Pernikahan Siri Menurut Islam Pandangan Hukum dan Sosial

Akhmad Fauzi

Updated on:

Pernikahan Siri Menurut Islam Pandangan Hukum dan Sosial
Direktur Utama Jangkar Goups

Definisi Pernikahan Siri Menurut Islam

Pernikahan Siri Menurut Islam – Pernikahan siri, dalam konteks Islam, merupakan ikatan pernikahan yang sah secara agama namun belum tercatat secara resmi di negara atau instansi terkait. Pernikahan ini hanya disaksikan oleh beberapa orang dan tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA). Meskipun tidak tercatat secara negara, keberadaan dan keabsahannya di mata agama Islam tetap perlu dikaji secara mendalam berdasarkan syarat dan rukun pernikahan yang telah ditetapkan. Panduan Perkawinan Campuran Di Indonesia

Perbedaan Pernikahan Siri dan Pernikahan Resmi Menurut Hukum Islam

Perbedaan mendasar antara pernikahan siri dan pernikahan resmi terletak pada aspek legalitasnya. Pernikahan resmi tercatat dan diakui negara, memberikan perlindungan hukum bagi kedua mempelai dan keturunannya. Sementara pernikahan siri, meskipun sah secara agama, tidak memiliki pengakuan hukum negara. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan, seperti hak waris, hak asuh anak, dan perlindungan hukum lainnya. Meskipun demikian, keduanya sama-sama memiliki landasan keagamaan yang kuat apabila memenuhi syarat dan rukun pernikahan menurut Islam.

DAFTAR ISI

Tabel Perbandingan Syarat Pernikahan Siri dan Resmi

Berikut tabel perbandingan syarat sah pernikahan siri dan pernikahan resmi dalam Islam. Perlu diingat bahwa meskipun syarat keagamaan sama, pernikahan resmi menambahkan persyaratan administrasi negara.

Eksplorasi kelebihan dari penerimaan Nikah Secara Bahasa Berarti dalam strategi bisnis Anda.

Syarat Pernikahan Siri Pernikahan Resmi
Adanya Ijab Kabul Wajib, disaksikan minimal dua orang saksi laki-laki muslim yang adil. Wajib, disaksikan minimal dua orang saksi laki-laki muslim yang adil, dan tercatat di KUA.
Wali Wajib, wali nikah harus memenuhi syarat sesuai syariat. Wajib, wali nikah harus memenuhi syarat sesuai syariat, dan tercantum dalam dokumen pernikahan.
Mas Kawin Wajib, besarannya disepakati kedua belah pihak. Wajib, besarannya disepakati kedua belah pihak dan tercantum dalam dokumen pernikahan.
Saksi Minimal dua orang laki-laki muslim yang adil. Minimal dua orang laki-laki muslim yang adil, dan tercatat di KUA.
Pendaftaran Tidak ada pendaftaran resmi di negara. Terdaftar dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).

Contoh Pernikahan Siri yang Sah dan Tidak Sah

Contoh pernikahan siri yang sah adalah ketika akad nikah dilakukan dengan memenuhi seluruh syarat dan rukun pernikahan Islam, seperti adanya ijab kabul yang sah, wali yang sah, dua orang saksi laki-laki muslim yang adil, dan mas kawin. Meskipun tidak terdaftar di KUA, pernikahan ini tetap sah di mata agama. Sebaliknya, pernikahan siri yang tidak sah adalah jika salah satu rukun atau syarat pernikahan tidak terpenuhi, misalnya tidak adanya ijab kabul yang sah atau tidak adanya wali yang sah. Atau, jika akad nikah dilakukan di bawah tekanan atau paksaan.

Hukum Wali dalam Pernikahan Siri

Hukum wali dalam pernikahan siri sama seperti pernikahan resmi, yaitu wajib. Kehadiran dan persetujuan wali yang sah merupakan syarat mutlak sahnya pernikahan. Wali memiliki peran penting dalam menjaga dan melindungi hak-hak perempuan dalam pernikahan. Ketidakhadiran wali yang sah dapat menyebabkan pernikahan siri menjadi tidak sah menurut hukum Islam. Jenis wali dan persyaratannya pun sama dengan pernikahan resmi, sesuai dengan ketentuan fiqh Islam.

  Syarat Cerai Dengan WNA Panduan Lengkap

Hukum Pernikahan Siri dalam Perspektif Mazhab

Pernikahan siri, atau pernikahan yang tidak dicatat secara resmi oleh negara, menjadi topik yang sering diperdebatkan dalam konteks hukum Islam. Pandangan mengenai keabsahan dan konsekuensi hukumnya beragam di antara empat mazhab utama Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Perbedaan pendapat ini terutama muncul dari penafsiran yang berbeda terhadap syarat-syarat sahnya pernikahan dalam Al-Quran dan Sunnah, serta perbedaan dalam memahami kaidah-kaidah fikih.

Pandangan Mazhab Terhadap Hukum Pernikahan Siri

Perbedaan pendapat ulama dari berbagai mazhab mengenai pernikahan siri cukup signifikan. Perbedaan ini didasarkan pada pemahaman mereka tentang rukun dan syarat pernikahan dalam Islam, serta konteks sosial dan budaya saat itu. Berikut tabel perbandingan pandangan tersebut:

Mazhab Pendapat Ulama Alasan
Hanafi Mayoritas berpendapat sah, asalkan memenuhi syarat-syarat pernikahan yang sah menurut syariat. Mereka menekankan pada pentingnya ijab kabul yang sah dan adanya wali sebagai syarat sahnya pernikahan, terlepas dari pencatatan resmi negara.
Maliki Pendapat yang dominan adalah sah, dengan catatan telah terpenuhi semua rukun dan syarat pernikahan. Mazhab Maliki cenderung lebih fleksibel dalam hal bentuk dan prosedur pernikahan, selama esensi syariat terpenuhi.
Syafi’i Terdapat perbedaan pendapat, sebagian berpendapat sah, sebagian lagi tidak sah. Perbedaan pendapat ini berpusat pada pentingnya saksi dan pencatatan resmi dalam mensahkan pernikahan. Pendapat yang menyatakan tidak sah menekankan aspek kesaksian dan pengumuman pernikahan.
Hanbali Sebagian besar ulama Hanbali berpendapat sah jika memenuhi rukun dan syarat pernikahan. Mereka menekankan pada pentingnya ijab kabul yang jelas dan sah, serta adanya wali. Namun, mereka juga memperhatikan aspek sosial dan kemaslahatan umat.

Status Anak Hasil Pernikahan Siri

Perbedaan pendapat ulama juga muncul terkait status anak yang lahir dari pernikahan siri. Sebagian besar ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa anak tersebut tetap sah dan memiliki hak penuh sebagai anak sah, selama pernikahan siri tersebut memenuhi syarat-syarat sahnya pernikahan menurut syariat Islam. Perbedaan pendapat lebih banyak muncul pada aspek hukum waris dan hak-hak lainnya dalam konteks hukum positif negara, yang mungkin berbeda dengan hukum Islam.

Konsekuensi Hukum Pernikahan Siri Menurut Masing-Masing Mazhab

Konsekuensi hukum pernikahan siri bervariasi antar mazhab dan konteks. Secara umum, mazhab yang menyatakan sahnya pernikahan siri akan memberikan konsekuensi hukum yang sama seperti pernikahan resmi, seperti hak dan kewajiban suami-istri, hak waris, dan sebagainya. Namun, mazhab yang tidak mengakui keabsahannya akan berdampak pada aspek hukum tertentu, terutama dalam konteks hukum positif negara. Contohnya, mengenai pengakuan status pernikahan dan anak di mata hukum negara.

Kewajiban Mahar dalam Pernikahan Siri

Terkait kewajiban mahar, mayoritas ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa mahar tetap wajib diberikan dalam pernikahan siri, terlepas dari status resmi pernikahan tersebut. Mahar merupakan hak istri yang harus dipenuhi oleh suami, sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan atas pernikahan tersebut. Perbedaan pendapat lebih banyak berfokus pada bentuk dan cara pembayaran mahar, menyesuaikan dengan kondisi dan kesepakatan antara kedua mempelai.

Syarat dan Rukun Pernikahan Siri yang Sah: Pernikahan Siri Menurut Islam

Pernikahan siri, meskipun tidak tercatat secara resmi di negara, tetap memiliki landasan hukum dalam Islam. Keberadaan dan keabsahannya bergantung pada terpenuhinya syarat dan rukun pernikahan sesuai syariat. Pemahaman yang tepat tentang hal ini sangat penting untuk memastikan pernikahan siri tersebut sah di mata agama dan menghindari berbagai permasalahan di kemudian hari.

Syarat Sah Pernikahan Siri

Syarat sah pernikahan siri sama dengan syarat sah pernikahan secara umum dalam Islam. Beberapa syarat tersebut meliputi:

  • Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan berakal sehat.
  • Calon mempelai laki-laki dan perempuan sama-sama bersedia dan rela atas pernikahan tersebut (ijab kabul).
  • Adanya wali dari pihak perempuan yang menikahkannya.
  • Tidak adanya halangan atau larangan untuk menikah, seperti mahram, sudah memiliki suami/istri, dan lain sebagainya.
  • Mas kawin (mahar) yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan.

Perlu diingat bahwa meskipun tidak tercatat di KUA, kehadiran wali dan mahar tetap menjadi syarat mutlak untuk keabsahan pernikahan siri menurut ajaran Islam.

Rukun Pernikahan Siri

Rukun pernikahan siri juga sama dengan rukun pernikahan yang umum dalam Islam. Keberadaan rukun ini merupakan unsur pokok yang harus ada agar pernikahan tersebut dianggap sah.

  • Ijab dan kabul (pernyataan penerimaan pernikahan dari kedua belah pihak).
  • Saksi yang adil (minimal dua orang laki-laki muslim atau empat orang perempuan muslim yang adil).

Ijab kabul merupakan inti dari pernikahan, sedangkan saksi menjadi bukti dan penguat keabsahan pernikahan tersebut.

Hadits atau Ayat Al-Quran yang Relevan

“Nikah itu termasuk sunnahku, barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, maka ia bukanlah termasuk golonganku.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits di atas menekankan pentingnya pernikahan dalam ajaran Islam, baik pernikahan secara resmi maupun siri, selama memenuhi syarat dan rukunnya.

  Status Kewarganegaraan Anak Hasil Perkawinan Campuran di Malaysia

Pentingnya Saksi dalam Pernikahan Siri

Saksi dalam pernikahan siri sangat penting sebagai bukti keabsahan pernikahan tersebut. Kehadiran saksi yang adil akan menghindari potensi konflik dan sengketa di kemudian hari. Saksi berperan sebagai pencatat dan pemberi kesaksian atas berlangsungnya ijab kabul serta seluruh prosesi pernikahan. Tanpa saksi, keabsahan pernikahan siri akan sulit dibuktikan.

Prosesi Pernikahan Siri yang Sesuai Syariat Islam

Proses pernikahan siri, meskipun sederhana, harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam. Secara umum, prosesi tersebut meliputi:

  1. Pertemuan antara kedua calon mempelai dan keluarga untuk membahas rencana pernikahan.
  2. Penentuan mahar yang disepakati kedua belah pihak.
  3. Pelaksanaan ijab kabul di hadapan minimal dua orang saksi laki-laki muslim yang adil atau empat orang perempuan muslim yang adil. Ijab kabul diucapkan dengan jelas dan tanpa paksaan.
  4. Setelah ijab kabul, biasanya dilanjutkan dengan doa dan pembacaan ayat suci Al-Quran.
  5. Walaupun tidak ada resepsi besar, biasanya kedua mempelai akan berkumpul bersama keluarga terdekat untuk makan bersama sebagai tanda syukur.

Meskipun sederhana, prosesi ini tetap harus dilakukan dengan khidmat dan penuh kesaksian, mencerminkan keseriusan dan kesucian ikatan pernikahan.

Dapatkan dokumen lengkap tentang penggunaan Hukum Perkawinan Campuran yang efektif.

Masalah dan Tantangan Pernikahan Siri

Pernikahan siri, meskipun diakui secara agama, menghadirkan berbagai masalah dan tantangan di ranah sosial dan hukum di Indonesia. Ketiadaan legalitas formal seringkali berdampak negatif pada kehidupan pasangan dan anak-anak mereka, menimbulkan kerentanan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif mengenai permasalahan ini penting untuk mencari solusi yang tepat dan melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat.

Jelajahi macam keuntungan dari Kanonik Pernikahan yang dapat mengubah cara Anda meninjau topik ini.

Masalah Sosial Akibat Pernikahan Siri

Pernikahan siri seringkali memicu masalah sosial yang kompleks. Salah satu yang paling menonjol adalah kurangnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. Tanpa dokumen resmi, perempuan rentan terhadap eksploitasi dan perlakuan tidak adil. Anak-anak yang lahir dari pernikahan siri juga menghadapi kesulitan dalam hal akses pendidikan, kesehatan, dan pengakuan status kependudukan. Selain itu, pernikahan siri dapat memicu stigma sosial dan diskriminasi terhadap pasangan dan keluarga mereka di masyarakat.

Dampak Pernikahan Siri terhadap Hak-Hak Perempuan dan Anak

Pernikahan siri secara signifikan membatasi hak-hak perempuan dan anak. Perempuan mungkin mengalami kesulitan untuk menuntut hak-haknya sebagai istri, seperti nafkah dan hak asuh anak, jika terjadi perpisahan. Anak-anak yang lahir dari pernikahan siri seringkali tidak tercatat secara resmi, sehingga mengalami kesulitan dalam mengakses layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Ketidakjelasan status hukum juga dapat berdampak pada warisan dan hak-hak lainnya di masa depan. Keadaan ini seringkali memperparah kesenjangan gender dan ketidakadilan sosial.

Dampak Positif dan Negatif Pernikahan Siri terhadap Masyarakat

Dampak Positif Negatif
Sosial Menghindari proses pernikahan yang rumit dan mahal; mempermudah akses pernikahan bagi pasangan yang terhalang secara administratif. Meningkatkan angka pernikahan tidak resmi; menimbulkan ketidakpastian hukum dan sosial; potensi eksploitasi perempuan dan anak.
Hukum (Tidak ada dampak positif yang signifikan dari perspektif hukum) Ketidakjelasan status hukum pasangan dan anak; kesulitan dalam pembagian harta bersama; potensi konflik hukum terkait warisan dan hak asuh anak.
Ekonomi (Tidak ada dampak positif yang signifikan dari perspektif ekonomi) Potensi kerugian ekonomi bagi perempuan dan anak jika terjadi perpisahan; mengurangi pendapatan negara dari pajak pernikahan.

Tantangan Hukum Pengakuan Pernikahan Siri di Indonesia

Pengakuan pernikahan siri di Indonesia menghadapi berbagai tantangan hukum. Sistem hukum Indonesia mensyaratkan pernikahan resmi yang tercatat di negara, sehingga pernikahan siri tidak memiliki pengakuan hukum formal. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan sengketa hukum yang terkait dengan pernikahan siri, seperti perceraian, hak asuh anak, dan pembagian harta bersama. Kurangnya regulasi yang jelas juga membuat penegakan hukum terkait pernikahan siri menjadi rumit dan tidak konsisten.

Ketahui seputar bagaimana Contoh Nikah Syighar dapat menyediakan solusi terbaik untuk masalah Anda.

Solusi Mengatasi Permasalahan Pernikahan Siri

Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh pernikahan siri, diperlukan pendekatan multi-sektoral yang komprehensif. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pernikahan resmi dan konsekuensi hukum dari pernikahan siri sangatlah penting. Selain itu, diperlukan peningkatan aksesibilitas dan penyederhanaan prosedur pernikahan resmi agar lebih terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan penyusunan regulasi yang lebih komprehensif untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak yang lahir dari pernikahan siri, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih efektif dan adil.

  Foto Buat Persyaratan Nikah Panduan Lengkap

Eksplorasi kelebihan dari penerimaan Wna Cerai Di Indonesia dalam strategi bisnis Anda.

Pernikahan Siri dan Hukum Positif di Indonesia

Pernikahan siri, meskipun diakui secara agama, memiliki status hukum yang kompleks dan berbeda dengan pernikahan resmi di Indonesia. Pemahaman yang tepat mengenai status hukumnya sangat penting untuk menghindari berbagai permasalahan hukum di kemudian hari. Artikel ini akan membahas aspek-aspek hukum pernikahan siri di Indonesia, termasuk regulasi yang berlaku, perbedaannya dengan pernikahan resmi, dan implikasi hukum jika terjadi perselisihan.

Status Hukum Pernikahan Siri di Indonesia, Pernikahan Siri Menurut Islam

Di Indonesia, pernikahan siri tidak memiliki pengakuan hukum secara resmi. Hal ini berarti pernikahan siri tidak tercatat di catatan sipil dan tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan pernikahan yang dilakukan secara resmi sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan. Meskipun demikian, hak-hak personal para pihak yang terlibat dalam pernikahan siri tetap diakui dan dilindungi oleh hukum sepanjang dapat dibuktikan secara hukum.

Regulasi Hukum Terkait Pernikahan Siri

Tidak ada regulasi khusus yang mengatur pernikahan siri di Indonesia. Pernikahan siri berada di luar lingkup Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, berbagai peraturan perundang-undangan lain dapat relevan dalam konteks tertentu, misalnya dalam hal warisan, hak asuh anak, atau perselisihan antar pihak. Penerapan hukum dalam kasus-kasus yang melibatkan pernikahan siri biasanya didasarkan pada prinsip keadilan dan bukti-bukti yang diajukan.

Perbedaan Pernikahan Siri dan Pernikahan Resmi

Perbedaan utama antara pernikahan siri dan pernikahan resmi terletak pada aspek legalitas dan pengakuan negara. Pernikahan resmi tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) dan dicatat dalam catatan sipil, memberikan kekuatan hukum penuh. Pernikahan siri tidak tercatat dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum yang sama. Akibatnya, akses terhadap berbagai hak dan perlindungan hukum, seperti hak waris, hak asuh anak, dan perlindungan hukum dalam perselisihan, lebih terjamin dalam pernikahan resmi.

Berikut tabel perbedaan pernikahan siri dan resmi:

Aspek Pernikahan Siri Pernikahan Resmi
Pendaftaran Tidak terdaftar di catatan sipil Terdaftar di catatan sipil
Pengakuan Hukum Tidak diakui secara resmi Diakui secara resmi
Bukti Perkawinan Bukti-bukti lain seperti saksi, foto, dan lain sebagainya Akta nikah
Hak dan Kewajiban Terbatas, perlu pembuktian di pengadilan Terlindungi oleh hukum

Kutipan Peraturan Perundang-undangan Terkait

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak secara spesifik mengatur pernikahan siri. Namun, pasal-pasal di dalamnya dapat diinterpretasikan dan diaplikasikan secara analogis dalam kasus-kasus tertentu yang melibatkan pernikahan siri, terutama terkait dengan hak dan kewajiban para pihak. Penerapan hukum akan mempertimbangkan prinsip keadilan dan bukti-bukti yang ada.

Implikasi Hukum Perselisihan dalam Pernikahan Siri

Jika terjadi perselisihan dalam pernikahan siri, penyelesaiannya akan lebih kompleks dan menantang dibandingkan dengan perselisihan dalam pernikahan resmi. Bukti-bukti yang kuat sangat dibutuhkan untuk mendukung klaim masing-masing pihak. Proses hukum yang ditempuh dapat melibatkan pengadilan agama atau pengadilan negeri, tergantung pada jenis perselisihannya. Karena tidak adanya akta nikah, proses pembuktian akan lebih sulit dan bergantung pada bukti-bukti lain seperti kesaksian, surat-surat, dan bukti lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Putusan pengadilan akan didasarkan pada bukti-bukti yang diajukan dan prinsip keadilan.

Pertanyaan Umum Seputar Pernikahan Siri dalam Islam

Pernikahan siri, meskipun sah menurut hukum agama Islam, seringkali menimbulkan pertanyaan seputar aspek legalitas dan konsekuensinya di Indonesia. Berikut penjelasan mengenai beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan terkait pernikahan siri.

Pengakuan Hukum Pernikahan Siri di Indonesia

Pernikahan siri, yang hanya disahkan melalui akad nikah tanpa pencatatan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA), tidak diakui secara hukum negara di Indonesia. Hal ini berarti pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan pernikahan resmi yang tercatat di KUA. Akibatnya, pasangan yang menikah siri tidak mendapatkan perlindungan hukum yang sama seperti pasangan yang menikah secara resmi, terutama dalam hal hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta status anak yang lahir dari pernikahan tersebut.

Konsekuensi Hukum Perceraian dalam Pernikahan Siri

Perceraian dalam pernikahan siri juga tidak diatur secara hukum negara. Proses perceraian yang biasanya melibatkan pengadilan agama tidak berlaku dalam kasus ini. Akibatnya, penyelesaian sengketa harta gono gini dan hak asuh anak menjadi lebih rumit dan seringkali bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Jika tidak ada kesepakatan, penyelesaiannya bisa melalui jalur mediasi atau bahkan jalur hukum perdata dengan bukti-bukti yang mendukung klaim masing-masing pihak. Proses ini bisa lebih panjang dan kompleks dibandingkan perceraian dalam pernikahan resmi.

Status Anak yang Lahir dari Pernikahan Siri

Status hukum anak yang lahir dari pernikahan siri di Indonesia seringkali menjadi permasalahan. Secara hukum negara, anak tersebut tidak memiliki status yang jelas dan tercatat secara resmi. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam mengurus dokumen kependudukan seperti akta kelahiran, kartu keluarga, dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan pengakuan hukum, biasanya diperlukan proses pengakuan anak secara hukum yang melibatkan pengadilan. Proses ini membutuhkan bukti-bukti yang cukup untuk membuktikan hubungan biologis antara anak dan orang tuanya.

Pembatalan Pernikahan Siri

Tidak ada mekanisme resmi pembatalan pernikahan siri dalam hukum negara Indonesia. Karena pernikahan siri tidak tercatat secara resmi, maka tidak ada dokumen resmi yang dapat dibatalkan. Jika terjadi sengketa, penyelesaiannya kembali bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak atau jalur hukum perdata, dengan bukti-bukti yang relevan sebagai dasar penyelesaian.

Penyelesaian Sengketa Harta Gono Gini dalam Pernikahan Siri

Penyelesaian sengketa harta gono gini dalam pernikahan siri sangat kompleks dan bergantung pada bukti-bukti yang dapat diajukan kedua belah pihak. Karena tidak ada catatan resmi pernikahan, maka bukti-bukti seperti saksi, surat-surat kepemilikan, dan bukti transaksi keuangan menjadi sangat penting. Proses penyelesaiannya bisa melalui jalur mediasi, arbitrase, atau jalur hukum perdata. Proses ini bisa memakan waktu lama dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat