Peradilan Agama di Simpang Jalan Syariat dan Hukum Positif

Akhmad Fauzi

Updated on:

Peradilan Agama di Simpang Jalan Syariat dan Hukum Positif
Direktur Utama Jangkar Goups

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, secara konsisten mengakui dan mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan, khususnya ajaran Islam, ke dalam sistem hukum nasional. Institusi yang menjadi manifestasi utama pengakuan ini adalah Peradilan Agama (PA), salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri di bawah naungan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Kedudukan dan Definisi Peradilan Agama

Secara konstitusional, kedudukan Peradilan Agama sangat kuat. Ia merupakan salah satu dari empat lingkungan peradilan di Indonesia, sejajar dengan Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 Ayat (2)).

Peradilan Agama di definisikan sebagai lembaga peradilan negara yang berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam yang mencari keadilan. Keberadaannya menjamin bahwa hak-hak sipil umat Islam dapat di selesaikan berdasarkan syariat Islam, namun tetap berada dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Latar Belakang Historis Singkat Peradilan Agama

Keberadaan peradilan yang berlandaskan hukum Islam bukanlah fenomena baru, melainkan akar sejarah yang mendalam di Nusantara. Sejak masuknya Islam, institusi peradilan agama telah menjadi bagian dari tata kelola kerajaan-kerajaan Islam, yang kemudian di pertahankan, meskipun dengan kewenangan yang terbatas, pada masa kolonial.

Titik balik penguatan terjadi setelah kemerdekaan. Dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang di sempurnakan melalui perubahan terakhirnya pada Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, kedudukan PA semakin di perjelas. Lembaga ini bertransformasi dari ‘pengadilan kuasi’ menjadi pengadilan yang sesungguhnya (memiliki jurusita dan kewenangan eksekusi), menegaskan perannya sebagai penegak hukum Islam yang sah dan berdaulat.

Luasnya Kewenangan yang Sering Terabaikan

Meskipun dalam persepsi masyarakat awam Peradilan Agama sering kali di identikkan hanya sebagai “pengadilan perceraian,” cakupan kewenangan PA jauh lebih luas dan fundamental bagi kehidupan umat Islam. Selain menangani semua perkara yang berkaitan dengan Perkawinan, PA juga berwenang menyelesaikan sengketa di bidang:

  1. Waris, Wasiat, dan Hibah
  2. Wakaf, Zakat, Infak, dan Sedekah (Shadaqah)
  3. Ekonomi Syariah

Perkembangan kewenangan ini menunjukkan bahwa Peradilan Agama tidak hanya menjaga kemaslahatan di ranah hukum keluarga (personalitas keislaman) tetapi juga ikut menopang sektor perekonomian syariah yang kini menjadi perhatian nasional.

Artikel ini selanjutnya akan mengulas secara mendalam mengenai kewenangan, tantangan kontemporer, dan upaya modernisasi yang di lakukan Peradilan Agama dalam menjalankan tugasnya sebagai pilar penting sistem hukum di Indonesia.

Dasar Hukum dan Kewenangan Peradilan Agama

Kewenangan Peradilan Agama (PA) di Indonesia di tegaskan secara rinci dan di lindungi oleh landasan hukum yang kuat, memastikan bahwa setiap putusan memiliki kekuatan mengikat dan daya eksekutorial yang setara dengan lembaga peradilan lainnya.

Landasan Hukum Utama

Dasar hukum utama yang menjadi payung bagi keberadaan dan tugas Peradilan Agama adalah:

  1. Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
  2. UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989.
  3. UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989.

Ketiga regulasi ini secara kolektif memperkuat kedudukan PA dari yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag) menjadi bagian integral dari sistem kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung (MA) (prinsip satu atap). Hal ini menjamin independensi kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsi peradilan.

