Hukum Nikah Siri di Indonesia
Nikah Siri Dalam Agama – Nikah siri, pernikahan yang tidak tercatat secara resmi di negara, menjadi fenomena yang kompleks di Indonesia. Praktik ini menimbulkan berbagai implikasi hukum dan sosial yang perlu dipahami. Perbedaan antara nikah siri dan nikah resmi, sanksi hukum yang berlaku, serta potensi konflik yang muncul menjadi poin penting yang akan dibahas dalam uraian berikut.
Perbedaan Hukum Nikah Siri dan Nikah Resmi
Hukum positif Indonesia mengakui dan melindungi pernikahan yang tercatat resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) atau instansi yang berwenang. Pernikahan ini terikat oleh hukum negara dan memiliki kekuatan hukum yang diakui. Sebaliknya, nikah siri, yang hanya dilangsungkan secara agama tanpa pencatatan resmi negara, tidak memiliki pengakuan hukum negara. Hal ini berdampak pada hak dan kewajiban pasangan, terutama terkait aset, warisan, dan status anak.
Sanksi Hukum bagi Pasangan yang Melakukan Nikah Siri, Nikah Siri Dalam Agama
Tidak ada sanksi pidana langsung yang ditujukan kepada pasangan yang melakukan nikah siri. Namun, ketidakhadiran pencatatan resmi negara menimbulkan berbagai permasalahan hukum di kemudian hari. Misalnya, dalam hal perceraian, pembagian harta gono-gini akan menjadi rumit dan membutuhkan bukti-bukti yang kuat. Status anak hasil nikah siri juga dapat menimbulkan masalah hukum terkait hak waris dan pengakuan hukum. Undang Undang Poligami Terbaru di Indonesia
Perbandingan Persyaratan Nikah Siri dan Nikah Resmi
Aspek | Nikah Resmi | Nikah Siri |
---|---|---|
Pencatatan | Tercatat di KUA/instansi berwenang | Tidak tercatat secara resmi |
Persyaratan | Memenuhi syarat administrasi dan agama yang ditetapkan negara | Umumnya hanya memenuhi syarat agama |
Saksi | Diperlukan saksi resmi yang ditentukan negara | Saksi biasanya terbatas pada kerabat atau lingkungan dekat |
Akta Pernikahan | Menerima akta pernikahan resmi negara | Tidak memiliki akta pernikahan resmi |
Pengakuan Hukum | Diakui dan dilindungi hukum negara | Tidak diakui dan dilindungi hukum negara |
Potensi Konflik Hukum dari Praktik Nikah Siri
Praktik nikah siri berpotensi menimbulkan berbagai konflik hukum, terutama terkait status perkawinan, hak anak, dan pembagian harta bersama. Ketidakjelasan status hukum dapat menyebabkan kesulitan dalam mengakses layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak hasil nikah siri. Perselisihan harta gono-gini juga seringkali terjadi karena tidak adanya dokumen resmi yang mengatur kepemilikan aset.
Contoh Kasus Hukum Terkait Nikah Siri
Banyak kasus perselisihan terkait nikah siri yang muncul di pengadilan. Contohnya, kasus perebutan hak asuh anak hasil nikah siri, sengketa warisan, atau tuntutan nafkah yang rumit karena tidak adanya bukti pernikahan resmi. Kasus-kasus ini seringkali membutuhkan proses hukum yang panjang dan kompleks karena kurangnya bukti dan landasan hukum yang kuat bagi pasangan yang melakukan nikah siri. Putusan pengadilan pun seringkali bergantung pada bukti-bukti yang diajukan oleh masing-masing pihak, dan hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Pandangan Agama Islam Terhadap Nikah Siri
Nikah siri, atau pernikahan yang tidak dicatat secara resmi oleh negara, merupakan praktik yang cukup kompleks dalam konteks hukum Islam. Meskipun tidak tercatat secara negara, kesahihannya dalam pandangan agama Islam sendiri perlu dikaji berdasarkan berbagai mazhab dan pendapat ulama. Perbedaan pendapat ini perlu dipahami untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai status hukum nikah siri.
Hukum Nikah Siri Menurut Berbagai Mazhab dalam Islam
Hukum nikah siri dalam Islam tidak seragam di antara berbagai mazhab. Perbedaan pendapat muncul terutama dalam hal pengaruh ketidakhadiran saksi dan pencatatan resmi terhadap sah atau tidaknya pernikahan. Beberapa mazhab menekankan pentingnya saksi dan pencatatan, sementara yang lain lebih menekankan pada rukun dan syarat pernikahan itu sendiri. Perbedaan ini berakar pada penafsiran berbeda terhadap ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang berkaitan dengan pernikahan. Sebagai contoh, mazhab Hanafi cenderung lebih longgar dalam hal persyaratan saksi, sementara mazhab Syafi’i cenderung lebih ketat. Penting untuk memahami konteks perbedaan ini dan tidak menggeneralisir pandangan seluruh mazhab.
Syarat-Syarat Sah Nikah Siri Menurut Perspektif Islam
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai peran saksi dan pencatatan, mayoritas ulama sepakat bahwa beberapa syarat utama tetap harus dipenuhi agar nikah siri dianggap sah secara Islam. Syarat-syarat tersebut meliputi adanya ijab dan kabul (akad nikah) yang sah, kedua mempelai yang sudah baligh dan berakal sehat, kebebasan dalam memilih pasangan (tanpa paksaan), dan wali nikah bagi pihak perempuan. Kehadiran wali dan saksi, meskipun ideal, tidak selalu dianggap sebagai syarat mutlak bagi kesahan pernikahan oleh sebagian ulama, tetapi tetap dianjurkan untuk menghindari potensi sengketa di kemudian hari.
Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Sah Tidaknya Nikah Siri
Perbedaan pendapat ulama mengenai sah tidaknya nikah siri sebagian besar berpusat pada peran saksi dan pencatatan resmi pernikahan. Sebagian ulama berpendapat bahwa nikah siri tetap sah selama memenuhi rukun dan syarat pernikahan yang lain, dengan catatan adanya bukti-bukti yang cukup untuk membuktikan terjadinya akad nikah. Sementara itu, sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa nikah siri tidak sah atau setidaknya lemah (tidak sempurna) karena tidak memenuhi syarat minimal syariat, yaitu adanya saksi. Perbedaan ini menunjukkan betapa pentingnya memahami konteks dan nuansa dalam memahami hukum Islam.
Ringkasan Pendapat Mayoritas Ulama Tentang Nikah Siri
Meskipun terdapat perbedaan pendapat, mayoritas ulama cenderung sepakat bahwa nikah siri yang memenuhi rukun dan syarat pernikahan, meskipun tanpa saksi dan pencatatan resmi, tetap dianggap sah secara agama. Namun, mereka juga menekankan pentingnya adanya bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan terjadinya akad nikah, seperti kesaksian dari orang-orang terpercaya atau bukti-bukti lain yang sah. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi konflik dan permasalahan hukum di masa mendatang. Praktik ini sangat dianjurkan untuk menghindari berbagai permasalahan hukum dan sosial yang mungkin timbul.
Perbedaan Nikah Siri dengan Nikah yang Disaksikan oleh Wali dan Saksi
Perbedaan utama antara nikah siri dan nikah yang disaksikan oleh wali dan saksi terletak pada aspek legalitas dan bukti. Nikah yang disaksikan oleh wali dan saksi memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat karena terdokumentasi dengan baik. Hal ini memudahkan dalam pembuktian pernikahan jika terjadi sengketa, seperti dalam hal warisan atau hak asuh anak. Sebaliknya, nikah siri dapat menimbulkan kesulitan dalam pembuktian karena minimnya dokumentasi. Tabel berikut merangkum perbedaan tersebut:
Aspek | Nikah Siri | Nikah dengan Saksi dan Wali |
---|---|---|
Dokumentasi | Tidak tercatat resmi | Tercatat resmi |
Bukti Pernikahan | Sulit dibuktikan | Mudah dibuktikan |
Pengakuan Hukum Negara | Tidak diakui secara hukum negara | Diakui secara hukum negara |
Potensi Sengketa | Lebih tinggi | Lebih rendah |
Dampak Sosial Nikah Siri
Nikah siri, meskipun memiliki pengakuan di beberapa kalangan masyarakat, menimbulkan beragam dampak sosial yang perlu diperhatikan. Praktik ini, yang tidak tercatat secara resmi di negara, berpotensi menciptakan ketidakadilan dan permasalahan bagi perempuan, anak-anak, serta tatanan sosial secara luas. Pemahaman yang komprehensif mengenai dampak-dampak ini penting untuk merumuskan solusi yang tepat dan efektif.
Dampak Nikah Siri terhadap Perempuan dan Anak
Perempuan yang menjalani nikah siri seringkali menghadapi kerentanan sosial dan ekonomi yang signifikan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, mereka rentan terhadap eksploitasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan dan kesejahteraan. Status pernikahan yang tidak resmi juga dapat mempersulit mereka untuk mendapatkan hak-hak dasar, seperti hak atas harta bersama dan hak asuh anak jika terjadi perpisahan. Anak-anak yang lahir dari pernikahan siri juga menghadapi ketidakpastian hukum mengenai status kewarganegaraan, hak waris, dan akses pendidikan. Mereka dapat mengalami diskriminasi dan stigma sosial karena status orang tuanya yang tidak tercatat secara resmi.
Permasalahan Sosial Akibat Nikah Siri
Salah satu permasalahan utama yang ditimbulkan oleh nikah siri adalah masalah status anak. Anak-anak yang lahir dari pernikahan siri seringkali tidak memiliki akta kelahiran yang sah, sehingga mereka kesulitan mengakses layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan administrasi kependudukan. Ketidakjelasan status hukum ini juga dapat menimbulkan konflik dalam keluarga, khususnya jika terjadi perceraian atau kematian salah satu orang tua. Selain itu, nikah siri dapat memicu permasalahan sosial lainnya, seperti munculnya kasus perkawinan anak, poligami yang tidak terkendali, dan penyebaran penyakit menular seksual.
Anda pun dapat memahami pengetahuan yang berharga dengan menjelajahi Pernikahan Siri Dalam Islam.
Solusi untuk Meminimalisir Dampak Negatif Nikah Siri
Untuk meminimalisir dampak negatif nikah siri, diperlukan pendekatan multi-sektoral yang melibatkan pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat sipil. Sosialisasi dan edukasi publik tentang pentingnya pernikahan resmi dan hak-hak perempuan dan anak sangatlah krusial. Peningkatan akses terhadap layanan hukum dan pendampingan bagi perempuan yang menjalani nikah siri juga diperlukan. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kebijakan yang lebih inklusif dan melindungi hak-hak perempuan dan anak yang lahir dari pernikahan siri, misalnya dengan memberikan kemudahan dalam pengurusan akta kelahiran dan akses terhadap layanan publik lainnya. Penguatan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait pernikahan dan perlindungan anak juga menjadi hal yang penting.
Eksplorasi kelebihan dari penerimaan Contoh Perjanjian Pra Nikah Dengan Wna dalam strategi bisnis Anda.
Pendapat Ahli Sosiologi tentang Nikah Siri
“Nikah siri merupakan manifestasi dari kompleksitas sosial dan budaya yang perlu dipahami secara holistik. Praktik ini tidak hanya menimbulkan permasalahan hukum, tetapi juga berdampak pada kesetaraan gender, perlindungan anak, dan stabilitas sosial. Solusi yang efektif harus mempertimbangkan konteks sosial budaya setempat dan melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak.” – Prof. Dr. X (Nama Ahli Sosiologi – Contoh)
Ketidakadilan Sosial Akibat Nikah Siri
Nikah siri secara inheren menciptakan ketidakadilan sosial. Perempuan yang terlibat seringkali mengalami kerugian yang signifikan, baik secara hukum maupun sosial. Mereka kehilangan perlindungan hukum yang seharusnya mereka dapatkan dalam sebuah pernikahan resmi, menjadi rentan terhadap eksploitasi dan diskriminasi. Anak-anak yang lahir dari pernikahan siri juga menanggung beban ketidakadilan ini, mereka menghadapi hambatan dalam mengakses hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan dan kesehatan, karena status mereka yang tidak jelas. Ketidakadilan ini diperparah oleh kurangnya akses terhadap keadilan dan perlindungan hukum yang memadai.
Tingkatkan wawasan Kamu dengan teknik dan metode dari Putusan Dari Mahkamah Konstitusi Tentang Perjanjian Kawin.
Perbandingan Nikah Siri dengan Nikah Resmi: Nikah Siri Dalam Agama
Pernikahan merupakan ikatan suci yang memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang signifikan. Di Indonesia, terdapat dua jenis pernikahan, yaitu nikah resmi yang tercatat di negara dan nikah siri yang hanya tercatat di hadapan saksi tanpa pencatatan negara. Perbedaan mendasar ini menimbulkan konsekuensi yang berbeda pula bagi kedua mempelai. Berikut perbandingan detailnya.
Keabsahan Hukum, Aspek Sosial, dan Agama
Perbedaan mendasar antara nikah siri dan nikah resmi terletak pada pengakuan hukum dan aspek sosialnya. Nikah resmi diakui negara dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sedangkan nikah siri tidak memiliki pengakuan hukum negara, meskipun secara agama mungkin sah. Aspek sosialnya juga berbeda; nikah resmi lebih diterima secara luas di masyarakat dan memberikan status sosial yang jelas, sementara nikah siri seringkali menimbulkan stigma atau pertanyaan.
Aspek | Nikah Resmi | Nikah Siri |
---|---|---|
Keabsahan Hukum | Diakui negara, memiliki kekuatan hukum yang mengikat. | Tidak diakui negara, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. |
Aspek Sosial | Diterima secara luas, memberikan status sosial yang jelas. | Seringkali menimbulkan stigma atau pertanyaan di masyarakat. |
Aspek Agama | Sah secara agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha) jika memenuhi syarat agama masing-masing dan tercatat di negara. | Sah secara agama (terutama dalam konteks Islam) jika memenuhi syarat agama, meskipun tidak tercatat di negara. |
Administrasi dan Legalitas
Proses administrasi dan legalitas nikah resmi dan siri sangat berbeda. Nikah resmi melibatkan proses pendaftaran dan pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau instansi terkait, disertai dengan persyaratan administrasi yang lengkap. Nikah siri hanya memerlukan saksi dan biasanya tidak melibatkan dokumen resmi negara.
Dapatkan seluruh yang diperlukan Anda ketahui mengenai Kawin Atau Nikah di halaman ini.
- Nikah Resmi: Membutuhkan persyaratan administrasi yang lengkap, seperti akta kelahiran, surat izin orang tua, dan lain-lain. Prosesnya tercatat dan terdokumentasi secara resmi oleh negara.
- Nikah Siri: Tidak memerlukan persyaratan administrasi resmi negara. Bukti pernikahan hanya berupa kesaksian para saksi dan mungkin dokumen agama (jika ada).
Konsekuensi Hukum dan Sosial
Konsekuensi hukum dan sosial dari kedua jenis pernikahan sangat berbeda. Nikah resmi memberikan perlindungan hukum bagi kedua pasangan dan anak-anaknya, sedangkan nikah siri rentan terhadap berbagai masalah hukum dan sosial.
Temukan bagaimana Pertanyaan Seputar Nikah telah mentransformasi metode dalam hal ini.
- Nikah Resmi: Memberikan hak dan kewajiban yang jelas bagi kedua pasangan, serta perlindungan hukum bagi anak-anak yang lahir dalam pernikahan tersebut. Memudahkan akses terhadap berbagai layanan publik.
- Nikah Siri: Tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pasangan dan anak-anaknya. Seringkali menimbulkan masalah dalam hal hak waris, hak asuh anak, dan akses terhadap layanan publik.
Kelebihan dan Kekurangan
Baik nikah resmi maupun nikah siri memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan jenis pernikahan harus mempertimbangkan konsekuensi hukum, sosial, dan agama yang akan dihadapi.
Aspek | Nikah Resmi | Nikah Siri |
---|---|---|
Kelebihan | Perlindungan hukum yang kuat, pengakuan sosial yang luas, akses mudah ke layanan publik. | Proses yang lebih sederhana, terhindar dari birokrasi negara. |
Kekurangan | Proses yang lebih rumit dan membutuhkan persyaratan administrasi yang lengkap. | Tidak ada perlindungan hukum yang memadai, rentan terhadap masalah sosial dan hukum. |
Ilustrasi Perbedaan Sertifikat Nikah
Sertifikat nikah resmi merupakan dokumen resmi negara yang dikeluarkan oleh KUA atau instansi terkait, berisi data lengkap kedua mempelai, tanggal pernikahan, dan nomor register resmi. Bukti nikah siri umumnya berupa surat pernyataan dari saksi-saksi yang menyatakan telah menyaksikan akad nikah, tanpa nomor register resmi negara dan tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara. Bukti nikah siri mungkin disertai dokumen agama, namun tetap tidak setara dengan sertifikat nikah resmi yang diakui negara.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Nikah Siri
Nikah siri, meskipun diakui secara agama, menimbulkan berbagai permasalahan hukum dan sosial. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanganan menjadi krusial untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak, serta menjaga ketertiban sosial. Strategi komprehensif yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan individu sangat diperlukan untuk mengatasi praktik ini.
Strategi Pemerintah dalam Menangani Permasalahan Nikah Siri
Pemerintah Indonesia telah berupaya menangani nikah siri melalui berbagai pendekatan. Salah satunya adalah melalui sosialisasi dan edukasi publik untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman tentang pentingnya pencatatan pernikahan secara resmi. Selain itu, pemerintah juga berupaya mempermudah akses masyarakat terhadap layanan pencatatan pernikahan, termasuk bagi pasangan yang telah menikah siri. Terdapat pula upaya peningkatan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait pencatatan pernikahan, meskipun hal ini seringkali menghadapi tantangan praktis.
Rekomendasi Kebijakan untuk Mengurangi Praktik Nikah Siri
Beberapa kebijakan dapat dipertimbangkan untuk mengurangi praktik nikah siri. Pertama, perlu adanya penyederhanaan prosedur dan pengurangan biaya administrasi pencatatan pernikahan. Kedua, perlu adanya kampanye publik yang masif dan berkelanjutan yang menyoroti dampak negatif nikah siri, terutama bagi perempuan dan anak. Ketiga, perlu peningkatan aksesibilitas layanan keagamaan dan hukum bagi masyarakat, terutama di daerah terpencil. Keempat, perlu adanya sanksi tegas namun proporsional bagi pihak-pihak yang terlibat dalam memfasilitasi nikah siri secara ilegal, seperti penghulu atau tokoh agama yang tidak terdaftar.
Peran Masyarakat dalam Mencegah Praktik Nikah Siri
Masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah nikah siri. Pertama, melalui edukasi dan sosialisasi di lingkungan sekitar, masyarakat dapat meningkatkan kesadaran akan bahaya nikah siri. Kedua, masyarakat dapat mendorong pasangan untuk mendaftarkan pernikahan secara resmi. Ketiga, tokoh agama dan masyarakat dapat berperan sebagai mediator untuk menyelesaikan konflik yang timbul akibat nikah siri. Keempat, masyarakat juga dapat melaporkan praktik nikah siri yang melanggar hukum kepada pihak berwenang.
Langkah-Langkah Edukasi Masyarakat tentang Bahaya Nikah Siri
Edukasi publik sangat penting untuk mencegah nikah siri. Langkah-langkah edukasi dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti ceramah agama, seminar, penyebaran brosur, dan pemanfaatan media sosial. Materi edukasi harus disampaikan secara mudah dipahami, menarik, dan relevan dengan kehidupan masyarakat. Penting juga untuk melibatkan tokoh agama dan masyarakat yang dihormati untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut.
Contoh Program Edukasi yang Efektif untuk Mencegah Nikah Siri
Salah satu contoh program edukasi yang efektif adalah program “Nikah Resmi, Keluarga Bahagia”. Program ini dapat berupa serangkaian kegiatan yang melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas pencatat pernikahan. Kegiatan tersebut dapat berupa seminar, workshop, atau kunjungan ke rumah-rumah warga untuk memberikan edukasi langsung. Program ini juga dapat melibatkan media sosial untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas. Program lain yang bisa dipertimbangkan adalah kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil yang fokus pada pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak perempuan dalam pernikahan.
Pertanyaan Umum Seputar Nikah Siri dalam Agama Islam
Nikah siri, pernikahan yang tidak dicatat secara resmi di negara, seringkali menimbulkan pertanyaan dan kebingungan, terutama terkait aspek hukum dan keagamaan. Berikut ini penjelasan mengenai beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan mengenai nikah siri dalam konteks agama Islam di Indonesia.
Pengakuan Hukum Nikah Siri di Indonesia
Nikah siri di Indonesia tidak diakui secara hukum negara. Meskipun sah menurut agama Islam jika memenuhi syarat-syaratnya, pernikahan ini tidak tercatat di catatan sipil dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara. Hal ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk hak dan kewajiban pasangan, serta status anak yang lahir dari pernikahan tersebut.
Syarat Sah Nikah Siri Menurut Agama Islam
Syarat sah nikah siri menurut agama Islam sama dengan syarat sah nikah resmi, yaitu adanya ijab kabul yang dilakukan oleh kedua calon mempelai atau wali, serta dua orang saksi yang adil. Kehadiran wali bagi pihak perempuan juga merupakan syarat mutlak. Perbedaannya terletak pada aspek pencatatan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) atau lembaga resmi lainnya. Ketiadaan pencatatan resmi inilah yang membedakan nikah siri dengan nikah resmi.
Konsekuensi Hukum Melakukan Nikah Siri
Pasangan yang melakukan nikah siri berpotensi menghadapi berbagai konsekuensi hukum. Karena tidak tercatat secara resmi, mereka tidak memiliki perlindungan hukum yang sama seperti pasangan yang menikah secara resmi. Masalah dapat muncul terutama jika terjadi perselisihan, perceraian, atau sengketa warisan. Status anak yang lahir dari pernikahan siri juga dapat menjadi permasalahan hukum. Oleh karena itu, penting untuk memahami konsekuensi ini sebelum memutuskan untuk melakukan nikah siri.
Status Anak yang Lahir dari Pernikahan Siri
Status anak yang lahir dari pernikahan siri secara hukum di Indonesia tidak otomatis mendapatkan pengakuan sebagai anak sah. Meskipun secara agama Islam anak tersebut dianggap sah, untuk mendapatkan pengakuan hukum, diperlukan proses hukum seperti pengakuan anak atau penetapan status anak melalui pengadilan. Proses ini dapat kompleks dan memerlukan bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan hubungan biologis dan pengakuan dari ayah. Keterbatasan pengakuan hukum ini dapat menimbulkan kendala dalam hal hak asuh, warisan, dan akses terhadap layanan publik.
Perbedaan Nikah Siri dan Nikah Mut’ah
Nikah siri dan nikah mut’ah adalah dua hal yang berbeda. Nikah siri adalah pernikahan yang sah menurut agama Islam tetapi tidak dicatat secara resmi. Sedangkan nikah mut’ah adalah pernikahan sementara yang lazim di beberapa mazhab Syiah, namun hukumnya haram dalam mazhab Ahlussunnah wal Jamaah. Perbedaan mendasar terletak pada jangka waktu pernikahan dan kesah-nya menurut hukum agama. Nikah siri bertujuan untuk pernikahan yang permanen, sementara nikah mut’ah memiliki batas waktu yang disepakati.