Akad Istihna dalam Ekonomi Syariah, Ilmu Fiqih Muamalah yang mengatur segala bentuk kegiatan dan aktivitas manusia. Mulai dari aktivitas sewa, jual beli dan aktivitas lainnya berkaitan dalam pemenuhan kehidupan.
Perhitungan Bunga pada Bank Konvensional
Fiqh Muamalah sendiri membahas berbebagai macam bentuk aktivitas seperti membahas mengenai Hak, Kepemilikan, Harta dan Juga membahas mengenai Akad yang meliputi transaksi Jual Beli, Gadai, Sewa dan bentuk Aktivitas lainnya. Salah satu akad yang di bahas dalam fiqh muamalah yaitu adalah akad Istishna dan akad salam.
Akad Istihna dalam Ekonomi Syariah
Dunia Bisnis properti sangatlah di minati oleh masyarakat. Dunia properti banyak di gemari masyarakat dalam memenuhi kebutuhan seperti pembelian rumah, Pembiayaan KPR, dan lainnya menerapkan proses Akad Istishna dalam mekanime pembiayaan KPR pada masyarakat. Akad Istishna menjadi salah satu pilihan akad dalam proses pembiayaan KPR di masyarakat.
Pada Umumnya akad istishna di terapkan oleh Lembaga-Lembaga Keuangan yang berlandasakan pada sistem syariah. Ragam keunggulan dari penerpaan menjadi salah satu ciiri khas dan kelebihan akad istihsna di bandingkan dengan akad akad lain dalam proses penerapan, mekanisme, dan proses pembayaran.
Industri keuangan syariah yang memilki ragam moda pembiayaan yang berlandasakan pada syariah dan kaidah islam memiliki ragam keunggulan yang menjadi daya tarik dari sistem bunga pada konvensional.
Keungulan yang terdapat di antaranya adalah Proses pengajuan dengan Persyaratan lebih mudah, Cicilan angsuran yang bersifat tetap dan tidak berubah dari awal kesepakatan sampai proses ansguran selesai, tidak adanya bunga pada pembiayaan yang di berikan, tidak adanya denda, dan ragam keunggulan lainnya menjadi daya tarik lebih dari sistem syariah.
Penjabaran mengenai akad istishna di simak lebih lanjut:
Pengertian Akad Istishna.
Akad Istishna merupakan akad yang tergolong dalam bentuk transkasi Jual Beli. Akad Istishna merupakan akad Jual Beli dalam bentuk pemesanan barang dengan pemasok sesuai dengan kriteria yang di berikan di awal perjanjian dan persyaratan tertentu yang di sepakati anatara pemesan dan penjual dengan proses pembayaran dapat di lakukan dengan cara di angsur (cicil) dan barang akan diserahkan setelah prroses pembayarannya selesai.
Landasan Hukum Istishna
Akad Istishna memilliki lanadasan hukum syariah dalam proses pelaksanaannya yang telah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN MUI ) Nomor 06 / DSN-MUI/ VI/2000 Mengenai Akad Istishna . Dalam Fatwa tersebut di atur mengenai proses pengajuan, mekanisme , pemabayaran dan ketentuan ketentuan lainya yang berkaitan dengan pelaksanaan atas proses akad istishna .
Akad Istishna juga memiliki landasan hukum syariah mengenai IStishna Parerel yang telah di atur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ( DSN MUI ) Nomor 22 / DSN MUI/ 2002 Mengenai Istishna Parerel.
Ketentuan Pembayaran Akad Istishna:
- Alat pembayar diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau bentuk pemanaatan lainnya.
- Pembayaran dilakukan sesuai dan berdasarkan kesepakatan transaksi .
- Pembayaran tidak boleh dalam bentuk perubahan hutang dari pihak yang bertransaksi.
- Ketentuan mengenai objek yng di trnsaksikan (objek istishna) .
- Harus jelas ciri-ciri dan spesifikasi barang dalam proses istishna .
- Penyerahannya dilakukan kemudian setelah proses pembayaran selesai .
- Waktu dan tempat penyerahan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan dari pihak yang saling berkaiatan .
- Pembelitidak boleh menjual barang sebelum menerima barang nya .
- Tidak boleh adanya menukar barang, terkecuali sudah terjadi kesepakatan diawal perjanjian.
Ketentuan Lain dalam Akad Istishna :
- Pekerjaan atas pesanan di kerjakan dengan cara mengikat dan berdasarkan pada criteria yang di berikan .
- Jika dalam proses transkasi nya terdapat peselisihan faham anatara pihak yang berkaitan , maka upaya penyelesaianya di lakukan melalui badan Arbitrase Syariah apabila tidak terjdinya musyarawah dari pihak yang salaing berkaitan.
Perbedaan Akad Istishna dan Akad Salam :
- Proses dalam mekanisme pembayaran yang akan di lakukan.
- Dalam Akad Istishna pembayaran nya di lakuaka dengan cara proses cicil atau di nagsur sedangkan dalam proses akad salam, dana di berikan di awal perjanjian.
- Landasan Hukum mengenai Akad Istishna di atur dalam dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN MUI) Nomor 06/ DSN MUI / IV / 2000 Mengenai Akad Istishna.
- Landasan Hukum mengenai akad Salam di atur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ( DSN MUI ) Nomor 05 / DSN MUI / IV / 2000 Mengenai Salam.
- Obek yang di transaksikan dalam akad istishna yaitu adalah pembiayaan KPR dan kontruksi lain nya secara umum .
Objek yang ditransaksikan dalam akad salam yaitu berupa komoditi pertanian.
Posisi Bank dalam Pembiyaaan Jual Beli menggunakan Akad Istishna :
- Dalam proses transaksi Bank dapat berposisi sebagai penjual dan pembeli tergantung pada saat proses transkasi jual beli istishna yang di lakukan.
- Jika Bank akan berpososisi sebagai penjual, maka bank akan melalu proses pemesanan kepada pemasok atau produser barang dahulu untuk memesan barang yang di perlukan oleh nasabah sesuai criteria yang di berikan di awal kesepakatan.
- Jika proses produksi atas pesanan barang yang telah dipesan oleh Bank selesai, maka bank akan membayarkan atas barang yang telah di produksi tersebut kepada pemasok atau produser.
- Barang yang telah selesai produksi akan di serahkan kepada bank.
- Bank akan menjual barang tersebut kembali kepada nasabah dalam proses mekanisme menggunakan akad istishna dengan metode pembayaran secar di cicil atau secara di angsur.
- Pada umumnya untuk proses KPR Syariah nasabah terlebih dahulu memberiikan sejumlah dana di awal kesepakatan (DP/atau Uang Muka Awal) untuk proses pembuatan prosesi KPR syariah.
- Pada Umunya barang bisa saja di serahkan di awal ataupun setelah pembayaran selesai sesuai dengan kesepakatan transkasi antara kedua belah pihak yang saling berkaitan.
Syariah menjaga setiap transaksi yang di lakukan oleh pihak pihak yang saling terkait. Memegang prinsip keadilan, keberkahan, dan menjauhkan segala bentuk berkaitan dengan riba maupun yang melanggar prinsip muamalah. Seperti pada konsep properti syariah melarang adanya riba dalam proses pembiayaan yang diberikan.
Berlandasakan pada hukum syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional menjadi salah satu landasan dalam setiap proses yang di lakukan. Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim dapat menggunakan pembiayaan sebagai salah satu alternatife dalam menunjang segala bentuk pemenuhan kebutuhan sehari hari seperti kebutuhan jual beli, gadai, sewa sampai pada prosesi Properti.
Di Indonesia sendiri syariah di awasi langsung oleh Dewan Pengawas syariah sebagai badan yang mengawasi pelaksanaan setiap transaksi dalam proses akad syariah.
Proses pembiaayaan Istishna dapat di lakukan dengan melakukan pengajuan. Pengajuan yang di lakukan oleh Bank Syariah yaitu dengan melampirkan dokumen pengajuan pembiaayaan dan melengkapi berkas berkas yang di perlukan dalam proses pembiayaan seperti Kartu Identitas, kartu keluarga, dan beberapa di kumpulkan lampiran yang di gunakan sebagai persyaratan dalam proses pengajuan pembiayaan.
Ketika proses pengajuan telah di terima oleh pihak bank maka, proses selanjutnya yang akan di lakukan oleh bank adalah menganalisa pembiayaan yang telah diajukan oleh nasabah. Bank akan mengukur kemampuan nasabah dalam proses pembaiyaan yang akan di berikan.