Kompetensi Absolut (Kewenangan Mutlak)

  • Kewenangan Peradilan Agama bersifat spesifik dan personal, yaitu hanya berlaku untuk sengketa perdata antara orang-orang yang beragama Islam.
  • Berdasarkan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006, PA bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama dalam delapan bidang utama (sering di singkat dengan akronim Ka-Wa-Wa-Hi-Wa-Zi-S-Eksyar):
No. Bidang Perkara Deskripsi Singkat
1. Perkawinan Perceraian (Gugat Cerai dan Cerai Talak), Pencegahan Perkawinan, Pembatalan Perkawinan, Pengesahan Perkawinan (Isbat Nikah), Hak Asuh Anak (Hadhanah), Nafkah, Harta Bersama.
2. Waris Penentuan ahli waris, penentuan harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan pembagian warisan.
3. Wasiat Permasalahan yang timbul dari pemberian harta setelah meninggal dunia yang tunduk pada hukum Islam.
4. Hibah Permasalahan yang timbul dari pemberian harta secara cuma-cuma yang tunduk pada hukum Islam.
5. Wakaf Sengketa mengenai harta benda wakaf, nazhir, dan perwakafan.
6. Zakat Sengketa yang berkaitan dengan pengelolaan dan pendistribusian dana zakat.
7. Infak/Sedekah (Shadaqah) Sengketa yang berkaitan dengan pengelolaan dan pendistribusian dana infak/sedekah.
8. Ekonomi Syariah Sengketa yang timbul dalam bidang perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya. (Kewenangan ini merupakan penambahan signifikan di era reformasi hukum).

 

Tugas Tambahan (Kewenangan Lain)

Selain kewenangan inti di atas, Peradilan Agama juga memiliki tugas tambahan yang bersifat informatif dan pelayanan publik, antara lain:

  • Pemberian Nasehat Hukum: PA dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat mengenai hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila di minta (Pasal 52 UU No. 7 Tahun 1989).
  • Hisab Rukyat: PA berwenang memberikan Itsbat Kesaksian Rukyatul Hilal (penetapan kesaksian melihat hilal) dan penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah (Pasal 52A UU No. 3 Tahun 2006).

Secara keseluruhan, kewenangan yang di miliki Peradilan Agama menunjukkan peran ganda lembaga ini: sebagai penegak keadilan berdasarkan hukum Islam dan sebagai pilar dalam menjaga tatanan sosial keagamaan di masyarakat.

Organisasi dan Hukum Acara Peradilan Agama

Efektivitas Peradilan Agama (PA) dalam menegakkan hukum Islam di Indonesia di dukung oleh struktur organisasi yang jelas dan hukum acara yang terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

Struktur Organisasi dan Jenjang Peradilan

Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan di bawah kekuasaan tertinggi Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (Prinsip Satu Atap). Jenjang peradilannya terstruktur secara hirarkis, meliputi:

Pengadilan Agama (PA):

  • Berfungsi sebagai pengadilan tingkat pertama.
  • Berlokasi di setiap Ibu Kota Kabupaten/Kota dan menjadi garda terdepan pelayanan hukum bagi umat Islam.

Pengadilan Tinggi Agama (PTA):

  1. Berfungsi sebagai pengadilan tingkat banding.
  2. Berlokasi di setiap Ibu Kota Provinsi, bertugas memeriksa ulang putusan PA yang di ajukan banding.
  3. PTA juga memiliki fungsi pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat PA.

Mahkamah Agung (MA):

  • Berfungsi sebagai pengadilan tingkat Kasasi dan berwenang memutuskan Peninjauan Kembali (PK).
  • MA merupakan puncak dari seluruh peradilan, termasuk Peradilan Agama, dan menjadi lembaga yang menjaga konsistensi penerapan hukum.
Aparat Peradilan

Aparat inti yang menjalankan fungsi yudisial di lingkungan Peradilan Agama meliputi:

  1. Hakim: Pejabat fungsional yang berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara. Mereka di wajibkan beragama Islam dan memiliki kompetensi spesifik di bidang hukum Islam.
  2. Panitera: Bertugas di bidang administrasi perkara dan mendampingi hakim dalam persidangan.
  3. Jurusita: Pejabat yang melaksanakan pemanggilan pihak, pemberitahuan putusan, serta melaksanakan eksekusi putusan pengadilan.

Hukum Acara (Prosedur Berperkara)

Hukum acara adalah aturan yang mengatur bagaimana suatu perkara di periksa dan di putus di pengadilan.

Prinsip Umum Hukum Acara

Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum (HIR/RBG), dengan beberapa pengecualian atau penyesuaian yang di atur secara khusus dalam UU Peradilan Agama.

  1. Asas Personalitas Keislaman: Pihak yang berperkara di PA wajib beragama Islam.
  2. Persidangan Terbuka untuk Umum: Kecuali untuk perkara-perkara tertentu seperti perceraian, persidangan wajib terbuka agar asas transparansi dan akuntabilitas terpenuhi.
  3. Prosedur Khusus Perceraian: Prosedur cerai talak (suami mengajukan permohonan) dan cerai gugat (istri mengajukan gugatan) memiliki tata cara yang sangat rinci, termasuk kewajiban mediasi.

Modernisasi dan Peradilan Elektronik (E-Court)

Dalam rangka mewujudkan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan, Peradilan Agama telah mengadopsi teknologi informasi secara masif (berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik).

  1. Pendaftaran Perkara (E-Filing): Pihak dapat mendaftarkan gugatan atau permohonan secara daring.
  2. Pembayaran (E-Payment): Pembayaran biaya perkara di lakukan melalui sistem elektronik.
  3. Pemanggilan (E-Summons): Pemanggilan dan pemberitahuan putusan dapat di sampaikan secara elektronik.
  4. Persidangan (E-Litigation): Persidangan dapat di lakukan secara elektronik tanpa kehadiran fisik para pihak di ruang sidang, meningkatkan efisiensi waktu dan biaya, terutama bagi pihak yang tinggal jauh.

Modernisasi ini menegaskan komitmen Peradilan Agama untuk menjadi lembaga yudikatif yang modern, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat pencari keadilan.

Peran dan Tantangan Kontemporer Peradilan Agama

Dalam menghadapi dinamika sosial, ekonomi, dan teknologi di Indonesia, Peradilan Agama (PA) memiliki peran yang semakin krusial, sekaligus di hadapkan pada sejumlah tantangan modern yang menuntut inovasi berkelanjutan.

Peran Kontemporer dan Strategis

PA telah melampaui peran tradisionalnya dan kini menjadi penentu dalam beberapa isu krusial:

Penjaga Pilar Hukum Keluarga dan Perlindungan Anak

PA menjadi benteng terakhir dalam menentukan status hukum keluarga Islam. Kasus-kasus perceraian, sengketa hak asuh anak (hadhanah), penetapan ahli waris, hingga pengesahan pernikahan (Isbat Nikah) yang tidak tercatat, merupakan langkah PA dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak-hak perempuan dan anak pasca-perceraian atau di luar administrasi negara.

Gatekeeper Pencegahan Perkawinan Anak (Dispensasi Kawin)

Pasca perubahan batas usia perkawinan menjadi 19 tahun (melalui UU No. 16 Tahun 2019), PA memegang peran gatekeeper melalui kewenangan Dispensasi Kawin. Hakim PA kini harus ekstra hati-hati dalam mengabulkan permohonan pernikahan di bawah umur. Proses ini melibatkan pertimbangan yang kompleks, seringkali mempertimbangkan faktor mendesak (darurat) seperti kehamilan di luar nikah, sambil tetap menjunjung tinggi prinsip The Best Interest of The Child (Kepentingan Terbaik bagi Anak) dan mencegah eksploitasi.

Resolusi Sengketa Ekonomi Syariah

Masuknya Ekonomi Syariah sebagai kompetensi absolut PA (sejak UU No. 3 Tahun 2006) menempatkan PA sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang vital dalam pertumbuhan sektor keuangan syariah nasional (Bank Syariah, Asuransi Syariah, dll.). Peran ini menuntut hakim untuk memiliki keahlian ganda, yaitu menguasai hukum acara perdata sekaligus prinsip-prinsip Fikih Muamalah (hukum transaksi Islam) secara mendalam.

Tantangan di Era Modern

Meskipun perannya strategis, PA menghadapi beberapa tantangan signifikan:

Jenis Tantangan Deskripsi dan Dampak
1. Kesenjangan Kompetensi Perluasan kewenangan pada bidang Ekonomi Syariah dan kompleksitas kasus perlindungan anak menuntut peningkatan kompetensi hakim dan aparat PA secara konsisten di luar isu hukum keluarga tradisional.
2. Tuntutan Modernisasi Layanan Implementasi penuh Peradilan Elektronik (E-Court dan E-Litigation) memerlukan infrastruktur teknologi yang merata dan sumber daya manusia yang cakap di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah terpencil.
3. Akses Keadilan bagi Kelompok Rentan PA di tuntut untuk proaktif menyediakan layanan bagi masyarakat miskin dan rentan, seperti program Sidang Keliling (untuk masyarakat di daerah terluar) dan Perkara Prodeo (bantuan hukum gratis), agar asas “berbiaya ringan” benar-benar terwujud.
4. Citra Institusi dan Sosialisasi Anggapan publik bahwa PA hanya mengurus “perceraian” masih menjadi tantangan. Di perlukan sosialisasi massif mengenai luasnya kewenangan PA (terutama Waris dan Ekonomi Syariah) untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

Dengan upaya modernisasi administrasi melalui e-court dan fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peradilan Agama tengah berupaya keras menjawab tantangan kontemporer dan bertransformasi menuju sistem peradilan yang modern, transparan, dan berkelas dunia, sesuai dengan visi Mahkamah Agung.

Konsultan Peradilan Agama Jangkargroups

Jangkargroups adalah entitas bisnis swasta yang menawarkan layanan konsultasi. Bukan bagian dari struktur resmi Peradilan Agama (PA) yang merupakan lembaga yudikatif negara.
Meskipun Peradilan Agama (PA) adalah lembaga negara yang menyediakan layanan secara langsung kepada publik (termasuk bantuan hukum gratis melalui Posbakum dan proses E-Court). Di tengah kompleksitas hukum dan birokrasi. Muncul kebutuhan masyarakat akan layanan Konsultan Hukum Swasta atau Jasa Kepengurusan Dokumen. Jangkargroups adalah salah satu contoh entitas yang bergerak dalam bidang layanan konsultasi dan kepengurusan dokumen. Termasuk yang berkaitan dengan produk Peradilan Agama.

Fokus Layanan Jangkargroups yang Berkaitan dengan PA

Berdasarkan informasi yang tersedia secara publik, Jangkargroups beroperasi sebagai layanan biro jasa dan konsultasi. Peran mereka yang dapat bersinggungan dengan Peradilan Agama meliputi:

  1. Konsultasi Awal Perkara: Memberikan panduan dan informasi awal kepada masyarakat yang akan mengajukan permohonan atau gugatan (misalnya, mengenai syarat perceraian, pembagian waris, atau Isbat Nikah).
  2. Kepengurusan Dokumen: Membantu klien dalam mengurus berbagai dokumen yang di keluarkan oleh PA, seperti Akta Cerai, Penetapan Waris, atau pengurusan legalisasi dokumen pengadilan.
  3. Layanan Non-Litigasi: Memfasilitasi proses non-persidangan yang memerlukan validasi atau pencatatan di PA.

Posisi Jangkargroups

Dalam konteks penulisan artikel ilmiah atau jurnalistik mengenai Peradilan Agama, penyebutan entitas swasta seperti Jangkargroups dapat berfungsi sebagai:

  • Ilustrasi Kebutuhan Masyarakat: Menunjukkan adanya permintaan tinggi dari masyarakat akan kemudahan dan kecepatan dalam mengakses produk hukum PA, yang kemudian di jawab oleh sektor swasta.
  • Pembeda Institusi Resmi: Penting untuk menegaskan bahwa layanan ini adalah layanan swasta dan bukan bagian dari layanan resmi dan wajib yang di berikan oleh Pengadilan Agama (seperti E-Court atau PTSP).

PT. Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat