Dalam pembahasan kali ini aka membahas tentang beberapa kasus gugatan ganti rugi dalam penggunaan mata uang asing. Mengenai gugatan ganti rugi dalam penggunaan mata uang using, tentu erat kaitannya dengan persoalan kontrak kerjasama antara dua pihak.
Baca juga: resiko pembiayaan yang dihadapi lembaga keuangan syariah
Penggunannya sebagai bentuk investasi, hingga utang-piutang, dan transaksi keuangan lainnya yang menggunakan uang asing. Mungkin Anda akan bertanya bagaimana hukum di Indonesia mengatur tentang penggunaan mata uang asing dalam sebuah transaksi yang justru transaksi itu di lakukan di dalam wilayah NKRI. Merujuk pada pembahasan ini, suatu putusan penting yang sudah terdaftar dalam yurisprudensi di Mahkamah Agung bisa menjadi contah terjadinya gugatan ganti rugi dalam mata uang asing.
Perkara ini melibatkan antara PT NSP dengan PT IE dan kawa-kawannya yang tertuang dalam putusan nomor 2992K/pdt/2015. Kasus ini awalnya bermula pada laporan penggugat yang menyatakan adanya wanprestasi oleh pengadilan negeri, dimana dalam perkara ini di putuskan tergugat harus membayar ganti rugi dalam bentuk mata uang dollar Amerika Serikat, sebagaimana yang ada dalam petitum penggugat. Selanjutnya putusan dari pengdilan negeri ini di perkuat oleh pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
CONTOH KASUS GANTI RUGI PAKAI DOLLAR
Melanjutkan perkara gugatan ganti rugi dalam mata uang asing dalam hal ini dollar, perkara ini kemudian berlanjut ke tingkat kasasi, meski sebenarnya Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi tergugat. Hanya saja MA memperbaiki amar putusannya lalu kemudian mengkonversi besaran ganti rugi yang sebelumnya pakai Dolar dan di ganti menjadi mata uang rupiah. Putusan ini juga berdasar pada undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang yakni yang ada pada pasal 21 ayat 1.
Pada perkara gugatan ganti rugi dalam mata uang asing selanjutnya menjadi batu loncatan untuk memutus perkara selanjutnya yakni perkara peninjauan kembali antara AR dan kawan kawan melawan HC dan kawan-kawan. Seperti diketahui, dalam pejalanannya kasus ini, di tingkat Kasasi, sepertinya Mahkamah Agung mengabulkan gugatan dari penggugat sereta memerintahkan kepada tergugat satu untuk menerima pembayaran pembelian saham dari pihak penggugat menggunakan mata uang asing.
Tetapi, yang terjadi selanjutnya di tingkat peninjuan kembali, MA membuat koreksi pada amar putusannya terutama yang berkaitan dengan penggunaan mata uang asing. Putusan amar tersebut memang harus mengacu pada pasal 21 undang-undang mata uang asing.
Bagaimana perhitungan konversinya? Tentu saja kurs transaksi yang dipakai berdasarkan tanggal terjadinya jual beli saham dalam sengketa tersebut, yang di ketahui terjadi pada Desember 2007. Saat itu di ketahu nilai tukar rupiah untuk 1 dolar Amerika Serikat senilai Rp9.382. Maka nilai transaski senilai 550 ribu dolar AS artinya setara dengan Rp5.160.100.000. Siapa saja pihak yang boleh melakukan konversi ini. Berdasarkan perkara di atas maka keluarlah SEMA nomor 1 tahun 2017, yang di dasarkan pada hasil rapat pleno kamar perdata yang berlangsung November 2017.
PIHAK PENGGUGAT
Isi pembahasannya adalah kamar perdata sepakat dengan sikap hukum yang di lakukan Mahkamah Agung atas dua putusan tersebut. Hanya saja dengan menambahkan ketentuan bahwa konversi tersebut tidak dilakukan pengadilan, tetapi yang melakukan konversi adalah pihak penggugat dan tergugat dengan merujuk pada kurs tengah BI yang disesuaikan hari serta tanggal pelaksanaan pembayaran tersebut di lakukan.
Perubahan amar putusan belum usai, tidak lama stelah rapat pleno kamar perdata di gelar, MA di tingkat peninjauan kembali, selanjutnya amar putusan kembali di perbaiki dengan menghukum tergugat 1 dan 2 rekonvensi/penggugat 1 dan konvensi umtuk melakukan pembayaran utang pokok serta bunga dalam bilangan mata uang dolar Australia, selanjunta di koreksi pembayaran tersebut harus di bayarkan dalam kurs tengah BI, yang sedang berlaku saat proses pembayaran terjadi.
Contoh putusan kasus ganti rugi pakai mata uang asing juga dapat anda lihat dalam berbagai amar putusan antara lain:
- Putusan nomor 728 pk/pdt/2017
- Putusan nomor 3273/K/pdt/2017
- Putusan nomor 3340K/pdt/2017
- Putusan nomor 135 Pk/pdt/2018
BISAKAH TRANSAKSI PAKAI MATA UANG ASING?
Apakah boleh menggunakan transaksi pakai mata uang asing dalam proses jual beli yang ada di wilayah Indonesia?
Menjawab pertanyaan ini, coba kita flashback dengan adanya pasar muamalah yang pernah di lakukan di daerah Depok pada Februari 2021 lalu. Apa yang terjadi dalam pasar muamalah ini ternyata berujung pada pidana bagi perintisnya. Dalam pasar muamalah ini, jenis mata uang dinar dan dirham arab mereka pakai untuk melakukan transaksi.
Pendiri pasar muamalah yang juga bertindak sebagai pengelola induk tempat penukaran rupiah menjadi dianr atau dirham, di amankan polisi.
Dalam kelanjutannya, di 12 Oktober 2021, Zaim Saidi akhirnya di vonis bebas Majelis hakim di PN Depok.
Menggunakan mata uang asing sebagai alat transaksi jual beli tidak boleh di lakukan karena alat pembayaran sah di wilayah NKRI hanya rupiah dan sangat jelas tertuang dalam pasal 2 huruf b undang-undang nomor 23 tahun 1999. Tentang BI mengatur rupiah sevagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI.
Untuk jenis transaksi menggunakan mata uang rupiah baik yang tunai maupun tunai tujuannya baik untuk:
- Berbagai jenis pembayaran
- Untuk penyelesaian kewajiban lain yang harus menggunakan uang
- Bentuk transaksi keuangan lainnya antara lain kegiatan penyetoran rupiah dengan berbagai jumlah maupun jenis pecahan uang yang anda pakai nasabah lalu anda simpan ke bank
PERKARA GUGATAN DALAM MATA UANG ASING
Mengenai perkara gugatan dalam mata uang asing yang mana transaksinya menggunakan mata uang asing misalnya perkara kontrak bisnis. Meski ada pengecualian menggunakan mata uang asing yang di bolehkan dalam bertransaksi.
Jadi meskipun wajib menggunakan mata uang asing dalam setiap transaski yang di lakukan di wilayah NKRI, tetap ada pengecualian yang membolehkan menggunakan mata uang asing. Hal ini dapat di lihat dalam pasal 21 ayat dua undang-undang mata uang, lalu di rincikan dalam PBI 17/2015.
Apa yang jadi pengecualian? Misalnya jika ada transaksi dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Atau perdagangan internasional ataupun pembiayaan internasional yang dilakukan salah satu pihak yang posisinya tidak di Indonesia tetapi berada di luar negeri.
Sehingga pada perkara gugatan ganti rugi dalam mata uang asing ini pembayaran ganti ruginya boleh di lakukan tanpa membatalkan kontrak yang sudah di buat kedua belah pihak. Melainkan dengan mengkonversikannya ke dalam kurs rupiah yang sedang berjalan atau sesuai dengan tanggal terjadinya transaksi, maka jumlah itulah yang dibayarkan.
Menghadapi berbagai jenis gugatan hukum termasuk gugatam ganti rugi dalam mata uang asing? Serahkan pada ahlinya yang professional dengan berbagai persoalan hukum di PT Jangkar Global Groups.