondasi utama dalam menjamin kehalalan dan keamanan produk daging di Rumah Potong Hewan (RPH). Ini bukan hanya masalah ritual, tapi juga prinsip mendasar dalam Islam dan standar keamanan pangan modern.

Mengapa Kesehatan Hewan Sangat Penting?

Aspek kesehatan hewan ini mencakup dua prinsip penting dalam Islam: halal dan thayyib.

Aspek Halal (Boleh Di konsumsi):

Syariat Islam dengan tegas melarang konsumsi bangkai (maitah), yaitu hewan yang mati karena sebab lain selain di sembelih secara syariat. Oleh karena itu, RPH wajib memastikan bahwa hewan yang akan di sembelih berada dalam kondisi hidup dan sehat. Jika hewan di temukan mati sebelum di sembelih, dagingnya secara otomatis menjadi tidak halal.

Aspek Thayyib (Bersih, Sehat, dan Aman):

Hewan yang sehat menghasilkan daging yang bersih, berkualitas, dan aman untuk di konsumsi. Sebaliknya, hewan yang sakit atau tidak sehat dapat membawa penyakit (zoonosis) yang berisiko menular ke manusia. Dengan memastikan hewan sehat, RPH melindungi kesehatan konsumen dan menjaga standar kebersihan yang tinggi.

Selain itu, kondisi kesehatan hewan juga memengaruhi kualitas daging secara keseluruhan. Daging dari hewan yang sehat cenderung memiliki kualitas, tekstur, dan rasa yang lebih baik. Oleh karena itu, memastikan hewan hidup dan sehat sebelum di sembelih adalah jaminan ganda bagi konsumen, yaitu jaminan kehalalan sekaligus jaminan kualitas.

Kelayakan Hewan dalam Sertifikasi Halal

Sertifikasi halal memastikan bahwa hewan yang di sembelih tidak hanya dari jenis yang halal (seperti sapi, kambing, dan ayam), tetapi juga sehat dan layak konsumsi. Daging dari hewan yang sakit, cacat, atau tidak sehat dilarang oleh syariat Islam dan berisiko bagi kesehatan manusia.

Untuk membuktikan kelayakan ini, ada dua cara utama yang di verifikasi oleh auditor Lembaga Pemeriksa Halal (LPH):

Pemeriksaan oleh Dokter Hewan

Setiap hewan yang akan di sembelih wajib melalui pemeriksaan ante-mortem (sebelum mati) oleh dokter hewan atau petugas kesehatan hewan yang kompeten. Pemeriksaan ini bertujuan untuk:

  1. Memastikan hewan bebas dari penyakit menular atau penyakit lain yang bisa membahayakan manusia.
  2. Menjamin hewan dalam kondisi prima dan tidak mengalami cacat yang signifikan.
  3. Setelah di sembelih, dagingnya juga akan di periksa lagi melalui pemeriksaan post-mortem (setelah mati) untuk memastikan tidak ada indikasi penyakit pada organ dalam.
Kepemilikan Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

Di Indonesia, salah satu cara paling efektif untuk menunjukkan kelayakan hewan dan jaminan kesehatan produk adalah dengan memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

Apa itu NKV? NKV adalah sertifikat yang di keluarkan oleh Kementerian Pertanian sebagai bukti bahwa unit usaha produk hewan telah memenuhi persyaratan higienis, sanitasi, dan keamanan pangan.

Mengapa NKV Penting? Dengan memiliki NKV, sebuah RPH atau RPA menunjukkan bahwa mereka telah mematuhi standar yang di tetapkan pemerintah. NKV juga menjamin ketertelusuran (traceability) hewan, sehingga konsumen dapat yakin bahwa daging berasal dari sumber yang jelas, terkontrol, dan aman.

Secara keseluruhan, kelayakan hewan adalah pilar utama dalam sertifikasi halal. Ini memastikan bahwa RPH/RPA tidak hanya memproduksi daging yang sesuai syariat, tetapi juga bersih, aman, dan berkualitas tinggi.

Sistem Jaminan Halal (SJH)

Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah fondasi utama yang wajib di miliki oleh setiap Rumah Potong Hewan (RPH) atau Rumah Potong Ayam (RPA) yang ingin mendapatkan sertifikat halal. SJH bukan sekadar dokumen, melainkan sebuah sistem manajemen terpadu yang memastikan seluruh proses produksi, mulai dari bahan baku hingga produk akhir, konsisten dengan standar halal.

Tujuan Utama SJH

Mirip dengan sistem jaminan mutu internasional seperti ISO atau HACCP, SJH bertujuan untuk:

Mengidentifikasi Bahaya:

Mengenali semua potensi titik atau tahapan dalam proses produksi yang bisa menyebabkan produk menjadi tidak halal. Ini termasuk risiko kontaminasi dari bahan haram, kesalahan dalam proses penyembelihan, atau penanganan yang tidak higienis.

Menetapkan Titik Kritis:

Menentukan titik-titik kontrol kritis (halal critical control points) di mana tindakan pencegahan harus di lakukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya ketidakhalalan. Contohnya adalah pemilihan juru sembelih yang kompeten atau sterilisasi alat pemotong.

Melakukan Tindakan Pencegahan:

Menerapkan langkah-langkah preventif untuk mengendalikan titik-titik kritis tersebut. Misalnya, membuat prosedur standar operasional untuk penyembelihan yang benar atau memisahkan jalur produksi daging halal dari non-halal.

Pemantauan dan Dokumentasi:

Secara rutin memantau dan mencatat setiap tindakan yang di ambil untuk memastikan sistem berjalan efektif. Dokumentasi ini menjadi bukti penting saat audit oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Komponen Kunci SJH

Sebuah SJH yang efektif harus mencakup:

  1. Kebijakan Halal Perusahaan: Pernyataan komitmen tertulis dari manajemen puncak untuk menjaga kehalalan produk.
  2. Tim Manajemen Halal: Penunjukan tim internal yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan dan mengelola SJH.
  3. Penyelia Halal: Petugas yang di tunjuk untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai standar halal.
  4. Audit Internal: Prosedur untuk melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas SJH.

Dengan menerapkan SJH, pelaku usaha tidak hanya memenuhi persyaratan sertifikasi halal, tetapi juga membangun sistem yang menjamin kualitas, keamanan, dan integritas produk mereka secara berkelanjutan.

Jaminan Kebersihan (Higienis)

Sertifikasi halal secara inheren sejalan dengan standar kebersihan yang tinggi. Auditor Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) tidak hanya memeriksa proses penyembelihan, tetapi juga seluruh lingkungan produksi.

Pemisahan Fasilitas:

Sertifikasi mewajibkan pemisahan jalur produksi antara produk halal dan non-halal. Ini mencegah kontaminasi silang (kontaminasi najis) dari bahan atau alat yang tidak halal. Aspek fasilitas fisik sangatlah krusial dalam proses sertifikasi halal untuk Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam (RPA). Persyaratan ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kaidah syariat, tetapi juga untuk menjamin kebersihan, keamanan, dan kualitas produk secara menyeluruh.

Berikut adalah penjelasan mengenai poin-poin penting terkait fasilitas fisik:

Pemisahan Lokasi Pemotongan Halal dan Non-Halal

Sertifikasi halal mewajibkan adanya pemisahan fisik antara area pemotongan hewan halal dan non-halal. Hal ini mutlak di perlukan untuk mencegah kontaminasi silang (cross-contamination). Kontaminasi ini bisa terjadi melalui kontak langsung antara daging halal dengan daging atau peralatan yang tidak halal. Untuk memastikan pemisahan ini efektif, auditor akan memeriksa:

Pagar Pembatas:

Keberadaan pagar pembatas setidaknya 3 meter adalah standar yang sering di terapkan untuk menciptakan zona aman dan jelas antara kedua area.

Jalur Produksi yang Berbeda:

Setiap jalur, mulai dari pintu masuk hewan, ruang penyembelihan, area deboning, hingga ruang penyimpanan, harus terpisah dan tidak saling bersinggungan.

Lingkungan yang Bersih dan Terkendali

Lokasi RPH/RPA harus berada di lingkungan yang terkontrol untuk mencegah masuknya kontaminan dari luar. Persyaratan ini mencakup:

Bebas dari Kontaminasi Eksternal:

Lokasi harus bebas dari sumber polusi seperti asap, bau, dan debu. Selain itu, lokasi juga harus bebas dari banjir yang bisa membawa kotoran dan mikroorganisme patogen.

Fasilitas Penanganan Limbah:

Pengelolaan limbah yang baik adalah indikator utama kebersihan. Limbah padat dan cair harus di kelola secara terpisah agar tidak mencemari lingkungan sekitar dan area produksi. Penanganan limbah yang terpisah adalah syarat yang sangat fundamental dan tidak bisa di tawar dalam sertifikasi halal RPH. Ini adalah bagian integral dari prinsip pencegahan kontaminasi silang.

Alasan Pentingnya Penanganan Limbah Terpisah

Pemisahan fasilitas limbah bukan hanya tentang kebersihan, tetapi juga tentang menjaga kesucian produk sesuai syariat Islam. Limbah dari hewan yang tidak di sembelih secara halal (seperti darah dan bagian tubuh) di anggap najis (kotor dan tidak suci). Jika limbah ini bercampur dengan limbah dari RPH halal, risiko kontaminasi pada lingkungan, peralatan, dan bahkan produk yang di hasilkan akan sangat tinggi.

Beberapa hal yang harus di pisahkan dalam penanganan limbah meliputi:

  • Limbah Padat: Organ dalam, kulit, tulang, dan sisa-sisa bagian hewan lainnya harus di kumpulkan, di olah, dan di buang melalui jalur terpisah dari RPH non-halal.
  • Limbah Cair: Darah dan air sisa pencucian harus di alirkan melalui sistem drainase yang berbeda, menuju instalasi pengolahan limbah (IPAL) yang juga terpisah.

Dengan memastikan sistem penanganan limbah benar-benar terpisah, RPH menunjukkan komitmennya tidak hanya pada aspek halal, tetapi juga pada aspek thayyib (higienis, bersih, dan aman) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari jaminan produk halal. Ini memberikan kepercayaan penuh kepada konsumen bahwa seluruh proses produksi, dari awal hingga akhir, di lakukan dengan standar tertinggi.

Alur Produksi yang Higienis

Sertifikasi halal menuntut adanya alur produksi satu arah untuk mencegah kontaminasi dari dalam fasilitas itu sendiri.

Pintu Masuk dan Pintu Keluar yang Terpisah:

Hewan yang masuk untuk di sembelih dan karkas/daging yang keluar setelah di proses harus menggunakan pintu yang berbeda. Praktik ini memastikan alur kerja yang bersih dan efisien, serta mencegah kontaminasi dari area “kotor” (misalnya, kandang hewan) ke area “bersih” (area pengemasan daging).

Sanitasi Lingkungan:

Seluruh area RPH/RPA, mulai dari kandang, ruang penyembelihan, area deboning, hingga ruang penyimpanan, harus memenuhi standar sanitasi yang ketat. Kebersihan alat, seragam pekerja, dan air yang di gunakan menjadi poin krusial dalam audit.

Kelayakan Hewan

Kelayakan hewan merupakan pondasi utama dalam menjamin kehalalan dan keamanan daging. Sertifikat halal tidak hanya fokus pada proses penyembelihan, tetapi juga memastikan bahwa hewan itu sendiri memenuhi standar syariat dan kesehatan.

Dalam proses sertifikasi halal, hewan yang di sembelih harus memenuhi dua aspek penting:

Halal secara Syariat:

Hewan tersebut harus dari jenis yang halal (seperti sapi, kambing, dan ayam) dan tidak termasuk kategori hewan yang dilarang.

Sehat dan Aman untuk Di konsumsi:

Daging dari hewan yang sakit atau tidak sehat tidak hanya dilarang secara syariat, tetapi juga berisiko tinggi bagi kesehatan konsumen.

Untuk memastikan kedua aspek ini, ada dua cara utama yang di verifikasi oleh auditor LPH:

Pemeriksaan oleh Dokter Hewan

Sebelum di sembelih, setiap hewan harus menjalani pemeriksaan ante-mortem (sebelum mati) oleh dokter hewan atau petugas kesehatan hewan yang kompeten. Pemeriksaan ini bertujuan untuk:

  1. Memastikan hewan bebas dari penyakit menular atau penyakit lainnya yang bisa membahayakan manusia.
  2. Memastikan hewan dalam kondisi prima dan tidak cacat.
  3. Setelah di sembelih, dagingnya juga harus di periksa kembali melalui pemeriksaan post-mortem (setelah mati) untuk memastikan tidak ada kelainan atau indikasi penyakit pada organ dalam.
Kepemilikan Nomor Kontrol Veteriner (NKV)

Selain pemeriksaan rutin, salah satu cara paling efektif untuk membuktikan kelayakan hewan adalah melalui Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang di keluarkan oleh Kementerian Pertanian.

Apa itu NKV? NKV adalah sertifikat bukti registrasi unit usaha produk hewan yang telah memenuhi persyaratan higiene, sanitasi, dan keamanan pangan.

Mengapa NKV Penting? Dengan memiliki NKV, RPH/RPA menunjukkan bahwa mereka telah mematuhi standar kebersihan dan keamanan yang di tetapkan oleh pemerintah. NKV juga menjamin ketertelusuran (traceability) hewan, sehingga konsumen bisa yakin bahwa daging yang mereka beli berasal dari sumber yang jelas dan terkontrol.

Secara keseluruhan, kelayakan hewan adalah salah satu pilar utama dalam proses sertifikasi halal. Ini memastikan bahwa RPH/RPA tidak hanya memproduksi daging yang sesuai syariat, tetapi juga aman, higienis, dan berkualitas tinggi.

Jaminan Keamanan Pangan (Food Safety)

Standar halal sering kali melengkapi dan bahkan memperkuat sistem manajemen keamanan pangan seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP).

Kontrol Kualitas:

Proses sertifikasi mengharuskan adanya sistem kontrol internal yang ketat di setiap tahapan, mulai dari penerimaan hewan hingga pengemasan produk akhir.

Pengurangan Risiko:

Dengan memastikan kebersihan dan sanitasi, risiko kontaminasi bakteri seperti E. coli atau Salmonella dapat di minimalisir. Darah yang tidak keluar sepenuhnya pada daging (karena penyembelihan yang tidak tepat) dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri, yang bisa membahayakan konsumen.

Dengan demikian, sertifikat halal adalah sebuah jaminan menyeluruh. Ia tidak hanya memberikan ketenangan spiritual bagi konsumen Muslim, tetapi juga memastikan bahwa daging yang mereka konsumsi aman, bersih, dan di produksi dengan standar kualitas tertinggi. Ini adalah alasan mengapa semakin banyak konsumen yang tidak hanya mencari label, tetapi juga menuntut jaminan yang ada di baliknya.

Apa Itu Sertifikasi Halal?

Sertifikasi halal adalah proses yang menetapkan bahwa suatu produk atau jasa, termasuk proses produksinya, memenuhi kaidah syariat Islam. Ini bukan sekadar label, melainkan sebuah pengakuan resmi dari lembaga yang berwenang, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), setelah melalui serangkaian pemeriksaan ketat.

Untuk Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam (RPA), sertifikasi halal memastikan bahwa:

  1. Penyembelihan di lakukan oleh juru sembelih Muslim yang kompeten.
  2. Hewan yang di sembelih adalah jenis yang halal dan dalam kondisi sehat.
  3. Prosesnya sesuai syariat, higienis, dan aman untuk di konsumsi.
  4. Fasilitas dan alat-alat yang di gunakan terjamin kebersihannya dan tidak terkontaminasi oleh bahan non-halal.

Mengapa Sertifikasi Halal Penting untuk RPH/RPA?

Sertifikasi halal memiliki peran krusial bagi RPH dan RPA, tidak hanya sebagai kepatuhan agama, tetapi juga sebagai strategi bisnis yang kuat.

Memenuhi Tuntutan Pasar dan Konsumen

Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Bagi mereka, mengonsumsi produk halal adalah bagian dari keyakinan dan gaya hidup. Dengan memiliki sertifikat halal, RPH/RPA dapat:

  • Meningkatkan kepercayaan konsumen, karena sertifikat ini menjadi jaminan bahwa produk daging aman dan sesuai syariat.
  • Memperluas pangsa pasar, sebab produk bersertifikat halal lebih di minati dan di cari oleh mayoritas masyarakat.

Kepatuhan Regulasi dan Perlindungan Hukum

Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) mewajibkan semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia untuk bersertifikat halal. Bagi RPH dan RPA, sertifikasi ini adalah keharusan hukum yang harus di penuhi untuk dapat beroperasi secara legal. Tanpa sertifikat ini, pelaku usaha berisiko menghadapi sanksi dan kehilangan izin usaha.

Jaminan Kualitas dan Keamanan Pangan

Proses sertifikasi halal menuntut standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi, yang sejalan dengan standar keamanan pangan internasional. Audit halal tidak hanya memeriksa proses penyembelihan, tetapi juga:

  1. Kebersihan fasilitas.
  2. Kesehatan hewan.
  3. Penyimpanan dan penanganan daging.

Dengan demikian, sertifikat halal tidak hanya menjamin kehalalan secara spiritual, tetapi juga memastikan bahwa daging yang di produksi adalah produk yang bersih, sehat, dan berkualitas tinggi, yang pada akhirnya akan melindungi kesehatan konsumen.

Keunggulan Kompetitif

Di pasar yang semakin kompetitif, sertifikat halal menjadi pembeda utama. RPH/RPA yang memiliki sertifikat ini akan di anggap lebih kredibel dan dapat di andalkan di bandingkan pesaing yang belum bersertifikat. Ini memberikan nilai tambah yang signifikan, memungkinkan mereka untuk membangun merek yang kuat dan berkelanjutan.

Persyaratan dan Proses Mendapatkan Sertifikat Halal untuk RPH/RPA

Mendapatkan sertifikat halal bukanlah proses yang instan, melainkan serangkaian tahapan yang ketat untuk memastikan seluruh aspek produksi sesuai dengan syariat Islam dan standar kebersihan. Berikut adalah persyaratan dan proses yang harus di lalui oleh Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam (RPA).

Persyaratan Administratif dan Sistem Jaminan Halal (SJH)

Sebelum melangkah ke pemeriksaan teknis, RPH/RPA harus melengkapi dokumen dan membangun sistem internal yang mendukung proses halal.

Pendaftaran Online:

Permohonan di ajukan melalui sistem Sihalal yang di kelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai proses pendaftaran online yang harus di lakukan oleh pelaku usaha, termasuk RPH dan RPA:

  • Sistem pendaftaran online ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mempermudah dan mempercepat layanan sertifikasi halal. Dengan menggunakan platform digital, pelaku usaha tidak perlu lagi membawa berkas fisik yang banyak. Semua dokumen dan data yang di perlukan dapat di unggah secara daring.

BPJPH menegaskan bahwa ada dua saluran resmi untuk pendaftaran sertifikasi halal:

  • Melalui portal Sihalal (ptsp.halal.go.id)
  • Melalui aplikasi PUSAKA Kemenag Superapps

Pendaftaran melalui jalur selain dua platform ini harus di waspadai karena dapat menjadi penipuan.

Tahapan Pendaftaran Daring

Setelah pelaku usaha memiliki akun dan masuk ke portal atau aplikasi, mereka akan di minta untuk mengisi dan mengunggah sejumlah data dan dokumen, termasuk:

  1. Data Pelaku Usaha: Informasi dasar perusahaan, seperti nama, Nomor Induk Berusaha (NIB), dan alamat.
  2. Data Produk dan Bahan: Daftar semua produk yang akan di sertifikasi dan bahan-bahan yang di gunakan dalam proses produksinya.
  3. Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH): Dokumen ini adalah bukti komitmen perusahaan dalam menjaga kehalalan produk. SJPH mencakup kebijakan halal, penunjukan penyelia halal, dan prosedur operasional standar.
  4. Data Teknis untuk RPH/RPA: Khusus untuk RPH dan RPA, di perlukan data tambahan seperti nama juru sembelih, metode penyembelihan (manual atau mekanik), dan metode stunning jika di gunakan.
  5. Memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH): Pelaku usaha dapat memilih LPH yang akan melakukan audit lapangan. Setelah pendaftaran di verifikasi oleh BPJPH, LPH yang di pilih akan mulai memproses audit.

