Segala hal yang terindikasi sebagai bukti, menjadi alat bukti. Mulai dari cap jempol maupun yang bentuknya elektronik. Lantas bagaimana perkembangan alat bukti dalam hukum acara perdata yang ada saat ini mengenai Bukti dalam Hukum Acara Perdata?
Ketahuilah bahwa hukum acara perdata yang ada saat ini tidak lepas dari rancangan Wichers. Wichers menyusunnya bahkan hanya dalam waktu delapan bulan saja.
Susunan Rancangan Wichers
Yah, Meester Hendrik Ludolf Wichers kala itu memang tidak menyia-nyiakan kesempatan yang di berikan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Kala itu di jabat Jan Jacob Rochussen. Karena kegigihannya, hingga hanya dalam waktu delapan bulan saja, tugas untuk menyusun rancangan peraturan tentang administrasi.
Termasuk tentang acara perdata maupun acara pidana, hingga penyidik kepolisian untuk penduduk Indonesia.Kehadiran rancangan itu berharap ikut memperbaiki hukum acara peradilan yang sudah ada sebelumnya yang menganggap terlalu ringkas.
Pada perkembangannya kala itu, Wichers akhirnya sudah selesai membuat rancangan tersebut lalu menyerahkannya pada ahli hukum Belanda untuk kemudian menadapatkan koreksi. Wichers akhirnya menerima berbagai masukan, termasuk mengakomodasi terutama tentang penggabungan, termasuk penjaminanhingga intervensi dan rekues.
Karena melihat banyaknya masukan, Wichers yang memang sudah berpengalaman hanya memilih memasukkan ketentuan yang mungkin saja ada ketentuan lain tidak ada dalam rancangannya.
Singkatnya, setelah melewati banyak perubahan, akhirnya rumusan Wichers inilah yang akhirnya terkenal praktisi sebagai Het Herziene Indonesisch Reglement atau HIR atau dalam bahasa Indonesia artinya reglemen Indonesia yang terbaru.
ASAL MUASAL HUKUM ACARA PERDATA
Di atas telah menjelaskan secara singkat asal muasal hukum acara perdata di Indonesia mulai ada sampai saat ini. Usai HIR, 174 tahun kemudian pemerintah Indonesia maupun DPR mulai meancang hukum acara perdata melalui Rancangan Undang-undang Hukum acara perdata yang berdasar daftar isian masalah atau DIM. Ini merupakan ide untuk memperbaiki HIR untuk selanjutnya menyusun hukum acara perdata yang memang sudah lama di gaungkan. Terlebih, sudah ada landasan melalui undang-undang nomor 8 tahun 1981.
Namun pada perkembangannya, hukum acara perdata justru terlihat jalan di tempat saja dan berkembang atas dasar praktik peradilan maupun kebijakan buatan MA melalui PERMA maupun SEMA. Selain itu, berkembang berdasarkan hasil putusan hakim.
PENYUSUNAN RUU HUKUM ACARA PERDATA
Dalam sebuah rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR bersama Yasonn H.Laoly sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, kembali mengingatkan kan pentingnya penyusuan rancangan undang-undang Hukum Perdata.
Yasonna mengatakan, penyusunan ini memang tidak mulai dari nol sebab sudah ada dasarnya, sehingga hanya perlu penambahan beberapa bagian demi memudahkan pengiriman dokumen-dokumen atas upaya hukum. Baik yang akan dikirim ke pengadilan maupun dari pengadilan lalu ke pihak-pihak yang sedang berperkara.
Penyusunan ini semakin memudahkan penyusunan karena dukungan teknologi dan informasi yang semakin berkembang. Dengan teknologi juga mempersingkat waktu, memudahkan akses informasi, serta data pemanggilan pihak yang berperkara secara otomatis akan tersimpan pada system informasi yang menggunakan teknologi canggih.
Dengan kemudahan ini juga memudahkan para pihak yang berperkara melihat infrmasi pemanggilannya. Yasonna juga mengatakan, hal yang tidak kalah pentimg adalah dengan adanya perkembangan alat bukti dalam hukum acara perdata juga tidak lepas dari teknologi yang ada saat ini.
Tidak hanya itu, perluasan alat bukti yang sudah ada pada undang-undang ITE atau undang-undang informasi dan transaksi elektronik juga berdampak baik seiring dengan perkembangan teknologi.
Pasalnya, kata Yasonna, UU ITE juga sudah mengatur keberadaan informasi elektronik ataupun dokumen elektronik dan bisa menjadikan sebagai alat bukti yang sah.
Dari penjelasan ini mengetahui bahwa meski jenis-jenis alat bukti yang ada dalam hukum acara perdata tidak memiliki banyak perubahan, tetapi penafsirannya maupun pengakuannya atas berbagai jenis bukti sudah mengalami perkembangan dalam praktik pengadilan yang ada saat ini.
JENIS-JENIS ALAT BUKTI
Perkembangan alat bukti dalam hukum acara perdata memang terus mengalami perluasan terlihat dari jenis alat bukti yang ada. Namun, ada beberapa pertanyaan mendasar yang bisa muncul terkait pembuktian ini. Misalnya apakah jenis-jenis alat bukti yanga ada dalam HIR juga ikut mengalami perubahan?
Dalam pasal 164 HIR menyebutkan ada lima jenis alat bukti yang ada dalam hukum acara perdata antara lain:
- Bukti surat
- Bukti saksi
- Persangkaan
- Pengakuan
- Sumpah
Sementara itu, di luar pasal 164 HIR ada juga yang terkenal dengan pemeriksaan setempat (descente). Biasanya demi memperoleh kepastian hukum atas objek sengketa juga Keterangan ahli.
Mengenai bukti yang bisa memperkuat suatu gugat tentu tergantung pada masing-masing penggugat atau bisa juga sebaliknya, tergugat juga memiliki wewenang mengajukan bukti-bukti demi memperkuat dalil bantahannya.
Ketahuilah bahwa sudah menjadi yurisprudensi MA yang menyebutkan bahwa siapapun yang mengajukan dalil, maka kewajiban pemohon untuk membuktikan dalilnya, tujuannya tentu menggugurkan dalill dari pihak lawan atau tergugat.
Lantas bagaimana dengan jenis-jenis alat bukti yang ada dalam RUU hukum acara perdata? Sebagaimana terkutip dari hukum online, sejumlah bukti dalam acara pedata sudah mengalami penambahan. Seperti yang ada dalam pasal 103 rancangan undang-undang yang menyebutkan jenis-jenis alat bukti yang di pakai dalam persidangan perdata antara lain:
- Surat
- Kesaksian
- Persangkaan
- Pengakuan
- Sumpah
- Pemeriksaan Setempat
- Keterangan Ahli
- Alat bukti lain yang sudah ditentukan undang-undang
Sementara dalam pasal 103 ini juga menjelaskan bahwa mengenai penilaian suatu pembuktian akan dinilai sendiri hakim, kecuali sudah ada undang-undang lain yang mennetukan.
PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA
Seperti apa penerapan hukum acara perdata saat ini? Saat ini sudha digunakan seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa pemeriksaan setempat maupun alat bukti dari Keterangan ahli sejauh ini sudah banyak diterapkan dalam memutus sidang perkara perdata di pengadilan. Bahkan dalam beberapa perkara perdata lingkungan hidup, kehadiran Keterangan ahli memang sangat berguna.
Sementara alat bukti lainnya yang ditentukan UU sebenarnya memang mengakomodasi alat-alat bukti terutama sifatnya yang elektronik yang lahir dalam beberapa peraturan perundang-undangan.
Contohnya seperti yang sudah diatur dalam undang-undang nomr 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan, dimana di dalam dokumen perusahaan tersebut tersimpan microfilm atau tersimpan secara elektronik.
Undang-undang nomor 11tahun 2008
Dalam undang-undang yang berbeda yakni undang-undang nomor 11tahun 2008, pasal 5, mengenai infromasi dan transaksi dan elektronik seperti yang diubah ke dalam undang-undnag nomor 19 tahun 2016. Disebutkan bahwa informasi elektronik ataupun dokumen yang sifatnya elektronik atau hasil cetakannya merupakan bentuk perluasan alat bukti tentu berdasarkan hukum acara yang ada di Indonesia.
Suatu informasi yang sifatnya elektronik atau dokumen yang sifatnya eletronik baru dikatakan sah. Jika menggunakan system informasi elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ITE.
Sementara itu, dokumen yang berbentuk elektronik tidak berlaku jika surat yang ada dalam undang-undang disebutkan dalam bentuk tertulis. Selain itu, surat dan dokumen yang menyertainya dibauta dalam bentuk akta notaris atau surat tersebut dibuat pejabat pembuat akta yang sudah ditunjuk.
CONTOH KASUS PERKEMBANGAN ALAT BUKTI
Jika ingin melihat contoh kasus menggunakan alat bukti yang sifatnya konvensional maupun menggunakan perluasan alat bukti sudah banyak dalam berbagai perkara di pengadilan.
Salah satu penggunaan bukti yang konvensional adalah penggunaan cap jempol yang di bubuhkan ke dalam dokumen surat oleh mereka yang berperkara ataupun yang di bubuhkan para saksi.
Alat bukti cap jempol di pedesaan ternyata masih sering ada, meski ada juga yang sudah terganti dengan tanda tangan. Melihat penggunaan cap jempol, ketika melihat dari persfektif hukum ternyata memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat sebab tidak lain cap jempol adalah sidik jari seseorang.
Mengenal Bukti Hukum Acara Perdata
Perkembangan alat bukti dalam hukum acara perdata juga dapat terlihat pada pengakuan pengadilan yang menggunakan salinan atau copyan dokumen sebagai alat bukti. Hanya saja salinan tersebut harus menyertai penguat yakni dokumen aslinya.
Mengapa dokumen asli harus ada? Sebab secara hukum jika tidak ada dengan dokumen aslinya ataupun tidak di kuatkan dengan Keterangan saksi maupun alat bukti lainnya, maka salinan tersebut tidak bisa masuk sebagai alat bukti yang sah menurut hukum.
LANDASAN HUKUM ALAT BUKTI ELEKTRONIK
Seiring dengan perkembangan alat bukti dalam acara perdata, memang ada pergeseran paradigm. Dari paper based menjadi electronic based. Di mana menggunakan alat bukti elektronik tidak lagi terbatas pada pasal 164 HIR tetapi sudah mengalami perkembangan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Alat bukti berupa transkripsi dari sarana elektronik, bahkan sudah lama mendapat pengakuan dari hakim dalam proses pembuktian sebuah perkara. Sebagai contoh email sebagai alat bukti dalam kasus pemeriksaan dugaan karetl oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Sebagaimana landasan hukum tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ada pada pasal 42 undang-undang nomor 5 tahun 1999 menyebutkan bahwa alat bukti yang terpakai dalam pemeriksaan KPPU antara lain adalah Keterangan saksi, selain itu surat atau dokumen, petunjuk mapun Keterangan pelaku usaha yang ternilai terlibat di dalamnya.
Sementara itu landasan hukum alat bukti elektronik dalam menangani sebuah perkara datang langsung dari Mahkamah Agung yakni tertuang dalam SEMA nomor 14 tahun 2010 mengenai dokumen elektronik sebagai kelengkapan permohonan kasasi serta peninjauan kembali.