Penyelesaian suatu sengketa pertanahan
Belakangan ini masalah pertanahan ada ke permukaan serta adalah bahan kabar untuk berita di media masa. Secara makro pemicu timbulnya beberapa kasus pertanahan itu ialah benar-benar beragam yang di antaranya :
Menghitung Budget Pengacara/ Konsultan Hukum Pertanahan
- Harga tanah yang bertambah secara cepat.
- Selanjutnya Keadaan warga yang makin sadar serta perduli akan kebutuhan/haknya.
- Iklim keterbukaan yang di gariskan pemerintah.
PENYELESAIAN SUATU SENGKETA PERTANAHAN
Pada hakekatnya, masalah pertanahan adalah bentrokan kebutuhan (conflict of interest) di bagian pertanahan di antara siapa dengan siapa. Jadi contoh nyata di antara perseorangan dengan perseorangan, perseorangan dengan tubuh hukum, tubuh hukum dengan tubuh hukum dan lain-lain. Berkenaan dengan hal tertera di atas, untuk kejelasan dari hukum yang di serahkan UUPA.
Karena itu pada masalah pertanahan di sebut diantaranya bisa diberi tanggapan/reaksi/penyelesaian pada yang memiliki kepentingan (warga serta pemerintah). Berbentuk jalan keluar lewat Badan Pertanahan Nasional serta jalan keluar lewat Badan Peradilan. Jalan keluar penyelesaian perselisihan tanah bisa di tempuh lewat 2 langkah yakni :
1. Solusi Melalui BPN
Masalah pertanahan itu muncul di karenakan klaim/pengaduan/keberatan dari warga (perseorangan/tubuh hukum) yang berisi kebenaran serta tuntutan pada satu ketetapan Tata Usaha Negara di bagian pertanahan yang sudah di putuskan oleh Petinggi Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta ketetapan Petinggi itu di rasa bikin rugi hak-hak mereka atas satu bagian tanah itu.
Baca juga: SENGKETA TANAH MOMOK BAGI BISNIS PROPERTI DI INDONESIA
Adanya klaim itu, mereka ingin mendapatkan penyelesaian dengan administrasi dengan apa yang disebutkan revisi langsung dari Petinggi yang berkuasa karena itu. Wewenang untuk melakukan revisi ialah ketetapan Tata Usaha Negara di bagian pertanahan (Surat Ketetapan Pemberian Hak Atas Tanah), ada di Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Masalah pertanahan mencakup beberapa jenis diantaranya tentang permasalahan status tanah, permasalahan pemilikan, permasalahan bukti-bukti pencapaian sebagai dasar pemberian hak dan lain-lain. Sesudah terima berkas pengaduan dari warga tertera di atas, petinggi yang berkuasa mengakhiri permasalahan ini akan membuat riset serta pengumpulan data pada berkas yang di laporkan itu.
Hasil dari riset ini bisa di ambil kesimpulan sesaat apa pengaduan itu bisa di olah selanjutnya atau tidak bisa. Jika data yang di katakan dengan cara langsung ke Badan Pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang komplet, karena itu Badan Pertanahan Nasional akan minta keterangan di barengi dengan data dan pendapat ke Kepala Kantor Daerah Badan Pertanahan Nasional Propinsi serta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di tempat letak tanah yang di sengketakan.
Baca juga: Tips Ampuh Tangani Sengketa Pertanahan Tanpa Pengadilan
Bilamana kelengkapan data itu sudah di penuhi, karena itu seterusnya di selenggarakan pengkajian kembali pada permasalahan yang di serahkan itu yang mencakup sisi mekanisme, wewenang serta aplikasi hukumnya. Supaya kebutuhan warga (perseorangan atau badan hukum) yang memiliki hak atas bagian tanah yang di klaim itu mendapatkan perlindungan hukum.
Surat Edaran BPN
Karena itu jika di lihat butuh sesudah Kepala Kantor Pertanahan di tempat membuat riset serta jika dari apa yang di yakininya memang seharusnya di status quokan, bisa di kerjakan penutupan atas tanah perselisihan. Kebijaksanaan ini di tulis dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 No 110-150 tentang Pencabutan Petunjuk Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 1984.
Dengan di cabutnya Petunjuk Menteri Dalam Negeri No 16 Tahun 1984, karena di minta perhatian dari Petinggi Badan Pertanahan Nasional di wilayah yakni beberapa Kepala Kantor Daerah Badan Pertanahan Nasional Propinsi serta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, supaya seterusnya di lakukan penentuan status quo atau penutupan cuma di kerjakan jika ada penentuan Sita Jaminan (CB) dari Pengadilan. (Banding dengan Ketentuan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 Pasal 126).
Surat Edaran BPN
Oleh karenanya, bisa di ambil kesimpulan jika jika Kepala Kantor Pertanahan di tempat akan bertindak status quo pada satu Ketetapan Tata Usaha Negara di bagian Pertanahan (sertifikat/Surat Ketetapan Pemberian Hak Atas Tanah), harusnya melakukan tindakan berhati-hati serta memerhatikan asas-asas umum Pemerintahan yang baik, di antaranya azas ketelitian serta kecermatan, azas keterbukaan (fair play), azas kesamaan di layani kebutuhan warga serta memerhatikan beberapa pihak yang bersengketa.
Pada masalah pertanahan yang di katakan ke Badan Pertanahan Nasional untuk di mintakan penyelesaiannya, jika bisa di sandingkan beberapa pihak yang bersengketa, karena itu benar-benar baik bila di tuntaskan dengan cara musyawarah. Penyelesaian ini sering Badan Pertanahan Nasional di suruh jadi mediator untuk mengakhiri perselisihan hak atas tanah dengan damai sama-sama menghargai beberapa pihak yang bersengketa.
Terkait dengan itu, bilamana penyelesaian dengan musyawarah sampai kata mufakat, karena itu harus juga di barengi dengan bukti tercatat, yakni dari surat pemberitahuan untuk beberapa faksi, berita acara rapat serta seterusnya jadi bukti terdapatnya perdamaian di tuangkan dalam akta yang jika memang perlu di bikin di depan notaris hingga memiliki kemampuan pembuktian yang prima.
Dasar hukum penangguhan ketetapan
Penangguhan ketetapan tata usaha negara di bagian pertanahan yaitu oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional serta ada sebagian yang cacat hukum/administrasi di dalam penerbitannya. Sebagai dasar hukum wewenang penangguhan ketetapan itu di antaranya :
- Undang-Undang No 5 Tahun 1960 mengenai Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
- Ketentuan Pemerintah No 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah.
- Ketetapan Presiden No 34 Tahun 2003 mengenai Kebijaksanaan Nasional Di Bagian Pertanahan.
- Ketentuan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1999.
Dalam praktik sampai kini ada perseorangan/ tubuh hukum yang merasakan keperluannya di rugikan ajukan keberatan itu langsung pada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sejumlah besar di serahkan langsung oleh yang berkaitan pada Kepala Badan Pertanahan Nasional serta beberapa di serahkan lewat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota ditempat serta di lanjutkan lewat Kepala Kantor Daerah Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang berkaitan.
2. Lewat Badan Peradilan
Jika penyelesaian lewat musyawarah antara beberapa faksi yang bersengketa tidak terwujud, demikian juga jika penyelesaian dengan sepihak dari Kepala Badan Pertanahan Nasional tidak bisa di terima oleh beberapa pihak yang bersengketa, karena itu penyelesaiannya harus lewat pengadilan.
Sesudah lewat riset nyatanya Ketetapan Tata Usaha Negara yang di edarkan oleh Petinggi Badan Pertanahan Nasional telah benar menurut hukum serta sesuai mekanisme yang berlaku, karena itu Kepala Badan Pertanahan Nasional dapat keluarkan satu ketetapan yang berisi menampik tuntutan faksi ke-3 yang memprotes atas Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah di keluarkan oleh Petinggi Badan Pertanahan Nasional itu.
Jadi resiko dari penampikan itu bermakna Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah di keluarkan itu masih benar serta resmi meskipun ada faksi lain yang ajukan ke pengadilan di tempat. Saat menanti keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, di larang buat Petinggi Tata Usaha Negara yang berkaitan membuat mutasi atas tanah yang berkaitan (status quo).
Kerugian Status quo
Oleh karenanya untuk menghindarkan berlangsungnya permasalahan di masa datang yang memunculkan kerugian buat beberapa pihak yang berperkara atau faksi ke-3. Karena itu pada Petinggi Tata Usaha Negara di bagian Pertanahan yang berkaitan harus mengaplikasikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Yakni membuat perlindungan seluruh pihak yang memiliki kepentingan sekalian menanti terdapatnya keputusan yang sudah memiliki kemampuan hukum tetap (in kracht van gewijsde).
Selanjutnya jika telah ada keputusan hakim yang memiliki kemampuan hukum yang pasti, karena itu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di tempat melalui Kepala Kantor Daerah Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang berkaitan menyarankan permintaan penangguhan satu Ketetapan Tata Usaha Negara di bagian Pertanahan yang sudah di tetapkan tertera di atas.
Permintaan itu harus di perlengkapi dengan laporan tentang semua data yang tersangkut subyek serta beban yang berada di atas tanah itu dan semua persoalan yang ada. Wewenang administratif permintaan penangguhan satu Surat Ketetapan Pemberian Hak Atas Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah ialah jadi wewenang Kepala Badan Pertanahan Nasional terhitung beberapa langkah kebijakan yang akan di ambil terkait adanya satu keputusan hakim yang tidak bisa di kerjakan. Semuanya supaya di berikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk menimbang serta memutuskan selanjutnya