Setelah semua dokumen lengkap dan di verifikasi, proses akan di lanjutkan ke tahap audit dan penetapan fatwa. Sistem digital ini juga memungkinkan pelaku usaha untuk memantau status permohonan mereka secara real-time.

Kelengkapan Dokumen:

  1. Data pelaku usaha, termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB) dan izin usaha.
  2. Nama dan jenis produk yang di daftarkan.
  3. Daftar bahan dan fasilitas yang di gunakan dalam proses produksi.

Dokumen Sistem Jaminan Halal (SJH). Ini adalah poin krusial yang menunjukkan komitmen perusahaan terhadap proses halal. SJH harus mencakup kebijakan halal, tim manajemen halal yang bertanggung jawab, prosedur audit internal, dan program pelatihan bagi karyawan.

 

Persyaratan Teknis (Fokus pada Proses Penyembelihan)

Persyaratan ini adalah inti dari sertifikasi halal, yang memastikan proses penyembelihan di lakukan sesuai syariat.

Juru Sembelih Halal:

  1. Harus seorang Muslim, baligh, dan berakal sehat.
  2. Wajib memiliki sertifikat kompetensi Juru Sembelih Halal yang di keluarkan oleh lembaga yang di akui, seperti Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
  3. Mengucapkan basmalah (nama Allah) saat menyembelih setiap hewan.

Juru Sembelih Halal (Juleha) adalah elemen terpenting dalam memastikan kehalalan daging di Rumah Potong Hewan (RPH). Keberadaan Juleha yang bersertifikat dan kompeten bukan hanya sekadar syarat, melainkan fondasi dari seluruh proses pemotongan hewan yang sesuai syariat.

Peran Kunci Juru Sembelih Halal (Juleha)

Juleha tidak hanya sekadar menyembelih hewan. Mereka memiliki tanggung jawab besar yang mencakup beberapa aspek penting:

Penyembelihan Sesuai Syariat:

Juleha memastikan proses penyembelihan dilakukan dengan cara yang benar, mulai dari niat, penggunaan pisau yang tajam, hingga pemotongan yang cepat dan tepat pada tiga saluran utama (saluran napas, saluran makanan, dan pembuluh darah). Prosedur ini bertujuan untuk mengurangi rasa sakit pada hewan dan memastikan keluarnya darah secara optimal.

Kesejahteraan Hewan:

Seorang Juleha yang kompeten juga memahami pentingnya kesejahteraan hewan (animal welfare). Mereka memastikan hewan tidak stres, di sembelih dalam kondisi tenang, dan tidak melihat proses penyembelihan hewan lain.

Penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH):

Juleha adalah garda terdepan dalam penerapan SJPH di RPH. Mereka harus memastikan setiap langkah, dari persiapan hewan hingga penanganan pasca-pemotongan, sesuai dengan standar halal yang telah di tetapkan. Jika ada satu proses yang tidak sesuai, maka kehalalan produk bisa di ragukan.

Pentingnya Sertifikasi Juleha

Sertifikasi yang di miliki Juleha membuktikan bahwa mereka telah lulus uji kompetensi, baik dari segi pengetahuan syariat maupun keterampilan praktis. Dengan memiliki Juleha bersertifikat, RPH memberikan jaminan kepada konsumen bahwa:

  1. Proses pemotongan hewan di lakukan oleh ahli yang terpercaya dan memahami seluruh aturan syariat.
  2. Daging yang di hasilkan benar-benar halal dan aman untuk di konsumsi.

Secara singkat, tanpa Juleha yang kompeten dan bersertifikat, sebuah RPH tidak dapat di anggap sebagai RPH Halal, bahkan jika semua fasilitasnya sudah memenuhi standar. Merekalah yang menjadi penentu utama kehalalan produk daging.

Hewan yang Di sembelih:

  1. Harus merupakan hewan yang halal, seperti sapi, kambing, atau ayam.
  2. Dalam kondisi sehat, tidak cacat, dan masih hidup saat di sembelih.

Proses Penyembelihan:

  1. Di lakukan dengan pisau yang sangat tajam untuk memastikan penyembelihan berlangsung cepat dan tidak menyiksa hewan.
  2. Tindakan ini harus memutus dua urat leher, tenggorokan, dan kerongkongan secara bersamaan. Tujuannya adalah agar darah keluar sebanyak-banyaknya, membuat daging lebih bersih, dan mematikan hewan dengan cepat.

Fasilitas dan Peralatan:

  • Harus ada pemisahan jelas antara area penyembelihan, pengulitan, dan pemotongan.
  • Seluruh peralatan dan fasilitas harus bersih dan tidak terkontaminasi oleh najis atau bahan non-halal.

Pemisahan Fasilitas: Fasilitas RPH harus di pisahkan secara fisik dari rumah potong hewan tidak halal untuk mencegah kontaminasi.
Pemisahan fasilitas secara fisik adalah langkah fundamental untuk memastikan tidak ada kontaminasi silang (cross-contamination) antara produk halal dan non-halal.

Mengapa Pemisahan Fasilitas Sangat Penting?

Tujuan utama dari pemisahan ini adalah untuk menjaga kesucian dan kehalalan daging dari awal hingga akhir. Jika fasilitas RPH di gunakan untuk menyembelih hewan halal dan non-halal secara bergantian atau bersamaan, risiko pencampuran atau kontaminasi akan sangat tinggi.

Berikut adalah beberapa aspek yang harus di pisahkan:

Area Penyembelihan:

RPH halal harus memiliki area penyembelihan khusus yang hanya di gunakan untuk menyembelih hewan halal. Ini termasuk ruang penyembelihan, jalur pemotongan, dan area penanganan karkas.

Peralatan dan Mesin:

Seluruh peralatan, mulai dari pisau, gantungan, hingga mesin-mesin pemrosesan, harus khusus untuk produk halal. Menggunakan peralatan yang sama untuk produk halal dan non-halal akan membatalkan status kehalalan produk.

Ruang Penyimpanan:

Karkas dan daging halal harus di simpan di ruang pendingin atau freezer yang terpisah dari produk non-halal. Pemisahan ini mencegah kontak langsung dan memastikan kehalalan produk tetap terjaga selama penyimpanan.

Penanganan Limbah:

Sistem pembuangan limbah, baik padat maupun cair, harus terpisah untuk menghindari kontaminasi dari bahan-bahan yang tidak halal.

Dengan adanya pemisahan fisik yang jelas dan tegas, RPH memberikan jaminan yang kuat kepada konsumen Muslim bahwa produk daging yang mereka beli benar-benar murni halal, tidak tercampur, dan di proses sesuai dengan standar syariat Islam yang ketat.

Proses Mendapatkan Sertifikat Halal

Proses ini melibatkan kolaborasi antara pelaku usaha, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), MUI, dan BPJPH.

Pengajuan Permohonan:

Pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikasi halal melalui sistem Sihalal dan memilih LPH yang akan melakukan audit.

Verifikasi Lapangan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)

Setelah pendaftaran online oleh pelaku usaha di verifikasi oleh BPJPH, proses selanjutnya adalah audit lapangan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Ini adalah tahapan krusial yang memastikan bahwa semua klaim dalam dokumen pelaku usaha sesuai dengan praktik di lapangan.

Tujuan Audit Lapangan

Tujuan utama dari verifikasi ini adalah untuk memastikan bahwa seluruh proses produksi, mulai dari bahan baku hingga produk akhir, memenuhi standar kehalalan. Auditor dari LPH akan datang ke lokasi RPH/RPA untuk melakukan pemeriksaan mendalam.

Ruang Lingkup Verifikasi

Auditor tidak hanya melihat proses penyembelihan, tetapi juga meninjau seluruh ekosistem produksi. Berikut adalah poin-poin yang akan di verifikasi oleh LPH:

Audit Sistem Jaminan Halal (SJH):

Auditor akan memeriksa dokumen SJH yang telah di unggah dan memastikan bahwa sistem tersebut di implementasikan dengan baik. Ini termasuk mengevaluasi tim manajemen halal, prosedur audit internal, dan program pelatihan karyawan.

Pemeriksaan Bahan Baku:

Memastikan bahwa hewan yang di sembelih adalah jenis yang halal dan dalam kondisi sehat. Auditor juga akan memeriksa sumber pakan jika di perlukan.

Verifikasi Juru Sembelih:

Auditor akan mewawancarai juru sembelih untuk memastikan mereka memiliki sertifikat kompetensi dan pemahaman yang benar tentang tata cara penyembelihan sesuai syariat.

Pemeriksaan Proses Penyembelihan:

Auditor akan mengamati langsung proses penyembelihan, mulai dari cara penanganan hewan, alat yang di gunakan, hingga proses pemotongan urat. Hal ini untuk memastikan bahwa penyembelihan di lakukan sesuai syariat, cepat, dan tidak menyiksa hewan.

Pemeriksaan Fasilitas dan Higienis:

Lingkungan RPH/RPA harus bersih dan tidak terkontaminasi. Auditor akan memeriksa sanitasi di area kandang, ruang penyembelihan, area deboning, dan ruang pendingin. Mereka juga akan memastikan adanya pemisahan jalur produksi antara produk halal dan non-halal.

Hasil Audit

Setelah audit lapangan selesai, LPH akan menyusun laporan hasil pemeriksaan. Laporan ini akan berisi rekomendasi dan kesimpulan apakah proses dan fasilitas di RPH/RPA sudah memenuhi standar halal atau belum. Laporan inilah yang akan di serahkan kepada Komisi Fatwa MUI untuk penetapan kehalalan.

Jika di temukan ketidaksesuaian, LPH akan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk melakukan perbaikan (perbaikan minor dapat di lakukan dalam waktu 3 hari, sementara perbaikan mayor memerlukan waktu yang lebih lama). Proses audit ini memastikan bahwa sertifikat halal yang di keluarkan benar-benar menjamin kualitas dan integritas produk yang di hasilkan.

Sidang Komisi Fatwa MUI:

Setelah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) selesai melakukan audit dan menyusun laporan, tahap selanjutnya yang sangat krusial adalah Sidang Fatwa Halal. Ini adalah proses di mana laporan hasil audit di periksa secara mendalam oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Peran dan Tujuan Sidang Fatwa

Sidang Fatwa adalah forum tertinggi dalam proses penetapan kehalalan. Komisi Fatwa MUI, yang terdiri dari para ulama dan pakar di bidangnya, memiliki peran sentral sebagai berikut:

  • Menentukan Kehalalan secara Syariat: Sidang Fatwa bukan hanya melihat aspek teknis dan higienis, tetapi secara eksklusif berfokus pada kesesuaian seluruh proses produksi dengan kaidah syariat Islam.
  • Menegakkan Standar Halal: Komisi Fatwa memastikan bahwa setiap detail dalam laporan audit, mulai dari bahan baku, proses penyembelihan, hingga kebersihan, telah memenuhi standar halal yang di tetapkan dalam fatwa-fatwa MUI.
Alur Sidang Fatwa
Penyerahan Laporan:

Laporan hasil audit dari LPH di serahkan kepada Komisi Fatwa MUI. Laporan ini berisi temuan-temuan audit, termasuk kondisi fasilitas, proses penyembelihan, dan kesesuaian dengan Sistem Jaminan Halal (SJH).

Analisis dan Kajian:

Anggota Komisi Fatwa akan mengkaji laporan tersebut secara saksama. Jika ada keraguan atau ketidakjelasan, mereka dapat meminta penjelasan tambahan dari LPH atau bahkan dari pihak perusahaan.

Penetapan Fatwa:

Jika semua syarat terpenuhi dan tidak ada keraguan, Komisi Fatwa akan menetapkan fatwa halal untuk produk tersebut. Fatwa ini menjadi landasan hukum syariat atas kehalalan suatu produk.

Penerbitan Ketetapan:

Hasil fatwa kemudian di tuangkan dalam sebuah ketetapan, yang akan di kirimkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai dasar untuk penerbitan sertifikat halal.

Tanpa ketetapan fatwa dari Komisi Fatwa MUI, BPJPH tidak bisa menerbitkan sertifikat halal. Oleh karena itu, Sidang Fatwa merupakan penentu akhir yang memberikan legitimasi keagamaan dan spiritual terhadap produk yang akan di sertifikasi.

Penerbitan Sertifikat Halal:

Setelah melalui seluruh proses audit yang ketat dan mendapatkan Ketetapan Halal dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), tahap akhir dari rangkaian proses sertifikasi adalah penerbitan Sertifikat Halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Ini adalah langkah final yang memberikan legalitas dan pengakuan resmi terhadap status halal sebuah produk.

Peran BPJPH dalam Penerbitan Sertifikat

BPJPH adalah lembaga di bawah Kementerian Agama yang memiliki kewenangan penuh sebagai regulator dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia. Tugas utamanya adalah:

  1. Menerima dan memproses permohonan sertifikasi halal dari pelaku usaha.
  2. Menerbitkan sertifikat halal berdasarkan Ketetapan Halal yang di keluarkan oleh MUI.
  3. Mengelola database produk halal dan menyosialisasikan pentingnya sertifikasi.

Meskipun MUI berperan dalam menetapkan kehalalan secara syariat, pihak yang secara resmi berhak menerbitkan sertifikat adalah BPJPH.

Detail Penting Sertifikat Halal

Sertifikat yang di terbitkan oleh BPJPH memiliki beberapa informasi penting, antara lain:

  1. Nomor Sertifikat Halal: Nomor unik yang dapat di gunakan untuk verifikasi.
  2. Nama Pelaku Usaha: Nama perusahaan atau RPH/RPA yang bersangkutan.
  3. Nama Produk: Nama produk atau jenis produk yang telah di sertifikasi.
  4. Masa Berlaku: Sertifikat halal memiliki masa berlaku empat tahun sejak tanggal di terbitkan. Setelah masa ini habis, pelaku usaha harus mengajukan perpanjangan.

Penerbitan sertifikat ini mengakhiri rangkaian panjang proses yang menjamin bahwa produk daging dari RPH/RPA telah memenuhi standar syariat, kebersihan, dan keamanan. Dengan sertifikat ini, pelaku usaha dapat secara legal mencantumkan logo halal pada kemasan produk mereka, memberikan jaminan dan kepercayaan penuh kepada konsumen.

Lembaga terkait dalam sertifikasi halal RPH

Ada tiga lembaga utama yang berperan dalam proses sertifikasi halal untuk Rumah Potong Hewan (RPH). Ketiga lembaga ini bekerja sama untuk memastikan bahwa produk daging yang di hasilkan tidak hanya sesuai syariat, tetapi juga aman dan terpercaya bagi konsumen.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)

BPJPH adalah lembaga pemerintah di bawah Kementerian Agama yang bertindak sebagai regulator. Tugas utama BPJPH adalah:

  1. Menerima dan memproses permohonan sertifikasi halal dari pelaku usaha.
  2. Menerbitkan Sertifikat Halal setelah produk di nyatakan halal oleh Komisi Fatwa MUI.
  3. Mengelola database dan informasi mengenai produk-produk yang telah bersertifikat halal.
  4. Semua proses pendaftaran awal di lakukan melalui portal resmi BPJPH, yaitu Sihalal.

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)

LPH adalah lembaga swasta atau instansi pemerintah yang bertugas melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kehalalan suatu produk. Peran LPH adalah:

  • Melakukan audit lapangan ke RPH untuk memeriksa seluruh proses produksi, mulai dari bahan baku, penyembelihan, fasilitas, hingga penanganan produk.
  • Menyusun laporan hasil audit yang akan di serahkan kepada Komisi Fatwa MUI.

Beberapa LPH yang di kenal di Indonesia antara lain LPPOM MUI, Sucofindo, dan Lembaga Sertifikasi Halal Balai Besar Industri Agro (LSH BBIA). Pelaku usaha dapat memilih LPH mana yang akan melakukan audit terhadap fasilitas mereka.

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

MUI memiliki peran kunci dalam menentukan kehalalan produk secara syariat. Peran utama MUI adalah:

  • Menetapkan fatwa halal melalui sidang Komisi Fatwa MUI. Sidang ini mengkaji laporan hasil audit dari LPH dan menentukan apakah produk tersebut layak di nyatakan halal.
  • Menerbitkan Ketetapan Halal sebagai landasan bagi BPJPH untuk mengeluarkan sertifikat.

Meskipun BPJPH yang mengeluarkan sertifikat, penentuan status halal dari sisi keagamaan tetap berada di tangan MUI. Ketiga lembaga ini saling berkoordinasi untuk memastikan proses sertifikasi berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Manfaat Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha

Sertifikat halal memiliki banyak manfaat bagi para pelaku usaha di sektor Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam (RPA). Manfaat ini jauh melampaui sekadar kepatuhan, melainkan menjadi strategi bisnis yang cerdas.

Berikut adalah manfaat utama sertifikasi halal bagi pelaku usaha:

Meningkatkan Kepercayaan dan Memperluas Pasar

Sertifikat halal adalah jaminan yang paling di cari oleh konsumen Muslim. Dengan memilikinya, pelaku usaha dapat:

  • Membangun kepercayaan konsumen: Sertifikat halal memberikan ketenangan bagi konsumen bahwa produk daging yang mereka beli di proses sesuai syariat, higienis, dan aman.
  • Memperluas pangsa pasar: Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Produk bersertifikat halal membuka peluang besar untuk menjangkau pasar ini dan bahkan pasar ekspor ke negara-negara Muslim lain.

Keunggulan Kompetitif dan Peningkatan Nilai Jual

Dalam industri yang kompetitif, sertifikat halal menjadi pembeda yang kuat.

  • Memberikan nilai tambah: Sertifikat ini membedakan produk Anda dari kompetitor yang tidak memilikinya, membuat produk Anda lebih di minati.
  • Meningkatkan reputasi: Memiliki sertifikat halal menunjukkan komitmen perusahaan terhadap kualitas, kebersihan, dan etika bisnis. Ini dapat meningkatkan reputasi merek Anda di mata konsumen dan mitra bisnis.

Peningkatan Mutu dan Efisiensi Operasional

Proses sertifikasi halal mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan standar internal mereka.

Standar kebersihan yang lebih tinggi:

Audit halal menuntut penerapan prosedur kebersihan dan sanitasi yang ketat di seluruh fasilitas produksi. Ini sejalan dengan standar keamanan pangan internasional seperti HACCP.

Sistem manajemen yang terstruktur:

Pelaku usaha wajib membangun Sistem Jaminan Halal (SJH). Sistem ini membantu mengendalikan setiap tahapan produksi, mengurangi risiko kesalahan, dan membuat proses lebih efisien.

Kepatuhan Hukum dan Perlindungan dari Sanksi

Di Indonesia, sertifikasi halal bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban hukum.

  • Mematuhi regulasi: Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) mewajibkan semua produk makanan yang beredar memiliki sertifikat halal. Memenuhi kewajiban ini menghindari sanksi hukum dan denda.
  • Mencegah risiko bisnis: Dengan sertifikasi, pelaku usaha terhindar dari isu kontaminasi produk non-halal, yang dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian finansial yang besar.

Secara keseluruhan, sertifikat halal adalah investasi jangka panjang yang memberikan keuntungan spiritual dan material. Ia bukan hanya label yang di tempelkan, melainkan bukti dari proses produksi yang terpercaya, berkualitas, dan beretika.

Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat