Hukum Acara Pidana KUHAP 1981 Mata Keadilan Urgensi Revisi

Akhmad Fauzi

Updated on:

Hukum Acara Pidana KUHAP 1981 Mata Keadilan Urgensi Revisi
Direktur Utama Jangkar Goups

Mengenal Jantung Penegakan Hukum

Hukum tidak hanya tentang apa yang dilarang dan hukuman apa yang akan di kenakan (Hukum Pidana Materiil), tetapi juga tentang bagaimana larangan dan hukuman itu di terapkan. Inilah esensi dari Hukum Acara Pidana (HAP). Secara sederhana, HAP adalah serangkaian norma, aturan, dan prosedur yang mengatur cara negara melalui aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) melaksanakan penegakan hukum pidana materiil.

Pilar Utama: KUHAP 1981 dan Tujuannya

Di Indonesia, pijakan utama Hukum Acara Pidana di atur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang di kenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Lahirnya KUHAP menggantikan Herzien Inlandsch Reglement (HIR) menjadi tonggak penting dalam upaya modernisasi sistem peradilan pidana, dengan tujuan fundamental:

  1. Mencari dan Mendapatkan Kebenaran Materiil: Yaitu kebenaran yang sesungguhnya terjadi, bukan sekadar kebenaran formal.
  2. Menegakkan Keadilan: Memastikan setiap pihak memperoleh haknya sesuai prosedur hukum.
  3. Melindungi Hak Asasi Manusia (HAM): Menghindari tindakan sewenang-wenang aparat terhadap tersangka, terdakwa, saksi, maupun korban.

Asas-Asas Fundamental yang Tak Terbantahkan

Untuk mencapai tujuan tersebut, KUHAP berdiri di atas beberapa asas dasar, di mana yang paling krusial adalah Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence). Asas ini menegaskan bahwa setiap orang yang di sangka, di tangkap, di tahan, di tuntut, atau di hadapkan di muka sidang wajib di anggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya. Selain itu, HAP juga menjunjung tinggi prinsip Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan untuk memastikan akses keadilan bagi seluruh masyarakat.

Mengingat perannya sebagai ‘mesin’ yang menjalankan hukum pidana, HAP menjadi titik sentral perdebatan hukum, terutama dengan adanya tuntutan reformasi dan penyesuaian terhadap perkembangan zaman dan di sahkannya KUHP baru. Oleh karena itu, artikel ini akan membedah secara terperinci bagaimana tahapan proses pidana di jalankan, mulai dari penyelidikan hingga eksekusi, serta menyoroti isu-isu kontemporer yang mendesak seperti urgensi revisi KUHAP untuk mewujudkan sistem peradilan yang lebih adil dan akuntabel.

Tahapan Proses Pidana (Alur Perkara)

Proses pidana di Indonesia adalah serangkaian tindakan yang terstruktur dan berjenjang, di mana peran masing-masing aparat penegak hukum (APH) terbagi dengan jelas, mulai dari Kepolisian hingga Kejaksaan.

Penyelidikan (Penyelidik: Kepolisian)

Ini adalah tahap awal di mana Penyelidik (Polisi) melakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana. Fokus pada tahap ini adalah untuk menentukan apakah peristiwa tersebut benar-benar merupakan tindak pidana dan apakah layak di tingkatkan ke tahap penyidikan. Proses ini masih bersifat tertutup dan belum menetapkan siapa pun sebagai tersangka.

Penyidikan (Penyidik: Kepolisian & PPNS)

Setelah di temukan adanya indikasi tindak pidana, kasus di tingkatkan ke tahap Penyidikan. Berdasarkan Pasal 1 butir 2 KUHAP, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk:

  1. Mencari serta mengumpulkan alat bukti.
  2. Membuat terang perkara pidana tersebut.
  3. Menentukan tersangka.
  4. Upaya Paksa dan Perlindungan HAM

Selama penyidikan, APH berwenang melakukan Upaya Paksa yang membatasi hak asasi seseorang, seperti Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan. Dalam konteks perlindungan HAM, tindakan-tindakan ini harus di lakukan berdasarkan syarat yang ketat dan sering menjadi objek pengujian melalui lembaga Praperadilan (Pasal 1 butir 10 KUHAP). Berkas hasil penyidikan yang telah lengkap (P21) kemudian di serahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Penuntutan (Jaksa Penuntut Umum)

Tahap ini merupakan domain Jaksa Penuntut Umum (JPU). Setelah menerima berkas dari penyidik, JPU memiliki kewenangan untuk:

  1. Melakukan Penuntutan: Yaitu tindakan melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang, di sertai surat dakwaan.
  2. Menentukan dakwaan terhadap tersangka (yang statusnya kini menjadi terdakwa).
  3. Melaksanakan putusan hakim.

Pemeriksaan di Sidang Pengadilan (Hakim)

Pengadilan adalah arena pembuktian di hadapan Hakim. Hakim akan memimpin sidang untuk mencari kebenaran materiil.

Alat Bukti Sah: Kekuatan pembuktian dalam hukum pidana sangat bergantung pada lima alat bukti sah sesuai Pasal 184 KUHAP:

  1. Keterangan Saksi
  2. Keterangan Ahli
  3. Surat
  4. Petunjuk
  5. Keterangan Terdakwa

Putusan: Hakim menjatuhkan putusan, yang bisa berupa pembebasan, pelepasan dari segala tuntutan hukum, atau pemidanaan.

Upaya Hukum dan Eksekusi

Jika salah satu pihak (JPU atau Terdakwa) tidak menerima putusan pengadilan tingkat pertama, tersedia jalur Upaya Hukum:

Jenis Upaya Hukum Penjelasan
Biasa Banding (ke Pengadilan Tinggi) dan Kasasi (ke Mahkamah Agung).
Luar Biasa Peninjauan Kembali (PK), hanya dapat di ajukan oleh terpidana terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap jika di temukan adanya novum (bukti baru) atau kekhilafan/kekeliruan hakim.

Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), tahap terakhir adalah Eksekusi. Eksekusi putusan pidana (menjalankan hukuman, denda, atau tindakan lainnya) merupakan tanggung jawab Jaksa Penuntut Umum.

Lembaga Penting dalam HAP

Keberhasilan penegakan Hukum Acara Pidana (HAP) bergantung pada sinergi dan fungsi spesifik dari empat pilar lembaga utama, di tambah satu lembaga pengujian yang krusial.

Aparat Penegak Hukum (APH) Utama

Lembaga Peran Utama Fungsi Kunci dalam HAP
Kepolisian Penyelidik dan Penyidik Melakukan penyelidikan (mencari peristiwa pidana) dan penyidikan (mencari bukti dan menentukan tersangka). Mereka berwenang melakukan upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan.
Kejaksaan Penuntut Umum Melakukan penuntutan (melimpahkan perkara ke pengadilan) dan menjadi representasi negara di persidangan. Kejaksaan juga bertanggung jawab penuh atas eksekusi putusan hakim (executoir).
Pengadilan Pemutus Perkara Menerima, memeriksa, dan mengadili perkara pidana. Lembaga ini di isi oleh Hakim yang bertugas mencari kebenaran materiil dan menjatuhkan putusan berdasarkan hukum dan keyakinannya.

 

Aktor Pendukung Krusial

Penasihat Hukum (Advokat)

Penasihat Hukum memiliki peran fundamental dalam mewujudkan asas adil dan seimbang (fair trial). Mereka wajib mendampingi dan memberikan bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa pada setiap tingkatan pemeriksaan, terutama pada kasus-kasus tertentu di mana ancaman pidananya berat (wajib di dampingi). Tujuannya adalah memastikan hak-hak hukum klien terlindungi dan prosedur acara di jalankan dengan benar.

Praperadilan

Praperadilan adalah lembaga yang di atur dalam KUHAP dan berfungsi sebagai mekanisme pengawasan horizontal. Tujuannya adalah menguji:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan.
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan (SP3) atau penghentian penuntutan.
  3. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang di tangkap, di tahan, atau di tuntut tanpa dasar yang sah.

Praperadilan memastikan bahwa tindakan-tindakan sepihak yang di lakukan oleh penyidik atau penuntut umum telah sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku.

Isu Kontemporer dan Pembaharuan

Meskipun KUHAP 1981 telah menjadi tulang punggung peradilan pidana selama lebih dari empat dekade, perkembangannya menghadapi sejumlah tantangan kontemporer dan tuntutan pembaharuan yang mendesak.

Urgensi Revisi KUHAP (RKUHAP)

Pembaharuan HAP menjadi kebutuhan mendesak, terutama setelah di sahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru, UU No. 1 Tahun 2023. KUHAP 1981 di anggap tidak lagi memadai dan tidak sinkron dengan paradigma baru yang di bawa oleh KUHP, khususnya dalam hal:

  1. Keadilan Restoratif (Restorative Justice): KUHP baru menempatkan pemidanaan sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) dan mendorong pidana alternatif (seperti kerja sosial). KUHAP lama belum memiliki mekanisme acara yang jelas dan operasional untuk mengimplementasikan sepenuhnya Keadilan Restoratif di tingkat penyidikan hingga penuntutan.
  2. Subjek Hukum Baru: KUHP Baru secara eksplisit mengakui Korporasi sebagai subjek tindak pidana. Revisi KUHAP di perlukan untuk mengatur prosedur pemanggilan, penyitaan aset, dan pertanggungjawaban pidana terhadap entitas korporasi secara spesifik.
  3. Hakim Komisaris: Salah satu usulan utama dalam RKUHAP adalah penguatan peran Hakim Komisaris. Lembaga ini di usulkan untuk mengambil alih fungsi otorisasi dan pengawasan upaya paksa (penangkapan, penahanan, penggeledahan) yang selama ini berada di tangan Penyidik atau Penuntut Umum, demi meningkatkan akuntabilitas dan perlindungan HAM.

Hukum Acara Pidana Khusus

Indonesia memiliki sejumlah undang-undang pidana khusus (seperti UU Tindak Pidana Korupsi, UU Terorisme, UU ITE) yang memiliki prosedur dan kewenangan APH tersendiri, yang terkadang bersifat lex specialis (aturan khusus) menyimpangi ketentuan KUHAP. Hal ini menimbulkan tantangan:

  • Harmonisasi Prosedur: Di perlukan harmonisasi agar kewenangan khusus tidak justru menabrak atau mengurangi perlindungan hak asasi yang di jamin oleh KUHAP.
  • Pembuktian Spesifik: Perkara khusus (misalnya korupsi) seringkali membutuhkan alat bukti dan teknik penyidikan yang lebih canggih (seperti penyadapan dan pembuktian terbalik), yang perlu di atur secara rinci dan teruji akuntabilitasnya.

Tantangan Implementasi dan Akuntabilitas

Implementasi HAP masih menghadapi masalah klasik, yaitu:

  • Penyalahgunaan Wewenang (Abuse of Power): Keterbatasan pengawasan yang efektif seringkali memicu praktik penyalahgunaan wewenang, terutama terkait dengan penggunaan upaya paksa, yang kemudian membanjiri permohonan Praperadilan.
  • Perlindungan Saksi dan Korban: Meskipun ada UU perlindungan saksi dan korban, implementasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban (seperti restitusi dan ganti rugi) dalam proses acara masih menjadi tantangan besar yang membutuhkan prosedur yang lebih kuat dan operasional dalam HAP.

Konsultan Hukum Acara Pidana Jangkargroups

Konsultan hukum atau advokat yang bergerak di bidang Hukum Acara Pidana (berdasarkan KUHAP dan UU terkait) memberikan bantuan hukum pada tahap:

  1. Penyelidikan dan Penyidikan (di Kepolisian dan Kejaksaan).
  2. Penuntutan (di Kejaksaan).
  3. Pemeriksaan di Pengadilan (Persidangan).
  4. Upaya Hukum (Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali/PK).

Layanan ini mencakup pendampingan untuk:

  • Tersangka/Terdakwa: Memberikan pembelaan dan memastikan hak-hak hukumnya terpenuhi.
  • Korban/Pelapor: Membantu proses pelaporan, mengumpulkan bukti, dan mendampingi selama proses hukum.

PT. Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat