Ada banyak kasus di tengah masyarakat menimbulkan keresahan dan sebenarnya di dalam peraturan perundang-undangan memiliki landasan Hukum, hanya saja mereka tidak paham bahkan mereka tidak tahu harus memulai darimana agar hak-hak yang di tuntut bisa terpenuhi. Salah satunya ayah yang tidak menafkahi anaknya dengan berbagai alasaan.
Ada yang sengaja lari dari tanggung jawab, atau memang lupa menafkahi anaknya dengan alasan hak asuh ada pada ibu. Lantas seperti apa hukum ayah tidak menafkahi anaknya? Adakah landasan hukum yang menjadi pedoman bagi ibu atau anak untuk menuntut hak-haknya?
Pertanyaan tentang Hukum Ayah Tidak Menafkahi Anaknya
Jika muncul pertanyaan seperti ini, maka yang harus di pastikan adalah status anak. Jika status anak tersebut adalah hasil anak di luar nikah, maka masalah ini tentu akan rumit, karena dalam hukum anak yang lahir di luar nikah terutama dalam hukum Islam, maka nasabnya hanya kepada ibunya, sedangkan ayahnya tidak memiliki tanggung jawab materi dan non materi pun .
Sementara dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, maka harus di pastikan dahulu apakah anak itu masuk dalam kategori undang-undang. Mengatakan bahwa, di sebut anak jika dia belum berusia 18 tahun serta yang masuk kategori anak jika masih dalam kandungan juga.
LANDASAN PENGETAHUAN AYAH TIDAK MENAFKAHI ANAKNYA
Landasan pengetahuan ini sangat penting karena, jika tidak memenuhi kategori anak maka tanggung jawab orangtua sudah lepas. Atau dengan kata lain, undang-undang menyatakan jika anak tersebut sudah berusia lebih dari 18 tahun maka orangtua tidak lagi memiliki tanggungjawab dalam merawat anak tersebut.
Makah al tersebut tentu berbeda jika ada anak yang masih dalam tanggung jawab ayah, tetapi justru ditelantarkan, selanjutnya akan dibahas di bawah ini.
Apa yang di maksud dengan orangtua? Orangtua selama ini dipahami sebagai ayah atau ibu kandung, bisa juga ayah atau ibu tiri, dan juga yang masuk kategori orangtua adalah ayah atau ibu dalam status angkat. Sehingga perlu untuk mengetahui tanggung jawab orangtua.
Tanggung jawab atau kewajiban orangtua kepada anak
- Memberikan pengasuhan atau mengasuh anak
- Memelihara anak-anaknya
- Mendidik dan melindungi anak-anaknya
- Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat atau minatnya
- Tugas orangtua selanjutnya adalah mencegah agar anak tidak melakukan pernikahan dini
- Anak juga mendapat bekal pendidikan karakter serta penanaman nilai budi pekerti ke anak.
Sehingga jika ada orangtua maupun keluarga dari anak tersebut tidak mampu melakukan kewajibannya dan bertanggung jawab atas hak-hak anak, maka anak tersebut bisa mendapatkan wali dari seseorang ataupun badan hukum yang memenuhi persyaratan.
Sedangkan laki-laki yang posisinya sebagai suami juga memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada anak tetapi juga pada istri yakni melindungi istrinya. Mengenai tanggung jawab ini jelas aturannya tertuang dalam pasal 34 ayat 1 undang-undang perkawinan. Di sebutkan bahwa, suami memiliki tangggung jawab dalam melindungi istrinya serta memberikan segala sesuatunya untuk keperluannya hidup dalam rumah tangganya tentu sesuai dengan kemampuannya.
LANDASAN HUKUM ORANGTUA DILARANG MENELANTARKAN ANAK
Sejatinya, anak-anak yang lahir ini memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari penelantaran dari kedua orangtuanya. Hal ini sejalan deegan isi undang-undang PKDRT. Dalam undang-undang tersebut di katakan bahwa setiap orang siapapun itu di larang menelantarkan anak dalam keluarganya, ini juga sejalan dengan ketentuan hukum bahwa anak wajib di berikan kehidupan, anak wajib merawat dan memelihara.
Posisi anak dalam keluarga adalah orang dalam yang wajib mendapatkan perawatan serta di pelihara oleh penanggung jawabnya dalam hal ini seorang ayah. Itulah mengapa dalam undang-undang menafkahi anak bagi seorang ayah adalah sebuah kewajiban. Bagi ayah yang tidak memenuhi tanggung jawabnya, maka ada sanksi yang menanti.
SANKSI BAGI SEORANG AYAH YANG TIDAK MENAFKAHI ANAKNYA
Sanksi bagi seorang ayah yang tidak menjalankan kewajiban menafkahi anaknya atau terbukti menelantarkan anaknya maka akan terkena pidana paling lama tiga tahun penjara atau di kenakan denda minimal Rp15 juta.
Sementara itu, secara rinci landasan hukum orangtua di larang menelantarkan anak dapat di lihat dalam undang-undang nomor 35 tahun 2014 . Mengatakan bahwa siapapun yang menempatkan, lalu membiarkan, atau melibatkan, bahkan sengaja menyuruh melibatkan anak tersebut dalam perlakuan salah atau bahkan menelantarkan mala semua itu di larang.
Jika melanggar ketentuan dari isi undang-undang tersebut, maka pidana yang menanti adalah lima tahun penjara srta denda minimal Rp100 juta.
HUKUM AYAH TIDAK MENAFKAHI ANAKNYA
Di atas sudah menjelaskan banyak mengenai hukum ayah tidak menafkahi anaknya, maka ada ancaman pidana. Sebab memang secara hukum, ayah memiliki kewajiban tidak hanya sekadar melindungi istrinya, tetapi juga memenuhi kebutuhan dalam rumah tangganya.
Hukum ayah tidak menafkahi anaknya secara pidana mendapat hukuman tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp15 juta. Hukum ayah tidak menafkahi anaknya tidak hanya mengatur dalam undang-undang Negara, tetapi mereka yang beragama Islam juga memiliki kekuatan hukum sebagaimana yang tertuang dalam kompilasi hukum Islam.
Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) sebagaimana yang tertuang dalam pasal 80 ayat 4 dikatakan bahwa suami memiliki beragam tanggungan sesuai dngan kemampuannya antara lain, berupa nafkah, kiswah, maupun tempat tinggal untuk istrinya. Selain itu, suami uuga punya kewajiban dalam menanggung biaya rumah tangganya seperti biaya perawatan serta biaya pengobatan untuk istri dan anak-anaknya, serta suami punya tanggung jawab dalam emebiayai pendidikan anak-anaknya.
KEWAJIBAN SEORANG ISTRI UNTUK TAAT PADA SUAMINYA
Sehingga istri juga memiliki kewajiban untuk taat pada suaminya mengingat banyaknya beban tanggung jawab yang harus dipikul sang ayah. Meski demikian, jika ayah tidak menafkahi anaknya, maka istri punya hak mengadukan pebuatan suaminya pada pihak yang berwenang. Langkah yang bisa dilakukan istri adalah mengajukan gugatan nafkah ke pengadilan. Bagi yang beragama Islam, gugatan bisa diajukan ke pengadilan agama, selain Islam, langsung ke pengadian negeri.
Ini sejalan dengan perintah undang-undang perkawinan, apsal 34 ayat 3 yang mengatakan bahwa hak istri untuk mengajukan gugatan nafkah kepada pihak yang punya wewenang yang menyelesaikannya, jika suami memang terbukti tidak menafkahi istri dan anaknya, padahal belum diputus perceraian.
Yang harus diketahui, bahwa gugatan nafkah boleh diajukan tanpa harus mengajukan gugatan cerai. Salah satu dampak positif yang diinginkan jika tidak ada gugatan cerai adalah rumah tangga mereka tetap utuh. Gugatan nafkah juga bisa diajukan jika suami tidak memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya padahal dia dianggap mampu. Dalam hal ini memang butuh pembuktian, termasuk penghasilan suami untuk mendukung putusan hakim memberikan keputusan.
JASA PENGAJUAN GUGATAN SEORANG Ayah Tidak Menafkahi Anaknya
Jadi istri yang merasa punya suami tidak bertanggung jawab dan tidak menjalankan kewajibannya memberi nafkah padahal di anggap mampu, maka bisa mengajukan yang namanya gugatan nafkah ke pengadilan.
Jika Anda punya niat mengajukan gugatan nafkah baik ke pengadilan negeri maupun ke pengadilan agama, dan sedang mencari penasehat hukum maka kami dari PT Jangkar Global Groups siap mendampingi Anda dengan memberikan penasehat-penasehat hukum yang berpengalaman, bersertifikat, dan professional dalam menyelesaikan perkara Anda.