Persyaratan mengajukan class action sebenarnya bukanlah prosedur Hukum yang asing di Indonesia. Pada awalnya, gugatan perkwakilan dianggap tidak sesuai diterapkan di Indonesia yang notabene penganut system civil law, sedangkan class action sendiri merupakan produk hukum dari common law yang diterapkan di inggris dan Amerika Serikat.
Persyaratan mengajukan class action
Karena pada dassarnya Negara yang menganut Hukum common law, hukum terbentuk berdasarkan putusan-putusan pengadilan. Jadi, jika ada kasus atau perkara baru yang muncul, hakim akan mengacu kepada putusan hukum untuk kasus sebelumnya.
Di Indonesia sendiri Class Action baru diakui keberadaanya pada awal tahun 2000. Meski prosedur tersebut telah memiliki ketentuan hukum, dalam praktiknya tetap ditemukan sejumlah aspek yang membuat prosedur tersebut gagal mewujudkan tujuan peradilannya. Penulis kali ini akan memberikan beberapa contoh kasus Class Action pasca diterapkannya PERMA No. 1 tahun 2002 antara lain:
- Class Action warga Bukit Duri terhadap Pemda DKI Jakarta (Dikabulkan)
Bertepatan pada tanggal 10 Mei tahun 2016, warga Bukit Duri mengajukan gugatan Class Action terhadap DKI Jakarta atas keputusan penggusuran kawasan pemukiman warga untuk normalisasi Kali Ciliwung. Menurut warga, keputusan tersebut tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak dapat dilanjutkan. Pengadilan memutuskan untuk mengabulkan gugatan warga Bukit Duri pada Oktober 2017, meski nilai ganti rugi yang dikabulkan jauh lebih kecil dari tuntutan warga.
- Class Action warga eks lokalisasi Dolly Surabaya (Ditolak)
Bertepatan pada bulan juli lalu ratusan warga eks lokalisasi Dolly yang tergabung dalam Front Pekerja Lokalisasi (FPL) mengajukan Class Action terhadap Pemerintah Kota Surabaya dan menuntut ganti rugi sebesar rp. 270 M. pada September, pihak Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak sah karena tidak dapat dikatagorikan sebagai gugatan kelompok.
Pihak penggugat pun dinilai tidak mampu menjabarkan tuntutannya secara jelas dan detail. Contoh ini membuktikan bahwa Class Action di Indonesia tidak selalu berhasil. Secara umum, agar Class Action dapat berjalan efektif, perwakilan harus memenuhi sejumlah pertimbangan. Dimana pertimbangan tersebut tidak lain meliputi analisis kasus.
Kemungkinan kasus bisa dimenangkan atau tidak, bukti-bukti penunjang, jumlah pihak yang dirugikan, besaran jumlah kerugian akibat pelanggaran yang diperkarakan, serta persyaratan formal dalam pembuatan surat gugatan dan pemberitahuan.
Persyaratan Class Action
Adapun persyaratan mengajukan Class Action yang tertuang dalam PERMA No. 1 tahun 2002 dan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen antara lain:
- Syarat Jumlah (nomerosity)
- Syarat kesamaan (commonality)
- Syarat kesamaan jenis tuntutan (typicality)\
- Syarat kelayakan perwakilan (adequacy of representation)
Persyaratan kelayakan perwakilan ini meliputi:
- Memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum dengan kelompok yang diwakilkan
- Memiliki bukti-bukti kuat yang dapat dipertanggung jawabkan
- Berintegritas dan mampu mempertanggungjawabkan pernyataan serta tindakannya dimata hukum
- Berkomitmen dalam memperjuangkan hak-hak kelompok yang diwakilinya atas kerugian yang disebabkan pihak tergugat
- Mendahulukan kepentingan kelompok diatas kepentingan pribadi; dan
- Bersedia dan sanggup menanggung biaya-biaya yang diperlukan selama proses pengajuan gugatan dan peradilan.
Setelah semua persyaratan dokumen dilengkapi pihak yang mewakili dapat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri seuai wilayah hukumnya. Apabila gugatan telah dinyatakan sah oleh Hakim, maka perwakilan berkewajiban memberikan pemberitahuan kepada kelompok yang diwakilinya.
Pemberitahuan tersebut dapat dilayangkan melalui media cetak dan atau elektronik, surat yang ditujukan untuk kantor pemerintahan seperti kecamatan, kelurahan, atau desa, serta kantor Pengadilan. Dan dalam pemberitahuan tersebut setidaknya harus dicantumkan onformasi detail seputar kasus, definisi kelompok, ganti rugi, penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok untuk keluar dari keanggotaannya, serta siapa saja yang layak menjadi penyedia informasi tambahan.