Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam Panduan Lengkap

Akhmad Fauzi

Updated on:

Direktur Utama Jangkar Goups

Pernikahan yang Dilarang dalam Islam

Islam mengatur pernikahan dengan sangat detail, menetapkan batasan-batasan yang bertujuan untuk menjaga kesucian, keharmonisan, dan keberlangsungan keluarga. Pemahaman yang tepat mengenai pernikahan yang dilarang dalam Islam sangat penting untuk menghindari konsekuensi hukum dan sosial yang merugikan. Artikel ini akan membahas berbagai jenis pernikahan yang dilarang dalam Islam, beserta alasan dan dampaknya.

Definisi Pernikahan yang Dilarang dalam Islam

Pernikahan yang dilarang dalam Islam adalah ikatan perkawinan yang tidak sah menurut syariat Islam, baik karena adanya halangan syar’i maupun karena cacat dalam prosesi akad nikah. Pernikahan tersebut tidak mendapatkan pengakuan hukum agama dan dapat berdampak pada ketidakabsahan keturunan serta berbagai konsekuensi lainnya.

DAFTAR ISI

Contoh-contoh Pernikahan yang Dilarang dalam Islam

Beberapa contoh pernikahan yang dilarang dalam Islam antara lain pernikahan dengan wanita yang masih memiliki suami (zina), pernikahan dengan mahram (kerabat dekat yang diharamkan), pernikahan dengan wanita yang sedang dalam masa iddah (masa tunggu setelah cerai atau kematian suami), dan pernikahan tanpa wali (bagi wanita yang membutuhkan wali). Pernikahan yang dilakukan secara paksa juga termasuk kategori yang dilarang.

Perbandingan Jenis Pernikahan Terlarang dalam Islam

Berikut tabel yang membandingkan beberapa jenis pernikahan terlarang dalam Islam:

Jenis Pernikahan Alasan Pelarangan Dampak Hukum
Pernikahan dengan Wanita yang Sudah Bersuami Zina, melanggar hak suami Pernikahan batal, hukuman bagi pelaku zina
Pernikahan dengan Mahram Keharaman perkawinan berdasarkan nas Al-Quran dan Sunnah Pernikahan batal, dosa besar
Pernikahan Tanpa Wali (bagi wanita yang memerlukan wali) Tidak sah secara syariat, melindungi hak wanita Pernikahan batal, keturunan tidak sah
Pernikahan dengan Wanita yang Sedang Iddah Menghormati masa iddah, menjaga kehormatan wanita Pernikahan batal, kecuali masa iddah telah berakhir

Perbedaan Pernikahan Tidak Sah dan Pernikahan Batal dalam Islam

Perlu dibedakan antara pernikahan yang tidak sah dan pernikahan yang batal. Pernikahan tidak sah adalah pernikahan yang sejak awal tidak memenuhi syarat sah menurut syariat, misalnya pernikahan tanpa wali bagi wanita yang membutuhkan wali. Sedangkan pernikahan batal adalah pernikahan yang awalnya sah, namun kemudian batal karena adanya halangan yang muncul setelah akad nikah, misalnya pernikahan dengan wanita yang ternyata sudah memiliki suami.

  • Pernikahan tidak sah: Tidak memiliki kekuatan hukum sejak awal.
  • Pernikahan batal: Memiliki kekuatan hukum sementara, kemudian gugur karena adanya sebab pembatal.

Hukum Pernikahan dengan Mahram dan Konsekuensinya

Pernikahan dengan mahram merupakan pernikahan yang sangat dilarang dalam Islam. Mahram meliputi ayah, kakek, saudara laki-laki, paman, dan beberapa kerabat dekat lainnya. Pernikahan dengan mahram termasuk perbuatan haram dan dosa besar. Tidak hanya pernikahannya yang batal, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi sosial dan bahkan hukum di dunia.

Islam mengatur pernikahan dengan detail, termasuk larangan-larangan tertentu demi menjaga kesucian dan keharmonisan rumah tangga. Beberapa hal yang dilarang, misalnya pernikahan dengan mahram. Untuk pemahaman lebih lengkap mengenai berbagai aspek pernikahan dalam Islam, silakan kunjungi Pertanyaan Tentang Pernikahan Dalam Islam yang membahas berbagai pertanyaan umum. Dengan memahami hal-hal yang dijelaskan di situs tersebut, kita dapat lebih bijak dalam memandang pernikahan yang dilarang dalam Islam dan memahami esensi aturan tersebut dalam menjaga nilai-nilai keluarga yang Islami.

  Undang Undang Pernikahan Semua yang Perlu Anda Ketahui

Alasan Pelarangan Pernikahan dalam Islam

Islam mengatur pernikahan dengan sangat detail, menetapkan beberapa larangan pernikahan untuk menjaga kesucian, keharmonisan, dan keberlangsungan keluarga. Pelarangan ini didasarkan pada prinsip-prinsip teologis yang kuat dan bertujuan melindungi hak-hak individu, khususnya perempuan dan anak.

Secara umum, larangan pernikahan dalam Islam bertujuan untuk mencegah kerusakan moral, konflik sosial, dan ketidakadilan dalam keluarga. Aturan ini bukanlah sekadar pembatasan, melainkan panduan bijak untuk membangun kehidupan rumah tangga yang kokoh dan berlandaskan nilai-nilai luhur.

Alasan Teologis Pelarangan Pernikahan Tertentu

Landasan teologis pelarangan pernikahan tertentu bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Larangan tersebut dimaksudkan untuk menjaga kesucian hubungan keluarga dan mencegah percampuran yang dapat menimbulkan fitnah dan kerusakan. Beberapa larangan didasarkan pada hubungan nasab (keluarga), susuan, dan perkawinan.

  • Mahram: Pernikahan dengan mahram (kerabat dekat yang diharamkan) seperti ibu, saudara perempuan, putri, nenek, dan cucu perempuan, dilarang tegas karena hubungan darah yang dekat. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesucian hubungan keluarga dan mencegah percampuran yang tidak pantas.
  • Susuan: Wanita yang pernah disusui oleh seorang laki-laki, atau laki-laki yang pernah menyusu pada seorang perempuan, dianggap sebagai saudara susuan dan pernikahan di antara keduanya diharamkan. Hal ini memiliki dasar teologis yang kuat dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
  • Pernikahan yang dapat menimbulkan fitnah: Pernikahan yang berpotensi menimbulkan fitnah atau perselisihan di dalam masyarakat juga dilarang. Misalnya, pernikahan dengan wanita yang masih memiliki suami, atau pernikahan yang dapat memicu konflik antar keluarga.

Perlindungan Kehormatan dan Kemuliaan Keluarga

Pelarangan pernikahan tertentu dalam Islam secara signifikan melindungi kehormatan dan kemuliaan keluarga. Dengan mencegah pernikahan yang dapat menimbulkan konflik atau ketidakharmonisan, Islam menjaga kestabilan dan kedamaian dalam rumah tangga. Hal ini juga mencegah terjadinya perselingkuhan dan masalah sosial lainnya yang dapat merusak reputasi keluarga.

Islam mengatur secara detail pernikahan yang diperbolehkan, sehingga beberapa jenis ikatan dianggap terlarang. Hal ini menekankan pentingnya memahami batasan syariat. Memilih pasangan hidup yang sesuai ajaran agama tentu menjadi prioritas utama, jauh sebelum memikirkan hal-hal lain seperti sesi foto pernikahan, misalnya seperti yang ditawarkan di Foto Gandeng Nikah. Meskipun foto-foto tersebut indah, penting diingat bahwa keindahan visual tak boleh mengaburkan esensi utama pernikahan yang sah menurut Islam, yakni kesesuaian dengan aturan dan nilai-nilai agama.

Dampak Sosial Pernikahan yang Dilarang

Pernikahan yang melanggar aturan agama dapat menimbulkan dampak sosial yang luas. Pernikahan dengan mahram, misalnya, dapat menyebabkan konflik internal keluarga, trauma psikologis, dan rusaknya hubungan antar anggota keluarga. Pernikahan yang berpotensi menimbulkan fitnah juga dapat mengganggu ketertiban sosial dan memicu perselisihan antar kelompok masyarakat.

Islam mengatur pernikahan dengan jelas, melarang beberapa hal seperti pernikahan dengan mahram atau pernikahan tanpa wali. Memahami batasan ini penting agar pernikahan yang dijalani sesuai syariat. Namun, di balik larangan tersebut, terdapat hikmah yang mendalam. Pernikahan yang sah dan sesuai aturan agama memiliki tujuan mulia, seperti yang dijelaskan dalam artikel ini: Tujuan Perkawinan Mengapa Menikah Adalah Pilihan Yang Bijak.

Dengan memahami tujuan pernikahan yang baik, kita bisa lebih menghargai pentingnya mengikuti aturan-aturan dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dan terhindar dari pernikahan yang dilarang agama.

Ayat Al-Quran dan Hadits yang Relevan, Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan bapakmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan saudara-saudaramu laki-laki, anak-anak perempuan saudara-saudara perempuanmu, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertuamu), anak-anak perempuan istrimu yang berada di bawah asuhanmu dari istrimu yang kamu telah campuri, tetapi jika kamu belum campuri istrimu itu, maka tidak mengapa kamu menikahinya, dan istri-istri anak-anakmu (menantu perempuanmu), dan (diharamkan pula kamu mengumpulkan) dua perempuan saudara perempuanmu, baik perempuan yang telah kamu nikahi sebelumnya atau perempuan yang masih kamu miliki (sebagai budak perempuan), dan (diharamkan juga) kamu menikahi wanita-wanita selain yang telah disebutkan di atas, meskipun kamu telah menceraikan mereka, kecuali jika telah terjadi sesuatu.” (QS. An-Nisa: 23)

Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak

Pelarangan pernikahan tertentu dalam Islam juga bertujuan melindungi hak-hak perempuan dan anak. Dengan mencegah pernikahan yang dapat menimbulkan eksploitasi, pelecehan, atau ketidakadilan, Islam memastikan bahwa perempuan dan anak mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang adil. Larangan ini menjamin keamanan dan kesejahteraan mereka dalam lingkungan keluarga yang sehat dan harmonis.

  Bimbingan Pra Nikah Online Persiapan Menuju Pernikahan

Konsekuensi Pernikahan yang Dilarang: Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam

Melakukan pernikahan yang dilarang dalam Islam memiliki konsekuensi serius, baik secara hukum, sosial, maupun psikologis. Pernikahan yang tidak sah ini tidak hanya berdampak pada pasangan yang terlibat, tetapi juga pada anak-anak yang mungkin lahir dari hubungan tersebut. Memahami konsekuensi ini penting untuk mencegah terjadinya pernikahan yang dilarang dan melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat.

Konsekuensi Hukum Pernikahan yang Dilarang

Pernikahan yang dilarang dalam Islam, seperti pernikahan tanpa wali atau pernikahan dengan mahram, dianggap tidak sah secara hukum agama. Akibatnya, pernikahan tersebut tidak memiliki pengakuan hukum Islam. Dalam beberapa konteks hukum negara, pernikahan yang tidak sesuai syariat Islam juga mungkin tidak diakui secara hukum negara, berdampak pada ketidakjelasan status pernikahan dan berbagai hak-hak terkait, seperti hak waris, hak asuh anak, dan lainnya. Sanksi hukumnya bervariasi tergantung pada konteks hukum negara dan interpretasi hukum agama yang berlaku di suatu wilayah.

Dampak Pernikahan Terlarang terhadap Status Anak

Anak yang lahir dari pernikahan yang dilarang dalam Islam memiliki status yang tidak jelas secara hukum agama. Anak tersebut secara umum dianggap sebagai anak yang nasabnya tidak sah (tidak jelas garis keturunannya dari pihak ayah). Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam hal pengakuan hak-hak anak, seperti hak waris, hak mendapatkan nafkah, dan hak untuk mendapatkan pendidikan. Proses penetapan nasab anak memerlukan upaya hukum dan pembuktian yang rumit, dan bahkan mungkin tidak dapat diselesaikan sepenuhnya.

Islam mengatur secara detail pernikahan yang diperbolehkan, sehingga beberapa jenis pernikahan dianggap terlarang. Salah satu yang seringkali menjadi pertimbangan, meski berada di luar koridor syariat, adalah nikah siri. Informasi mengenai Biaya Nikah Siri seringkali dicari, namun penting diingat bahwa aspek biaya bukanlah satu-satunya yang perlu diperhatikan. Penting untuk memahami konsekuensi hukum dan agama dari pernikahan yang tidak sesuai syariat Islam, karena hal ini memiliki implikasi yang luas bagi kehidupan berkeluarga di masa mendatang.

Dampak Psikologis Pernikahan yang Dilarang

Pernikahan yang dilarang seringkali menimbulkan dampak psikologis yang berat bagi individu yang terlibat. Rasa bersalah, kecemasan, dan depresi dapat muncul akibat melanggar norma agama dan sosial. Ketidakpastian status pernikahan dan masa depan dapat menimbulkan stres dan tekanan yang signifikan. Dampaknya dapat terlihat pada penurunan kepercayaan diri, isolasi sosial, dan bahkan gangguan kesehatan mental yang lebih serius. Misalnya, seorang wanita yang terjebak dalam pernikahan tidak sah mungkin mengalami depresi berat karena stigma sosial dan tekanan keluarga. Sementara itu, seorang pria yang terlibat dalam pernikahan tersebut mungkin mengalami penurunan kepercayaan diri dan kesulitan menjalin hubungan sosial yang sehat karena rasa bersalah dan penyesalan.

Islam mengatur pernikahan dengan ketat, melarang beberapa jenis ikatan pernikahan demi menjaga kesucian dan kemaslahatan keluarga. Pernikahan yang dilarang ini bertolak belakang dengan tujuan utama pernikahan itu sendiri, yaitu membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Untuk memahami lebih dalam tentang tujuan suci ini, silahkan baca artikel tentang Tujuan Nikah Dalam Islam agar kita dapat mengerti mengapa beberapa jenis pernikahan dianggap haram.

Dengan memahami tujuan tersebut, kita akan lebih mudah memahami mengapa larangan pernikahan tertentu dalam Islam sangat penting untuk dipatuhi.

Kehilangan rasa percaya diri dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, seperti menarik diri dari interaksi sosial, menghindari kontak mata, dan kesulitan dalam mengambil keputusan. Hubungan sosial yang terganggu dapat menyebabkan isolasi, kesepian, dan kesulitan dalam membangun jaringan dukungan yang sehat. Dampak pada kesehatan mental bisa sangat luas, mulai dari gangguan kecemasan hingga depresi klinis, yang dapat berdampak negatif pada kualitas hidup secara keseluruhan.

Proses Pembatalan Pernikahan yang Dilarang

Pembatalan pernikahan yang dilarang dalam Islam biasanya dilakukan melalui proses perceraian atau pembatalan pernikahan berdasarkan hukum agama. Proses ini melibatkan rujukan ke ulama atau pengadilan agama untuk mendapatkan keputusan resmi mengenai pembatalan pernikahan tersebut. Dokumen-dokumen terkait pernikahan, seperti akta nikah (jika ada), perlu disiapkan sebagai bukti. Proses ini dapat bervariasi tergantung pada konteks hukum dan adat istiadat setempat.

Langkah-langkah yang Harus Diambil Jika Terjebak dalam Pernikahan yang Dilarang

  • Segera konsultasikan dengan ulama atau tokoh agama yang terpercaya untuk mendapatkan nasihat dan bimbingan.
  • Cari dukungan dari keluarga dan teman-teman yang dapat memberikan dukungan emosional dan praktis.
  • Jika memungkinkan, cari bantuan dari lembaga-lembaga sosial atau hukum yang dapat membantu dalam proses pembatalan pernikahan.
  • Dokumentasikan semua bukti yang relevan terkait pernikahan, seperti saksi, surat-surat, dan lain-lain.
  • Siapkan diri secara mental dan emosional untuk menghadapi proses pembatalan pernikahan yang mungkin panjang dan rumit.
  Prosedur Legalisasi Perkawinan Campuran di Indonesia

Pernikahan yang Dilarang dan Hukum Positif di Indonesia

Pernikahan merupakan hal sakral yang diatur baik dalam ajaran agama Islam maupun hukum positif di Indonesia. Namun, terdapat beberapa jenis pernikahan yang dilarang dalam Islam, dan bagaimana hal ini beririsan dengan regulasi hukum perkawinan di Indonesia menjadi hal yang perlu dipahami. Perbedaan dan kesamaan antara keduanya, serta bagaimana hukum positif menangani kasus-kasus tersebut akan diuraikan dalam bagian ini.

Perbandingan Hukum Pernikahan yang Dilarang dalam Islam dan Hukum Perkawinan di Indonesia

Hukum Islam melarang beberapa jenis pernikahan, antara lain pernikahan dengan mahram (kerabat dekat), pernikahan dengan wanita yang sedang dalam masa iddah, dan poligami tanpa memenuhi syarat yang ditentukan. Sementara itu, hukum perkawinan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, juga mengatur persyaratan dan larangan perkawinan. Meskipun terdapat kesamaan dalam beberapa hal, seperti larangan kawin sedarah, terdapat perbedaan signifikan dalam penjabaran dan penanganannya.

Perbedaan dan Kesamaan Hukum Pernikahan

Kesamaan antara hukum Islam dan hukum positif Indonesia terletak pada larangan perkawinan sedarah untuk mencegah dampak genetik negatif pada keturunan. Namun, perbedaan muncul dalam hal poligami. Hukum Islam mengizinkan poligami dengan syarat-syarat tertentu, sementara hukum positif di Indonesia membutuhkan izin dari istri pertama dan adanya kesepakatan. Perbedaan lain terletak pada penafsiran dan implementasi larangan pernikahan dengan wanita dalam masa iddah. Hukum Islam secara rinci menjelaskan masa iddah dan konsekuensinya, sedangkan hukum positif lebih menekankan pada aspek administrasi dan legalitas pernikahan.

Penanganan Kasus Pernikahan yang Dilarang Menurut Ajaran Islam oleh Hukum Positif di Indonesia

Hukum positif di Indonesia umumnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam menangani kasus pernikahan yang dilarang menurut ajaran Islam. Jika suatu pernikahan melanggar ketentuan dalam UU tersebut, maka pernikahan tersebut dapat dibatalkan melalui jalur hukum. Proses pembatalan pernikahan dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan, seperti salah satu pihak yang menikah atau keluarga yang merasa dirugikan. Pengadilan Agama akan menjadi forum yang berwenang untuk memeriksa dan memutuskan kasus tersebut.

Contoh Kasus Nyata Pernikahan yang Dilarang di Indonesia

Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi adalah kasus pernikahan yang melibatkan seorang pria dengan wanita yang masih dalam masa iddah dari pernikahan sebelumnya. Kasus ini menimbulkan perdebatan hukum, karena adanya perbedaan penafsiran antara hukum Islam dan hukum positif. Pada akhirnya, pengadilan memutuskan untuk membatalkan pernikahan tersebut karena melanggar ketentuan administrasi perkawinan dalam UU Perkawinan.

Skenario Penyelesaian Konflik Pernikahan yang Dilarang

Skenario penyelesaian konflik yang melibatkan pernikahan yang dilarang dapat berbeda tergantung pada jenis pelanggaran dan pihak yang terlibat. Dari perspektif hukum Islam, upaya mediasi dan islah (damai) akan diutamakan. Jika tidak berhasil, maka keputusan pengadilan agama akan menjadi patokan. Dari perspektif hukum positif, penyelesaian konflik dilakukan melalui jalur pengadilan negeri atau pengadilan agama, berdasarkan UU Perkawinan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan. Mediasi juga dapat ditempuh sebagai upaya penyelesaian di luar pengadilan.

Pertanyaan Umum Seputar Pernikahan Terlarang dalam Islam

Pernikahan merupakan hal sakral dalam Islam, dan terdapat beberapa hal yang dilarang dalam membentuk ikatan pernikahan. Memahami batasan-batasan ini penting untuk memastikan pernikahan yang sah dan berkah di mata agama. Berikut beberapa pertanyaan umum dan penjelasannya terkait pernikahan yang dilarang dalam Islam.

Perbedaan Pernikahan Tidak Sah dan Pernikahan Batal dalam Islam

Pernikahan tidak sah dan pernikahan batal dalam Islam memiliki perbedaan mendasar. Pernikahan tidak sah (nikah fasid) adalah pernikahan yang memiliki cacat, namun masih dapat diperbaiki dengan menghilangkan cacatnya. Contohnya, pernikahan yang dilakukan tanpa wali atau tanpa saksi. Sedangkan pernikahan batal (nikah batil) adalah pernikahan yang sejak awal tidak memiliki keabsahan sama sekali, dan tidak dapat diperbaiki. Contohnya, pernikahan dengan wanita yang sudah memiliki suami atau pernikahan dengan mahram (kerabat dekat yang diharamkan menikah).

Cara Menghindari Pernikahan yang Dilarang dalam Islam

Mencegah pernikahan terlarang memerlukan pemahaman mendalam tentang hukum pernikahan dalam Islam. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

  • Belajar dan memahami hukum-hukum pernikahan dalam Islam dari sumber-sumber terpercaya, seperti kitab-kitab fikih dan ulama yang berkompeten.
  • Menggunakan jasa penghulu atau petugas pernikahan yang memahami syariat Islam untuk memastikan proses pernikahan sesuai dengan aturan agama.
  • Memastikan calon pasangan memenuhi syarat-syarat sah menikah, baik dari segi agama, usia, dan kerabat.
  • Melakukan konsultasi dengan ulama atau tokoh agama yang terpercaya jika ada keraguan atau permasalahan terkait pernikahan.

Tindakan yang Harus Dilakukan Jika Terlanjur Menikah Secara Terlarang

Jika seseorang telah terlanjur menikah secara terlarang, langkah pertama adalah segera bertobat kepada Allah SWT. Selanjutnya, pernikahan tersebut harus dibatalkan (talak) sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Proses ini sebaiknya dilakukan dengan bimbingan ulama atau tokoh agama yang berkompeten untuk memastikan prosesnya sesuai dengan hukum Islam dan menghindari dampak negatif yang lebih luas.

Perbedaan Hukum Terkait Pernikahan Terlarang di Berbagai Mazhab Islam

Meskipun prinsip dasar pernikahan yang dilarang relatif sama di berbagai mazhab Islam, terdapat perbedaan detail dalam penerapan hukumnya. Misalnya, terkait persyaratan wali, atau ketentuan terkait pernikahan yang fasid dan batil. Perbedaan ini biasanya disebabkan oleh perbedaan interpretasi terhadap dalil-dalil agama. Oleh karena itu, penting untuk merujuk pada mazhab yang dianut dan mencari fatwa dari ulama yang ahli dalam mazhab tersebut.

Peran Ulama dan Tokoh Agama dalam Mencegah Pernikahan Terlarang

Ulama dan tokoh agama memiliki peran krusial dalam mencegah pernikahan terlarang. Mereka berperan sebagai pembimbing dan penasehat bagi masyarakat dalam memahami hukum-hukum pernikahan Islam. Selain itu, mereka juga bertugas memberikan fatwa dan solusi atas permasalahan yang muncul terkait pernikahan. Peran edukasi dan sosialisasi tentang hukum pernikahan yang benar juga sangat penting untuk mencegah terjadinya pernikahan terlarang.

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat