Impor Untuk Di Pakai, Prosedur dan Kewajiban: Materi PPJK

Akhmad Fauzi

Kerugian impor untuk dipakai
Direktur Utama Jangkar Goups

DAFTAR ISI

Import Untuk di pakai adalah

Impor untuk dipakai adalah kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam daerah pabean Indonesia dengan tujuan untuk dipakai atau digunakan sendiri, bukan untuk diperdagangkan kembali.

 

Contoh Impor Untuk di pakai:

  • Seseorang membeli laptop dari luar negeri untuk digunakan sendiri.
  • Sebuah perusahaan mengimpor mesin produksi untuk digunakan di pabriknya.
  • Lembaga penelitian mengimpor peralatan laboratorium untuk keperluan riset.

 

Hal yang perlu diperhatikan dalam impor untuk dipakai:

  • Memenuhi kewajiban pabean: Anda harus menyampaikan dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan melunasi bea masuk serta pajak impor.
  • Mematuhi ketentuan larangan dan pembatasan (Lartas): Pastikan barang yang Anda impor tidak termasuk dalam kategori barang yang dilarang atau dibatasi impornya.
  • Memiliki dokumen pendukung: Siapkan dokumen-dokumen seperti faktur, packing list, bill of lading, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.

 

Keuntungan impor untuk dipakai:

  • Mendapatkan barang yang tidak tersedia di dalam negeri.
  • Mendapatkan harga yang lebih murah.
  • Mendapatkan barang dengan kualitas yang lebih baik.

 

Kerugian impor untuk dipakai:

  • Prosesnya lebih rumit dan membutuhkan waktu.
  • Biaya yang dikeluarkan bisa lebih mahal karena bea masuk dan pajak.
  • Risiko barang rusak atau hilang dalam pengiriman.

 

Informasi Tambahan:

  1. Anda dapat mengakses informasi lebih lanjut mengenai ketentuan impor untuk dipakai di situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: https://www.beacukai.go.id/faq/ketentuan-impor-untuk-dipakai.html
  2. Pastikan Anda memahami peraturan dan prosedur impor dengan baik sebelum melakukan impor untuk dipakai.
  3. Jika Anda merasa kesulitan, Anda dapat menggunakan jasa perusahaan impor (undername) atau konsultan kepabeanan untuk membantu proses impor Anda.

 

Barang Impor Untuk Di Pakai

Mari kita bahas lebih lanjut tentang impor untuk dipakai, dengan fokus pada tiga jenis Barang impor bersifat umum, barang import melalui transmisi, barang impor barang tidak berwujud:

Barang Impor Bersifat Umum

Ini adalah jenis barang impor untuk dipakai yang paling umum. Barang bersifat umum diklaim dengan PIB: bayar BM dan PDRI serta lartas kemudian keluar dengan SPPB atau SPPF

Contoh: Laptop, handphone, pakaian, tas, sepatu, peralatan rumah tangga, peralatan olahraga, buku, dan sebagainya.

 

Proses Impor Bersifat Umum:

Umumnya mengikuti prosedur standar impor untuk dipakai yang telah kita bahas sebelumnya, yaitu:

  1. Pengajuan PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
  2. Pemeriksaan dokumen dan fisik oleh Bea Cukai
  3. Penetapan jalur pengeluaran (merah, kuning, hijau)
  4. Pembayaran bea masuk dan pajak impor
  5. Pengeluaran barang dengan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang)
  6. Penyampaian PIB Berkala

 

Pemenuhan Kewajiban Pabean

Jangka Waktu: Importir wajib memenuhi kewajiban pabean dalam jangka waktu 5 hari sejak tanggal pendaftaran PIB.
Konsekuensi Keterlambatan: Jika kewajiban pabean tidak dipenuhi dalam waktu 5 hari, akan dikenakan sanksi berupa denda administrasi.

 

Menghitung Bea Masuk dan Pajak

Berikut adalah cara menghitung bea masuk, PPN, dan PPh Pasal 22 impor:

 

Nilai Pabean:

Nilai Pabean = CIF (USD) x NDPBM (Kurs Pajak)
CIF (Cost, Insurance, and Freight) adalah nilai barang, asuransi, dan ongkos kirim sampai pelabuhan tujuan.
NDPBM (Nilai Dasar Pengenaan Bea Masuk) adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk menghitung nilai pabean.

 

Bea Masuk:

Bea masuk dihitung berdasarkan tarif bea masuk yang berlaku untuk jenis barang tersebut.
Tarif bea masuk dapat berupa persentase dari nilai pabean atau dalam jumlah tertentu per unit.
Hasil perhitungan bea masuk dibulatkan ke atas dalam ribuan rupiah untuk setiap seri barang.

 

PPN (Pajak Pertambahan Nilai):

Nilai Impor = Nilai Pabean + Bea Masuk
PPN = Nilai Impor x Tarif PPN
Tarif PPN umumnya 11%.
Hasil perhitungan PPN dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah untuk setiap seri barang.

 

PPh Pasal 22 Impor:

PPh Pasal 22 impor dihitung berdasarkan tarif yang berlaku untuk jenis barang tersebut.
Tarif PPh Pasal 22 impor dapat berupa persentase dari nilai impor atau dalam jumlah tertentu.
Nilai impor dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh untuk setiap seri barang.

 

Contoh Perhitungan

1. Misalkan Anda mengimpor barang dengan CIF USD 10.000, NDPBM Rp 15.000, tarif bea masuk 10%, dan tarif PPh Pasal 22 impor 2,5%:

Nilai Pabean: USD 10.000 x Rp 15.000 = Rp 150.000.000
Bea Masuk: Rp 150.000.000 x 10% = Rp 15.000.000
Nilai Impor: Rp 150.000.000 + Rp 15.000.000 = Rp 165.000.000
PPN: Rp 165.000.000 x 11% = Rp 18.150.000
PPh Pasal 22 Impor: Rp 165.000.000 x 2,5% = Rp 4.125.000

 

2. Pak rommel mengimpor tas olah raga dari prancis USD 3500 dengan biaya asuransi USD 90 dan biaya pengiriman USD 20. Karena tas bukan merupakan barang yang tergolong mewah maka sepatu yang di impor pak rommer tidak termasuk kena PPnBM

Cek HS Code di INTR 43040091 Bea Masuk
NDPBM (16.000)
3.500 X 16.000 = 56 juta
BM 20%
PPH 7.5%

Cost: 3.500
Insurance: 90
Freight: 20 TOTAL CIF 3610 NDPM 16.000

1. Nilai Pabean : CIF X NDPBM = 3.610 X 16.000 = 57.760.000
2. Bea Masuk (dibulatkan keatas dalam ribuah rupiah penuh) BM X NP = 20 % X 57.760.000 = 11.552000
3. Nilai Impor = NP + BM = 57.760.000 + 11.552.000 = 69.312.000
4. Nilai PPN (dibulatkan ke bawah dalam rupiah)= NI X PPN = 69.312.000 x 11% = 7.624.320.
5. PPH = NI (dibulatkan ribuan kebawah) X PPH = 69.312.000X 7,5 % = 5.198.400

3. Pak romel impor tas FOB USD 5.500 dari prancis dengan asuransi dan biaya pengiriman tidak di ketahui karena tas bukan barang yang tergolong mewah maka sepatu yang di impor pak romel tidak termasuk barang kena PPnBM
HS Code 43040091 NDPM 16.000. Ausmsi pengiriman via laut.

Hitung bea msauk dan PDRI yang terhutang : Hitungan di PMK 144/2022. Asuransi Pasal 9 yaitu 0.5% dari CFR cost and freight karena dari prancis
Fraid prancis 15% (Lihat peraturan PMK)
Asuransi 0,5%

Jawab
Cost : 5.500
Fright : 15 % X 5.500 = 825.
CFR = di jumlahkan menjadi 6.325
Insurance : 0,5 % X CFR = 0,5% X 6.325 = 31.625
CIF : 6.356,625

Nilai Pabean : 6.356,625 X 16.000= 101.706.000
Bea Masuk : 20 % X NP = 20% X 101.706.000 = 20.341.200 dibulatkan ribuan ke atas = 20.342.000
Nilai Impor = NP + BM sebelum dibulatkan = 101.706.000 + 20.341.200 = 122.047.200
PPN = NI X 11 % = 13.425.192
PPH = NI X 7,5 % = 122.047.000 x 7,5% = 9.153.525
Di Invoice commercial boleh di breakdown atau tidak di breakdown boleh.

Post border (diperiksa oleh Lembaga terkait)
Border ( diperiksa di Pelabuhan)

 

4. Pak romel impor sepatu bowling dari china senilai CFR USD 11.500 dengan biaya asuransi tidak di ketahui (asumsi ketentuan lartas sudah terpenuhi) Barang bukan barang mewah yang di impor pak romel tidak termasuk barang kena PPnBM kode hs code 64035910 NDPM (16.500) PMK 144/2022.

BM 467/675.000
PPN 26.221.078
PPH Pasal 22 : 23.837.343
NI : 238. 373.438
= 238.373.000
PPH 10 %

 

Catatan:

Pastikan Anda menggunakan tarif bea masuk, PPN, dan PPh Pasal 22 impor yang terbaru dan sesuai dengan jenis barang yang diimpor.
Anda dapat menggunakan aplikasi atau website Bea Cukai untuk menghitung kewajiban pabean secara online.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam menghitung kewajiban pabean, konsultasikan dengan PPJK atau konsultan kepabeanan.

 

Barang Impor Melalui Transmisi

Barang impor jenis ini memiliki karakteristik khusus karena tidak diangkut secara fisik, melainkan melalui saluran transmisi atau pipa.

Contoh: Tenaga listrik, gas alam cair (LNG), minyak mentah.

 

Proses Impor Melalui Transmisi:

Memiliki beberapa perbedaan dengan prosedur standar:

  • Tidak memerlukan PIB untuk pengeluaran barang, cukup dengan Dokumen Pelengkap Pabean dan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
  • Pembayaran bea masuk dan pajak impor dapat dilakukan secara berkala.
  • Tetap wajib menyampaikan PIB Berkala setelah barang dikeluarkan.

 

Barang Impor Tidak Berwujud (Contoh: Software)

Barang impor tidak berwujud merujuk pada barang yang tidak memiliki bentuk fisik, tetapi memiliki nilai ekonomis. Ketentuan PIB impor barang tidak berwujud paling lambat 30 hari.

Contoh: Software, aplikasi, lisensi, hak cipta, desain, dan sebagainya.

 

Proses Impor Tidak Berwujud:

Meskipun tidak berwujud, barang ini tetap termasuk dalam objek impor dan dikenakan bea masuk serta pajak impor.
Prosedur impor umumnya sama dengan barang impor bersifat umum, yaitu melalui PIB, pemeriksaan dokumen, dan pembayaran bea masuk.
Namun, pemeriksaan fisik diganti dengan pemeriksaan dokumen yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual dan lisensi.

Hal Penting yang Perlu Diperhatikan:

  1. Tujuan Penggunaan: Pastikan barang yang diimpor benar-benar untuk dipakai sendiri dan bukan untuk diperdagangkan kembali.
  2. Ketentuan Lartas: Pahami ketentuan Lartas dan penuhi persyaratannya jika barang yang diimpor termasuk dalam kategori Lartas.
  3. Nilai Pabean: Ketahui nilai pabean barang untuk menghitung bea masuk dan pajak impor.
  4. Dokumen Pendukung: Pastikan kelengkapan dan keabsahan dokumen pendukung, seperti faktur, packing list, dan dokumen lainnya.

 

Proses pengajuan PIB (Pemberitahuan Impor Barang)

Mari kita bedah proses pengajuan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan peran NPD (Nota Pemberitahuan Data dan/atau Dokumen) di dalamnya, serta bagaimana sistem SKP (Sistem Komputer Pelayanan) dan SINSW (Indonesia National Single Window) bekerja dalam proses ini.

Alur Proses dan Penjelasan:

Nota Pemberitahuan Dokumen (NPD):

  1. Importir atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) mengajukan PIB melalui SKP.
  2. SKP melakukan penelitian awal terhadap PIB.
  3. Jika terdapat data yang kurang jelas atau perlu dilengkapi, SKP akan menerbitkan NPD.
  4. NPD ini wajib dipenuhi oleh importir/PPJK sebelum PIB dapat diproses lebih lanjut.

 

Blokir NPD:

Selama NPD belum dipenuhi, PIB akan diblokir oleh sistem.
Artinya, proses PIB tidak dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.

 

Submit PIB:

Setelah NPD dipenuhi, importir/PPJK dapat melakukan submit PIB kembali.

 

Penelitian SKP:

SKP akan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap PIB yang telah dilengkapi, meliputi:

  • Kelengkapan data PIB: Nomor PIN, Nomor Pokok PPJK, dll.
  • Kesesuaian data: Jenis peti kemas pada inward manifest harus sesuai dengan data PIB.

 

Hasil Penelitian SKP:

Jika data tidak sesuai: SKP akan menerbitkan NPP (Nota Pemberitahuan Penolakan). PIB ditolak dan proses impor terhenti.
Jika data sesuai: SKP akan menerbitkan tanggal aju PIB. Proses berlanjut ke tahap selanjutnya.

 

Penelitian SINSW:

  • PIB akan diteliti lebih lanjut oleh sistem SINSW untuk memeriksa kesesuaian dengan ketentuan larangan dan pembatasan (lartas) impor.
  • Jika persyaratan lartas belum dipenuhi: SINSW akan menerbitkan NPP.
  • Jika persyaratan lartas dipenuhi: Proses berlanjut.

 

Penelitian Manual (oleh SKP dan AP):

  1. Dalam beberapa kasus, penelitian lartas tidak dapat dilakukan secara otomatis oleh SINSW.
  2. Penelitian akan dilakukan secara manual oleh SKP.
  3. Jika SKP tidak dapat melakukan penelitian, maka akan diteruskan ke AP (Analis Pabean).
  4. Jika persyaratan lartas belum dipenuhi: Akan diterbitkan NPBL (Nota Pemberitahuan Pelanggaran Lartas).
  5. Importir/PPJK wajib memenuhi NPBL dalam waktu 3 hari.
  6. Jika NPBL tidak dipenuhi: SKP akan menerbitkan NPP.

 

Catatan:

  • AEO (Authorized Economic Operator) dan MITA ( Mitra Utama) merupakan program yang memberikan fasilitas kemudahan kepabeanan bagi perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu kemudahannya adalah proses penelitian lartas yang lebih cepat.
  • Proses ini menunjukkan betapa pentingnya akurasi dan kelengkapan data dalam proses impor.
  • NPD, NPP, dan NPBL merupakan instrumen yang digunakan Bea Cukai untuk memastikan bahwa proses impor berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Apa perbedaan Importir produsen dengan Importir AEO

Meskipun keduanya terlibat dalam kegiatan impor, Importir Produsen dan Importir AEO memiliki perbedaan mendasar dalam peran, tujuan, dan fasilitas kepabeanan yang diterima. Berikut penjelasannya:

 

Importir Produsen

  1. Fokus: Importir yang mendatangkan barang dari luar negeri untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi.
  2. Tujuan: Memenuhi kebutuhan bahan baku atau penolong yang tidak tersedia atau terbatas di dalam negeri, untuk menghasilkan barang jadi.
  3. Contoh: Perusahaan tekstil yang mengimpor kapas, perusahaan otomotif yang mengimpor komponen kendaraan, dll.
  4. Fasilitas: Dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan bea masuk (BM) dan pajak impor lainnya melalui skema Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) jika barang impor diolah menjadi barang jadi dan diekspor.

 

Importir AEO (Authorized Economic Operator)

  1. Fokus: Importir yang telah mendapatkan sertifikasi AEO dari Bea Cukai karena memenuhi standar keamanan dan kepabeanan yang tinggi.
  2. Tujuan: Memperlancar arus barang impor dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan.
  3. Persyaratan: Memenuhi kriteria AEO, seperti:
    Memiliki sistem manajemen yang baik.
    Catatan kepatuhan kepabeanan yang baik.
    Sistem keamanan yang memadai.
    Kesehatan keuangan yang baik.
    Fasilitas: Mendapatkan berbagai kemudahan kepabeanan, antara lain:
    Low risk sehingga lebih sedikit pemeriksaan fisik dan dokumen.
    Prioritas penanganan barang impor.
    Jalur khusus di pelabuhan.
    Account manager khusus.
    Kemudahan dalam penggunaan jaminan.
    Pengakuan internasional (mutual recognition) dengan negara lain yang menerapkan program AEO.

 

Catatan:

Seorang importir dapat berstatus sebagai Importir Produsen dan juga Importir AEO sekaligus, jika memenuhi persyaratan keduanya.
Program AEO mendorong perusahaan untuk menerapkan praktik terbaik dalam manajemen rantai pasokan dan kepabeanan.

 

SPPF untuk MITA AEO (importir prioritas)

SPPF (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) untuk MITA AEO (Mitra Utama/Authorized Economic Operator) atau importir prioritas adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bea Cukai sebagai bukti bahwa barang impor telah diizinkan untuk dikeluarkan dari kawasan pabean.

Meskipun secara umum proses penerbitan SPPF untuk MITA AEO sama dengan importir biasa, ada beberapa keistimewaan dan kemudahan yang diberikan kepada MITA AEO:

 

Keistimewaan SPPF untuk MITA AEO:

  1. Penyederhanaan prosedur: MITA AEO dapat menikmati penyederhanaan prosedur kepabeanan, termasuk dalam proses penerbitan SPPF.
  2. Percepatan layanan: Bea Cukai memprioritaskan pelayanan kepada MITA AEO, sehingga proses penerbitan SPPF dapat lebih cepat.
  3. Penggunaan jalur prioritas: MITA AEO dapat menggunakan jalur prioritas di pelabuhan atau bandara, sehingga proses pemeriksaan fisik barang dapat lebih efisien.
  4. Kemudahan komunikasi: MITA AEO memiliki akses komunikasi yang lebih mudah dengan Bea Cukai, sehingga jika ada kendala dalam proses penerbitan SPPF dapat segera diselesaikan.

 

Prosedur Penerbitan SPPF untuk MITA AEO:

  1. Pengajuan PIB: MITA AEO mengajukan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) melalui sistem elektronik Bea Cukai.
  2. Pemeriksaan Dokumen: Bea Cukai melakukan pemeriksaan dokumen PIB dan dokumen pelengkap pabean.
  3. Penetapan Jalur: Sistem Bea Cukai menetapkan jalur pengeluaran barang (biasanya jalur hijau untuk MITA AEO).
  4. Pemeriksaan Fisik: Jika diperlukan, Bea Cukai melakukan pemeriksaan fisik barang secara selektif.
  5. Pembayaran Bea Masuk dan Pajak: MITA AEO melunasi bea masuk dan pajak impor.
  6. Penerbitan SPPF: Setelah semua persyaratan dipenuhi, Bea Cukai menerbitkan SPPF.

 

Manfaat SPPF untuk MITA AEO:

  1. Mempercepat proses pengeluaran barang: Proses penerbitan SPPF yang lebih cepat membantu MITA AEO untuk segera mendapatkan barang impor dan melanjutkan proses produksinya.
  2. Meningkatkan efisiensi logistik: Efisiensi dalam proses kepabeanan membantu MITA AEO untuk mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing.
  3. Meningkatkan kepastian usaha: Kemudahan dan kecepatan dalam proses penerbitan SPPF memberikan kepastian usaha bagi MITA AEO.

 

Fasilitas pembayaran berkala

Fasilitas pembayaran berkala memang mensyaratkan adanya corporate guarantee dan prosesnya melibatkan Bea Cukai. Mari kita bahas lebih detail mengenai fasilitas ini.

Fasilitas Pembayaran Berkala adalah penundaan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan pajak dalam rangka impor tanpa dikenai bunga. Fasilitas ini diberikan kepada importir tertentu yang memenuhi persyaratan.

 

Tujuan Fasilitas Pembayaran Berkala:

Meringankan beban finansial importir, terutama untuk importir produsen yang membutuhkan modal kerja untuk kegiatan produksinya.
Meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

 

Penerima Fasilitas Pembayaran Berkala:

  • MITA Kepabeanan (Mitra Utama Kepabeanan) yang merupakan importir produsen.
  • AEO (Authorized Economic Operator) yang merupakan importir produsen.

 

Syarat dan Prosedur Fasilitas Pembayaran Berkala:

  1. Corporate Guarantee: Importir wajib memberikan jaminan berupa corporate guarantee atau jaminan lainnya yang sah. Corporate guarantee adalah jaminan yang dikeluarkan oleh perusahaan penjamin yang menjamin pembayaran kewajiban pabean importir.
  2. Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan kepada Direktur Teknis Kepabeanan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, termasuk corporate guarantee.
  3. Penelitian dan Penetapan: Bea Cukai akan meneliti permohonan dan dokumen-dokumen yang diajukan. Jika memenuhi syarat, Direktur Teknis Kepabeanan akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Importir Pembayaran Berkala.
  4. Pemberitahuan Jenis Pembayaran Berkala: Dalam SK Penetapan tersebut, akan diberitahukan jenis pembayaran berkala yang diberikan, yaitu:
    Pembayaran Berkala Bulanan: Pembayaran bea masuk dan pajak dilakukan setiap bulan.
    Pembayaran Berkala Setiap Pengeluaran Barang: Pembayaran bea masuk dan pajak dilakukan setiap kali barang dikeluarkan dari kawasan pabean.

 

Urusan Fasilitas Pembayaran Berkala di Bea Cukai:

  • Seluruh proses pengajuan, penelitian, dan penetapan fasilitas pembayaran berkala dilakukan di Bea Cukai.
  • Importir dapat berkonsultasi dengan petugas Bea Cukai untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur pengajuan fasilitas ini.

 

Manfaat Fasilitas Pembayaran Berkala:

  • Meningkatkan arus kas: Importir dapat menunda pembayaran bea masuk dan pajak, sehingga dapat menggunakan dana tersebut untuk keperluan lain.
  • Mengurangi biaya modal: Importir tidak perlu membayar bunga atas penundaan pembayaran.
  • Mempercepat proses impor: Barang impor dapat dikeluarkan lebih cepat karena tidak perlu menunggu pembayaran bea masuk dan pajak.

 

Catatan:

Fasilitas pembayaran berkala dapat dicabut jika importir tidak memenuhi kewajibannya atau melanggar ketentuan yang berlaku.
Semoga penjelasan ini memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai fasilitas pembayaran berkala!

 

Bagaimana cara Penyelesaian pembayaran berkala, denda, pencabutan fasilitas?

Penyelesaian Pembayaran Berkala

  • Batas Waktu: Pembayaran berkala harus diselesaikan paling lambat pada tanggal jatuh tempo pembayaran berkala bulan berikutnya.
  • Contoh: Jika impor dilakukan pada bulan November, maka pembayaran harus dilakukan paling lambat tanggal 30 Desember.
  • Keterlambatan: Keterlambatan pembayaran akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda.

 

Tanggal Jatuh Tempo vs. Waktu Submit PIB

Penting untuk dicatat bahwa tanggal jatuh tempo pembayaran berkala berbeda dengan waktu submit PIB.

  • Submit PIB: PIB harus diajukan paling lambat 5 hari sejak tanggal pendaftaran PIB.
  • Jatuh Tempo Pembayaran Berkala: Tanggal jatuh tempo pembayaran berkala ditentukan berdasarkan jenis pembayaran berkala yang diberikan (bulanan atau setiap pengeluaran barang).

 

Denda

  • Jenis Denda: Denda yang dikenakan adalah denda administrasi atas keterlambatan pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak.
  • Besaran Denda: Besaran denda dihitung berdasarkan persentase tertentu dari jumlah bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang.
  • Peraturan: Besaran dan tata cara pengenaan denda diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

 

Pencabutan Fasilitas

Bea Cukai dapat mencabut fasilitas pembayaran berkala jika importir:

  • Tidak memenuhi kewajiban pembayaran: Terlambat membayar bea masuk, cukai, dan pajak.
  • Melanggar ketentuan: Melakukan pelanggaran terhadap ketentuan kepabeanan yang berlaku.
  • Surat Keputusan (SK) Pencabutan: Pencabutan fasilitas dilakukan melalui penerbitan SK Pencabutan oleh Bea Cukai.
  Data Impor Indonesia 2017

 

Cara Mendapatkan Corporate Guarantee

Corporate guarantee diperoleh dari perusahaan penjamin, yaitu perusahaan yang bersedia menjamin pembayaran kewajiban pabean importir.

Berikut langkah-langkahnya:

Hubungi Perusahaan Penjamin:

Ajukan permohonan corporate guarantee kepada perusahaan penjamin, seperti bank, lembaga keuangan, atau perusahaan asuransi.

 

Penuhi Persyaratan:

Penuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perusahaan penjamin, seperti:

  1. Memiliki reputasi dan kinerja keuangan yang baik.
  2. Menyampaikan laporan keuangan dan dokumen pendukung lainnya.
  3. Memberikan jaminan kepada perusahaan penjamin (jika diperlukan).

 

Penilaian:

Perusahaan penjamin akan melakukan penilaian terhadap kelayakan importir.

 

Penerbitan Corporate Guarantee:

Jika permohonan disetujui, perusahaan penjamin akan menerbitkan corporate guarantee.

 

Mengajukan Fasilitas Pembayaran Berkala

Setelah mendapatkan corporate guarantee, importir dapat mengajukan fasilitas pembayaran berkala dengan langkah-langkah berikut:

  • Pengajuan Permohonan: Ajukan permohonan kepada Direktur Teknis Kepabeanan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, termasuk corporate guarantee.
  • Penelitian dan Penetapan: Bea Cukai akan meneliti permohonan dan dokumen-dokumen yang diajukan.
  • Penerbitan SK Penetapan: Jika memenuhi syarat, Direktur Teknis Kepabeanan akan menerbitkan SK Penetapan Importir Pembayaran Berkala.

 

Alur proses impor

Mari kita bahas alur tersebut secara lebih rinci dan terstruktur:

 

Pengajuan PIB (Pemberitahuan Impor Barang)

  • Importir mengajukan PIB melalui sistem elektronik Bea Cukai (CEISA).
  • PIB berisi data lengkap tentang barang impor, importir, dan dokumen pendukung.

 

Pengecekan Blokir Perusahaan

Sistem Bea Cukai secara otomatis memeriksa apakah perusahaan importir terblokir atau tidak.

  • Jika terblokir: PIB akan ditolak, dan importir harus menyelesaikan masalah pemblokiran terlebih dahulu.
  • Jika tidak terblokir: Proses dilanjutkan ke tahap berikutnya.

 

Pengurusan Lartas (jika diperlukan)

  • Identifikasi HS Code: Sistem akan mengidentifikasi HS Code barang. Jika HS Code termasuk dalam kategori Lartas, importir harus mengurus izin impor ke INSW terkait.
  • Pengajuan Izin ke INSW: Importir mengajukan permohonan izin impor ke INSW dengan melengkapi persyaratan yang ditetapkan.
  • Penerbitan Izin Impor: Setelah persyaratan dipenuhi, INSW akan menerbitkan izin impor.

 

Validasi Izin Lartas oleh Bea Cukai

  • Bea Cukai melakukan validasi izin Lartas yang diajukan importir dengan memeriksa keabsahan dan kesesuaian izin tersebut melalui sistem.
  • Jika izin valid: Proses dilanjutkan ke tahap berikutnya.
  • Jika izin tidak valid: PIB akan ditolak, dan importir harus mengajukan izin yang valid.

 

Penerbitan Billing

Setelah PIB dan izin Lartas (jika ada) dinyatakan valid, sistem Bea Cukai akan menerbitkan billing tagihan bea masuk dan pajak impor.

 

Pembayaran Bea Masuk dan Pajak

Importir melakukan pembayaran bea masuk dan pajak impor sesuai dengan billing yang diterbitkan.

 

Prenotifikasi (PIB sebelum kedatangan barang)

  • Jika PIB diajukan sebelum barang tiba (prenotifikasi): Proses akan masuk ke tahap NOPEN (Nomor Pendaftaran) PIB, dan barang akan diperiksa saat tiba di pelabuhan/bandara.
  • Jika PIB diajukan setelah barang tiba: Proses dilanjutkan ke tahap penjaluran.

 

Penjaluran

Penjaluran Merah (SPJM):

Dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen secara menyeluruh.
Barang diperiksa secara detail untuk memastikan kesesuaian dengan data PIB dan ketentuan Lartas.

Penjaluran Hijau (SPPB):

Barang langsung dikeluarkan tanpa pemeriksaan fisik dan detail.
Hanya dilakukan pemeriksaan dokumen secara singkat.

 

Penerbitan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang)

Setelah proses penjaluran selesai dan tidak ditemukan masalah, Bea Cukai menerbitkan SPPB sebagai bukti bahwa barang impor telah diizinkan untuk dikeluarkan dari kawasan pabean.

 

Prenotifikasi adalah

Prenotifikasi adalah notifikasi atau draft awal untuk memberitahu Bea Cukai bahwa akan ada barang impor yang masuk, sekaligus menginformasikan apakah persyaratan Lartas sudah dipenuhi.

Mari kita bahas lebih detail tentang prenotifikasi dan kasus HS Code yang seringkali salah disampaikan oleh seller dari China:

Prenotifikasi

Tujuan Prenotifikasi:

  • Mempercepat proses pengeluaran barang.
  • Memudahkan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan.
  • Memberikan kepastian kepada importir.

 

Proses Prenotifikasi:

  • Importir mengajukan PIB sebelum barang tiba di Indonesia.
  • Bea Cukai melakukan pemeriksaan awal dokumen PIB dan persyaratan Lartas.
  • Jika PIB lengkap dan Lartas terpenuhi, Bea Cukai memberikan persetujuan prenotifikasi.

 

Manfaat Prenotifikasi:

  • Barang dapat langsung diproses saat tiba di pelabuhan/bandara.
  • Mengurangi waktu tunggu dan biaya penimbunan di TPS.

 

BC 1.1

  • Dokumen Manifes: BC 1.1 adalah dokumen manifes yang berisi daftar barang yang diangkut oleh kapal.
  • Dikirim oleh Pengangkut: Dokumen ini dikirimkan oleh perusahaan pengangkut (shipping company) kepada Bea Cukai.
  • Klaim PIB: Importir dapat mengklaim PIB yang telah diajukan prenotifikasi setelah BC 1.1 diterima oleh Bea Cukai.

 

Kasus HS Code yang Salah

HS Code: Kode angka yang mengklasifikasikan barang dalam perdagangan internasional.
Kesalahan HS Code: Seller dari China seringkali salah menyampaikan HS Code, mungkin karena kurangnya pengetahuan atau kesengajaan.

 

Dampak HS Code yang salah:

  • Kesalahan HS Code dapat mengakibatkan penetapan bea masuk dan pajak yang tidak tepat.
  • Dapat menyebabkan keterlambatan proses impor karena PIB harus direvisi.

 

Solusi HS Code yang salah:

  • Validasi HS Code: Importir harus melakukan validasi HS Code secara mandiri dengan merujuk pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) atau berkonsultasi dengan Bea Cukai.
  • Komunikasi dengan Seller: Komunikasikan dengan seller dan jelaskan pentingnya HS Code yang benar. Minta seller untuk memperbaiki HS Code pada dokumen pengiriman.
  • Gunakan HS Code yang Benar di PIB: Meskipun seller menyampaikan HS Code yang salah, importir harus tetap menggunakan HS Code yang benar pada PIB.

 

Tips Tambahan:

Manfaatkan tools online: Bea Cukai menyediakan tools online untuk mencari HS Code, seperti insw.go.id/intr.
Gunakan jasa PPJK: Jika Anda merasa kesulitan dalam menentukan HS Code, gunakan jasa PPJK yang berpengalaman.

 

Pemenuhan Lartas Impor Untuk Dipakai.

Pemenuhan Lartas (Larangan dan Pembatasan) dalam impor untuk dipakai merupakan hal krusial yang harus diperhatikan oleh setiap importir. Kegagalan dalam memenuhi ketentuan Lartas dapat mengakibatkan penolakan impor, penyitaan barang, bahkan sanksi hukum.

Berikut adalah langkah-langkah penting dalam pemenuhan Lartas impor untuk dipakai:

 

Identifikasi Barang Lartas:

  1. Cek HS Code: Identifikasi HS Code (Harmonized System Code) barang yang akan diimpor. HS Code adalah kode angka yang mengklasifikasikan barang dalam perdagangan internasional.
  2. Konsultasi ke Bea Cukai/Instansi Teknis: Jika HS Code barang termasuk dalam kategori Lartas, konsultasikan ke Bea Cukai atau instansi teknis terkait (Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dll.) untuk mengetahui persyaratan Lartas yang berlaku.
  3. Referensi Peraturan: Anda juga dapat merujuk pada peraturan perundang-undangan terkait Lartas, seperti:
  4. Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Impor
  5. Peraturan Menteri Keuangan tentang Kepabeanan
  6. Peraturan dari instansi teknis terkait

 

Pengajuan Izin Impor:

Ajukan Permohonan:

Ajukan permohonan izin impor kepada instansi teknis terkait sesuai dengan jenis barang yang akan diimpor.

 

Lengkapi Persyaratan:

  1. Lengkapi semua persyaratan yang ditetapkan oleh instansi teknis, seperti:
  2. Dokumen identitas (KTP, NPWP)
  3. Angka Pengenal Importir (API)
  4. Surat kuasa (jika dikuasakan)
  5. Dokumen teknis barang (spesifikasi, MSDS, dll.)
  6. Rekomendasi dari instansi lain (jika diperlukan)

 

Pencantuman dalam PIB:

  • Cantumkan Nomor Izin: Setelah mendapatkan izin impor, cantumkan nomor izin tersebut dalam PIB (Pemberitahuan Impor Barang) pada kolom yang tersedia.
  • Lampirkan Izin Impor: Lampirkan salinan izin impor sebagai dokumen pelengkap PIB.

 

Pemeriksaan Pabean:

  1. Pemeriksaan Dokumen: Petugas Bea Cukai akan memeriksa kelengkapan dokumen PIB, termasuk izin impor.
  2. Pemeriksaan Fisik: Petugas Bea Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik barang untuk memastikan kesesuaian dengan izin impor dan ketentuan Lartas.
  3. Verifikasi Instansi Teknis: Dalam beberapa kasus, instansi teknis terkait dapat dilibatkan dalam proses pemeriksaan untuk verifikasi pemenuhan Lartas.

 

Pengeluaran Barang:

SPPB: Jika semua persyaratan Lartas terpenuhi, Bea Cukai akan menerbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang).

 

Contoh Kasus Pemenuhan Lartas:

  1. Impor Obat-obatan: Importir harus memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
  2. Impor Hewan: Importir harus memiliki izin karantina dari Kementerian Pertanian.
  3. Impor Tekstil: Importir harus memiliki Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan.

 

Tips:

  • Pastikan untuk selalu mengikuti perkembangan peraturan Lartas terbaru.
  • Jalin komunikasi yang baik dengan Bea Cukai dan instansi teknis terkait.
  • Gunakan jasa PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) jika Anda memerlukan bantuan dalam proses pemenuhan Lartas.

 

Bagaimana Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggunakan hak prerogatifnya Untuk PI Besi atau Baja ?

Kasus yang menarik tentang impor besi baja dan bagaimana Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggunakan hak prerogatifnya untuk menetapkan kuota impor. Mari kita bahas beberapa poin penting:

 

PI Besi atau Baja:

PI kemungkinan besar merujuk pada Persetujuan Impor, yaitu izin yang dibutuhkan untuk mengimpor barang tertentu ke Indonesia.
Besi dan baja merupakan komoditas penting dalam pembangunan infrastruktur dan industri, sehingga impornya diatur dengan ketat.

 

Kuota Impor:

Kemendag memiliki wewenang untuk menetapkan kuota impor untuk melindungi industri dalam negeri, menjaga stabilitas harga, dan memastikan ketersediaan pasokan.
Dalam kasus ini, meskipun importir meminta izin untuk 100.000 ton besi baja, Kemendag hanya mengizinkan 50.000 ton. Ini menunjukkan bahwa Kemendag mempertimbangkan kondisi dalam negeri, seperti:

  • Kapasitas produksi dalam negeri: Apakah industri baja nasional mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri?
  • Permintaan pasar: Seberapa besar kebutuhan riil akan besi baja di Indonesia?
  • Harga besi baja: Apakah impor berlebihan akan menekan harga dan merugikan produsen lokal?
  • Neraca perdagangan: Apakah impor akan berdampak negatif pada neraca perdagangan Indonesia?

 

Hak Prerogatif Kemendag:

Pemerintah memiliki hak prerogatif untuk mengatur kebijakan impor demi kepentingan nasional.
Penetapan kuota impor merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Meskipun importir mungkin merasa dirugikan, keputusan Kemendag didasarkan pada pertimbangan yang lebih luas dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekonomi nasional.

Kasus ini menunjukkan bagaimana pemerintah, dalam hal ini Kemendag, berperan aktif dalam mengatur impor besi baja. Keputusan untuk menetapkan kuota impor merupakan langkah strategis yang diambil dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi industri dalam negeri, kebutuhan pasar, dan dampaknya terhadap perekonomian nasional.

 

Tatalaksana Impor untuk Dipakai

Tatalaksana impor untuk dipakai merujuk pada serangkaian prosedur dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh importir untuk memasukkan barang dari luar negeri ke dalam daerah pabean Indonesia dengan tujuan penggunaan sendiri dan bukan untuk diperdagangkan kembali.

Berikut adalah tahapan umum dalam tatalaksana impor untuk dipakai:

 

Persiapan dan Perencanaan:

  1. Identifikasi Kebutuhan: Tentukan jenis barang yang akan diimpor, spesifikasi, jumlah, dan perkiraan nilai barang.
  2. Pahami Ketentuan Lartas: Pastikan barang yang akan diimpor tidak termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (Lartas) atau jika termasuk, penuhi persyaratan dan izin impor yang diperlukan dari instansi terkait.
  3. Cari Supplier: Temukan supplier atau penjual barang di luar negeri yang terpercaya. Pastikan untuk mendapatkan informasi lengkap tentang harga, spesifikasi barang, dan syarat pengiriman.
  4. Hitung Estimasi Biaya: Hitung estimasi biaya impor, termasuk harga barang, biaya pengiriman, asuransi, bea masuk, pajak impor, dan biaya lainnya.

 

Kedatangan dan Pemberitahuan Impor:

  1. Barang Tiba di Indonesia: Setelah barang tiba di pelabuhan atau bandara di Indonesia, perusahaan pengangkut (shipping company atau airline) akan melaporkan kedatangan barang ke Bea Cukai.
  2. Pengajuan PIB: Importir atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) menyampaikan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) melalui sistem elektronik Bea Cukai. PIB berisi
  3. informasi detail tentang barang impor dan dokumen pendukung.

 

Pemeriksaan Pabean:

  1. Pemeriksaan Dokumen: Petugas Bea Cukai memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen PIB dan dokumen pendukung lainnya.
  2. Penetapan Jalur: Sistem Bea Cukai menetapkan jalur pengeluaran barang (merah, kuning, hijau) berdasarkan analisis risiko.
  3. Pemeriksaan Fisik: Jika ditetapkan jalur merah, barang impor akan diperiksa secara fisik untuk memastikan kesesuaian dengan data dalam PIB.

 

Pembayaran dan Pengeluaran Barang:

  1. Surat Penetapan Pembayaran: Setelah PIB disetujui, Bea Cukai menerbitkan SPPBMCP (Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak).
  2. Pembayaran Bea Masuk dan Pajak: Importir melunasi bea masuk, cukai, dan pajak impor sesuai dengan SPPBMCP.
  3. Surat Persetujuan Pengeluaran Barang: Setelah pembayaran lunas, importir mengajukan permohonan pengeluaran barang dan Bea Cukai menerbitkan SPPB.

 

Penyampaian PIB Berkala:

  • Kewajiban Importir: Importir wajib menyampaikan PIB berkala paling lama 30 hari setelah tanggal SPPB.
  • Tujuan PIB Berkala: Memastikan barang impor untuk dipakai benar-benar digunakan sesuai dengan tujuan awal dan tidak diperdagangkan kembali.

 

Dokumen Pendukung:

  1. Faktur (Invoice)
  2. Packing List
  3. Bill of Lading (untuk pengiriman laut) atau Airway Bill (untuk pengiriman udara)
  4. Surat Keterangan Asal (SKA) jika diperlukan
  5. Dokumen izin impor lainnya jika diperlukan (misalnya, izin dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dll.)

 

Tips Impor Untuk Dipakai:

  1. Pahami dengan baik peraturan dan prosedur impor untuk dipakai.
  2. Pastikan Anda memiliki dokumen pendukung yang lengkap dan akurat.
  3. Gunakan jasa PPJK jika Anda memerlukan bantuan dalam proses impor.
  4. Manfaatkan fasilitas online yang disediakan oleh Bea Cukai untuk mempermudah proses impor.
  5. Patuhi semua ketentuan kepabeanan untuk menghindari sanksi.

 

Bagaimana cara mengeluarkan barang impor untuk dipakai dari daerah pabean?

Untuk mengeluarkan barang impor untuk dipakai dari daerah pabean, Anda perlu mengikuti serangkaian prosedur dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berikut adalah langkah-langkah umum yang perlu Anda lakukan:

 

Pengajuan PIB (Pemberitahuan Impor Barang)

  • Anda perlu mengajukan PIB melalui sistem elektronik Bea dan Cukai.
  • PIB berisi informasi detail tentang barang impor, seperti jenis barang, jumlah, nilai, asal negara, dan tujuan penggunaan.
  • Pastikan data yang Anda isikan dalam PIB akurat dan sesuai dengan dokumen pendukung.

 

Pemeriksaan Dokumen dan Fisik

  • Petugas Bea dan Cukai akan melakukan pemeriksaan dokumen PIB dan dokumen pendukung lainnya.
  • Setelah dokumen dinyatakan lengkap dan sah, barang impor akan diperiksa secara fisik untuk memastikan kesesuaian dengan data dalam PIB.

 

Penetapan Jalur

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan analisis risiko, sistem Bea dan Cukai akan menetapkan jalur pengeluaran barang, yaitu:

  • Jalur Merah: Barang akan diperiksa fisik secara menyeluruh.
  • Jalur Kuning: Barang akan diperiksa dokumen secara detail.
  • Jalur Hijau: Barang langsung dikeluarkan tanpa pemeriksaan fisik dan detail.

 

Pembayaran Bea Masuk dan Pajak

  • Setelah PIB disetujui, Anda akan menerima Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak (SPPBMCP).
  • Lunasi seluruh tagihan sesuai dengan SPPBMCP melalui bank atau channel pembayaran yang ditunjuk.

 

Pengeluaran Barang

  • Setelah pembayaran lunas, Anda dapat mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada petugas Bea dan Cukai.
  • Serahkan bukti pembayaran dan dokumen pendukung lainnya yang dipersyaratkan.
  • Petugas akan menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) sebagai bukti bahwa barang telah sah dikeluarkan dari daerah pabean.

 

Dokumen Pendukung:

  1. Faktur
  2. Packing List
  3. Bill of Lading atau Airway Bill
  4. Surat Keterangan Asal (SKA) jika diperlukan
  5. Dokumen izin impor lainnya jika diperlukan (misalnya izin dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dll.)

 

Tips:

  1. Pastikan Anda memahami prosedur dan persyaratan impor dengan baik.
  2. Lengkapi semua dokumen pendukung dengan benar dan akurat.
  3. Gunakan jasa PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) jika Anda merasa kesulitan dalam mengurus proses impor.
  4. Pantau status PIB Anda secara online melalui sistem Bea dan Cukai.

 

Informasi Tambahan:

  • Anda dapat mengakses informasi lebih lanjut mengenai ketentuan impor untuk dipakai di situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: https://www.beacukai.go.id/
  • Anda juga dapat menghubungi contact center Bea Cukai di 1500225 untuk mendapatkan bantuan dan informasi.

 

Apa saja barang yang tidak termasuk dalam ketentuan impor untuk dipakai

Meskipun terdengar sederhana, impor untuk dipakai memiliki beberapa pengecualian. Ada beberapa jenis barang yang tidak termasuk dalam ketentuan impor untuk dipakai, yaitu:

 

Barang Pindahan:

Barang pindahan adalah barang-barang keperluan rumah tangga milik Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang telah menetap di luar negeri dan akan kembali ke Indonesia atau WNA yang akan pindah menetap di Indonesia. Barang pindahan memiliki aturan impor tersendiri yang diatur dalam peraturan terpisah.

 

Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan Pelintas Batas:

Barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas seperti barang pribadi dalam jumlah wajar untuk keperluan pribadi selama perjalanan tidak termasuk dalam ketentuan impor untuk dipakai. Aturannya diatur secara terpisah, biasanya terkait dengan ketentuan barang bawaan penumpang dan pembebasan bea masuk dalam jumlah tertentu.

 

Barang Kiriman:

Barang kiriman yang dikirim melalui jasa pos atau perusahaan jasa titipan memiliki ketentuan impor tersendiri. Pengeluaran barang kiriman dari daerah pabean umumnya menggunakan dokumen pemberitahuan pabean selain PIB, seperti Consignment Note (CN) atau dokumen pabean lainnya yang dipersyaratkan.

 

Barang Impor Tertentu:

Pemerintah dapat menetapkan barang impor tertentu yang dikecualikan dari ketentuan impor untuk dipakai, misalnya:

  • Barang impor untuk keperluan penelitian dan pengembangan.
  • Barang impor untuk keperluan bantuan bencana alam dalam kondisi tanggap darurat.
  • Barang impor lainnya yang tata cara pengeluarannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Penting untuk diingat:

  • Ketentuan impor untuk dipakai hanya berlaku untuk barang yang akan digunakan sendiri dan bukan untuk diperdagangkan kembali.
  • Meskipun barang-barang di atas tidak termasuk dalam ketentuan impor untuk dipakai, tetap ada aturan dan prosedur impor yang harus dipenuhi.
  • Pastikan untuk selalu merujuk pada peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terkini.

 

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 190/PMK.04/2022

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 190/PMK.04/2022 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai mengatur tentang tata cara pengeluaran barang impor yang akan digunakan sendiri di Indonesia dan bukan untuk diperdagangkan kembali.

Berikut beberapa poin penting dalam PMK 190/PMK.04/2022:

 

Definisi Barang Impor Untuk Di Pakai

Barang Impor untuk Dipakai: Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean untuk dipakai di Indonesia dan bukan untuk diperdagangkan kembali, kecuali barang pindahan, barang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman.

 

PIB (Pemberitahuan Impor Barang)

  • Importir wajib menyampaikan PIB melalui sistem elektronik Bea dan Cukai.
  • PIB harus disampaikan setelah barang tiba di Indonesia.
  • PIB dapat disampaikan oleh Importir sendiri atau melalui PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan).

 

Dokumen Pelengkap Pabean

  • Dokumen Pelengkap Pabean yang wajib dilampirkan dalam PIB antara lain:
  • Faktur
  • Packing List
  • Bill of Lading atau Airway Bill
  • Dokumen lain yang dipersyaratkan

 

Jalur Pengeluaran

Terdapat tiga jalur pengeluaran barang impor untuk dipakai:

  1. Jalur Merah: Pemeriksaan fisik dan dokumen secara menyeluruh.
  2. Jalur Kuning: Pemeriksaan dokumen secara detail.
  3. Jalur Hijau: Barang langsung dikeluarkan tanpa pemeriksaan fisik dan detail.
  4. Penetapan jalur dilakukan oleh sistem Bea dan Cukai berdasarkan analisis risiko.

 

Pembayaran Bea Masuk dan Pajak

  • Importir wajib membayar Bea Masuk, Cukai, dan pajak lainnya yang terutang.
  • Pembayaran dilakukan setelah PIB disetujui oleh Bea dan Cukai.

 

Pengeluaran Barang

  • Barang dapat dikeluarkan setelah Bea Masuk dan pajak dilunasi.
  • Bea dan Cukai akan menerbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) sebagai bukti bahwa barang telah sah dikeluarkan dari daerah pabean.

 

PIB Berkala

  • Setelah barang impor untuk dipakai dikeluarkan, Importir wajib menyampaikan PIB berkala.
  • PIB berkala disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal SPPB.

 

Tujuan PMK 190/PMK.04/2022:

  • Memberikan kemudahan bagi Importir dalam melakukan impor untuk dipakai.
  • Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepabeanan.
  • Mencegah penyalahgunaan impor untuk dipakai untuk tujuan komersial.

 

Informasi Tambahan:

  • Anda dapat mengunduh PMK 190/PMK.04/2022 di situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau melalui tautan berikut: https://jdih.kemenkeu.go.id/download/9796f4b5-4e17-4a02-ba12-e9036c07761e/190~PMK.04~2022.pdf
  • Pastikan Anda selalu merujuk pada peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terkini.

 

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 26 Tahun 2024

PMK No. 26 Tahun 2024 adalah peraturan yang mengubah PMK No. 74/PMK.04/2021 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai dengan Pelayanan Segera (Rush Handling).

Tujuan utama PMK No. 26 Tahun 2024 adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan dan pengawasan kepabeanan, khususnya dalam proses pengeluaran barang impor untuk dipakai yang membutuhkan penanganan segera (rush handling).

Beberapa perubahan penting yang diatur dalam PMK No. 26 Tahun 2024 antara lain:

 

Penambahan kriteria barang:

PMK ini menambahkan kriteria barang yang dapat dikeluarkan dengan pelayanan segera, yaitu barang yang dibutuhkan dalam keadaan darurat atau mendesak, seperti obat-obatan, vaksin, dan peralatan medis.

 

Penyederhanaan persyaratan:

Beberapa persyaratan untuk mendapatkan pelayanan segera disederhanakan, misalnya terkait dengan penyampaian dokumen pendukung.

 

Percepatan proses layanan:

PMK ini mendorong percepatan proses pelayanan rush handling, dengan menetapkan batas waktu maksimal penyelesaian pemeriksaan dokumen dan fisik.

 

Pemanfaatan teknologi informasi:

PMK ini mendorong pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung proses pelayanan segera, seperti penggunaan sistem online untuk pengajuan permohonan dan pelacakan status barang.

 

Manfaat PMK No. 26 Tahun 2024:

  1. Mempercepat proses pengeluaran barang impor:
    Terutama untuk barang-barang yang dibutuhkan segera, seperti obat-obatan dan peralatan medis.
  2. Meningkatkan efisiensi logistik:
    Membantu kelancaran arus barang dan mengurangi biaya logistik.
  3. Meningkatkan kepastian hukum:
    Memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi importir dalam proses pengeluaran barang dengan pelayanan segera.

 

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai PER-2/BC/2023

PER-2/BC/2023 adalah Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai. Peraturan ini merupakan aturan turunan dari PMK 190/PMK.04/2022 yang bertujuan untuk memberikan penjelasan lebih detail dan teknis mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.

Berikut beberapa poin penting yang diatur dalam PER-2/BC/2023:

 

Pengajuan PIB

  • PER-2/BC/2023 menjelaskan secara rinci tata cara penyampaian PIB, termasuk format PIB, data yang harus diisi, dan dokumen pelengkap yang harus dilampirkan.
  • Peraturan ini juga mengatur penggunaan modul PIB dalam sistem CEISA Bea dan Cukai.

 

Pemeriksaan Pabean

  • PER-2/BC/2023 menjelaskan prosedur pemeriksaan pabean, baik pemeriksaan dokumen maupun pemeriksaan fisik.
  • Peraturan ini juga mengatur tentang penetapan jalur pengeluaran (merah, kuning, hijau) berdasarkan analisis risiko.

 

Penimbunan

  • PER-2/BC/2023 mengatur tentang penimbunan barang impor untuk dipakai di Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
  • Peraturan ini menjelaskan tata cara pemasukan dan pengeluaran barang dari TPS.

 

Pengeluaran Barang

  • PER-2/BC/2023 menjelaskan prosedur pengeluaran barang impor untuk dipakai setelah Bea Masuk dan pajak dilunasi.
  • Peraturan ini mengatur tentang penerbitan SPPB dan dokumen lainnya yang diperlukan.

 

PIB Berkala

  • PER-2/BC/2023 mengatur tentang penyampaian PIB berkala setelah barang impor untuk dipakai dikeluarkan.
  • Peraturan ini menjelaskan tata cara penyampaian PIB berkala dan sanksi atas keterlambatan penyampaian.

 

Ketentuan Lain-lain

  1. PER-2/BC/2023 juga mengatur tentang:
  2. Penggunaan sistem informasi dalam pengeluaran barang impor untuk dipakai.
  3. Pengawasan atas penggunaan barang impor untuk dipakai.
  4. Tata cara penyelesaian sengketa dalam pengeluaran barang impor untuk dipakai.

 

Tujuan PER-2/BC/2023:

  • Memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas dan detail mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
  • Memudahkan Importir dalam memahami dan memenuhi ketentuan impor untuk dipakai.
  • Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepabeanan di bidang impor untuk dipakai.

 

Informasi Tambahan:

Anda dapat mengunduh PER-2/BC/2023 di situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau melalui tautan berikut: https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/9e7f36fb-e65b-429e-8c0e-08db71608971
Pastikan Anda selalu merujuk pada peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terkini.

Pasal 16 ayat (3) PMK 190/2022 tentang Pemberian Fasilitas Pembayaran Secara Berkala

Fasilitas ini diberikan sebagai bentuk penghargaan dan kemudahan kepada importir yang memiliki reputasi baik, memenuhi persyaratan tertentu, dan berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia.

Berikut penjelasan lebih lanjut:

 

Mitra Utama (MITA) Kepabeanan:

MITA Kepabeanan adalah importir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan karena telah memenuhi kriteria tertentu, seperti kepatuhan yang tinggi, sistem manajemen yang baik, dan kontribusi terhadap penerimaan negara.

 

Importir Produsen:

Importir yang melakukan impor bahan baku atau barang modal untuk keperluan proses produksi di dalam negeri.

 

Authorized Economic Operator (AEO):

AEO adalah sertifikasi yang diberikan oleh Bea Cukai kepada pelaku usaha yang memenuhi standar keamanan rantai pasokan global yang diakui secara internasional.

 

Manfaat Pembayaran Berkala:

  • Meringankan beban finansial importir: Importir tidak perlu membayar bea masuk dan pajak impor secara langsung di muka, tetapi dapat mencicilnya sesuai dengan periode yang disepakati.
  • Meningkatkan efisiensi arus kas: Importir dapat mengalokasikan dana untuk keperluan operasional lainnya.
  • Mempercepat proses pengeluaran barang: Proses pengeluaran barang menjadi lebih cepat karena tidak perlu menunggu proses pembayaran selesai.

 

Syarat dan Ketentuan:

  1. Importir harus mengajukan permohonan pembayaran berkala kepada Bea Cukai.
  2. Importir harus memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan, seperti:
  3. Memiliki reputasi baik dan tingkat kepatuhan yang tinggi.
  4. Memiliki sistem pembukuan dan manajemen keuangan yang baik.
  5. Memberikan jaminan kepada Bea Cukai.

 

Penting untuk diingat bahwa:

  1. Pemberian fasilitas pembayaran berkala ini merupakan hak Bea Cukai, bukan kewajiban. Artinya, Bea Cukai dapat menolak permohonan importir jika dianggap tidak memenuhi persyaratan.
  2. Importir harus tetap mematuhi semua ketentuan dan prosedur kepabeanan yang berlaku.

Dengan adanya fasilitas pembayaran berkala ini, diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Kasus khusus dalam impor untuk dipakai

PMK 190/2022 memang mengatur secara khusus tentang impor untuk dipakai yang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa.

Karena karakteristiknya yang unik, barang-barang ini memiliki beberapa ketentuan khusus:

 

Pengeluaran Barang:

  • Berbeda dengan barang impor pada umumnya yang memerlukan PIB, pengeluaran barang impor jenis ini dapat dilakukan menggunakan Dokumen Pelengkap Pabean saja setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
  • Dokumen Pelengkap Pabean yang dimaksud meliputi faktur, packing list, kontrak jual beli, dan dokumen lain yang relevan.

 

Pembayaran Bea Masuk dan Pajak:

  • Pembayaran bea masuk dan pajak impor atas barang impor jenis ini dapat dilakukan secara berkala.
  • Fasilitas pembayaran berkala ini diberikan untuk meringankan beban finansial importir, mengingat nilai transaksi barang-barang ini umumnya cukup besar.

 

Penyampaian PIB:

  • Meskipun pengeluaran barang tidak memerlukan PIB, importir tetap wajib menyampaikan PIB secara berkala setelah barang dikeluarkan.
  • PIB berkala ini disampaikan paling lama 30 hari setelah tanggal persetujuan Kepala Kantor Pabean untuk pengeluaran barang.
  Pajak Masuk Kendaraan Import - Apa yang Perlu Anda Ketahui

 

Contoh Kasus:

  • Impor gas alam dari negara tetangga melalui pipa gas.
  • Impor listrik dari negara lain melalui jaringan interkoneksi.

 

Alasan Ketentuan Khusus:

  • Sifat barang yang tidak dapat disimpan: Tenaga listrik, barang cair, dan gas yang diangkut melalui transmisi atau saluran pipa tidak dapat disimpan dalam gudang atau tempat penimbunan.
  • Pengiriman secara kontinu: Pengiriman barang-barang ini biasanya dilakukan secara kontinu dan dalam jumlah besar, sehingga memerlukan fleksibilitas dalam proses pengeluaran dan pembayaran.

 

Penting untuk diingat:

Meskipun terdapat ketentuan khusus, importir tetap harus mematuhi semua peraturan kepabeanan yang berlaku.
Importir harus memastikan bahwa semua dokumen yang disampaikan lengkap dan akurat.

 

Pelayanan Penyelesaian Barang Impor Untuk Dipakai (Jalur Lartas)

Jalur Lartas dalam pelayanan penyelesaian barang impor untuk dipakai merujuk pada prosedur khusus yang harus dilalui ketika barang yang diimpor termasuk dalam kategori Larangan dan Pembatasan (Lartas).

Barang Lartas adalah barang-barang yang impornya diawasi dengan ketat oleh pemerintah karena alasan tertentu, seperti perlindungan kesehatan dan keamanan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, atau kepentingan nasional lainnya.

Berikut adalah tahapan pelayanan penyelesaian barang impor untuk dipakai (jalur Lartas):

 

Pengajuan Permohonan Izin Impor:

  • Sebelum mengimpor barang Lartas, importir wajib mengajukan permohonan izin impor kepada instansi teknis terkait.
  • Misalnya, untuk impor obat-obatan dan alat kesehatan, izin harus diperoleh dari Kementerian Kesehatan.
  • Untuk impor hewan dan tumbuhan, izin harus diperoleh dari Kementerian Pertanian.

 

Pengajuan PIB dan Pemenuhan Lartas:

  • Setelah mendapatkan izin impor, importir dapat mengajukan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) melalui sistem elektronik Bea Cukai.
  • Dalam PIB, importir harus mencantumkan informasi lengkap tentang barang impor, termasuk jenis barang, jumlah, nilai, asal negara, dan tujuan penggunaan.
  • Importir juga harus melampirkan dokumen pelengkap pabean, termasuk izin impor yang telah diperoleh.

 

Pemeriksaan Dokumen dan Fisik:

Petugas Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan dokumen PIB dan dokumen pendukung lainnya.
Jika dokumen dinyatakan lengkap dan sah, barang impor akan diperiksa secara fisik untuk memastikan kesesuaian dengan data dalam PIB dan izin impor.

 

Penetapan Jalur dan Pemeriksaan Tambahan:

Barang Lartas umumnya akan ditetapkan jalur merah, yang berarti akan dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen secara menyeluruh.
Selain itu, instansi teknis terkait juga dapat melakukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan barang impor memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku.

 

Pembayaran Bea Masuk dan Pajak:

  • Setelah PIB disetujui, importir akan menerima Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak (SPPBMCP).
  • Importir wajib melunasi seluruh tagihan sesuai dengan SPPBMCP.

 

Pengeluaran Barang:

  • Setelah pembayaran lunas dan semua pemeriksaan selesai, importir dapat mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada petugas Bea Cukai.
  • Petugas akan menerbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) sebagai bukti bahwa barang telah sah dikeluarkan dari daerah pabean.

 

Contoh Barang Lartas:

  1. Obat-obatan dan alat kesehatan
  2. Hewan dan tumbuhan
  3. Senjata api dan amunisi
  4. Bahan kimia berbahaya
  5. Barang-barang yang mengandung unsur radioaktif

 

Penting untuk diingat:

  • Setiap jenis barang Lartas memiliki persyaratan dan prosedur impor yang berbeda-beda.
  • Importir harus memahami dengan baik peraturan dan prosedur impor Lartas sebelum melakukan impor.Jika diperlukan, importir dapat menggunakan jasa PPJK (Pengusaha
  • Pengurusan Jasa Kepabeanan) untuk membantu proses impor.

 

Barang impor yang dibawa oleh Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut

Barang impor yang dibawa oleh Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut merujuk pada barang-barang yang dibawa masuk ke Indonesia oleh individu yang bepergian dengan pesawat terbang, kapal laut, atau kendaraan lainnya, baik untuk keperluan pribadi maupun keperluan awak sarana pengangkut selama perjalanan.

 

Ketentuan Umum:

  1. Wajib Diberitahukan: Semua barang impor yang dibawa oleh penumpang atau awak sarana pengangkut wajib diberitahukan kepada petugas Bea dan Cukai di kantor pabean.
  2. Pemberitahuan Pabean: Pemberitahuan pabean dapat dilakukan secara lisan atau tertulis melalui Customs Declaration (CD).
  3. Pemeriksaan Pabean: Petugas Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut.
  4. Pengeluaran Barang: Barang impor yang dibawa oleh penumpang atau awak sarana pengangkut hanya dapat dikeluarkan dengan persetujuan petugas Bea dan Cukai.

 

Barang Bawaan Penumpang:

  1. Barang Pribadi: Barang-barang keperluan pribadi dalam jumlah wajar untuk dipakai selama perjalanan, seperti pakaian, perhiasan, dan peralatan elektronik pribadi.
  2. Pembebasan Bea Masuk: Terdapat pembebasan bea masuk dan pajak impor atas barang bawaan penumpang dengan nilai pabean tertentu (biasanya USD 500 per orang).
  3. Barang Larangan dan Pembatasan: Penumpang dilarang membawa barang-barang yang termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (Lartas), seperti narkotika, senjata api, dan barang-barang yang melanggar hak kekayaan intelektual.

 

Barang Bawaan Awak Sarana Pengangkut:

  1. Keperluan Pribadi: Barang-barang keperluan pribadi awak sarana pengangkut selama perjalanan, termasuk sisa perbekalan (personal use).
  2. Pembebasan Bea Masuk: Terdapat pembebasan bea masuk dan pajak impor atas barang bawaan awak sarana pengangkut dengan nilai pabean tertentu (biasanya USD 50 per orang).
  3. Barang Kena Cukai: Awak sarana pengangkut dibatasi dalam membawa barang kena cukai, seperti rokok dan minuman beralkohol.

 

Hal yang Perlu Diperhatikan:

  1. Jujur dan Transparan: Berikan informasi yang jujur dan transparan kepada petugas Bea dan Cukai mengenai barang bawaan Anda.
  2. Pahami Ketentuan Lartas: Pastikan Anda memahami barang-barang apa saja yang termasuk dalam kategori Lartas dan tidak membawanya.
  3. Patuhi Batas Nilai Pembebasan: Ketahui batas nilai pembebasan bea masuk dan pajak impor untuk barang bawaan penumpang.
  4. Simpan Bukti Pembelian: Simpan bukti pembelian barang-barang berharga yang Anda bawa untuk memudahkan proses pemeriksaan pabean.

Impor untuk dipakai atas barang kiriman pos

Impor untuk dipakai atas barang kiriman pos merujuk pada proses memasukkan barang dari luar negeri ke Indonesia yang dikirimkan melalui jasa pos untuk tujuan penggunaan sendiri dan bukan untuk diperdagangkan kembali.

Meskipun termasuk dalam kategori impor untuk dipakai, barang kiriman pos memiliki beberapa karakteristik dan ketentuan khusus yang membedakannya dengan impor umum:

 

Karakteristik:

  • Dikirim Melalui Jasa Pos: Barang dikirimkan melalui jasa pos, seperti PT Pos Indonesia atau jasa kurir internasional lainnya (DHL, FedEx, UPS).
  • Biasanya Bernilai Kecil: Barang kiriman pos umumnya memiliki nilai dan jumlah yang relatif kecil.
  • Untuk Penggunaan Pribadi: Barang ditujukan untuk penggunaan pribadi penerima dan bukan untuk diperjualbelikan.

 

Ketentuan Khusus:

  1. Pemberitahuan Pabean: Barang kiriman pos tidak menggunakan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) seperti impor umum. Sebagai gantinya, pemberitahuan pabean dilakukan melalui dokumen CN (Consignment Note) atau dokumen pabean lainnya yang dipersyaratkan.
  2. Pengeluaran Barang: Pengeluaran barang kiriman pos dari pabean umumnya lebih sederhana dan cepat dibandingkan dengan impor umum.
  3. Bea Masuk dan Pajak Impor: Bea masuk dan pajak impor atas barang kiriman pos akan dihitung dan dipungut oleh petugas Bea Cukai berdasarkan nilai pabean dan jenis barang.
  4. Pembebasan Bea Masuk: Terdapat pembebasan bea masuk untuk barang kiriman pos dengan nilai pabean di bawah batas tertentu (biasanya USD 3).

 

Prosedur Impor:

  1. Pengiriman Barang: Pengirim mengirimkan barang dari luar negeri melalui jasa pos.
  2. Kedatangan di Indonesia: Barang kiriman pos tiba di Indonesia dan diproses oleh petugas Bea Cukai di kantor pos.
  3. Pemeriksaan Pabean: Petugas Bea Cukai melakukan pemeriksaan dokumen (CN) dan fisik barang.
  4. Penetapan Bea Masuk dan Pajak: Jika dikenakan bea masuk dan pajak impor, penerima akan diberitahu untuk melakukan pembayaran.
  5. Pengiriman ke Penerima: Setelah bea masuk dan pajak dilunasi (jika ada), barang akan dikirimkan ke alamat penerima oleh petugas pos.

 

Hal yang Perlu Diperhatikan:

  1. Pastikan alamat lengkap dan nomor telepon: Pastikan alamat pengiriman dan nomor telepon penerima dicantumkan dengan lengkap dan jelas pada paket kiriman.
  2. Cantumkan deskripsi barang: Cantumkan deskripsi barang yang dikirimkan dengan detail dan akurat pada CN atau dokumen pabean lainnya.
  3. Ketahui ketentuan Lartas: Pastikan barang yang dikirimkan tidak termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (Lartas) atau penuhi persyaratan Lartas jika diperlukan.
  4. Simpan bukti pengiriman: Simpan bukti pengiriman dan dokumen terkait lainnya untuk keperluan pelacakan dan klaim jika terjadi masalah.

 

Informasi Tambahan:

Anda dapat mengakses informasi lebih lanjut mengenai ketentuan impor barang kiriman pos di situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: www.beacukai.go.id
Anda juga dapat menghubungi contact center Bea Cukai di 1500225 untuk mendapatkan bantuan dan informasi.

 

Status Barang Impor yang Ditahan Otoritas Bea Cukai

Ketika barang impor ditahan oleh otoritas Bea Cukai, statusnya akan berubah dan dikenakan prosedur tertentu sesuai dengan peraturan kepabeanan yang berlaku.

Berikut adalah beberapa status barang impor yang ditahan oleh otoritas Bea Cukai:

 

Barang yang Dikuasai Negara (BDN):

Definisi: Barang yang karena peraturan perundang-undangan dikuasai oleh negara.

Contoh:

  • Barang selundupan
  • Barang impor yang tidak memenuhi persyaratan Lartas
  • Barang yang melanggar hak kekayaan intelektual
  • Prosedur: Bea Cukai akan melakukan penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut. Jika terbukti melanggar aturan, barang dapat disita oleh negara atau dimusnahkan.

 

Barang Tidak Dikuasai (BTD):

Definisi: Barang yang tidak diberitahukan atau tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu tertentu.
Contoh:

  • Barang kiriman yang tidak diambil oleh penerima
  • Barang impor yang ditinggalkan di pelabuhan/bandara

Prosedur:

  • Barang akan ditimbun di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).
  • Jika dalam waktu 30 hari sejak dokumen diajukan tidak ada penyelesaian, barang akan ditetapkan sebagai BTD.
  • Setelah 60 hari di TPP dan tidak diselesaikan, BTD akan menjadi Barang Milik Negara (BMN).

 

Barang yang Ditahan di Jalur Merah:

Definisi: Barang yang ditetapkan jalur merah karena memerlukan pemeriksaan fisik dan dokumen secara menyeluruh.
Contoh:

  • Barang impor dengan risiko tinggi
  • Barang yang memerlukan pemeriksaan tambahan oleh instansi teknis
  • Prosedur: Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik dan dokumen secara detail. Barang dapat dikeluarkan setelah pemeriksaan selesai dan kewajiban pabean dipenuhi.

 

Barang yang Ditahan Karena Wajib Izin Impor (Lartas):

Definisi: Barang impor yang termasuk dalam kategori Lartas dan belum memiliki izin impor dari instansi teknis terkait.
Contoh:

  • Impor obat-obatan tanpa izin edar dari BPOM
  • Impor hewan tanpa izin karantina dari Kementerian Pertanian
  • Prosedur: Importir harus mengurus izin impor dari instansi teknis terkait. Barang dapat dikeluarkan setelah izin impor diperoleh dan kewajiban pabean dipenuhi.

 

Konsekuensi Barang Ditahan:

  • Biaya Penimbunan: Importir dapat dikenakan biaya penimbunan di TPP.
  • Sanksi Administrasi: Importir dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
  • Penyitaan/Pemusnahan: Barang dapat disita oleh negara atau dimusnahkan jika terbukti melanggar aturan.

Tips:

  1. Pastikan dokumen impor lengkap dan sesuai ketentuan.
  2. Penuhi persyaratan Lartas jika diperlukan.
  3. Segera selesaikan kewajiban pabean.
  4. Komunikasikan dengan Bea Cukai jika terjadi masalah.

 

Pemblokiran atas pemberitahuan impor barang (PIB)

Pemblokiran atas Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah tindakan yang dilakukan oleh Bea Cukai untuk menghentikan sementara proses pengeluaran barang impor.

 

Tujuan Pemblokiran:

  • Mencegah pelanggaran: Mencegah terjadinya pelanggaran kepabeanan, seperti penyelundupan, penggelapan pajak, atau pelanggaran ketentuan larangan dan pembatasan (Lartas).
  • Melindungi kepentingan nasional: Melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan masyarakat, serta menjaga stabilitas ekonomi nasional.
  • Memastikan kepatuhan: Memastikan kepatuhan importir terhadap peraturan kepabeanan yang berlaku.

 

Dasar Hukum Pemblokiran:

  • Undang-Undang Kepabeanan
  • Peraturan Menteri Keuangan tentang Kepabeanan
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai

 

Penyebab Pemblokiran PIB:

  1. Data Importir Tidak Valid: Data importir (nama, alamat, NPWP, API) tidak valid atau tidak sesuai dengan data yang terdaftar di Bea Cukai.
  2. Dokumen Tidak Lengkap/Tidak Sah: Dokumen PIB atau dokumen pelengkap pabean tidak lengkap, tidak sah, atau tidak sesuai dengan ketentuan.
  3. Barang Lartas Tanpa Izin: Mengimpor barang yang termasuk dalam kategori Lartas tanpa izin dari instansi teknis terkait.
  4. Indikasi Pelanggaran: Terdapat indikasi pelanggaran kepabeanan, seperti undervaluasi, pemalsuan dokumen, atau penyelundupan.
  5. Tunggakan Bea Masuk/Pajak: Importir memiliki tunggakan bea masuk, pajak impor, atau sanksi administrasi lainnya.
  6. Perusahaan Diblokir: Importir atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) yang digunakan telah diblokir oleh Bea Cukai.

 

Akibat Pemblokiran PIB:

  1. PIB Tidak Diproses: PIB tidak dapat diproses lebih lanjut hingga blokir dibuka.
  2. Barang Ditahan: Barang impor akan ditahan di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) atau gudang Bea Cukai.
  3. Penyelidikan Lebih Lanjut: Bea Cukai dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan ada tidaknya pelanggaran kepabeanan.
  4. Sanksi: Jika terbukti melakukan pelanggaran, importir dapat dikenakan sanksi administrasi, denda, bahkan sanksi pidana.

 

Cara Membuka Blokir PIB:

  1. Lengkapi/Perbaiki Dokumen: Lengkapi atau perbaiki dokumen PIB dan dokumen pelengkap pabean sesuai dengan petunjuk Bea Cukai.
  2. Urus Izin Lartas: Jika mengimpor barang Lartas, urus izin impor dari instansi teknis terkait.
  3. Lunasi Tunggakan: Lunasi semua tunggakan bea masuk, pajak, dan sanksi administrasi.
  4. Ajukan Permohonan: Ajukan permohonan pembukaan blokir PIB kepada Bea Cukai dengan melampirkan bukti-bukti yang diperlukan.
  5. Ikuti Proses: Ikuti proses pemeriksaan dan penyelidikan yang dilakukan oleh Bea Cukai.

Tips:

  1. Pastikan data importir dan dokumen PIB lengkap, valid, dan sesuai ketentuan.
  2. Pahami ketentuan Lartas dan urus izin impor jika diperlukan.
  3. Lunasi bea masuk dan pajak tepat waktu.
  4. Gunakan jasa PPJK yang terpercaya.
  5. Jalin komunikasi yang baik dengan Bea Cukai.

 

Bagaimana cara SKP melakukan similiarity data akan meneliti PIB (Nama importir) VS Manifes (nama consignee)?

Tepat sekali! SKP (Sistem Komputer Pelayanan) Bea Cukai memang melakukan similarity check atau penelitian kesamaan data antara nama Importir pada PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dengan nama Consignee pada Manifes.

Tujuan similiarity:

  • Memastikan bahwa Importir yang tercantum dalam PIB adalah pihak yang sama dengan yang tercantum sebagai Consignee (penerima barang) dalam Manifes.
  • Mencegah penyalahgunaan data dan potensi pelanggaran kepabeanan.
  • Meningkatkan akurasi data dalam sistem kepabeanan.

 

Proses Similarity Check:

  • Data PIB: SKP akan mengambil data nama Importir yang tercantum dalam PIB yang diajukan oleh importir atau PPJK.
  • Data Manifes: SKP akan mengambil data nama Consignee dari Inward Manifest yang telah disampaikan oleh perusahaan pengangkut.
  • Perbandingan Data: SKP akan membandingkan kedua data tersebut menggunakan algoritma similarity check untuk menghitung tingkat kesamaan.

 

Tingkat Kesamaan:

  • Jika tingkat kesamaan memenuhi ambang batas yang ditetapkan, SKP akan melanjutkan proses penelitian PIB.
  • Jika tingkat kesamaan di bawah ambang batas, SKP akan melakukan penelitian lebih lanjut, seperti:
    Membandingkan nama Importir dengan Notify Party (pihak yang diberitahu) pada Manifes.
    Jika masih belum sesuai, SKP akan meneruskan PIB ke Pejabat Bea Cukai untuk penelitian mendalam.

 

Manfaat Similiarity:

  • Efisiensi: Similarity check membantu Bea Cukai dalam melakukan penelitian PIB secara otomatis dan efisien.
  • Akurasi Data: Meminimalisir kesalahan data dan potensi manipulasi.
  • Pencegahan Penyalahgunaan: Mencegah importir fiktif atau penyalahgunaan identitas.

 

Catatan:

  1. Inward Manifest adalah dokumen yang berisi daftar barang yang diangkut oleh sarana pengangkut yang masuk ke wilayah Indonesia.
  2. Consignee adalah pihak yang berhak menerima barang impor di negara tujuan.
  3. Notify Party adalah pihak yang diberitahu tentang kedatangan barang impor, bisa jadi sama dengan Consignee atau pihak lain yang ditunjuk.

 

Bagaimana proses pembacaan nomor kontainer di gate

Mari kita bahas proses pembacaan nomor kontainer di gate, redress, serta kaitannya dengan PIB dan inward manifest.

 

Gate Membaca Nomor Kontainer

Sistem di Gate: Di pelabuhan, terdapat sistem gate yang dilengkapi dengan OCR (Optical Character Recognition) untuk membaca nomor kontainer secara otomatis saat kontainer masuk atau keluar.
Tujuan: Memudahkan identifikasi dan pelacakan kontainer, mempercepat proses bongkar muat, serta meningkatkan keamanan.
Barang LCL (Less than Container Load): Untuk barang LCL yang digabung dalam satu kontainer dengan barang milik importir lain, sistem gate tetap akan membaca nomor kontainer tersebut.
Informasi Tambahan: Selain nomor kontainer, sistem gate juga dapat diintegrasikan dengan sistem lain untuk mendapatkan informasi tambahan seperti:
Nama forwarder (perusahaan pengangkut)
Nama gudang tujuan

 

Redress

Kesalahan Data: Jika terjadi kesalahan data pada nomor kontainer atau informasi terkait, maka perlu dilakukan redress (perbaikan data).
Penyebab Kesalahan:
Kesalahan input data saat pembuatan dokumen.
Kerusakan fisik pada nomor kontainer yang sulit terbaca oleh sistem OCR.
Human error.
Prosedur Redress:
Forwarder atau pihak terkait akan mengajukan permohonan redress kepada pihak pelabuhan atau terminal.
Data yang salah akan diperbaiki dalam sistem.

 

Kaitan dengan PIB dan Inward Manifest

PIB (Pemberitahuan Impor Barang): Dokumen yang diajukan oleh Importir kepada Bea Cukai yang berisi informasi detail tentang barang impor, termasuk nomor kontainer.
Inward Manifest: Dokumen yang dibuat oleh sarana pengangkut (kapal, pesawat) yang berisi daftar barang yang diangkut, termasuk nomor kontainer dan Consignee (penerima barang).
Kesalahan Data dan Dampaknya:
Jika terjadi kesalahan data pada nomor kontainer di PIB atau inward manifest, maka proses PIB dapat terhambat.
PIB tidak dapat diproses lebih lanjut karena data tidak sinkron dengan data di gate dan sistem pelabuhan.

 

Tindakan Perbaikan

Jika PIB tidak dapat diproses karena kesalahan data nomor kontainer, maka ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan:

  • Perbaikan Inward Manifest: Sarana pengangkut akan melakukan perbaikan data inward manifest dan menyampaikannya kepada Bea Cukai.
  • Konfirmasi ke Pejabat Bea Cukai: Importir atau PPJK dapat melakukan konfirmasi kepada Pejabat Bea Cukai untuk menjelaskan kesalahan data dan meminta arahan lebih lanjut.
  • Pembatalan PIB: Dalam beberapa kasus, importir dapat memilih untuk membatalkan PIB dan mengajukan PIB baru dengan data yang benar.

 

Redress Consignee

Pemanggilan oleh Bea Cukai: Jika terjadi kesalahan data pada nama Consignee di inward manifest, Bea Cukai dapat memanggil Consignee untuk melakukan klarifikasi dan redress data.
Tujuan: Memastikan bahwa barang impor sampai ke penerima yang sah.

Catatan Penting:

  • Akurasi data sangat penting dalam proses impor.
  • Kesalahan data dapat menyebabkan keterlambatan proses, biaya tambahan, dan potensi pelanggaran kepabeanan.
  • Pastikan semua dokumen, termasuk PIB dan inward manifest, diisi dengan data yang benar dan lengkap.

 

Apa itu SPJM, SPPB, SPPF, serta proses dan konsekuensi yang terkait.

SPJM (Surat Penetapan Jalur Merah)

Definisi: SPJM adalah surat yang diterbitkan oleh sistem komputer pelayanan Bea Cukai (SKP) yang menyatakan bahwa PIB (Pemberitahuan Impor Barang) Anda ditetapkan ke jalur merah.
Artinya: Barang impor Anda akan melalui pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen secara menyeluruh sebelum bisa dikeluarkan dari kawasan pabean.
Tujuan: Memastikan kepatuhan importir terhadap peraturan kepabeanan dan mencegah penyelundupan.

 

SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang)

Definisi: SPPB adalah surat yang diterbitkan oleh Bea Cukai yang mengizinkan pengeluaran barang impor dari kawasan pabean setelah semua kewajiban pabean dipenuhi.
Penerbitan: SPPB diterbitkan setelah proses pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen selesai, dan importir telah membayar bea masuk, pajak, dan pungutan lainnya.

 

SPPF (Surat Persetujuan Pengeluaran Fisik)

Definisi: SPPF adalah surat yang diterbitkan oleh Bea Cukai yang mengizinkan pengeluaran fisik barang impor dari kawasan pabean untuk AEO (Authorized Economic Operator) dan MITA (Mitra Utama) jalur merah, atau untuk barang yang memerlukan joint inspection di luar kawasan pabean.
Tujuan: Memberikan fleksibilitas dan mempercepat proses pengeluaran barang bagi importir yang terpercaya dan memenuhi persyaratan tertentu.

 

Respon atas SPJM

Kewajiban Importir/PPJK: Setelah menerima SPJM, importir atau PPJK wajib menyampaikan dokumen pelengkap dan PKB (Pemberitahuan Kesiapan Barang) kepada Bea Cukai.
Batas Waktu:
Kantor Bea Cukai 24/7: Paling lambat pukul 12.00 hari berikutnya sejak SPJM terbit.
Kantor Bea Cukai Non 24/7: Paling lambat pukul 12.00 hari kerja berikutnya sejak SPJM terbit.

 

Sanksi

Tidak Menyampaikan Dokumen: Jika importir/PPJK tidak menyampaikan dokumen pelengkap sesuai batas waktu, maka:
PIB berikutnya tidak dilayani: Pengajuan PIB berikutnya dari importir tersebut tidak akan diproses oleh Bea Cukai.
Penelitian PFPD: PIB yang sedang diajukan tidak dapat diproses lebih lanjut sampai dokumen pelengkap disampaikan dan penelitian oleh PFPD (Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen) selesai.

 

NPD (Nota Pemberitahuan Data)

Permintaan Dokumen Tambahan: PFPD dapat meminta dokumen tambahan dengan menerbitkan NPD.
Batas Waktu: Importir/PPJK wajib memenuhi NPD paling lambat pukul 12.00 hari berikutnya.

Catatan Penting:

Kepatuhan: Penting bagi importir/PPJK untuk mematuhi batas waktu dan ketentuan yang berlaku dalam merespon SPJM dan memenuhi permintaan dokumen dari Bea Cukai.
Kelancaran Proses: Ketepatan waktu dalam penyampaian dokumen akan memperlancar proses pemeriksaan dan pengeluaran barang impor.
Koordinasi: Jika ada kendala atau pertanyaan, segera lakukan koordinasi dengan petugas Bea Cukai.

 

Pemeriksaan fisik di lokasi importir, khususnya dalam konteks SPPF (Surat Persetujuan Pengeluaran Fisik).

Pemeriksaan Fisik di Lokasi Importir. Pemeriksaan fisik di lokasi importir dapat dilakukan dalam dua kondisi:

 

SKP/Pejabat Bea Cukai Menerbitkan Respon SPPF:

  • SPPF diterbitkan untuk AEO (Authorized Economic Operator), MITA (Mitra Utama), atau barang yang memerlukan joint inspection dengan instansi lain.
  • SPPF memungkinkan barang impor dikeluarkan lebih dulu dari kawasan pabean untuk dilakukan pemeriksaan fisik di lokasi importir.

 

Tindak Lanjut Penundaan Pemeriksaan Fisik:

Dalam hal tertentu, Bea Cukai dapat menunda pemeriksaan fisik di pelabuhan/bandara dan melakukan pemeriksaan fisik di lokasi importir di kemudian hari.
Penundaan ini bisa disebabkan oleh berbagai alasan, misalnya:

  • Keterbatasan fasilitas pemeriksaan di pelabuhan/bandara.
  • Jenis barang yang memerlukan penanganan khusus.
  • Permintaan dari importir.

 

Prosedur Pemeriksaan Fisik dengan SPPF

  1. Penerbitan SPPF: SKP atau Pejabat Bea Cukai menerbitkan SPPF.
  2. Pengeluaran Barang: Importir dapat mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean dengan SPPF.
  3. Penyampaian Dokap dan Informasi: Importir wajib menyampaikan dokumen pelengkap pabean (dokap) dan informasi lokasi serta waktu pemeriksaan fisik kepada SKP/Pejabat Bea Cukai.
  4. Pemeriksaan Fisik: Setelah menerima dokap dan informasi, Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik di lokasi importir.

 

Mekanisme Pemeriksaan Fisik

  • Sesuai Ketentuan: Pemeriksaan fisik di lokasi importir dilakukan sesuai dengan ketentuan pemeriksaan pabean di bidang impor yang berlaku.
  • Prosedur Standar: Meskipun dilakukan di lokasi importir, prosedur pemeriksaan fisik tetap mengikuti standar yang ditetapkan, meliputi:
    Pencocokan data dengan dokumen.
    Pemeriksaan kondisi dan jumlah barang.
    Pengambilan sampel (jika diperlukan).

SPPF: Hanya untuk AEO, MITA, dan Joint Inspection

Penting untuk diingat bahwa SPPF hanya diberikan kepada:

  • AEO dan MITA: Importir yang telah mendapatkan sertifikasi AEO atau MITA karena memenuhi standar kepabeanan dan keamanan yang tinggi.
  • Barang Joint Inspection: Barang yang memerlukan pemeriksaan bersama dengan instansi lain di luar kawasan pabean, misalnya:
    Barang yang diawasi oleh Kementerian Pertanian.
    Barang yang diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Manfaat Pemeriksaan Fisik di Lokasi Importir:

  • Efisiensi Waktu: Mengurangi waktu tunggu di pelabuhan/bandara.
  • Fleksibilitas: Memberikan fleksibilitas bagi importir dalam mengatur waktu dan tempat pemeriksaan fisik.
  • Mengurangi Biaya: Potensi penghematan biaya logistik dan penyimpanan.

 

Catatan Penting:

  1. Importir wajib memastikan bahwa lokasi pemeriksaan fisik memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Bea Cukai.
  2. Importir wajib menyediakan akses dan fasilitas yang dibutuhkan oleh petugas Bea Cukai selama pemeriksaan fisik.
  3. Kerjasama yang baik antara importir dan Bea Cukai sangat penting dalam pelaksanaan pemeriksaan fisik di lokasi importir.

 

Perbedaan penanganan impor barang berbahaya (kembang api) untuk Importir Umum (non-AEO/MITA) dan Importir AEO/MITA.

Importir Non-AEO/MITA (Importir Umum)

Pengajuan PIB dan Jalur Merah:

Importir Umum mengajukan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) melalui sistem SKP (Sistem Komputer Pelayanan) Bea Cukai.
Karena mengimpor barang berbahaya (kembang api), PIB akan ditetapkan ke jalur merah karena memerlukan pengawasan yang lebih ketat.

 

Penerbitan SPJM (Surat Penetapan Jalur Merah):

SKP akan menerbitkan SPJM yang menyatakan bahwa PIB harus melalui pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen secara menyeluruh.

 

Penimbunan di Gudang Importir:

Sebelum pemeriksaan fisik, barang berbahaya tidak dapat langsung ditimbun di gudang importir.
Barang akan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang ditunjuk oleh Bea Cukai.

 

Pemeriksaan Fisik dan Penelitian Dokumen:

Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen di TPS untuk memastikan kesesuaian barang dengan dokumen dan peraturan yang berlaku.

 

Penerbitan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang):

Setelah pemeriksaan selesai dan importir memenuhi kewajiban pabean, Bea Cukai akan menerbitkan SPPB yang mengizinkan pengeluaran barang dari TPS ke gudang importir.

 

Importir AEO/MITA

Pengajuan PIB dan Jalur Merah:

Importir AEO/MITA juga mengajukan PIB melalui SKP.
PIB tetap akan ditetapkan ke jalur merah karena barang berbahaya.

Penerbitan SPPF (Surat Persetujuan Pengeluaran Fisik):

Karena berstatus AEO/MITA, importir akan mendapatkan SPPF yang memungkinkan barang langsung ditimbun di gudang importir sebelum pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik di Gudang Importir:

Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik di gudang importir setelah barang ditimbun.

Penelitian Dokumen:

Penelitian dokumen dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik atau secara terpisah.

Penerbitan SPPB:

Setelah pemeriksaan dan penelitian selesai, serta importir memenuhi kewajiban pabean, Bea Cukai akan menerbitkan SPPB.

Alasan Perbedaan:

  • AEO/MITA: Importir AEO/MITA telah mendapatkan sertifikasi dari Bea Cukai karena memenuhi standar kepabeanan dan keamanan yang tinggi, sehingga mendapatkan kepercayaan lebih dalam hal penanganan barang impor.
  • Efisiensi: SPPF memberikan efisiensi waktu dan biaya bagi importir AEO/MITA karena tidak perlu menunggu pemeriksaan fisik di TPS.
  • Pengawasan: Meskipun mendapatkan fasilitas SPPF, importir AEO/MITA tetap diawasi dengan ketat oleh Bea Cukai.

 

Catatan Penting:

Peraturan Khusus: Impor barang berbahaya seperti kembang api memiliki peraturan khusus yang harus dipenuhi, termasuk izin dari instansi terkait.
Keamanan: Penanganan dan penyimpanan barang berbahaya harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah risiko kecelakaan.

Proses impor sapi dan peran Karantina Hewan (KH)

Mari kita bahas tentang proses impor sapi dan peran Karantina Hewan (KH) di dalamnya, termasuk kode KH5 dan KH9.

 

Sebelum Impor Sapi

Persetujuan Impor (PI) Hewan:

Importir wajib mendapatkan PI Hewan dari Kementerian Pertanian melalui sistem IQFAST (Indonesia Quarantine Full Automation System).
PI Hewan adalah izin untuk memasukkan hewan ke dalam wilayah Indonesia.

 

Persyaratan PI Hewan:

Surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sertifikat kesehatan hewan dari negara asal.
Rencana tindakan karantina di Indonesia.

 

Kedatangan Barang dan PIB

Penyampaian PIB:

Ketika sapi tiba di pelabuhan/bandara, importir menyampaikan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) ke Bea Cukai.

 

Koordinasi KH dan Bea Cukai:

Karantina Hewan akan melakukan pengecekan data PIB ke Bea Cukai untuk memastikan kesesuaian data dengan PI Hewan.
Hal ini dilakukan melalui sistem terintegrasi antara Karantina Hewan dan Bea Cukai.

  Impor Bahan Pangan BPS: Arti, Tren dan Dampaknya

 

Tindakan Karantina Hewan

Pemeriksaan dan Pengujian:

Karantina Hewan akan melakukan pemeriksaan fisik, pengambilan sampel, dan pengujian laboratorium terhadap sapi impor untuk memastikan kesehatan hewan dan bebas dari penyakit.

Hasil Pemeriksaan:

KH5 (Sehat): Jika sapi dinyatakan sehat dan memenuhi persyaratan, Karantina Hewan akan menerbitkan sertifikat KH5.
KH9 (Tidak Sehat): Jika sapi dinyatakan tidak sehat atau terinfeksi penyakit, Karantina Hewan akan menerbitkan sertifikat KH9.

 

Tindakan Lanjutan

  • KH5: Importir dapat mengeluarkan sapi dari pelabuhan/bandara setelah mendapatkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) dari Bea Cukai.
  • KH9:Sapi akan ditolak masuk ke Indonesia dan harus diekspor kembali atau dimusnahkan.
    Importir akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Kode KH5 dan KH9

  • KH5: Menandakan bahwa hewan telah lulus pemeriksaan karantina dan dinyatakan sehat.
  • KH9: Menandakan bahwa hewan tidak lulus pemeriksaan karantina karena tidak sehat atau terinfeksi penyakit.

 

Catatan Penting:

  1. Kesehatan Hewan: Karantina Hewan berperan penting dalam melindungi kesehatan hewan dan manusia dari penyebaran penyakit hewan menular.
  2. Kepatuhan: Importir wajib mematuhi semua persyaratan dan ketentuan karantina hewan yang berlaku.
  3. Koordinasi: Koordinasi yang baik antara importir, Karantina Hewan, dan Bea Cukai sangat penting dalam proses impor sapi.

 

Penelitian dokumen terutama pada jalur merah dan kaitannya dengan NPD (Nota Pemberitahuan Data) serta LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan).

Penelitian Dokumen

Penelitian dokumen merupakan tahapan penting dalam proses impor barang. Bea Cukai akan meneliti dokumen-dokumen yang diajukan oleh importir untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan.

 

Aspek yang Diteliti:

Ketepatan Pos Tarif/HS Code:

Memastikan HS Code yang diberitahukan dalam PIB sudah tepat sesuai dengan jenis barang yang diimpor.
Kesalahan HS Code dapat mengakibatkan kesalahan perhitungan bea masuk dan pajak.

 

Kewajaran Nilai Pabean:

Memeriksa kewajaran nilai barang yang dinyatakan dalam PIB (CIF – Cost, Insurance, and Freight).
Nilai pabean yang tidak wajar dapat mengindikasikan under invoice atau over invoice yang berpotensi merugikan negara atau melanggar ketentuan.

 

Pemenuhan Ketentuan Lartas:

Memastikan barang impor memenuhi ketentuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) yang berlaku.
Lartas dapat berupa larangan impor, pembatasan impor dengan kuota, atau persyaratan khusus seperti izin impor.

 

Penetapan Lain atas Pos Tarif

Kewenangan Bea Cukai: Jika dalam penelitian dokumen ditemukan ketidaksesuaian HS Code, Bea Cukai dapat melakukan penetapan lain atas pos tarif yang diberitahukan dalam PIB.
Dasar Penetapan: Penetapan ini harus didasarkan pada ketentuan perundang-undangan dan kaidah klasifikasi barang.

 

Jalur Merah dan NPD

Permintaan Dokumen Tambahan: Pada jalur merah, PFPD (Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen) dapat meminta dokumen tambahan kepada importir dengan menerbitkan NPD.
Tujuan: Dokumen tambahan diperlukan untuk melengkapi penelitian dokumen atau mengklarifikasi informasi yang kurang jelas.

 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Perubahan di SKP

Ketidaksesuaian: Jika hasil pemeriksaan fisik menunjukkan ketidaksesuaian dengan uraian barang dalam PIB, PFPD dapat melakukan perubahan data di SKP sesuai dengan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan).

Contoh:

  • Jumlah barang yang berbeda.
  • Jenis barang yang tidak sesuai.
  • Spesifikasi barang yang berbeda.
  • LHP sebagai Dasar: LHP menjadi dasar untuk melakukan perubahan data di SKP dan memastikan data yang tercatat sesuai dengan kondisi fisik barang.

 

Catatan Penting:

  1. Akurasi Data: Penting bagi importir untuk memastikan akurasi data dalam PIB dan dokumen pendukung lainnya.
  2. Kerjasama: Kerjasama yang baik antara importir dan Bea Cukai sangat penting dalam proses penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik.
  3. Hak Importir: Importir memiliki hak untuk mengajukan keberatan jika tidak setuju dengan hasil penelitian dokumen atau pemeriksaan fisik.

 

PKSI (Permohonan Klasifikasi sebelum impor) dalam jangka 30 hari.

PKSI (Permohonan Klasifikasi Sebelum Impor) adalah fasilitas yang disediakan oleh Bea Cukai bagi importir untuk mendapatkan kepastian tentang klasifikasi barang (HS Code) sebelum barang diimpor.

 

Jangka Waktu 30 Hari:

Bea Cukai memiliki waktu 30 hari untuk memproses PKSI dan menerbitkan keputusan sejak permohonan diterima secara lengkap.

 

Tujuan PKSI:

  • Kepastian HS Code: Memberikan kepastian kepada importir tentang HS Code yang tepat untuk barang yang akan diimpor.
  • Memperlancar Proses Impor: Menghindari perbedaan penafsiran HS Code saat pengajuan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) sehingga proses impor dapat berjalan lebih lancar.
  • Meminimalisir Risiko: Mengurangi risiko koreksi HS Code oleh Bea Cukai yang dapat mengakibatkan pembayaran bea masuk dan pajak yang tidak tepat.

 

Manfaat PKSI:

  • Perencanaan yang Lebih Baik: Importir dapat merencanakan impor dengan lebih baik karena telah mengetahui HS Code dan tarif bea masuk yang berlaku.
  • Efisiensi Waktu: Menghemat waktu dan biaya karena meminimalisir potensi pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen yang berlarut-larut.
  • Kepatuhan: Meningkatkan kepatuhan importir terhadap peraturan kepabeanan.

 

Siapa yang Dapat Mengajukan PKSI?

  • Importir yang memiliki nomor identitas untuk melakukan kegiatan kepabeanan (API – Angka Pengenal Impor).
  • Barang yang diajukan PKSI tidak sedang dalam proses keberatan atau banding.

 

Bagaimana Cara Mengajukan PKSI?

Ajukan Permohonan:

Importir mengajukan permohonan PKSI secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

 

Lampirkan Dokumen:

Lampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, seperti:

  • Contoh barang (jika diperlukan).
  • Spesifikasi teknis barang.
  • Brosur, katalog, atau dokumen lain yang menjelaskan fungsi dan kegunaan barang.

Proses Penelitian: Bea Cukai akan meneliti permohonan dan dokumen yang diajukan.
Penerbitan Keputusan: Bea Cukai akan menerbitkan keputusan PKSI yang berisi penetapan HS Code untuk barang yang diajukan.

 

Catatan:

  • PKSI berlaku selama 3 tahun sejak tanggal penerbitan.
  • Keputusan PKSI mengikat Bea Cukai selama kondisi dan spesifikasi barang tetap sama dengan yang diajukan dalam permohonan PKSI.

 

Siapakah yang berwenang melakukan perubahan Bill of Loading ?

Perubahan pada BL (Bill of Lading) memang merupakan kewenangan dari pengangkut (carrier). Namun, perubahan tersebut idealnya dilakukan dengan informasi dan persetujuan dari shipper (pengirim barang). Mari kita bahas lebih lanjut.

 

BL (Bill of Lading)

BL adalah dokumen penting dalam perdagangan internasional yang berfungsi sebagai:

  • Bukti kontrak pengangkutan: Perjanjian antara shipper dan carrier untuk mengangkut barang.
  • Tanda terima barang: Bukti bahwa carrier telah menerima barang dari shipper dalam kondisi baik.
  • Dokumen kepemilikan: Dokumen yang menunjukkan kepemilikan atas barang.

 

Kewenangan Pengangkut

  • Penerbitan BL: Pengangkut bertanggung jawab untuk menerbitkan BL setelah menerima barang dari shipper.
  • Perubahan BL: Pengangkut memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan pada BL jika terjadi kesalahan atau perubahan kondisi pengangkutan.

 

Perubahan BL dan Shipper

  • Informasi ke Shipper: Meskipun memiliki kewenangan, pengangkut sebaiknya menginformasikan kepada shipper jika ada perubahan pada BL.
  • Persetujuan Shipper: Idealnya, pengangkut meminta persetujuan dari shipper sebelum melakukan perubahan pada BL, terutama jika perubahan tersebut berdampak signifikan pada shipper atau consignee (penerima barang).
  • Transparansi: Komunikasi yang baik dan transparan antara pengangkut dan shipper sangat penting untuk menghindari perselisihan dan masalah di kemudian hari.

 

Kondisi yang Memungkinkan Perubahan BL

Beberapa kondisi yang mungkin memerlukan perubahan BL:

  1. Kesalahan Data: Kesalahan penulisan nama, alamat, jenis barang, jumlah barang, dll.
  2. Perubahan Jadwal Kapal: Keterlambatan kapal, perubahan rute, atau pengalihan kapal.
  3. Perubahan Tujuan: Consignee meminta perubahan pelabuhan tujuan.
  4. Kerusakan Barang: Jika terjadi kerusakan barang selama pengangkutan, BL perlu diubah untuk mencatat kondisi barang saat diterima di pelabuhan tujuan.

 

Jenis Perubahan BL

  • Switch BL: Penerbitan BL baru untuk menggantikan BL asli. Switch BL biasanya dilakukan jika terjadi perubahan consignee, pelabuhan tujuan, atau kondisi perdagangan lainnya.
  • Amendment BL: Perubahan pada BL asli dengan menambahkan catatan koreksi atau informasi tambahan.

 

Catatan Penting:

Kehati-hatian: Perubahan pada BL harus dilakukan dengan hati-hati dan didokumentasikan dengan baik.
Hukum yang Berlaku: Perubahan BL harus sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku di negara asal dan tujuan.

 

Penerbitan hasil penelitian dokumen, penetapan tarif dan nilai pabean

Mari kita bahas tentang penerbitan hasil penelitian dokumen, penetapan tarif dan nilai pabean, serta berbagai jenis surat yang terkait dengan proses impor.

 

Penerbitan Hasil Penelitian Dokumen

  • Jangka Waktu: Bea Cukai memiliki waktu paling lama 30 hari sejak tanggal pendaftaran PIB (Pemberitahuan Impor Barang) untuk menerbitkan hasil penelitian dokumen, termasuk penetapan tarif dan nilai pabean.
  • Penetapan Tarif: Bea Cukai akan menetapkan HS Code (Harmonized System Code) yang tepat untuk barang impor. HS Code digunakan untuk menentukan tarif bea masuk.
  • Penetapan Nilai Pabean: Bea Cukai akan menetapkan nilai pabean yang menjadi dasar perhitungan bea masuk dan pajak impor.

 

SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang)

Definisi: SPPB adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bea Cukai yang mengizinkan pengeluaran barang impor dari kawasan pabean setelah semua kewajiban pabean dipenuhi.
Syarat Penerbitan:

  • PIB telah selesai diteliti dan disetujui.
  • Bea masuk, pajak, dan pungutan lainnya telah dibayar lunas.
  • Tidak ada pelanggaran kepabeanan.

 

SPBL (Surat Penetapan Barang Larangan)

  • Definisi: SPBL adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bea Cukai jika barang impor ditetapkan sebagai barang larangan.
  • Konsekuensi: Barang larangan tidak dapat diimpor dan harus diekspor kembali atau dimusnahkan.

 

SPTNP (Surat Penetapan Tarif Nilai Pabean)

  • Definisi: SPTNP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bea Cukai yang berisi penetapan tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor.
  • Lebih Bayar/Kurang Bayar: SPTNP juga dapat digunakan untuk memberitahukan adanya kelebihan bayar (lebih bayar) atau kekurangan bayar (kurang bayar) bea masuk dan pajak impor.
  • Penyesuaian Jaminan: Jika terdapat kekurangan bayar, importir dapat melakukan penyesuaian jaminan dengan menerbitkan SPPJ (Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan).

 

Hubungan SPTNP dengan SPPJ dan SPBL

  • SPTNP dan SPPJ: SPTNP dapat memicu penerbitan SPPJ jika terdapat kekurangan bayar bea masuk dan pajak impor. Importir dapat menggunakan SPPJ untuk menambah jaminan atau melunasi kekurangan bayar.
  • SPTNP dan SPBL: SPTNP dapat memicu penerbitan SPBL jika dalam penelitian dokumen ditemukan bahwa barang impor termasuk dalam kategori barang larangan.

Catatan Penting:

  • Ketepatan Waktu: Bea Cukai harus memproses PIB dan menerbitkan hasil penelitian dokumen dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
  • Hak Importir: Importir memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau banding jika tidak setuju dengan penetapan tarif, nilai pabean, atau keputusan lain yang diterbitkan oleh Bea Cukai.
  • Kepatuhan: Importir wajib mematuhi semua peraturan dan ketentuan kepabeanan yang berlaku.

 

Apa itu SPKTNP

SPKTNP (Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean) adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat Bea Cukai yang ditunjuk, atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai, untuk menetapkan kembali tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor.

 

Penerbitan SPKTNP

SPKTNP diterbitkan jika terdapat:

  • Kesalahan Penetapan Tarif: HS Code yang digunakan dalam PIB (Pemberitahuan Impor Barang) tidak sesuai dengan ketentuan.
  • Kesalahan Penetapan Nilai Pabean: Nilai pabean yang dinyatakan dalam PIB tidak sesuai dengan ketentuan.

 

Jangka Waktu Penerbitan

SPKTNP dapat diterbitkan dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal pendaftaran PIB.

 

Fungsi SPKTNP

  • Penetapan Kembali: Menetapkan kembali tarif dan/atau nilai pabean yang benar.
  • Pemberitahuan: Memberitahukan kepada importir tentang adanya kesalahan penetapan tarif dan/atau nilai pabean.
  • Penagihan: Jika terjadi kekurangan bayar akibat kesalahan penetapan, SPKTNP berfungsi sebagai tagihan kepada importir untuk melunasi kekurangan tersebut.

 

Dasar Penerbitan SPKTNP

SPKTNP diterbitkan berdasarkan hasil:

  • Penelitian Ulang: Penelitian ulang terhadap dokumen PIB dan dokumen pendukung lainnya.
  • Audit Kepabeanan: Audit kepabeanan yang dilakukan oleh Bea Cukai terhadap importir.

 

Akibat SPKTNP

  • Kekurangan Bayar: Jika terjadi kekurangan bayar, importir wajib melunasi kekurangan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
  • Kelebihan Bayar: Jika terjadi kelebihan bayar, importir dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan bayar kepada Bea Cukai.

 

Catatan Penting:

  • Hak Importir: Importir memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau banding jika tidak setuju dengan penetapan dalam SPKTNP.
  • Kepatuhan: Importir wajib mematuhi penetapan dalam SPKTNP dan melunasi kekurangan bayar (jika ada) sesuai dengan ketentuan.

 

Contoh Kasus:

Misalkan, Importir A mengimpor mesin produksi dan menyatakan HS Code 8479.89.90 dalam PIB. Setelah dilakukan penelitian dokumen, Bea Cukai menetapkan bahwa HS Code yang benar adalah 8479.50.00. Karena HS Code berbeda, tarif bea masuk dan pajak impor juga berbeda. Bea Cukai akan menerbitkan SPKTNP untuk menetapkan kembali HS Code dan menagih kekurangan bayar kepada Importir A.

 

Mekanisme pengeluaran barang impor melalui pintu otomatis maupun manual

Mari kita bahas tentang mekanisme pengeluaran barang impor, baik melalui pintu otomatis maupun manual, serta prosedur saat terjadi gangguan operasional pada SKP (Sistem Komputer Pelayanan).

 

Mekanisme Pintu Otomatis

Penerbitan SPPF/SPPB:

SKP menerbitkan SPPF (Surat Persetujuan Pengeluaran Fisik) atau SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) setelah PIB (Pemberitahuan Impor Barang) disetujui dan kewajiban pabean dipenuhi

 

Penyampaian SPPF/SPPB:

SKP menyampaikan SPPF/SPPB kepada importir dan pengusaha TPS (Tempat Penimbunan Sementara) secara elektronik.

 

Pengeluaran Barang:

  • Importir atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) memberikan SPPF/SPPB kepada pengusaha TPS.
  • Pengusaha TPS melakukan verifikasi data SPPF/SPPB dengan data di sistem mereka.
  • Jika data sesuai, pengusaha TPS memberikan izin pengeluaran barang.

 

Realisasi Pengeluaran:

  • Barang keluar dari TPS melalui gate yang dilengkapi dengan sistem otomatis.
  • Sistem gate akan membaca nomor kontainer dan mencatat data pengeluaran.
  • SKP menerima informasi realisasi pengeluaran dari sistem gate secara otomatis.

 

Mekanisme Manual

Mekanisme manual dilakukan jika:

TPS belum menerapkan sistem pintu otomatis.
Terjadi gangguan pada sistem pintu otomatis.

 

Pengajuan Permohonan:

Importir atau PPJK mengajukan permohonan pengeluaran barang secara manual kepada pejabat Bea Cukai di TPS.

 

Verifikasi dan Persetujuan:

Pejabat Bea Cukai melakukan verifikasi dokumen dan data PIB.
Jika semua persyaratan terpenuhi, pejabat Bea Cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang.

 

Pencatatan Manual:

Pejabat Bea Cukai mencatat data pengeluaran barang secara manual.

 

Gangguan Operasional SKP

SKP Beroperasi, Upload PIB Terganggu:

Jika SKP beroperasi namun upload PIB terganggu, importir atau PPJK dapat menyampaikan PIB melalui flashdisk atau media penyimpanan lain kepada petugas Bea Cukai.
Petugas Bea Cukai akan membantu mengunggah PIB ke dalam sistem SKP.

 

SKP Tidak Dapat Beroperasi (Sistem Rusak):

Jika SKP tidak dapat beroperasi, importir atau PPJK menyampaikan PIB secara tertulis kepada Bea Cukai.
PIB tertulis harus ditandatangani dan dilampiri dokumen pendukung.
Bea Cukai akan memproses PIB secara manual.

 

Catatan Penting:

  • Tujuan Mekanisme Pintu Otomatis: Mempercepat proses pengeluaran barang, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi intervensi manusia.
  • Keamanan: Mekanisme pintu otomatis dilengkapi dengan sistem keamanan untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan bahwa hanya barang yang telah memenuhi persyaratan yang dapat dikeluarkan dari TPS.
  • Prosedur Alternatif: Bea Cukai menyediakan prosedur alternatif (manual) untuk memastikan kelancaran proses impor saat terjadi gangguan operasional.

 

Perubahan data PIB (Pemberitahuan Impor Barang) yang telah mendapatkan nomor pendaftaran (nopen).

Perubahan Data PIB

Importir dapat melakukan perubahan data PIB yang telah mendapatkan nopen jika memenuhi syarat-syarat berikut:

  1. Disampaikan Melalui SKP: Permohonan perubahan data disampaikan melalui Sistem Komputer Pelayanan (SKP).
  2. Barang Belum Keluar: Barang impor belum keluar dari kawasan pabean.
  3. Bukan Temuan Pejabat Bea Cukai: Kesalahan data bukan merupakan temuan dari pejabat Bea Cukai.
  4. Belum Mendapat Penetapan: PIB belum mendapatkan penetapan dari pejabat Bea Cukai.

 

Alasan Perubahan Data

Beberapa alasan umum yang mendasari perubahan data PIB:

  • Kesalahan Input Data: Kesalahan dalam menginput data seperti nama importir, alamat, jenis barang, jumlah barang, HS Code, nilai barang, dll.
  • Perubahan Kondisi: Terjadi perubahan kondisi setelah PIB diajukan, misalnya perubahan consignee (penerima barang), pelabuhan tujuan, atau kondisi perdagangan.

 

Proses Perubahan Data

  • Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan perubahan data PIB melalui SKP.
  • Dokumen “Stag”: Setelah permohonan diajukan, status dokumen PIB akan menjadi “stag” atau tidak diproses lebih lanjut sampai ada keputusan atas permohonan perubahan.
  • Tindak Lanjut: Pejabat Bea Cukai akan meneliti permohonan perubahan data.

Keputusan:

  • Persetujuan: Jika permohonan disetujui, akan diterbitkan surat persetujuan perubahan data dengan tembusan ke unit pengawasan. Data PIB akan diperbarui sesuai dengan perubahan yang diajukan.
  • Penolakan: Jika permohonan ditolak, akan diterbitkan surat penolakan perubahan data dengan tembusan ke unit pengawasan. PIB akan diproses lebih lanjut dengan data awal.

 

Jangka Waktu

Pejabat Bea Cukai memiliki waktu 3 hari untuk memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan data PIB.

 

Pentingnya Perubahan Data

  • Akurasi Data: Perubahan data penting untuk menjaga akurasi data dalam sistem kepabeanan.
  • Kepatuhan: Memastikan bahwa data PIB sesuai dengan kondisi sebenarnya dan memenuhi ketentuan kepabeanan.
  • Pencegahan Masalah: Mencegah masalah di kemudian hari, seperti kesulitan dalam pengeluaran barang atau sengketa kepabeanan.

 

Catatan:

Perubahan Setelah Penetapan: Jika PIB telah mendapatkan penetapan dari pejabat Bea Cukai, perubahan data hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu dan memerlukan prosedur yang berbeda.
Jenis Perubahan: Tidak semua data dalam PIB dapat diubah. Ada beberapa data yang tidak dapat diubah setelah PIB mendapatkan nopen.

 

Perubahan data PIB dan syarat pembatalan PIB

Perubahan Data PIB

Perubahan data PIB dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan yang telah kita bahas sebelumnya.

 

Data Minimum yang Harus Diubah

Perubahan data PIB paling sedikit harus memuat data-data berikut:

  1. Identitas Importir: Nama, alamat, NPWP.
  2. Jenis Barang: Uraian jenis barang, HS Code.
  3. Jumlah dan Nilai Barang: Jumlah barang, satuan, nilai CIF (Cost, Insurance, and Freight).
  4. Negara Asal dan Tujuan Pengiriman: Negara asal barang, pelabuhan muat, pelabuhan tujuan.
  5. Data Sarana Pengangkut: Nama sarana pengangkut, nomor voyage/flight.

 

Syarat Pembatalan PIB

Pembatalan PIB dapat dilakukan dalam dua kondisi:

 

Belum Mendapatkan Nopen

Persetujuan Kepala Kantor: Pembatalan PIB yang belum mendapatkan nopen harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Bea Cukai atau pejabat yang ditunjuk.
Alasan Pembatalan: Importir harus menyampaikan alasan pembatalan PIB secara jelas.

Setelah Mendapatkan Nopen

Pembatalan PIB yang telah mendapatkan nopen dapat dilakukan dalam kondisi-kondisi berikut:

  1. Kesalahan Pengiriman Data: PIB terkirim ke kantor Bea Cukai yang salah (bukan kantor tempat pengeluaran barang).
  2. Penyampaian PIB Ganda: PIB untuk impor yang sama terkirim lebih dari satu kali.
  3. Inward Manifest Dibatalkan: Inward manifest yang diberitahukan dalam PIB dibatalkan oleh sarana pengangkut.
  4. Barang Tidak Jadi Dibongkar: Barang impor tidak jadi dibongkar di kawasan pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS (Tempat Penimbunan Sementara).
  5. Barang Musnah karena Keadaan Kahar: Barang impor yang belum mendapatkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) telah musnah karena keadaan kahar (force majeure), seperti bencana alam.

 

Prosedur Pembatalan PIB

  • Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan pembatalan PIB secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea Cukai.
  • Melampirkan Dokumen: Lampirkan dokumen pendukung sesuai dengan alasan pembatalan.
  • Penelitian: Pejabat Bea Cukai akan meneliti permohonan dan dokumen pendukung.

Keputusan:

  • Persetujuan: Jika permohonan disetujui, PIB akan dibatalkan.
  • Penolakan: Jika permohonan ditolak, PIB akan tetap diproses.

Catatan Penting:

Keadaan Kahar: Importir harus dapat membuktikan bahwa barang musnah karena keadaan kahar dengan melampirkan bukti yang sah.
Pembatalan Setelah SPPB: Pembatalan PIB setelah SPPB diterbitkan hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu dan memerlukan prosedur yang berbeda.

 

Mekanisme pembatalan PIB

Mari kita bahas mekanisme pembatalan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan kemungkinan restitusi. Mekanisme Pembatalan PIB. Importir dapat mengajukan permohonan pembatalan PIB melalui beberapa cara:

 

SKP (Sistem Komputer Pelayanan):

Ini adalah cara yang paling umum dan mudah.
Importir login ke akun SKP mereka dan mengajukan permohonan pembatalan PIB secara online.

 

Media Pertukaran Data:

Beberapa kantor Bea Cukai menyediakan media pertukaran data lain seperti website atau aplikasi khusus.
Importir dapat memanfaatkan media tersebut untuk mengajukan permohonan pembatalan.

 

Tertulis:

Jika permohonan belum dapat disampaikan melalui SKP atau media pertukaran data, importir dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada kantor Bea Cukai.
Surat permohonan harus ditandatangani dan dilampiri dokumen pendukung yang relevan.

 

Syarat Pembatalan PIB

Syarat pembatalan PIB berbeda tergantung pada apakah PIB sudah mendapatkan nomor pendaftaran (nopen) atau belum. Kita sudah membahas syarat-syaratnya sebelumnya, yaitu:

  • Belum Nopen: Membutuhkan persetujuan Kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuk.
  • Setelah Nopen: Hanya bisa dibatalkan dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti kesalahan pengiriman data, inward manifest dibatalkan, barang tidak jadi dibongkar, atau barang musnah karena keadaan kahar.

Restitusi

  • Kemungkinan Restitusi: Jika PIB dibatalkan sebelum barang dikeluarkan dari kawasan pabean dan sebelum bea masuk dan pajak dibayar, importir dapat mengajukan permohonan restitusi (pengembalian) bea masuk dan pajak yang telah dibayar.
  • Prosedur Restitusi: Importir harus mengajukan permohonan restitusi secara terpisah ke kantor Bea Cukai.
  • Syarat dan Ketentuan: Restitusi akan diberikan jika memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, termasuk:
    PIB telah dibatalkan secara sah.
    Barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean.
    Tidak ada pelanggaran kepabeanan.

Catatan Penting:

  • Alasan Pembatalan: Pastikan Anda memiliki alasan yang kuat dan sah untuk membatalkan PIB.
  • Dokumentasi: Simpan semua dokumen terkait dengan impor dan pembatalan PIB dengan baik.
  • Komunikasi: Jika ada pertanyaan atau kendala, segera komunikasikan dengan petugas Bea Cukai.

 

Impor Barang Eksep adalah.

Impor Barang Eksep adalah situasi ketika jumlah barang yang dikeluarkan dari kawasan pabean lebih sedikit daripada jumlah yang diberitahukan dalam PIB (Pemberitahuan Impor Barang).

 

Penyebab Impor Barang Eksep

Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya impor barang eksep:

  1. Kerusakan Barang: Sebagian barang rusak atau musnah selama pengangkutan atau penyimpanan di kawasan pabean.
  2. Kehilangan Barang: Sebagian barang hilang selama pengangkutan atau penyimpanan di kawasan pabean.
  3. Kesalahan Penghitungan: Terjadi kesalahan dalam penghitungan jumlah barang saat pemuatan atau pembongkaran.
  4. Barang Tertinggal: Sebagian barang tertinggal di sarana pengangkut atau di pelabuhan muat.

 

Dasar Hukum Kepabeanan

PMK 190/2022 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Impor
PER-2/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai

 

Prosedur Penyelesaian Impor Barang Eksep

  1. Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan penyelesaian barang impor eksep kepada Kepala Kantor Bea Cukai.
  2. Perubahan/Perbaikan Data: Importir harus melakukan perubahan/perbaikan data inward manifest sebelum mengajukan permohonan.
  3. Persetujuan/Penolakan: Kepala Kantor Bea Cukai akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut.
  4. Penyampaian Persetujuan: Jika permohonan disetujui, importir menyampaikan persetujuan Kepala Kantor kepada pejabat yang menangani pelayanan kepabeanan.
  5. Penerbitan SPPB: Pejabat Bea Cukai akan menerbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) untuk jumlah barang yang dikeluarkan.

 

Jangka Waktu Pengeluaran Sisa Barang

  • 60 Hari: Barang yang belum dikeluarkan dari kawasan pabean (sisa eksep) dapat dikeluarkan dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal SPPB.
  • Permohonan Perpanjangan: Jika dalam waktu 60 hari barang belum dapat dikeluarkan, importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu kepada Kepala Kantor Bea Cukai.

Catatan Penting:

  • Penelitian: Bea Cukai akan melakukan penelitian untuk memastikan kebenaran kondisi yang menyebabkan terjadinya impor barang eksep.
  • Kewajiban Importir: Importir wajib menyampaikan dokumen pendukung yang membuktikan kondisi yang menyebabkan impor barang eksep.
  • Sanksi: Jika impor barang eksep terjadi karena kelalaian atau kesengajaan importir, importir dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan.

 

Impor barang eksep

Ketika jumlah barang yang diterima lebih sedikit dari yang tercantum dalam PIB, dan bagaimana mekanisme ini dapat membantu menghindari lartas dalam kasus tertentu. Mari kita bahas poin-poin pentingnya:

 

Kasus Impor Barang Eksep

  • PIB dan SPPB: Anda telah mengajukan PIB untuk 5 kontainer dan mendapatkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang).
  • Kekurangan Barang: Saat dicek di lapangan, ternyata hanya ada 4 kontainer. 1 kontainer tertinggal dan tidak diangkut.
  • Impor Eksep: Dalam hal ini, Anda perlu menggunakan mekanisme impor eksep untuk menyelesaikan kekurangan barang tersebut.

 

Syarat Impor Eksep

  • Batas Waktu: Barang yang tertinggal (kontainer ke-5) harus tiba di Indonesia maksimal 60 hari sejak tanggal SPPB.
  • Bukti BC 1.1: Kedatangan barang harus dibuktikan dengan dokumen BC 1.1 (dokumen pemberitahuan pabean untuk barang yang datang).
  • Tanggal SPPB: Jika SPPB terbit tanggal 1 November, maka kontainer ke-5 harus tiba paling lambat 30 Desember.

 

Contoh Kasus Mobil CKD dan Ban

  1. Mobil CKD: Anda mengimpor mobil CKD (Completely Knock Down) yang tidak memerlukan lartas (larangan dan pembatasan).
  2. Ban Tertinggal: Ternyata ban mobil tertinggal dan tidak diangkut bersamaan dengan komponen CKD lainnya.
  3. Lartas Ban: Jika ban diimpor secara terpisah menggunakan PIB baru, maka ban tersebut akan terkena lartas.
  4. Solusi Impor Eksep: Untuk menghindari lartas ban, Anda dapat menggunakan mekanisme impor eksep. Dengan demikian, ban tersebut dianggap sebagai bagian dari impor mobil CKD yang tidak terkena lartas.

 

Manfaat Impor Eksep dalam Kasus Ini

  • Menghindari Lartas: Mekanisme impor eksep membantu Anda menghindari lartas yang berlaku untuk ban jika diimpor secara terpisah.
  • Efisiensi: Lebih efisien daripada harus mengurus PIB baru dan perizinan lartas untuk ban.
  • Mengurangi Biaya: Menghemat biaya dan waktu yang diperlukan untuk pengurusan impor terpisah.

Catatan Penting:

  • Koordinasi: Penting untuk berkoordinasi dengan pengangkut (carrier) dan Bea Cukai untuk memastikan proses impor eksep berjalan lancar.
  • Dokumentasi: Pastikan semua dokumen terkait dengan impor eksep lengkap dan benar.

 

Manifest barang yang tertinggal dalam konteks impor barang eksep

Mari kita bahas tentang manifest barang yang tertinggal dalam konteks impor barang eksep, serta perbedaan antara shortship dan eksep.

 

Manifest Barang Tertinggal

Dalam kasus impor barang eksep di mana barang tertinggal di pelabuhan muat atau tidak diangkut oleh carrier (pengangkut), manifest barang tersebut perlu diperbaiki.

  1. BC 1.1.A: Inward manifest awal yang disampaikan oleh carrier akan mencantumkan seluruh barang yang seharusnya diangkut, termasuk barang yang tertinggal.
  2. BC 1.1.B: Ketika barang yang tertinggal tersebut tiba di Indonesia, carrier akan menyampaikan inward manifest perbaikan (BC 1.1.B) yang hanya mencantumkan barang yang tertinggal tersebut.
  3. Pelaporan ke Pos: BC 1.1.B dilaporkan ke pos Bea Cukai untuk diselesaikan dengan mekanisme impor eksep.
  4. Penutupan dengan Persetujuan Eksep: Setelah proses impor eksep selesai dan barang yang tertinggal telah dikeluarkan dari kawasan pabean, maka manifest akan ditutup dengan persetujuan eksep.

 

Shortship vs. Eksep

Meskipun keduanya menunjukkan adanya kekurangan barang saat tiba di pelabuhan tujuan, shortship dan eksep memiliki perbedaan:

 

Shortship:

  • Kekurangan barang terjadi karena kesalahan atau kelalaian shipper (pengirim barang) di pelabuhan muat.
  • Shipper tidak mengirimkan seluruh barang yang seharusnya dimuat ke dalam kontainer atau sarana pengangkut.
  • Carrier tidak bertanggung jawab atas kekurangan barang tersebut.

 

Eksep:

  • Kekurangan barang terjadi karena kesalahan atau kelalaian carrier selama pengangkutan.
  • Barang mungkin rusak, hilang, atau tertinggal di pelabuhan muat atau selama perjalanan.
  • Carrier bertanggung jawab atas kekurangan barang tersebut.

 

Contoh Kasus

  • Shortship: Seorang shipper seharusnya mengirimkan 100 karton barang, tetapi hanya mengirimkan 90 karton.
  • Eksep: Seorang carrier menerima 100 karton barang dari shipper, tetapi saat tiba di pelabuhan tujuan hanya ada 90 karton karena 10 karton rusak selama pengangkutan.

 

Catatan Penting:

  1. Penentuan Shortship atau Eksep: Bea Cukai akan melakukan penelitian untuk menentukan apakah kekurangan barang termasuk shortship atau eksep.
  2. Tanggung Jawab: Penentuan shortship atau eksep akan mempengaruhi penentuan pihak yang bertanggung jawab atas kekurangan barang tersebut.
  3. Dokumentasi: Dokumentasi yang lengkap dan benar sangat penting untuk membuktikan terjadinya shortship atau eksep.

 

Bagaimana cara Pengeluaran Sebagian barang impor kena lartas atau Haki ?

Pengeluaran sebagian barang impor memang dimungkinkan dalam situasi tertentu, terutama jika sebagian barang terkena lartas (larangan dan pembatasan) atau HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Mari kita bahas lebih detail:

 

Pengeluaran Sebagian Barang Impor

Kondisi: Pengeluaran sebagian barang impor dapat dilakukan jika dalam satu PIB (Pemberitahuan Impor Barang) terdapat barang yang:

Terkena Lartas: Sebagian barang memerlukan izin atau memenuhi persyaratan khusus dari instansi terkait.
Terkena HAKI: Sebagian barang melanggar HAKI, seperti barang palsu atau bajakan.
Tujuan: Memungkinkan importir untuk mengeluarkan barang yang tidak bermasalah tanpa harus menunggu penyelesaian masalah pada barang yang terkena lartas atau HAKI.

 

Dasar Hukum:

PMK 190/2022 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Impor
PER-2/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai

 

Prosedur Pengeluaran Sebagian

  1. Identifikasi Barang: Bea Cukai akan mengidentifikasi barang yang terkena lartas atau HAKI dan memisahkannya dari barang yang tidak bermasalah.
  2. Pemeriksaan: Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen untuk memastikan bahwa barang yang akan dikeluarkan sebagian memenuhi persyaratan.
  3. Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan pengeluaran sebagian barang impor kepada Kepala Kantor Bea Cukai.
  4. Persetujuan: Kepala Kantor Bea Cukai akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut.
  5. Penerbitan SPPB: Jika permohonan disetujui, Bea Cukai akan menerbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) untuk barang yang diizinkan keluar.

 

Contoh Kasus

Lartas:

Importir A mengimpor 100 unit laptop dan 50 unit handphone.
Handphone terkena lartas dan memerlukan izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Importir A dapat mengajukan pengeluaran sebagian untuk 100 unit laptop sementara menunggu izin handphone diproses.

 

HAKI:

Importir B mengimpor 1.000 pasang sepatu.
100 pasang sepatu terindikasi melanggar HAKI karena memiliki merek yang sama dengan merek terdaftar.
Importir B dapat mengajukan pengeluaran sebagian untuk 900 pasang sepatu yang tidak bermasalah.

 

Catatan Penting:

Penyelesaian Barang yang Tertahan: Importir tetap harus menyelesaikan masalah pada barang yang terkena lartas atau HAKI.

  1. Lartas: Mengurus perizinan dari instansi terkait.
  2. HAKI: Menyelesaikan sengketa HAKI dengan pemegang hak.
  3. Penolakan: Bea Cukai dapat menolak permohonan pengeluaran sebagian jika dikhawatirkan akan mempengaruhi proses penyelesaian barang yang tertahan.

Tujuan Pengeluaran Sebagian:

Memperlancar arus barang impor.
Mencegah barang yang tidak bermasalah tertahan di kawasan pabean.

 

Mekanisme pengeluaran sebagian barang impor, khususnya dalam konteks kuota impor.

Mekanisme Pengeluaran Sebagian Barang Impor dengan Kuota

Dalam kasus ini, Anda memiliki Persetujuan Impor (PI) dengan kuota 100 unit, tetapi mengimpor 150 unit. Artinya, 50 unit melebihi kuota dan tidak dapat masuk ke Indonesia.

Berikut mekanisme yang dapat dilakukan:

  1. Identifikasi Barang: Bea Cukai akan mengidentifikasi 100 unit barang yang sesuai dengan kuota PI.
  2. Pemeriksaan: Bea Cukai akan melakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen untuk memastikan 100 unit barang tersebut memenuhi persyaratan PI dan peraturan lainnya.
  3. Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan pengeluaran sebagian barang impor (100 unit) kepada Kepala Kantor Bea Cukai.
  4. Persetujuan: Kepala Kantor Bea Cukai akan memberikan persetujuan atas permohonan tersebut karena 100 unit barang sesuai dengan kuota PI.
  5. Penerbitan SPPB: Bea Cukai akan menerbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) untuk 100 unit barang yang diizinkan keluar.

Penanganan Barang Melebihi Kuota: 50 unit barang yang melebihi kuota akan ditahan di TPS (Tempat Penimbunan Sementara). Importir memiliki dua pilihan:

  • Re-ekspor: Mengekspor kembali barang ke negara asal.
  • Musnahkan: Memusnahkan barang di bawah pengawasan Bea Cukai.

 

PI (Persetujuan Impor) dan Kuota

  • Fungsi PI: PI adalah izin yang diterbitkan oleh kementerian terkait (misalnya, Kementerian Perdagangan) untuk mengimpor barang tertentu.
  • Kuota: PI seringkali mencantumkan kuota impor, yaitu jumlah maksimum barang yang diizinkan untuk diimpor dalam periode tertentu.

 

Tujuan Kuota:

  • Melindungi industri dalam negeri.
  • Mengatur neraca perdagangan.
  • Menjaga stabilitas harga.

 

Pentingnya Mematuhi Kuota

Kepatuhan:

Importir wajib mematuhi kuota yang ditetapkan dalam PI.

 

Konsekuensi:

Mengimpor barang melebihi kuota dapat mengakibatkan:

  • Penolakan impor.
  • Penahanan barang.
  • Sanksi administratif.

 

Catatan:

Permohonan Pertimbangan: Dalam situasi tertentu, importir dapat mengajukan permohonan pertimbangan kepada kementerian terkait untuk mendapatkan tambahan kuota.
Komunikasi: Penting untuk berkomunikasi dengan Bea Cukai dan kementerian terkait jika ada pertanyaan atau kendala terkait dengan kuota impor.

 

Barang impor tidak berwujud

Mari kita bahas tentang impor barang tidak berwujud dan bagaimana penanganannya dalam PIB (Pemberitahuan Impor Barang).

 

Barang Impor Tidak Berwujud

Barang impor tidak berwujud adalah barang yang tidak memiliki bentuk fisik, seperti software, e-book, musik digital, film, game online, dan data elektronik lainnya.

 

Ketentuan dalam PIB

  • Satu PIB: Dalam satu PIB, hanya boleh terdapat barang impor tidak berwujud. Tidak boleh dicampur dengan barang berwujud.
  • Pos Tarif 9901: Barang impor tidak berwujud diberitahukan dalam pos tarif 9901 pada PIB.

 

Dasar Hukum

  • Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  • PMK 190/PMK.04/2022 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Impor
  • PER-02/BC/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai

 

Contoh Barang Impor Tidak Berwujud

  1. Software: Program komputer, aplikasi mobile, sistem operasi.
  2. Konten Digital: E-book, musik digital, film, game online.
  3. Data Elektronik: Desain, gambar teknik, informasi rahasia.
  4. Hak Kekayaan Intelektual: Lisensi, franchise, hak cipta.

 

Pengiriman Barang Tidak Berwujud

Transmisi Elektronik: Pengiriman barang impor tidak berwujud dilakukan melalui transmisi elektronik, seperti internet atau email.

 

Pemeriksaan Pabean

Penelitian Dokumen: Bea Cukai akan melakukan penelitian dokumen untuk memastikan kebenaran data dalam PIB dan kelengkapan dokumen pendukung.
Pemeriksaan Fisik Tidak Dilakukan: Karena tidak memiliki bentuk fisik, tidak dilakukan pemeriksaan fisik terhadap barang tidak berwujud.

 

Pengeluaran Barang

SPPB: Setelah PIB disetujui dan kewajiban pabean dipenuhi, Bea Cukai akan menerbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang).
Penggunaan Barang: Importir dapat langsung menggunakan barang tidak berwujud setelah mendapatkan SPPB.

 

Catatan Penting:

  • Perkembangan Teknologi: Impor barang tidak berwujud semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi.
  • Peran Bea Cukai: Bea Cukai berperan dalam:
    Memastikan kepatuhan importir terhadap peraturan kepabeanan.
    Melindungi hak kekayaan intelektual.
    Mengumpulkan bea masuk dan pajak impor.

 

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN

Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Email : [email protected]
Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat