Menghina seseorang di medsos kena pidana
Pada intinya, penghinaan yang di kerjakan lewat sosial media ialah tindak pidana. Pelakunya bisa dijaring dengan Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 mengenai Infomasi serta Transaksi Elektronik (“UU ITE”) seperti yang sudah di rubah oleh Undang-Undang Nomer 19 Tahun 2016 mengenai tentang Pergantian Atas Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 mengenai Informasi serta Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).
TINDAKAN KURANG MENYENANGKAN BERAKIBAT FATAL
Pasal 27 ayat 3 UU ITE
Tentu saja, pelaku bisa di jaring jika si A penuhi semua faktor pidana serta sudah lewat proses peradilan pidana. Pasal 27 Ayat 3 (Tiga) UU ITE yang berbunyi sebagai berikut ini :
Tiap orang yang sengaja serta tanpa ada hak mendistribusikan serta/atau mentransmisikan serta/atau membuatnya bisa diaksesnya Informasi Elektronik serta/atau Dokumen Elektronik yang mempunyai muatan penghinaan serta/atau pencemaran nama baik. Ketetapan pada ayat ini merujuk pada ketetapan pencemaran nama baik serta/atau fitnah yang di tata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 27 Ayat 3 UU ITE yang di jatuhi dengan pidana penjara paling lama 4 (Empat) tahun serta dengan membayar denda paling banyak Rp.750 Juta.
Ketetapan ini ialah delik aduan. Tapi pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak mengendalikan spesial tentang penghinaan pada pemerintah. Seperti yang kami terangkan di atas, Pasal 27 ayat (3) UU ITE merujuk pada ketetapan penghinaan atau pencemaran nama baik yang ditata dalam KUHP, terutamanya Pasal 310 serta Pasal 311 KUHP.
Penejelasan yang secara detail.
Teknologi ialah produk dari modernitas yang mengalami lompatan yang luar biasa serta maju sangat pesat, pada gilirannya manusia, yang pembuat tehnologi tersebut kebingungan mengendalikannya, terhitung dari perubahan internet. Perubahan internet membuat serta melahirkan media baru yang kita ucap bersama dengan jadi sosial media.
Sosial media dapat di simpulkan menjadi satu media online, dengan beberapa pemakainya dapat dengan gampang berperan, share, serta membuat isi mencakup website, media sosial, wiki, komunitas serta dunia virtual. Website, media sosial serta wiki ialah bentuk sosial media yang paling umum di pakai oleh warga di penjuru dunia.
Mengembangnya media baru ini seolah berbanding lurus dengan pelanggaran serta kejahatan yang berlangsung di dalamnya, di antaranya percemaran nama baik atau penghinaan yang lewat wadah sosial media seperti yang belakangan ini berlangsung di Propinsi Bengkulu yaitu masalah sangkaan penghinaan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada kepala wilayah lewat sosial media (sosmed) Facebook (FB).
Menghina seseorang di medsos kena pidana.Pencemaran nama baik ialah tindakan menantang hukum yang menyerang kehormatan atau nama baik orang. Pencemaran nama baik lewat jaringan internet dalam perubahannya telah bisa di kelompokkan jadi kejahatan yang mengkawatirkan.
Beberapa warga memandang jika itu hanya bentuk kebebasan bicara yang di sebut Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi warga yang lain malah melihat ini adalah sabuah bentuk hasutan atau pencemaran nama baik yang butuh di kenakan sanksi atau hukuman tersendiri buat pelakunya atau pelanggarnya.
Pro Kontra
Lepas dari pro serta kontra itu sebetulnya hukum melalui beberapa produk hukumnya sudah mengendalikan tentang pencemaran nama baik melalui sosial media ini di Undang-undang Nomer 11 Tahun 2008 mengenai Infomasi serta Transaksi Elektronik (ITE) serta di tata pada umumnya di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Di KUHP pencemaran nama baik atau penghinaan ditata di dalam Pasal 310 serta Pasal 311 sedangkan di dalam Undang-undang Infomasi serta Transaksi Elektronik yang di sebut ketentuan spesial dari KUHP seperti azas hukum “lex spesialis derogate legi lex generalis” di aturnya tentang pencemaran nama baik di Pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE mengatakan tiap orang dengan sengaja serta tanpa ada hak mendistribusikan serta/atau mentransmisikan serta/atau membuat bisa diaksesnya Infomasi Elektronik serta/atau Dokumen Elektronik yang mempunyai muatan penghinaan serta/atau pencemaran nama baik.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE sudah memperjelas jika masalah itu ialah delik aduan yang di dukung oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomer 50/PUU-VI/2008. Ini bisa di simpulkan masalah bisa di proses hukum bila ada aduan dari faksi yang di hina sebab tercemarnya atau rusaknya nama baik satu orang pada hakekatnya bisa di pandang oleh orang yang berkaitan (yang terserang penghinaan atau pencemaran nama baik).
Cyber Law
Dalam kata lain, korbanlah yang bisa memandang dengan subyektif mengenai content atau sisi mana dari Infomasi atau Dokumen Elektronik yang dia rasa sudah menyerang kehormatan atau nama lebih baiknya. Menurut ahli Cyber Law Josua Sitompul ada 3 hal yang perlu di lihat satu content di sosial media di sebutkan:
1. Penghinaan atau pencemaran nama baik. Pertama, harus ada kepastian satu jati diri satu orang yang dicemarkan nama lebih baiknya mengacu pada pribadi tersendiri.
2. Jati diri itu bisa berbentuk photo, user name, kisah hidup atau info yang lain yang tersangkut satu orang.
3. Jati diri itu meskipun bukan jati diri asli tapi di dapati oleh umum mengacu pada jati diri korban bukan orang. Tetapi dapat tidaknya satu kata atau kalimat di sebutkan mencemarkan atau mengejek nama baik satu orang atau badan hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 mengenai Infomasi serta Transaksi Elektronik belum pernah didefinisikan dengan baik.
Penafsiran
Ini sebab pemaknaan serta penafsiran tentang pencemaran serta penghinaan mempunyai makna yang relatif. Untuk menunjukkan terdapatnya pencemaran serta penghinaan lebih tepat kata atau kalimat disebutkan mencemarkan nama baik satu orang atau tubuh hukum, umumnya Aparat Penegak Hukum akan memakai pakar bahasa atau pakar pengetahuan sosial yang lain yang terkait dengan intisari kata atau kalimat itu.
Sedang untuk ketetapan pidana atas terlanggarnya Pasal 27 ayat (3) ditata di BAB XI tentang Ketetapan Pidana yang kelihatan di Pasal 45 yang mengatakan jika tiap orang yang penuhi faktor seperti disebut dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) yan akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun serta/atau denda terbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
masalah pertama dalam masalah ini bisa kita lihat di masalah pencemaran nama baik oleh seseorang jurnalis bernama Narliswandi Piliang alias Iwan Piliang pada Alvien Lie seseorang anggota DPR lewat website pembaca Kompas, seterusnya masalah Prita Mulyasari yang sudah sempat di tahan di penjara spesial wanita Tangerang sepanjang 3 minggu sebab emailnya yang menyalahkan pelayanan jelek dari dokter serta Rumah Sakit swasta Omni International Tangerang.
Kasus Pencemaran Nama Baik
Bercermin pada 2 masalah pencemaran nama baik atau penghinaan di atas. Sebaiknya jadi seseorang pemakai sosial media harus lebih siaga dalam mengupload apa pada account sosial media di internet supaya tidak berbuah pelanggaran atau kejahatan. Efek positifnya adanya ketentuan ini warga semakin lebih waspada dalam lakukan kegiatan di sosial media, sebab meraka semakin lebih selektif melakukan publikasikan di account sosial media sedang untuk efek negatifnya.
Efektifitas tentang ketentuan ini tentu saja harus kita lihat di dua bagian yaitu penataan serta penegakannya (law enforcement). Mungkin dari sisi ketentuan, perumusan pasal tentang penghinaan atau pencemaran nama baik ini cukup sudah bagus serta baik. Sedang penegakan hukumnya benar-benar tergantung pada masing-masing masalah yang berlainan dengan masih memprioritaskan prinsip keadilan buat warga.
Semestinya manusia yang jadi pemakai jaringan internet butuh memerhatikan norma serta kepribadian dalam melakukan aktivitas memakai jaringan internet. Sebab tidak tutup peluang manusia dalam memakai jaringan internet tidak memperhatikan norma serta kepribadian hingga bisa membuat rugi orang.