Menghadapi Kasus Penyandang Disabilitas

Memiliki penyakit khusus seperti disabilitas mungkin bukan perbuatan yang masuk dalam kategori pidana, terlebih jika korbannya melaporkan.Apa Yang harus kita lakukan  Ketika Menghadapi Kasus Penyandang Disabilitas? Simak berikut ini.

 

Tentu saja ada penilaian tersendiri melihat kemampuan penyandang disabilitas dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya, dengan tetap melihat pendapat ahli. Karena itu, pemahaman aparat penegak hukum khususnya penyidik, mengenai penyandang disabilitas tentulah sangat penting.

 

penyandang disabilitas | Kasus yang disidangkan secara online

 

 Menghadapi Kasus Penyandang Disabilitas Yang Perlu Kalian Pahami

Sebuah kisah menceritakan akademisi dan penyandang disabilitas Jamal al-Bakri disebuah webinar “Praktik pendamping hukum bagi individu dengan disabilitas intelektual dan perkembangan” di Universitas Katholik Parahyangan Bandung, beberapa waktu lalu.

 

Seorang mahasiswa semester  5 dibawa ke kantor Polres Depok karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak perempuan yang masih di bawah umur. Pada hari itu penyidik  memeriksa pelaku, hanya saja mahasiswa tersebut seperti ketakutan dan tidak bisa mejawab pertanyaan penyidik.

 

Barulah jelang tengah malam, tim pendamping penyandang disabilitas datang ke kantor polisi denga menceritakan latar belakang mahasiswa tersebut. Tidak hanya itu, tim juga membawa bukti  bahwa mahasiswa tersebut mendeita penyakit gangguan intelektualitas.

 

 

 Menghadapi Kasus Penyandang Disabilitas Yang Perlu Kalian Pahami

 

Saran tim pendamping kepada penyidik pun agar proses pemeriksaan berlangsung lebih nyaman agar mahasiswa tersebut mau menceritakan kejadian yang sebenarnya. Contoh kasus ini hanya satu di antara banyaknya kasus yang juga melibatkan penyandang disabilitas yang terlibat tindak pidana.

 

Butuh pendekatan khusus agar mereka merasa tidak tertekan dan  ingin bercerita mengenai kejadian yang mereka lakukan. Hal ini penting, sebab mental mereka memang sangat berbeda dengan mental orang normal pada umumnya.

  HATI HATI HOAKS BISA KENA HUKUM

 

penetapan tersangka dan terdakwa | Menghadapi Kasus Penyandang Disabilitas

DEFINISI PENYANDANG DISABILITAS

Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata disabilitas? Ternyata penyandang disabilitas yang menimpa seseorang berbeda-beda. Sebagaimana yang tertera di dalam  undang-undang nomor 8 tahun 2016 mengenai penyandang disabilitas memberikan definisi.

 

Dalam  undang-undang  bahwa penyandang disabilitas adalah  orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual hingga mental dan sensorik, dengan jangka waktu lama, sehingga ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitar  mengalami kesulitan.

 

DEFINISI PENYANDANG DISABILITAS | Menghadapi Kasus Penyandang Disabilitas

 

Macam-macam penyandang disabilitas :

  • Penyandang disabilitas fisik
  • Penyandang disabilitas intelektual
  • Penyandang disabilitas mental
  • Penyandang disabilitas sensorik

 

Namun, yang harus jadi Catatan adalah apapun jenis disabilitasnya mereka memiliki hak untuk hidup, juga bebas dari berbagai stigma, termasuk mereka juga memiliki privasi. Dari segi hukum, mereka punya hak mendapat keadilan dan perlindungan. Mereka juga memailiki hak mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan serta hak politik dan keagamaan.

 

jenis disabilitasnya mereka memiliki hak untuk hidup

 

Khusus di bidang hukum, mereka tentu punya hak mendapatkan perlindungan hukum serta mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum.Mereka juga mempunyai  hak untuk memiliki maupun mewarisi harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

 

Jika Anda butuh perlindungan hukum bagi anggota keluarga Anda yang menderita penyakit disabilitas, serahkan pada ahlinya bersama kami di PT Jangkar Global Groups. Melanjutkan hak disabilitas bahwa mereka juga memiliki hak dalam mengendalikan masalah keuangannya.

 

kasus penetapan tersangka dan terdakwa

 

HAMBATAN MENGHADAPI KASUS PENYANDANG DISABILITAS

Adanya beberapa hambatan saat melibatkan penyandang disabilitas,termasuk penyidik.

Dikutip dari laman hukum online, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes (Pol) K. Yani Sudarto ikut mengurai beberapa hal yang menjadi hambatan dalam proses penyidikan antara lain sebagai berikut:

  Prosedur Jual Putus Anak dan Dalam Konteks Hak Cipta

 

  1. Akibat rendahnya pengetahuan penyidik mengenai isu disabilitas serta hak-hak hukum bagi penyandang disabilitas
  2. Belum tersedia sarana pendukung yang bisa mendukung penyidikan misalnya petunjuk menggunakan huruf braille ataupun penerjemah bahasa isyarat
  3. Rendahnya sosialisasi mengenai informasi hukum,mekanisme hukum pada penyandang disabilitas yang terlibat perkara
  4. Rendahnya kesadaran dari pihak penyandang disabilitas maupun keluarganya untuk melapor

 

HAMBATAN MENGHADAPI KASUS PENYANDANG DISABILITAS

 

KASUS PIDANA LIBATKAN PENYANDANG DISABILITAS

System informasi management mengeluarkan data para penyandang disabilitas yang menujukkan bahwa ada sekitra 212.239 jumlah penduduk Indonesia yang menderita penyakit ini. Banyak dari mereka yang berhadapan dengan kasus hukum yang berbeda-beda.Tetapi banyak yang jadi korban dibandingkan tersangka.

 

Bahkan,data dari Polda Jawa Barat menyebutkan bahwa pihaknya menangani 20 kasus yang melibatkan penyandang disabilitas dan sebagian besar dari mereka menjadi korban tindak pidana.

 

prosedur penetapan tersangka dan terdakwa

PROSEDUR PENETAPAN TERSANGKA DAN TERDAKWA

Banyaknya hambatan dalam memutuskan perkara seorang penyandang disabilitas, seharusnya tetap melewati prosedur yang berlaku.

Dalam hukum pidana yang berlaku,Seseorang bisa di pidana jika:

  • Perbuatannya melawan hukum
  • Memiliki kemampuan bertanggung jawab baik yang di sengaja maupun tidak.

 

Dalam peraturan Menkes nomor 77 tahun 2015 mengenai pedoman pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum, maka pelapor bisa melakukan salah satu cara  dengan melakukan langkah Visum atau dikenal dengan istilah visum et repertum psychiatricum (VeRP).

 

Pasal 10 peraturan Menkes nomor 77 tahun 2015,Mengenai pemeriksaan kesehatan jiwa demi kepentingan hukum antara lain:

  • Melakukan wawancara klinis psikiatri
  • Melakukan pemeriksaan dan observasi psikiatrik
  • Analisi medikolegal
  • Penyusunan VeRP

 

melewati prosedur penetapan tersangka dan terdakwa

Langkah Aparat dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2014

Langkah selanjutnya aparat harus memperhatikan ketentuan yang ada dalam undang-undang nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa.Tujuannya antara lain:

  CARA KERJA BUZZER DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN

 

  • Demi menentukan kemampuan seseorang dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya
  • Untuk menentukan kecakapan hukum saat menjalani proses persidangan

 

Selanjutnya, prosedur penetapan tersangka dan terdakwa penyandang disabilitas yang dilakukan aparat adalah dengan memperhatikan pasal 44 ayat 1 maupun 2 dalam KUHP, pasal 38 RUU KUHP, Pasal 39 RUU dan pasal 103 RUU KUHP. Karena itu, para penyandang disabilitas tidak cakap ataupun tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya (tersangka dan terdakwa). Hanya saja untuk membuktikan hal itu, dapat dilihat pada UU penyandang disabilitas semua diserahkan pada putusan pengadilan.

 

presidangan penetapan tersangka dan terdakwa

Hanya saja permintaan itu wajib melampirkan bukti dokter, bukti dari psikolog maupun dari psikiater. Pada intinya, penyandang disabilitas dapat dinyatakan tidak cakap atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan. Untuk memperkuat ketidakcakapan bertindak atau tidak dapatnya dimintai tanggung jawab.

 

UU Penyandang Disabilitas mengarahkan agar diminta penetapan pengadilan. Cuma, alasan permintaan penetapan ke pengadilan harus jelas dan wajib menghadirkan atau melampirkan bukti dari dokter, psikolog, dan/atau psikiater.

 

Dala perkembangannya, ada banyak kasus yang menyebabkan tersangka dengan penyandang gangguan jiwa ditetapkan tersangka dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bisa dilihat pada kasus yang pernah diputuskan Mahkamah Agung 2011 silam.

 

wajib melampirkan bukti dari dokter

 

Saat itu majelis hakim membenarkan adanya argumentasi bahwa terdakwa cerdas. Sedangkan majelis kasasi menyebut, judex facti sebenarnya salah memberika kesimpulan jika terdakwa sakit skizotifal adalah gangguan jiwa erat, padahal menurut majelis kasasi penyakit tersebut bukan gangguan jiwa berat.

 

Atas kasus ini, majelis kasasi memberikan penafsiran yang menyebutkan bahwa sakit jiwa secara intelektual tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Di sisi lain, fakta persidangan mengungkapkan bahwa saat tindak pidana yang dilakukan terdakwa, terdakwa juga bisa mengendalikan kehendaknya, sehingga terdakwa pantas mempertanggungjwabkan perbuatannya secara pidana.

Adi