penggunaan konsep unjust enrichment
Mungkin Anda pernah melihat atau mendengar ada artis yang melakukan sengketa kekayaan intelektual dan ada juga artis yang harus membayar ganti rugi wanprestasi karena adanya pelanggaran kontrak.
Kenapa artis? Karena mungkin Artis sebagai public figure sering di beritakan media, sehingga orang lebih tahu kasus artis ketimbang ada kasus yang lebih dekat di sekitar kita, hanya saja tidak diberitakan media.
Contoh kasus lain misalnya ada kontraktor yang sudah menyiapkan bahan bangunan lalu mengirimkan material sekaligus tukang ke pemiliknya. Pemilik bangunan pun menganggap dapat keuntungan.
Jika anda pikir secara logis, wajar jika sang kontraktor punya harapan agar diberi kompensasi dari pemilik bangunan. Jika pada kenyataannya, pemilik bangunan tidak memberikan kompensasi, maka tindakannya inilah yang disebut unjust enrichment. Artinya adalah pemerkayaan secara tidak adil.
Dalam pembahasan kali ini akan mengulas penggunaan konsep unjust enrichment dalam sengketa kekayaan intelektual.
Baca juga : konsep jual beli muajjal dalam ekonimi islam
UNJUST ENRICHMENT DAN RESTITUSI ADALAH
Apa itu konsep unjust enrichment dalam hukum Indonesia? Perlu di ketahui bahwa konsep unjust enrichment merupakan salah satu produk hukum yang berkembang dalam system common law. Konsep unjust enrichment bahkan di nilai sebagai perluasan dari model gugatan yang sudah ada sejak lama.
Terutama di temukan dalam kasus seperti wanprestasi serta perbuatan yang menganggap melawan hukum. Konsep unjust enrichment ini pun akhirnya menjadi doktrin dan menjadikannya sebagai dasar untuk menggugat kasus wanprestasi dan perbuatan melawan hukum di pengadilan.
Sementara itu, merujuk pada dicttionarydotlawdotcom, memberikan pengertian dari istilah unjust enrichment.
Menjelaskan bahwa unjust enrichment merupakan suatu keuntungan yang diperoleh secara kebetulan, kesalahan, ataupun kemalangan orang lain yang tidak diberi bayaran ataupun sesuatu yang dikerjakan seseorang yang memeperkaya secara moral atau etis tidak di dapatkan atau tidak diperoleh.
Sementara itu, hukum di Indonesia memberikan istilah ini sebagai kekayaan yang di dapatkan dari hasil ketidak jujuran alias seseorang yang memperkaya dirinya sendiri dengan sumber yang tidak sah.
Pada intinya, doktrin ini memberikan penekanan bahwa secara hukum seseorang tidak boleh memperkaya diri sendirinya apalagi dengan merugikan orang lain atau bisa juga di pahami bahwa seseorang tidak boleh memperkaya dirinya sendiri atas pengorbanan orang lain.
Karena itu, orang tersebut harus memberikan keuntungan atau restitusi yang di dapatkannya. Memberikannya juga secara adil dan wajar sepanjang hal tersebut tidak melanggar hukum atau kepentingan umum, baik itu secara langsung atau tidak langsung. (Tentang penjelasan ini bisa Anda baca lebih lanjut dalam buku ‘Kamus Hukum Ekonomi karya A.F Elly Erawaty dan JS Badudu’).
Sehingga dapat menyimpulkan bahwa konsep unjust enrichment ini pada intinya tidak boleh memberikan harapan palsu pada orang lain. Jadi ketika orang lain membantu Anda, da nada keuntungan yang bisa di berikan kepada orang yang membantu Anda, sebaiknya berikan. Sebab jika restitusi yang diharapkan tidak terjadi bisa menjadi perkara atau di perkarakan.
hukumonlinedotcom
Itulah mengapa ada orang yang di perkarakan karena suatu kebetulan, kesalahan, atau karena terjadi kekeliruan.
Dikutip dari laman hukumonlinedotcom menyebutkan bahwa seorang akademisi dari London School of economics and political science bernama Charlie Webb dalam artikelnya berjudul apa itu unjust enrichment di Oxford Journal of Legal Studies, mengaitkan antara unjust enrichment dengan adanya teori restitusi.
Menurut Webb, hak atas restitusi merupakan suatu hak yang muncul karena akibat dari tergugat diberikan kekayaan oleh penggugat atas beban yang justru berasal dari penggugat sendiri.
Sehingga, ketika ingin menuntuk hak restitusi kata Web, unsur-unsur berikut ini harus terpenuhi:
- Tergugat sudah menganggap kaya dari biaya yang di keluarkan penggugat
- Karena terlihat ada keadaan yang sedemikina rupa meunculkan kekayaan itu di anggap tidaklah adil sehingga seharusnya di kembalikan.
RESTITUTION UJUST ENRICHMENT
Yang harus anda pahami dalam konteks ini bahwa restistusi berbeda dengan hadiah atau pemberian. Hadiah pada umumnya hanyalah sebatasa pemberian dan tidak ada harapan memperoleh imbalan atas pemberian itu. Tidak hanya itu, dalam konsep hadiah juga tidak memuat unsur hukum, jika sewaktu-waktu penerima bisa menuntut untuk mengembalikan hadiah yang di berikan
Hal sebaliknya pada konsep unjust enrichment. Ada kekuatan hukum yang bisa saja di gunakan sebagai alat untuk melakukan gugatan agar pemberian bisa di kembalikan.
Bahkan konsep ini di temukan dengan mudah di berbagai Negara sebut saja Prancis, Jerman, Yunani, Austria, Belanda, Italia, hingga Negara Asia seperti Jepang.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah penggunaan konsep unjust enrichment dalam sengketa kekayaan intelektual juga bisa di lakukan di Indonesia? Simak uraian berikut ini.
DOKTRIN UNJUST ENRICHMENT SRBAGAI DASAR TUNTUTAN RESTITUSI
Meski berasal dari system common law, bukan berarti konsep ini tidak di temukan dalam hukum di Indonesia. Biasanya konsep ini merujuk pada KUH Perdata tepatnya pada pasal 1359. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa setiap pembayaran yang diperkirakan mengandung utang, hal yang sudah membayar dengan tidak di wajibkan, maka boleh di tuntut untuk di kembalikan.
Melihat maksud pasal ini memang secara eksplisit mengatur tentang pembayaran yang tidak terutang, sedangkan secara implisit boleh anda gunakan jika terjadi kasus unjust enrichment ini.
Seperti yang tertuang dalam putusan MA dalam nomor 723 K/pdt/2013 menyebutkan bahwa ada kewajiban tergugat yang di perkaya agar mengembalikan barang atau jasa yang sudah di berikan penggugat. Atau bisa juga karena ada perkara kelebihan pembayaran.
Tidak hanya itu, konsep ini biasa juga di temukan dalam perkara warisan, termasuk perbuatan melawan hukun, perjanjian, serta jenis perkara khusus lainnya.
Konsep unjust enrichment juga di kenal sebagai frustrasi kontrak. Istilah ini di ungkap Putu Sudarma Ali sebagai Guru Besar FH Universitas Udayana, Bali di sebuah diskusi daring.
Frsutrasi kontrak maksudnya adalah suatu keadaan atau situasi kontrak, hal itu tidak bisa di lakukan sebab hal-hal tertentu di luar dari kemampuan kedua belah pihak.
ARGUMENTASI UNJUST ENRICHMENT DALAM KEKAYAAN INTELEKTUAL
Tentang doktrin unjust enrichment dalam kekayaan intelektual merujuk dalam putusan MA bernomor 426 PK/pdt/1994. Putusan ini seputar merek terkenal, hingga isu seseorang yang memperkaya diri sendiri secara tidak jujur.
Konsep unjust enrichment pada akhirnya anda gunakan sebagai landasan hukum untuk meyakinkan hakim tentang perkara seseoang yang sengaja mendaftarkan kekayaan intelektual dengan tujuan memperkaya sendiri namun tidak jujur.
Atau di lakukan dengan tidak menggunakan itikad baik. Padahal kekayaan intelektual itu sudah anda gunakan orang lain sebelumnya lalu kemudian justru di daftarkan pihak lain. Bahkan, sengketa ini bukan hanya soal merek tetapi juga sengketa paten.
Di kutip dari laman hukumonline mengungkap bahwa hak paten di temukan terutama dalam putusan MA bernomor 11 PK/pdt.sus-HKI/2015. Pada intinya, putusan ini menyebutkan bahwa tergugat tidak memiliki itikad baik dan juga melakukan perbuatan mencari keuntungan secara tidak jujur.
Fakta yang di temukan memang unjust enrichment sudah di hubungkan dengan perbuatan itikad tidak baik terutama saat melakukan pendaftaran kekayaan intelektual. Sehingga perbuatan ini melanggar hukum.
ARGUMENTASI UNJUST ENRICHMENT DALAM KEKAYAAN INTELEKTUAL
Bahkan perbuatan ini sudah di atur dalam undang-undang nomor 20 tahun 2016 teruatama muatan pasal 21 ayat 3 yang menyebutkan tentang merek dan indikasi geografis. Pasal ini menyebutkan juga bahwa permohonan (kekayaan intelektual) di tolak apabila di ajukan pemohon yang tidak beritikad baik.
Pada akhirnya, permohonan pemohon kekayaan intelektual ini bisa di tolak jika pemohon di ketahui tidak memiliki itikad baik bahkan di anggap senagaja mendaftarkan mereknya padahal ada unsur meniru, menjiplak, atau mengikuti merek lain. Terlebih jika di dalamnya, ada unsur kepentingan lain seperti karena adanya persaingan usaha yang tidak sehat.
Itulah pentingnya melakukan riset terlebih dahulu jika Anda memiliki brand atau merek. Apakah memiliki kemiripan dengan brand lain atu tidak. Jika semua sudah bersih, maka kekayaan intelektual Anda sudah bisa di daftarkan. Jangan sampai Anda masuk dalam kategori unjust enrichment.
Jika Anda butuh penasehat huku terkait tuntutan Hak Kekayaan Intelektual, serahkan pada ahlinya di PT Jangkar Global Groups.