Dasar Hukum Perjanjian Pranikah di Indonesia
Perjanjian pranikah, atau yang lebih dikenal dengan istilah perjanjian antenuptial agreement, merupakan kesepakatan tertulis antara calon suami istri yang mengatur harta kekayaan masing-masing sebelum memasuki ikatan pernikahan. Di Indonesia, dasar hukum perjanjian pranikah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi keabsahan dan pengakuan perjanjian tersebut. Perjanjian ini memiliki peran penting dalam melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait harta kekayaan, baik sebelum maupun setelah pernikahan.
Dasar Hukum Perjanjian Pra Nikah – Perjanjian pranikah di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dan diatur secara rinci dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pemahaman yang baik terhadap dasar hukum ini penting untuk memastikan keabsahan dan kekuatan hukum perjanjian pranikah yang dibuat.
Pasal-Pasal dalam Undang-Undang yang Mengatur Perjanjian Pranikah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi acuan utama dalam pengaturan perjanjian pranikah. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan “perjanjian pranikah”, pasal-pasal di dalamnya memberikan ruang bagi adanya perjanjian tersebut. Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa harta benda yang dimiliki masing-masing pihak sebelum perkawinan tetap menjadi milik masing-masing. Ayat (2) memberikan kesempatan bagi kedua calon mempelai untuk membuat perjanjian tertulis mengenai harta benda yang akan mereka miliki selama perkawinan. Dengan demikian, perjanjian pranikah menjadi instrumen hukum yang memungkinkan pengaturan harta kekayaan sebelum pernikahan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Lebih lanjut, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) juga memberikan ruang bagi pengaturan harta kekayaan melalui perjanjian.
Perbedaan Perjanjian Pranikah dengan Perjanjian Perkawinan Lainnya
Perjanjian pranikah berbeda dengan perjanjian perkawinan lainnya seperti perjanjian pemisahan harta (community of property) atau perjanjian harta bersama (joint property). Perjanjian pranikah dibuat *sebelum* pernikahan, sementara perjanjian pemisahan harta dan harta bersama dapat dibuat baik sebelum maupun sesudah pernikahan. Perjanjian pranikah lebih fokus pada pengaturan harta bawaan masing-masing pihak dan harta yang akan diperoleh selama pernikahan, sedangkan perjanjian pemisahan harta menekankan pemisahan harta masing-masing pihak selama perkawinan. Perjanjian harta bersama, sebaliknya, menekankan pengelolaan harta bersama selama perkawinan.
Contoh Kasus Perjanjian Pranikah dan Putusan Hakim
Sebagai contoh, kasus perceraian yang melibatkan perjanjian pranikah pernah diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan (nama pengadilan dan lokasi bersifat ilustrasi). Dalam kasus tersebut, perjanjian pranikah yang dibuat kedua belah pihak mengatur pemisahan harta sepenuhnya. Setelah perceraian, putusan hakim mengacu pada perjanjian pranikah tersebut dan membagi harta sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini menunjukkan kekuatan hukum perjanjian pranikah dalam menyelesaikan sengketa harta pasca perceraian.
Tabel Perbandingan Perjanjian Pranikah Sebelum dan Sesudah UU No. 1 Tahun 1974
Aspek | Sebelum UU No. 1 Tahun 1974 | Sesudah UU No. 1 Tahun 1974 |
---|---|---|
Landasan Hukum | KUHPerdata | KUHPerdata dan UU No. 1 Tahun 1974 |
Pengaturan Harta | Lebih fleksibel, namun kurang spesifik | Lebih spesifik, terutama terkait harta bawaan dan harta selama perkawinan |
Pengakuan Hukum | Tergantung pada interpretasi hakim | Lebih diakui dan dilindungi hukum |
Alur Proses Pembuatan Perjanjian Pranikah yang Sah
- Konsultasi dengan Notaris: Calon mempelai berkonsultasi dengan notaris untuk membuat draf perjanjian pranikah.
- Penyusunan Perjanjian: Notaris menyusun perjanjian pranikah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
- Penandatanganan Perjanjian: Kedua calon mempelai menandatangani perjanjian pranikah di hadapan notaris.
- Pengesahan Perjanjian: Perjanjian pranikah yang telah ditandatangani kemudian disahkan oleh notaris.
- Pengarsipan Perjanjian: Salinan perjanjian pranikah disimpan oleh notaris dan masing-masing pihak.
Syarat Sah Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah, sebagai kesepakatan tertulis sebelum pernikahan, harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar sah secara hukum dan mengikat bagi kedua belah pihak. Ketidaklengkapan atau ketidaksesuaian dengan syarat-syarat tersebut dapat berakibat batalnya perjanjian dan menimbulkan berbagai konsekuensi hukum. Oleh karena itu, memahami syarat-syarat sah perjanjian pranikah sangat penting bagi calon pasangan yang ingin mengatur harta bersama dan hak-hak masing-masing sebelum menikah.
Pelajari aspek vital yang membuat Perkawinan Menurut Undang Undang menjadi pilihan utama.
Syarat-Syarat Sah Perjanjian Pranikah
Secara umum, perjanjian pranikah harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian pada umumnya, seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Syarat-syarat tersebut meliputi kesepakatan yang dituangkan secara tertulis, kebebasan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian, objek perjanjian yang jelas dan tidak bertentangan dengan hukum, dan kedua belah pihak memiliki kapasitas hukum untuk membuat perjanjian. Selain itu, perjanjian pranikah juga harus memenuhi ketentuan khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Temukan tahu lebih banyak dengan melihat lebih dalam Perkawinan Campuran Merupakan Asimilasi Dalam Bentuk Fisik ini.
Konsekuensi Hukum Jika Syarat Tidak Dipenuhi
Apabila salah satu atau beberapa syarat sah perjanjian pranikah tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum. Akibatnya, perjanjian tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan ketentuan-ketentuan di dalamnya tidak dapat dilaksanakan. Pengadilan dapat membatalkan perjanjian tersebut jika ada pihak yang mengajukan gugatan. Hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu atau kedua belah pihak, terutama terkait pengaturan harta bersama dan hak-hak setelah perkawinan.
Contoh Kasus Perjanjian Pranikah yang Batal
Sebagai contoh, sebuah perjanjian pranikah dinyatakan batal karena tidak ditandatangani oleh kedua calon mempelai dan saksi-saksi yang sah. Hal ini menunjukkan ketidaklengkapan dalam hal bentuk dan proses pembuatan perjanjian. Dalam kasus lain, perjanjian pranikah dapat dibatalkan jika terbukti salah satu pihak tidak memiliki kebebasan dalam membuat perjanjian, misalnya karena adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain.
Poin-poin penting syarat sah perjanjian pranikah meliputi: perjanjian tertulis, kesepakan kedua belah pihak yang bebas, objek perjanjian jelas dan tidak melanggar hukum, kedua belah pihak cakap hukum, dan sesuai ketentuan UU Perkawinan. Ketidakpenuhan syarat-syarat ini dapat berakibat batalnya perjanjian dan menimbulkan konsekuensi hukum bagi kedua belah pihak.
Perbedaan Syarat Sah Perjanjian Pranikah dengan Perjanjian Lainnya
Aspek | Perjanjian Pranikah | Perjanjian Lainnya (Contoh: Perjanjian Jual Beli) |
---|---|---|
Subjek | Calon suami istri | Pihak-pihak yang melakukan transaksi |
Objek | Harta bersama, harta bawaan, hak dan kewajiban selama dan setelah perkawinan | Barang atau jasa yang diperjualbelikan |
Ketentuan Khusus | Terikat UU Perkawinan | Terikat ketentuan hukum yang berlaku umum |
Akibat Batal | Ketentuan pengaturan harta dan kewajiban tidak berlaku | Transaksi tidak sah, dapat dikembalikan ke posisi semula |
Isi Perjanjian Pranikah yang Diperbolehkan
Perjanjian pranikah, sebagai kesepakatan tertulis sebelum menikah, memiliki ruang lingkup pengaturan yang cukup luas. Namun, penting untuk memahami batasan-batasan hukum agar perjanjian tersebut sah dan mengikat secara hukum. Pasangan perlu memahami apa saja yang diperbolehkan diatur dan apa yang tidak, demi menghindari konflik hukum di kemudian hari.
Anda juga berkesempatan memelajari dengan lebih rinci mengenai Pertanyaan Tentang Nikah Dalam Islam untuk meningkatkan pemahaman di bidang Pertanyaan Tentang Nikah Dalam Islam.
Secara umum, perjanjian pranikah bertujuan untuk mengatur harta kekayaan masing-masing pihak sebelum dan selama perkawinan, serta mengatur pembagian harta setelah perkawinan berakhir, baik karena perceraian maupun kematian salah satu pihak. Perjanjian ini memberikan fleksibilitas bagi pasangan untuk mengatur harta mereka sesuai kesepakatan bersama, namun tetap dalam koridor hukum yang berlaku.
Hal-hal yang Diperbolehkan Diatur dalam Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah dapat mengatur berbagai hal terkait harta kekayaan, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak atas harta tersebut. Berikut beberapa hal yang umum diatur:
- Harta bawaan masing-masing pihak: Mendeskripsikan secara detail harta yang dimiliki masing-masing calon pasangan sebelum menikah, termasuk jenis, jumlah, dan lokasi harta tersebut.
- Harta bersama: Menentukan bagaimana harta yang diperoleh selama perkawinan akan dikelola dan dibagi. Apakah akan menjadi harta bersama yang dimiliki secara bersama-sama, atau dibagi secara proporsional.
- Harta terpisah: Menentukan harta mana yang tetap menjadi milik pribadi masing-masing pihak, meskipun diperoleh selama perkawinan. Misalnya, warisan atau hadiah yang diterima oleh salah satu pihak.
- Pengaturan harta setelah perceraian: Menentukan bagaimana harta akan dibagi jika perkawinan berakhir dengan perceraian. Ini bisa meliputi pembagian harta bersama, harta terpisah, dan kompensasi.
- Kewajiban keuangan: Menentukan kewajiban keuangan masing-masing pihak selama perkawinan, seperti pembiayaan rumah tangga, pendidikan anak, dan lain sebagainya.
Batasan-batasan dalam Menentukan Isi Perjanjian Pranikah
Meskipun fleksibel, perjanjian pranikah tetap memiliki batasan. Pasangan tidak diperbolehkan untuk mengatur hal-hal yang bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan kesusilaan. Misalnya, perjanjian yang membatasi hak asuh anak secara sewenang-wenang atau yang merugikan salah satu pihak secara tidak adil.
Perjanjian pranikah juga harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua calon mempelai beserta dua orang saksi. Perjanjian tersebut harus disahkan oleh pejabat yang berwenang, biasanya Notaris.
Contoh Isi Perjanjian Pranikah: Umum dan Tidak Umum
Berikut beberapa contoh isi perjanjian pranikah, baik yang umum maupun yang kurang umum:
Jenis Perjanjian | Contoh Isi (Umum) | Contoh Isi (Kurang Umum) |
---|---|---|
Pengaturan Harta Bersama | Semua harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan dibagi rata jika terjadi perceraian. | Harta bersama dikelola secara terpisah berdasarkan kesepakatan, misalnya, suami mengelola investasi dan istri mengelola tabungan keluarga. |
Pengaturan Harta Terpisah | Harta warisan masing-masing pihak tetap menjadi harta terpisah. | Pendapatan dari usaha pribadi masing-masing pihak tetap menjadi harta terpisah, meskipun usaha tersebut dijalankan selama perkawinan. |
Kewajiban Keuangan | Biaya hidup sehari-hari ditanggung bersama secara proporsional. | Suami bertanggung jawab atas biaya pendidikan anak, sementara istri bertanggung jawab atas biaya kesehatan keluarga. |
Ilustrasi Perjanjian Pranikah: Harta Bersama dan Harta Terpisah
Bayangkan pasangan A dan B membuat perjanjian pranikah. Rumah yang dibeli sebelum menikah menjadi harta terpisah B. Gaji A dan B selama pernikahan menjadi harta bersama. Mobil yang dibeli setelah menikah menjadi harta bersama. Jika terjadi perceraian, rumah tetap menjadi milik B, sementara mobil dan tabungan bersama dibagi rata. Ini menunjukkan bagaimana pengaturan harta bersama dan terpisah bekerja dalam kehidupan rumah tangga.
Isi Perjanjian Pranikah yang Dilarang
Perjanjian pranikah, meskipun bertujuan untuk mengatur harta bersama dan hak-hak masing-masing pihak setelah pernikahan, tetap memiliki batasan hukum. Terdapat sejumlah hal yang dilarang diatur dalam perjanjian tersebut, karena bertentangan dengan norma hukum, ketertiban umum, dan kepentingan keluarga. Pasangan perlu memahami hal ini agar perjanjian yang dibuat sah dan diakui secara hukum.
Tingkatkan wawasan Kamu dengan teknik dan metode dari Apakah Wna Bisa Cerai Di Indonesia.
Tujuan utama pengaturan ini adalah untuk melindungi hak-hak fundamental individu dan menjaga kestabilan keluarga. Perjanjian pranikah yang melanggar ketentuan hukum dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh pengadilan, sehingga justru merugikan pihak-pihak yang membuatnya.
Hal-Hal yang Dilarang dalam Perjanjian Pranikah
Beberapa hal yang secara tegas dilarang diatur dalam perjanjian pranikah antara lain:
- Pengaturan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan: Misalnya, perjanjian yang mengatur pembagian harta yang sangat tidak adil dan merugikan salah satu pihak secara signifikan, atau yang menyangkut hal-hal yang melanggar norma kesusilaan.
- Pengaturan yang membatasi hak asuh anak secara sewenang-wenang: Perjanjian tidak boleh secara sepihak menetapkan hak asuh anak hanya kepada salah satu pihak tanpa mempertimbangkan kepentingan terbaik anak.
- Pengaturan yang membatasi hak nafkah: Perjanjian tidak boleh mengatur penghapusan kewajiban nafkah sepenuhnya kepada salah satu pihak, terutama kepada istri dan anak.
- Pengaturan yang bersifat diskriminatif berdasarkan jenis kelamin: Perjanjian pranikah harus adil dan tidak boleh didasarkan pada diskriminasi gender.
- Pengaturan yang mengabaikan hak waris: Perjanjian tidak dapat sepenuhnya menghapus hak waris seseorang terhadap harta peninggalan pasangannya.
Alasan Pelarangan Isi Perjanjian Pranikah Tertentu
Pelarangan pengaturan tertentu dalam perjanjian pranikah didasarkan pada prinsip-prinsip hukum dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan, eksploitasi, dan pelanggaran hak-hak fundamental, khususnya bagi pihak yang lebih lemah, seperti istri dan anak.
Anda juga berkesempatan memelajari dengan lebih rinci mengenai Akta Nikah Dikeluarkan Oleh untuk meningkatkan pemahaman di bidang Akta Nikah Dikeluarkan Oleh.
Contoh Kasus Perjanjian Pranikah yang Ditolak Pengadilan
Sebagai contoh, kasus perjanjian pranikah yang mengatur bahwa istri tidak berhak atas harta bersama sama sekali, bahkan setelah bertahun-tahun membina rumah tangga dan berkorban untuk keluarga, kemungkinan besar akan ditolak pengadilan. Pengadilan akan mempertimbangkan aspek keadilan dan kesetaraan dalam memutuskan perkara tersebut. Putusan pengadilan akan mengutamakan kepentingan terbaik bagi semua pihak, termasuk anak-anak.
Konsekuensi hukum jika isi perjanjian pranikah melanggar hukum dapat berupa pembatalan sebagian atau seluruh isi perjanjian tersebut oleh pengadilan. Hal ini berarti perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak mengikat para pihak. Selain itu, pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya akibat perjanjian yang tidak sah tersebut.
Perbedaan Isi Perjanjian Pranikah yang Diperbolehkan dan Dilarang
Isi Perjanjian Pranikah | Diperbolehkan | Dilarang |
---|---|---|
Pembagian harta bersama | Menentukan proporsi pembagian harta bersama setelah perceraian, asalkan adil dan tidak merugikan salah satu pihak secara signifikan. | Menentukan bahwa salah satu pihak tidak berhak atas harta bersama sama sekali. |
Hak asuh anak | Menentukan hak asuh anak dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. | Menentukan hak asuh anak secara sewenang-wenang dan merugikan anak. |
Nafkah | Menentukan besaran nafkah yang akan diberikan kepada istri dan anak, asalkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. | Menghapus kewajiban nafkah sepenuhnya. |
Warisan | Menetapkan pembagian harta warisan dengan mempertimbangkan ketentuan hukum waris. | Menghilangkan hak waris sepenuhnya. |
Pengaruh Perjanjian Pranikah terhadap Hak Waris: Dasar Hukum Perjanjian Pra Nikah
Perjanjian pranikah, selain mengatur harta bersama dan harta terpisah selama pernikahan, juga memiliki implikasi signifikan terhadap pembagian harta warisan setelah salah satu pihak meninggal dunia. Dokumen ini berperan penting dalam menentukan hak waris ahli waris, baik itu pasangan maupun keluarga lainnya. Dengan adanya perjanjian pranikah, pembagian harta warisan dapat diatur secara spesifik sesuai kesepakatan kedua calon mempelai, berbeda dengan pengaturan pembagian harta warisan tanpa perjanjian pranikah yang mengikuti aturan hukum waris yang berlaku.
Pengaruh Perjanjian Pranikah terhadap Pembagian Harta Warisan
Perjanjian pranikah memberikan keleluasaan bagi kedua pasangan untuk menentukan bagaimana harta mereka akan dibagi setelah salah satu atau keduanya meninggal dunia. Mereka dapat menentukan secara rinci aset apa saja yang termasuk dalam harta bersama, harta terpisah, dan bagaimana pembagiannya akan dilakukan. Hal ini berbeda dengan situasi tanpa perjanjian pranikah, di mana pembagian harta warisan akan mengikuti ketentuan hukum waris yang berlaku, yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan pasangan tersebut.
Perbedaan Pembagian Harta Warisan dengan dan Tanpa Perjanjian Pranikah
Perbedaan utama terletak pada fleksibilitas dan kebebasan menentukan pembagian harta. Dengan perjanjian pranikah, pasangan dapat menentukan secara spesifik siapa yang berhak atas harta apa, berapa bagian yang diterima masing-masing ahli waris, dan mekanisme pembagiannya. Tanpa perjanjian pranikah, pembagian harta warisan akan mengikuti aturan hukum waris, yang umumnya didasarkan pada garis keturunan dan derajat kekerabatan. Ini dapat mengakibatkan pembagian harta yang tidak sesuai dengan keinginan pasangan yang telah meninggal.
Contoh Kasus Perselisihan Warisan yang Melibatkan Perjanjian Pranikah
Misalnya, pasangan suami istri A dan B membuat perjanjian pranikah yang menyatakan bahwa seluruh harta yang dimiliki A sebelum menikah tetap menjadi hak miliknya dan akan diwariskan kepada anak dari pernikahan sebelumnya. Setelah A meninggal, terjadi perselisihan antara B dan anak-anak A mengenai harta tersebut. Karena adanya perjanjian pranikah yang jelas, perselisihan tersebut dapat diselesaikan berdasarkan isi perjanjian tersebut, sehingga menghindari konflik yang lebih besar. Sebaliknya, tanpa perjanjian pranikah, B mungkin akan mengajukan klaim atas harta tersebut berdasarkan hukum waris yang berlaku, yang dapat menyebabkan perselisihan yang panjang dan rumit.
Ilustrasi Pembagian Harta Warisan dengan Perjanjian Pranikah
Bayangkan pasangan C dan D memiliki perjanjian pranikah yang mengatur bahwa rumah dan tabungan mereka adalah harta bersama, sedangkan tanah milik keluarga D tetap menjadi harta terpisah. Jika C meninggal dunia, berdasarkan perjanjian pranikah, rumah dan setengah dari tabungan akan menjadi milik D, sementara setengah tabungan lainnya dan tanah milik keluarga D akan diwariskan sesuai dengan wasiat C atau aturan hukum waris jika tidak ada wasiat.
Perbandingan Pembagian Harta Warisan
Aspek | Dengan Perjanjian Pranikah | Tanpa Perjanjian Pranikah |
---|---|---|
Pembagian Harta | Sesuai kesepakatan dalam perjanjian | Sesuai hukum waris |
Fleksibilitas | Tinggi | Rendah |
Potensi Konflik | Rendah (jika perjanjian jelas) | Tinggi (potensi sengketa waris) |
Pengaturan Harta | Dapat mengatur harta bersama dan terpisah secara detail | Pengaturan harta terbatas pada hukum waris |
Pertanyaan Umum Seputar Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah, atau disebut juga perjanjian perkawinan, merupakan kesepakatan tertulis antara calon suami istri sebelum menikah yang mengatur harta bersama dan harta masing-masing. Memahami dasar hukumnya sangat penting untuk memastikan keabsahan dan efektivitas perjanjian tersebut. Berikut beberapa pertanyaan umum yang sering muncul terkait dasar hukum perjanjian pranikah.
Kewajiban Membuat Perjanjian Pranikah, Dasar Hukum Perjanjian Pra Nikah
Perjanjian pranikah bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap pasangan calon pengantin. Pembuatan perjanjian pranikah sepenuhnya merupakan hak dan pilihan dari kedua calon mempelai. Meskipun tidak wajib, perjanjian ini sangat dianjurkan, terutama bagi pasangan yang memiliki aset yang cukup signifikan sebelum menikah atau memiliki kekhawatiran tertentu terkait pengelolaan harta setelah menikah.
Konsekuensi Tidak Membuat Perjanjian Pranikah
Apabila pasangan tidak membuat perjanjian pranikah, maka pengaturan harta kekayaan setelah menikah akan diatur berdasarkan ketentuan hukum perkawinan yang berlaku. Secara umum, harta yang diperoleh selama perkawinan akan menjadi harta bersama, kecuali ada bukti yang kuat bahwa harta tersebut merupakan harta bawaan salah satu pihak atau harta yang diperoleh secara terpisah. Oleh karena itu, tanpa perjanjian pranikah, pembagian harta setelah perceraian akan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan dan kesepakatan awal kedua pasangan.
Cara Membuat Perjanjian Pranikah yang Sah
Perjanjian pranikah yang sah harus memenuhi beberapa syarat, antara lain dibuat secara tertulis, ditandatangani oleh kedua calon mempelai dan dua orang saksi, serta di hadapan pejabat yang berwenang, biasanya Notaris. Isi perjanjian harus jelas, tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan kesusilaan. Perjanjian juga harus dibuat dengan itikad baik dan tanpa paksaan dari salah satu pihak. Proses pembuatannya sebaiknya berkonsultasi dengan notaris untuk memastikan perjanjian dibuat secara sah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihak yang Berwenang Membuat Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah hanya dapat dibuat oleh calon mempelai sendiri. Tidak ada pihak lain yang dapat membuat atau menandatangani perjanjian pranikah atas nama calon mempelai. Meskipun demikian, konsultasi dengan ahli hukum, seperti notaris, sangat dianjurkan untuk memastikan perjanjian tersebut disusun secara tepat dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Notaris berperan penting dalam menyusun, menandatangani, dan memberikan legalitas atas perjanjian tersebut.
Pembatalan Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah dapat dibatalkan, tetapi hal ini harus melalui proses hukum dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur dalam hukum. Pembatalan biasanya diajukan ke pengadilan jika terjadi sengketa atau terdapat unsur paksaan, kecurangan, atau kesalahan dalam pembuatan perjanjian. Proses pembatalan ini cukup kompleks dan memerlukan bantuan hukum dari profesional di bidang hukum keluarga.