Undang-Undang Kepabeanan No 17 Tahun 2006: Materi PPJK

Akhmad Fauzi

Updated on:

Materi PPJK UU Kepabeanan
Direktur Utama Jangkar Goups

DAFTAR ISI

Kepabeanan Adalah

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Instansi yang bertanggung jawab atas kepabeanan adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

 

Fungsi Bea Cukai :

Bea: Pungutan yang dikenakan atas barang yang masuk (bea masuk) atau keluar (bea keluar) dari wilayah pabean.
Cukai: Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang cukai, seperti minuman beralkohol, hasil tembakau, dan etil alkohol.

Baca juga: Sistematika Undang-Undang Kepabeanan

 

Bea Cukai di Indonesia, yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), memiliki fungsi yang luas dan penting dalam perekonomian negara. Fungsi-fungsi tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

Fungsi Bea cukai

Revenue Collector (Pengumpul Penerimaan Negara)

Memungut Bea Masuk dan Bea Keluar: Bea Cukai bertugas memungut bea masuk atas barang impor dan bea keluar atas barang ekspor. Penerimaan ini merupakan sumber pendapatan negara yang signifikan. Penerimaan bea masuk/impor, bea keluar/ekspor, Pajak dalam rangka impor : Pajak Pertambahan Nilai Impor, Pajak Penghasilan Hasil Impor, Pajak Pertambahan Nilai BM).

Memungut Cukai: DJBC juga memungut cukai dari barang-barang tertentu seperti minuman beralkohol, hasil tembakau, dan etil alkohol.

 

Community Protector (Pelindung Masyarakat)

Mengawasi Peredaran Barang Tertentu: Bea Cukai mengawasi peredaran barang-barang yang dibatasi atau dilarang seperti narkotika, senjata api, dan barang berbahaya lainnya untuk melindungi masyarakat.
Mencegah Masuknya Barang Ilegal: Melakukan pencegahan terhadap penyelundupan barang-barang ilegal yang dapat merugikan kesehatan, keamanan, dan perekonomian masyarakat.

 

Trade Facilitator (Fasilitator Perdagangan)

Memudahkan Perdagangan Internasional: Bea Cukai memberikan pelayanan dan kemudahan kepada pelaku usaha dalam melakukan kegiatan ekspor dan impor agar arus barang lancar.
Mendorong Ekspor: Memberikan insentif dan fasilitas kepabeanan untuk mendorong ekspor dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

 

Industrial Assistance (Pendukung Industri Dalam Negeri)

Melindungi Industri Dalam Negeri: Bea Cukai menerapkan kebijakan tarif dan non-tarif untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat dengan produk impor.
Mendorong Pertumbuhan Industri: Memberikan fasilitas dan kemudahan bagi industri dalam negeri dalam hal impor bahan baku dan mesin.
Fungsi-fungsi ini saling berkaitan dan bertujuan untuk menciptakan iklim perdagangan yang adil, melindungi masyarakat, serta meningkatkan perekonomian nasional.

 

Fasilitas kepabeanan adalah

Fasilitas kepabeanan adalah kemudahan, keringanan, atau pembebasan yang diberikan oleh Bea Cukai kepada pelaku kegiatan ekspor dan impor, serta pihak-pihak tertentu lainnya, dalam rangka:

  1. Mendorong perekonomian nasional.
  2. Mendorong ekspor.
  3. Menarik investasi.
  4. Meningkatkan produksi dalam negeri.
  5. Memperlancar arus barang.

 

Jenis-jenis Fasilitas Kepabeanan:

Secara umum, fasilitas kepabeanan dapat dibagi menjadi dua jenis utama:

Fasilitas Fiskal:

Definisi: Fasilitas yang berupa keringanan atau pembebasan dari pungutan negara di bidang kepabeanan dan cukai. Contoh:

  1. Pembebasan Bea Masuk: Tidak dipungut bea masuk atas impor barang tertentu.
  2. Penangguhan Bea Masuk: Pembayaran bea masuk dapat ditangguhkan sampai waktu tertentu.
  3. Restitusi Bea Masuk: Pengembalian bea masuk yang telah dibayar.
  4. Keringanan Cukai: Pengurangan atau pembebasan cukai atas barang tertentu.

Fasilitas Prosedural:

Definisi: Fasilitas yang berupa penyederhanaan prosedur kepabeanan atau kemudahan administrasi. Contoh:

  1. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE): Fasilitas untuk impor barang yang akan diolah, dirakit, atau dipasang untuk kemudian diekspor kembali.
  2. Gudang Berikat: Tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dengan kemudahan tertentu.
  3. Kawasan Berikat: Tempat penimbunan berikat untuk mengolah barang impor yang hasilnya diutamakan untuk diekspor.
  4. Transit: Kemudahan untuk mengangkut barang yang melintasi wilayah Indonesia dengan tujuan negara lain.

 

Manfaat Fasilitas Kepabeanan:

  1. Mengurangi Biaya: Fasilitas fiskal dapat mengurangi biaya impor, sehingga meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
  2. Meningkatkan Efisiensi: Fasilitas prosedural dapat mempercepat dan mempermudah proses kepabeanan, sehingga meningkatkan efisiensi logistik.
  3. Mendorong Investasi: Fasilitas kepabeanan dapat menarik investasi asing dan domestik, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
  4. Meningkatkan Ekspor: Fasilitas kepabeanan dapat mendorong ekspor produk Indonesia ke pasar global.

 

Contoh Penerapan Fasilitas Kepabeanan:

  1. Industri Otomotif: Fasilitas KITE banyak dimanfaatkan oleh industri otomotif untuk mengimpor komponen kendaraan yang kemudian dirakit di Indonesia dan diekspor.
  2. Industri Tekstil: Gudang Berikat banyak digunakan oleh industri tekstil untuk menimbun bahan baku impor.
  3. Industri Elektronik: Kawasan Berikat banyak dimanfaatkan oleh industri elektronik untuk memproduksi barang elektronik yang diekspor.

Fasilitas kepabeanan merupakan instrumen penting dalam mendukung perkembangan ekonomi dan perdagangan internasional Indonesia. Dengan memanfaatkan fasilitas kepabeanan secara optimal, pelaku usaha dapat meningkatkan daya saing dan memperluas pasar ekspor.

 

Prinsip dasar pengenaan bea masuk dan fasilitas pembebasan bea masuk.

Prinsip Dasar Bea Masuk:

  1. Semua Barang Terutang Bea Masuk: Pada dasarnya, setiap barang yang diimpor ke dalam wilayah pabean Indonesia terutang bea masuk. Bea masuk ini merupakan salah satu sumber penerimaan negara dan instrumen untuk mengatur perdagangan internasional.
  2. Hutang Bea Masuk: Ketika barang impor masuk ke wilayah pabean, importir memiliki hutang bea masuk kepada negara. Bea Cukai berwenang untuk menagih dan memastikan hutang tersebut dibayarkan.
  3. Pembayaran atau Pembebasan: Importir dapat memenuhi kewajiban bea masuk dengan dua cara:
  4. Membayar bea masuk: Sesuai dengan tarif yang berlaku untuk jenis barang yang diimpor.
  5. Mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk: Jika memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

 

Fasilitas Pembebasan Bea Masuk:

Pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti:

  1. Pendidikan: Misalnya, buku-buku pelajaran, peralatan laboratorium untuk sekolah dan universitas.
  2. Pengembangan Industri: Misalnya, mesin-mesin produksi, bahan baku untuk industri prioritas.
  3. Sosial: Misalnya, obat-obatan dan alat kesehatan yang dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat.
  4. Ibadah: Misalnya, kitab suci, peralatan ibadah.

 

Contoh Kasus – Vaksin Covid-19:

  • Pembebasan Bea Masuk: Pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk untuk impor vaksin Covid-19. Hal ini dilakukan untuk mempercepat penanganan pandemi dan memudahkan akses masyarakat terhadap vaksin.
  • Pertimbangan: Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan kepentingan kesehatan masyarakat yang lebih besar dibandingkan penerimaan negara dari bea masuk.

 

Dasar Hukum Kepabeanan:

  • Undang-Undang Kepabeanan: UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan mengatur tentang pengenaan bea masuk dan fasilitas kepabeanan.
  • Peraturan Menteri Keuangan: Peraturan Menteri Keuangan mengatur lebih lanjut tentang tata laksana pemberian fasilitas pembebasan bea masuk.

 

Prinsip dasar kepabeanan adalah semua barang impor terutang bea masuk. Namun, pemerintah dapat memberikan fasilitas pembebasan bea masuk untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti pendidikan, pengembangan industri, sosial, dan ibadah. Pembebasan bea masuk untuk vaksin Covid-19 adalah contoh nyata bagaimana pemerintah menggunakan instrumen kepabeanan untuk kepentingan nasional.

 

Proteksi BEA Keluar adalah

Proteksi bea keluar adalah kebijakan pemerintah yang mengenakan bea keluar terhadap barang-barang ekspor tertentu. Tujuannya adalah untuk mendorong pengolahan di dalam negeri dan meningkatkan nilai tambah produk ekspor.

 

Bagaimana Proteksi Bea Keluar Bekerja?

  • Bea Keluar untuk Bahan Mentah: Pemerintah mengenakan bea keluar pada ekspor bahan mentah atau barang setengah jadi.
  • Bea Keluar Lebih Rendah atau Dihapuskan untuk Produk Olahan: Sementara itu, bea keluar untuk produk olahan dari bahan mentah tersebut lebih rendah atau bahkan dihapuskan.

 

Tujuan Proteksi Bea Keluar:

  1. Hilirisasi Industri: Mendorong pelaku usaha untuk mengolah bahan mentah menjadi produk jadi di dalam negeri, bukan hanya mengekspor bahan mentah.
  2. Peningkatan Nilai Tambah: Produk olahan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan bahan mentah, sehingga meningkatkan pendapatan ekspor dan perekonomian nasional.
  3. Penyerapan Tenaga Kerja: Industri pengolahan akan menyerap lebih banyak tenaga kerja dibandingkan industri ekstraktif atau penghasil bahan mentah.
  4. Alih Teknologi: Hilirisasi industri dapat mendorong alih teknologi dan peningkatan keterampilan tenaga kerja lokal.

 

Contoh Penerapan Proteksi Bea Keluar:

  • Biji Kakao: Pemerintah mengenakan bea keluar untuk ekspor biji kakao guna mendorong industri pengolahan coklat di dalam negeri. Produk olahan coklat (seperti cokelat batangan, bubuk coklat) dikenakan bea keluar yang lebih rendah atau bahkan bebas bea keluar.
  • Nikel: Pemerintah mengenakan bea keluar untuk bijih nikel mentah guna mendorong hilirisasi industri nikel di Indonesia, seperti pembuatan stainless steel dan baterai kendaraan listrik.
  • Rotan: Pemerintah pernah menerapkan bea keluar untuk rotan mentah guna mendorong industri mebel rotan di dalam negeri.

 

Manfaat Proteksi Bea Keluar:

  1. Pertumbuhan Ekonomi: Hilirisasi industri mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
  2. Peningkatan Daya Saing: Produk olahan memiliki daya saing yang lebih tinggi di pasar internasional.
  3. Peningkatan Pendapatan Negara: Meskipun bea keluar diterapkan, peningkatan ekspor produk olahan akan meningkatkan penerimaan negara dari pajak dan devisa.
  4. Pengendalian Ekspor Bahan Mentah: Memastikan ketersediaan bahan mentah untuk kebutuhan industri dalam negeri.

 

Catatan Penting:

  • Tarif Bea Keluar: Tarif bea keluar dapat berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah dan kondisi pasar.
  • Peraturan Menteri Keuangan: Bea keluar diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan dan Peraturan Menteri Keuangan yang relevan.

 

  • Proteksi bea keluar adalah instrumen penting dalam kebijakan perdagangan internasional Indonesia. Dengan menerapkan proteksi bea keluar secara tepat, pemerintah dapat mendorong hilirisasi industri, meningkatkan nilai tambah, dan memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar global.
  • Proteksi bea keluar merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah untuk mendorong hilirisasi industri dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Pengenaan bea keluar untuk biji kakao sementara coklat bebas bea keluar adalah contoh nyata penerapan strategi ini.

 

Apa perbedaan bea masuk untuk impor CBU dan CKD ? Apa yang dimaksud proteksi tambahan?

Penerapan strategi proteksi perdagangan yang bertujuan melindungi industri dalam negeri.

 

Proteksi Tambahan:

Keramik dan Besi: Pemerintah Indonesia dapat menerapkan proteksi tambahan pada produk impor seperti keramik dan besi untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan impor yang tidak sehat.

 

Bentuk proteksi tambahan ini bisa berupa:

  1. Bea Masuk Anti-dumping: Dikenakan jika produk impor dijual di Indonesia dengan harga lebih rendah dari harga di negara asalnya (dumping), sehingga merugikan industri dalam negeri.
  2. Bea Masuk Imbalan: Dikenakan sebagai tindakan balasan terhadap negara lain yang menerapkan hambatan perdagangan terhadap produk Indonesia.
  3. Bea Masuk Safeguard: Dikenakan untuk melindungi industri dalam negeri dari lonjakan impor yang mendadak dan merugikan.
  4. Kuota Impor: Pembatasan jumlah barang yang boleh diimpor dalam periode tertentu.
  5. Persyaratan Teknis: Menetapkan standar kualitas dan keamanan yang ketat untuk produk impor.

 

Impor CBU vs CKD:

  • CBU (Completely Built Up): Barang impor dalam bentuk jadi, siap pakai, tanpa perlu dirakit lagi. Contohnya, mobil CBU diimpor dalam keadaan utuh dari negara asal.
  • CKD (Completely Knocked Down): Barang impor dalam bentuk terurai (belum dirakit), biasanya disertai dengan petunjuk perakitan. Contohnya, mobil CKD diimpor dalam bentuk komponen-komponen terpisah yang kemudian dirakit di Indonesia.

 

Insentif Pemerintah terhadap CKD

Pemerintah memberikan insentif bea masuk yang lebih rendah untuk impor CKD dibandingkan CBU karena CKD memiliki beberapa keuntungan:

  1. Penyerapan Tenaga Kerja: Perakitan CKD di Indonesia membuka lapangan kerja di sektor industri.
  2. Alih Teknologi: Proses perakitan CKD dapat mendorong alih teknologi dari negara asal ke Indonesia.
  3. Nilai Tambah: Merakit CKD di Indonesia menciptakan nilai tambah bagi perekonomian nasional.

 

Contoh Kasus – Mobil:

Bea masuk untuk mobil CBU umumnya lebih tinggi (misalnya 50%) dibandingkan mobil CKD (misalnya 10%). Hal ini bertujuan untuk mendorong investasi di sektor otomotif di Indonesia, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja lokal.

 

Tujuan Proteksi:

  • Melindungi Industri Dalam Negeri: Proteksi perdagangan bertujuan untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan impor yang tidak sehat, memberikan kesempatan bagi industri lokal untuk berkembang dan bersaing.
  • Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Dengan melindungi industri dalam negeri, pemerintah berharap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan nasional.
    Kesimpulan:

Proteksi tambahan dan perbedaan tarif bea masuk untuk CBU dan CKD merupakan instrumen penting dalam kebijakan perdagangan internasional Indonesia. Penerapan instrumen ini harus dilakukan secara hati-hati dan berimbang, dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak terkait.

 

Daerah Pabean (DP)

Daerah Pabean (DP) adalah wilayah RI meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya termasuk tempat-tempat tertentu di ZEE dan Landasan Kontinental 12 mil laut yang di dalamnya berlaku UU Kepabeanan. Daerah Pabean adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Daerah Pabean

Darat:

Meliputi seluruh wilayah daratan Indonesia, termasuk pulau-pulau dan daerah perbatasan.

 

Perairan:

Meliputi seluruh perairan Indonesia, termasuk laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman.

 

Ruang Udara:

Meliputi seluruh ruang udara di atas wilayah darat dan perairan Indonesia.

 

ZEE dan Landas Kontinen:

Tempat-tempat tertentu di ZEE 200 mill (hanya ada di laut china selatan) dan landas kontinen 12 mill Indonesia juga termasuk dalam Daerah Pabean, meskipun secara geografis berada di luar batas wilayah teritorial. Contoh : OIL RIg Natuna masih dilandas kontinen maka pengeboran masih wilayah ZEE indonesia. Sesuai perjanjian UNCLOS

 

Mengapa ZEE dan Landas Kontinen dapat menjadi bagian dari DP?

Hal ini karena Indonesia memiliki hak berdaulat atas ZEE dan landas kontinen untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan memasukkannya ke dalam DP, Indonesia dapat:

  1. Mengawasi kegiatan ekonomi di ZEE dan landas kontinen.
  2. Mencegah penyelundupan dan kegiatan ilegal lainnya.
  3. Melindungi sumber daya alam Indonesia.

 

Pentingnya Daerah Pabean:

  1. Pengawasan arus barang: Pemerintah dapat mengawasi keluar masuknya barang di seluruh wilayah DP untuk mencegah penyelundupan, melindungi industri dalam negeri, dan memastikan keamanan.
  2. Pemungutan bea dan cukai: Bea masuk dan bea keluar, serta cukai, hanya dapat dipungut di wilayah DP.
  3. Penerapan hukum kepabeanan: Undang-Undang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya hanya berlaku di wilayah DP.

 

Contoh:

  • Kapal asing yang memasuki perairan Indonesia akan diperiksa oleh Bea Cukai karena perairan tersebut merupakan bagian dari Daerah Pabean.
  • Barang yang diimpor dari luar negeri akan dikenakan bea masuk ketika memasuki wilayah DP.
  • Pesawat yang terbang di atas wilayah Indonesia tunduk pada peraturan kepabeanan karena ruang udara tersebut termasuk dalam Daerah Pabean.

 

Kantor Pabean: adalah kantor dalam lingkungan DJBC tempat di penuhi

Struktur Bea Cukai:

Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dirancang untuk menjalankan fungsi dan tugasnya secara efektif dan efisien. Berikut gambaran umum struktur Bea Cukai:

 

Pimpinan

Direktur Jenderal: Bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan DJBC.

 

Eselon I

Di bawah Direktur Jenderal, terdapat beberapa unit eselon I yang membawahi bidang-bidang tertentu:

  1. Direktorat Teknis Kepabeanan: Bertanggung jawab atas penyusunan kebijakan dan pelaksanaan teknis di bidang kepabeanan, seperti tata laksana impor, ekspor, dan transit.
  2. Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai: Bertanggung jawab atas penyusunan kebijakan dan pelaksanaan teknis di bidang cukai, seperti pengawasan produksi dan peredaran barang kena cukai.
  3. Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis: Bertanggung jawab atas perencanaan strategis, pengelolaan penerimaan negara dari bea dan cukai, serta analisis dan evaluasi kinerja.
  4. Direktorat Kepatuhan Internal: Bertanggung jawab atas pengawasan internal, audit, dan manajemen risiko di lingkungan DJBC.
  5. Direktorat Penindakan dan Penyidikan: Bertanggung jawab atas penindakan dan penyidikan terhadap pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai.
  6. Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai: Bertanggung jawab atas pengelolaan sistem informasi, teknologi informasi, dan komunikasi di lingkungan DJBC.
  7. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN): Meskipun bukan bagian dari DJBC, DJKN berperan penting dalam pengelolaan aset negara yang disita atau dirampas dalam kasus kepabeanan dan cukai.

 

Eselon II

Setiap direktorat eselon I membawahi beberapa unit eselon II, seperti:

  1. Subdirektorat: Bertanggung jawab atas bidang-bidang yang lebih spesifik di bawah direktorat.
  2. Kantor Wilayah: Merupakan unit pelaksana teknis DJBC di tingkat provinsi.
  3. Kantor Pelayanan Utama: Merupakan unit pelaksana teknis DJBC di kota-kota besar yang memiliki kegiatan kepabeanan dan cukai yang tinggi.
  4. Kantor Pelayanan: Merupakan unit pelaksana teknis DJBC di kota-kota atau kabupaten.

 

Eselon III dan IV

Terdapat juga unit-unit eselon III dan IV di bawah kantor wilayah dan kantor pelayanan, seperti seksi, subseksi, dan kelompok jabatan fungsional.

 

Kanwil Bea Cukai dan Kantor Pelayanan

Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai dan Kantor Pelayanan adalah bagian penting dari struktur organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang bertugas melaksanakan fungsi kepabeanan dan cukai di daerah.

Tingkat Provinsi: Kanwil Bea Cukai merupakan unit eselon II yang membawahi kantor-kantor pelayanan di wilayah provinsi tertentu.

 

Tugas Utama Kanwil Bea Cukai:

  1. Melakukan pengawasan dan koordinasi terhadap kantor pelayanan di bawahnya.
  2. Menetapkan kebijakan dan strategi pelaksanaan tugas kepabeanan dan cukai di wilayah kerjanya.
  3. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas kantor pelayanan.
  4. Memberikan pelayanan dan bimbingan teknis kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang kepabeanan dan cukai.
  5. Melakukan evaluasi dan pelaporan kinerja kantor pelayanan di wilayah kerjanya.

 

Kantor Pelayanan Bea Cukai

Unit Pelaksana Teknis: Kantor Pelayanan adalah unit eselon II yang berada di bawah Kanwil dan bertugas melaksanakan fungsi kepabeanan dan cukai secara langsung di lapangan.

 

Jenis Kantor Pelayanan:

  • Kantor Pelayanan Utama (KPU): Biasanya terletak di kota-kota besar dengan kegiatan kepabeanan dan cukai yang tinggi. KPU memiliki fasilitas dan layanan yang lebih lengkap dibandingkan kantor pelayanan tipe lainnya.
  • Kantor Pelayanan Tipe A/B/C: Tersebar di berbagai kota/kabupaten dan memiliki cakupan wilayah kerja yang lebih kecil dibandingkan KPU. Tipe kantor pelayanan menunjukkan tingkat kompleksitas dan volume kegiatan kepabeanan dan cukai di wilayah tersebut.

 

Tugas Utama Kantor Pelayanan:

  • Pelayanan Kepabeanan dan Cukai: Melayani proses impor, ekspor, dan transit barang, serta pemungutan bea masuk, bea keluar, dan cukai.
  • Pengawasan: Melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang di wilayah kerjanya, mencegah penyelundupan, dan menindak pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai.
  • Penyuluhan: Memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan pelaku usaha mengenai peraturan kepabeanan dan cukai.
    Penelitian dan Penyidikan: Melakukan penelitian dan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran kepabeanan dan cukai.

 

Hubungan Kanwil dan Kantor Pelayanan:

Kanwil Bea Cukai memiliki peran pembinaan dan pengawasan terhadap kantor pelayanan di wilayahnya. Kantor pelayanan bertanggung jawab kepada Kanwil atas pelaksanaan tugas dan kinerjanya. Koordinasi yang baik antara Kanwil dan kantor pelayanan sangat penting untuk memastikan kelancaran dan efektivitas pelaksanaan fungsi kepabeanan dan cukai di daerah.

 

Kawasan Pabean Adalah

Kawasan Pabean: kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain (perbatasan daerah NKRI dengan Negara lain) yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Kegiatan ekspor dan impor di Indonesia memang hanya boleh dilakukan di kawasan pabean.

Kawasan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi:

  1. Daratan
  2. Perairan
  3. Ruang udara di atasnya,
  4. Tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen yang ditetapkan oleh pemerintah.

 

Contoh kawasan pabean:

  1. Pelabuhan laut (misalnya Tanjung Priok, Tanjung Perak)
  2. Bandar udara (misalnya Soekarno-Hatta, Juanda)
  3. Pos lintas batas (misalnya Entikong, Motaain)
  4. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
  5. Tempat Penimbunan Sementara (TPS)
  6. Gudang Berikat

 

Mengapa Ekspor Impor Harus di Kawasan Pabean?

Ada beberapa alasan mengapa kegiatan ekspor impor dibatasi di kawasan pabean:

  1. Pengawasan: Bea Cukai dapat mengawasi lalu lintas barang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia dengan lebih efektif.
  2. Pencegahan Penyelundupan: Meminimalisir risiko penyelundupan barang ilegal dan barang-barang terlarang.
  3. Pengamanan Penerimaan Negara: Memastikan penerimaan negara dari bea masuk, pajak impor, dan cukai terpenuhi dengan baik.
  4. Perlindungan Industri Dalam Negeri: Melindungi industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat dengan barang impor.
  5. Pemenuhan Standar: Memastikan barang yang diekspor atau diimpor memenuhi standar kualitas dan keamanan yang berlaku di Indonesia.

 

Ketentuan Hukum Kawasan Pabean:

Landasan hukum yang mengatur tentang kawasan pabean dan kegiatan ekspor impor di Indonesia adalah:

  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  • Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur lebih lanjut tentang tata laksana kepabeanan.

 

Dengan membatasi kegiatan ekspor impor di kawasan pabean, pemerintah dapat menjalankan fungsi pengawasan, pengamanan, dan perlindungan perdagangan internasional dengan lebih baik.

Kawasan Pabean

Batas-batas tertentu:

  1. Kawasan Pabean memiliki batas fisik yang jelas, seperti pagar, tembok, atau tanda batas lainnya, untuk memudahkan pengawasan.
  2. Pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain: Kawasan Pabean umumnya terletak di tempat-tempat yang menjadi pintu masuk dan keluar barang internasional, seperti pelabuhan laut dan bandar udara. Namun, dapat juga ditetapkan di tempat lain yang dianggap perlu, seperti terminal peti kemas, pos lintas batas, atau kawasan industri.
  3. Lalu lintas barang: Kawasan Pabean dirancang khusus untuk menangani kegiatan impor, ekspor, dan transit barang.
  4. Pengawasan DJBC: DJBC memiliki kewenangan penuh untuk mengawasi semua kegiatan yang terjadi di Kawasan Pabean, termasuk pemeriksaan barang, pemungutan bea dan cukai, serta pencegahan penyelundupan.

 

Tujuan Penetapan Kawasan Pabean:

  1. Memudahkan pengawasan: Dengan menetapkan batas-batas yang jelas, DJBC dapat mengawasi arus barang secara lebih efektif dan efisien.
  2. Mencegah penyelundupan: Pengawasan yang ketat di Kawasan Pabean membantu mencegah masuknya barang ilegal dan keluarnya barang-barang yang dilarang.
  3. Memperlancar arus barang: Proses kepabeanan di Kawasan Pabean dirancang untuk memperlancar arus barang impor dan ekspor, sehingga dapat mendukung kegiatan perdagangan internasional.
  4. Melindungi kepentingan nasional: Pengawasan di Kawasan Pabean membantu melindungi industri dalam negeri, menjaga keamanan, dan mencegah kerugian negara.

 

Contoh Kawasan Pabean:

  1. Terminal peti kemas di Tanjung Priok, Jakarta
  2. Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang
  3. Pos Lintas Batas Entikong, Kalimantan Barat
  4. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta

 

Perbedaan Kawasan Pabean dengan Daerah Pabean:

Penting untuk membedakan Kawasan Pabean dengan Daerah Pabean. Daerah Pabean adalah wilayah yang lebih luas, meliputi seluruh wilayah Indonesia, sedangkan Kawasan Pabean adalah lokasi spesifik di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk kegiatan kepabeanan.

 

POS Lintas Batas Kepabeanan.

Kantor Pabean/kantor pengawas (Kantor Pelayanan Pabean BC) setingkat esselon 3 : adalah kantor dalam lingkungan DJBC tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan UU Kepabeanan. Seperti perbatasan indonesia dengan malaysia (entikong), perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.

Penjelasan Lebih Lanjut:

  1. Kawasan Perbatasan: Wilayah negara yang berbatasan langsung dengan negara lain, baik di darat, laut, maupun udara.
  2. Kewajiban Kepabeanan: Prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku perjalanan dan barang yang melintasi batas negara, seperti:
    Pemberitahuan pabean (deklarasi)
  3. Pemeriksaan barang
  4. Pembayaran bea masuk dan pajak impor (jika ada)
  5. Pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan (Lartas)

 

Fungsi PLB Kepabeanan:

  1. Memudahkan Perdagangan dan Perjalanan Lintas Batas: PLB Kepabeanan memberikan pelayanan dan kemudahan bagi pelaku perjalanan dan perdagangan dalam memenuhi kewajiban kepabeanan.
  2. Mengawasi Arus Barang: Melakukan pengawasan terhadap barang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia melalui perbatasan.
  3. Mencegah Penyelundupan: Menindak kegiatan ilegal seperti penyelundupan barang, narkotika, dan barang terlarang lainnya.
  4. Memungut Bea Masuk dan Pajak: Memungut bea masuk, pajak impor, dan pungutan lainnya yang berlaku atas barang impor.
  5. Melindungi Industri Dalam Negeri: Menerapkan kebijakan Lartas untuk melindungi industri dalam negeri dan menjaga keamanan nasional.

 

Contoh PLB Kepabeanan di Indonesia:

  • PLB Entikong di Kalimantan Barat (perbatasan Indonesia-Malaysia)
  • PLB Motaain di Nusa Tenggara Timur (perbatasan Indonesia-Timor Leste)
  • PLB Skouw di Papua (perbatasan Indonesia-Papua Nugini)

 

Peran Bea Cukai di PLB Kepabeanan:

Petugas Bea Cukai di PLB Kepabeanan bertugas untuk:

  1. Melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik barang.
  2. Memeriksa kelengkapan dan kebenaran deklarasi pabean.
  3. Menentukan tarif bea masuk dan pajak impor.
  4. Mengawasi lalu lintas barang dan orang.
  5. Menindak pelanggaran kepabeanan.

 

PLB Kepabeanan seringkali terintegrasi dengan pos pemeriksaan imigrasi dan karantina, sehingga membentuk Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu.
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan infrastruktur dan pelayanan di PLB Kepabeanan untuk memperlancar arus barang dan orang di perbatasan.

 

Sarana pengangkut

Dalam konteks kepabeanan, sarana pengangkut adalah kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang dan/atau orang ke dalam, keluar, atau melalui wilayah pabean Indonesia. Sarana pengangkut ini meliputi berbagai jenis kendaraan, baik yang melalui jalur laut, udara, maupun darat.

 

Sarana Pengangkut Laut:

  • Kapal laut: Berbagai jenis kapal, seperti kapal kargo, kapal tanker, kapal penumpang, kapal pesiar, kapal feri, dan lain-lain.
  • Kendaraan di bawah permukaan air: Seperti kapal selam.
  • Alat apung dan bangunan terapung: Seperti tongkang, rakit, dan platform lepas pantai.

 

Sarana Pengangkut Udara:

Pesawat terbang: Pesawat penumpang, pesawat kargo, helikopter, dan pesawat lainnya.

 

Sarana Pengangkut Darat:

  • Kendaraan bermotor: Truk, mobil, bus, sepeda motor, dan lain-lain.
  • Kereta api: Kereta barang dan kereta penumpang.

 

Peran Sarana Pengangkut dalam Kepabeanan:

Sarana pengangkut memiliki peran penting dalam kegiatan kepabeanan, antara lain:

  1. Membawa barang impor dan ekspor: Sarana pengangkut digunakan untuk membawa barang yang masuk (impor) dan keluar (ekspor) dari wilayah pabean Indonesia.
  2. Memfasilitasi perdagangan internasional: Kelancaran arus barang melalui sarana pengangkut mendukung kegiatan perdagangan internasional.
  3. Objek pengawasan Bea Cukai: Bea Cukai melakukan pengawasan terhadap sarana pengangkut untuk mencegah penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan lainnya.
  4. Subjek kewajiban kepabeanan: Pengangkut atau operator sarana pengangkut memiliki kewajiban kepabeanan tertentu, seperti menyampaikan pemberitahuan pabean (manifest) dan memastikan barang yang diangkut sesuai dengan dokumen.

 

Ketentuan Kepabeanan terkait Sarana Pengangkut:

  1. Pemberitahuan Pabean (Manifest): Pengangkut wajib menyampaikan manifest yang berisi daftar barang dan penumpang yang diangkut kepada Bea Cukai.
  2. Pemeriksaan Pabean: Bea Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan barang yang diangkut.
  3. Tindakan Kepabeanan: Jika ditemukan pelanggaran, Bea Cukai dapat melakukan tindakan kepabeanan, seperti penyitaan barang, denda, atau penahanan sarana pengangkut.

 

Bea Cukai memiliki aturan dan prosedur khusus terkait pengawasan sarana pengangkut, seperti pemeriksaan kapal, pemeriksaan pesawat, dan pemeriksaan kendaraan di perbatasan.
Teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan untuk mempermudah pengawasan dan pelayanan kepabeanan terkait sarana pengangkut, seperti sistem tracking kapal dan pesawat.

 

Sarana pengangkut yang membawa kontainer menuju kawasan pabean (seperti Tanjung Priok) dan membongkar muatannya di sana, mengharuskan pemilik barang untuk menyelesaikan kewajiban kepabeanan di kawasan pabean tersebut.

 

Apakah Carier (Pembawa barang) wajib bekerja sama dengan TPS?

Carrier (perusahaan pengangkut barang) memang bekerja sama dengan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) Lini Satu dan Lini Dua untuk menangani barang impor yang masuk ke wilayah pabean Indonesia.

Berikut penjelasan lebih lanjut:

TPS Lini Satu:

Lokasi: Berada di dalam area pelabuhan atau bandara tempat barang pertama kali dibongkar dari sarana pengangkut.
Fungsi:

  • Menampung sementara barang impor yang baru tiba.
  • Memudahkan proses pemeriksaan awal oleh Bea Cukai dan karantina.
  • Batas Waktu Penumpukan: Maksimal 3 hari sejak barang dibongkar.

 

TPS Lini Dua:

Lokasi: Berada di luar area pelabuhan atau bandara, tetapi masih dalam kawasan pabean.
Fungsi:

  • Menampung barang impor yang melebihi batas waktu penumpukan di TPS Lini Satu.
  • Menampung barang impor yang memerlukan penanganan khusus atau menunggu penyelesaian dokumen impor.
  • Batas Waktu Penumpukan: Lebih fleksibel dibandingkan TPS Lini Satu, tetapi tetap ada batas waktu tertentu yang ditentukan oleh pengelola TPS.

 

Kerja Sama Carrier dengan TPS:

  • Pembongkaran Barang: Carrier bertanggung jawab membongkar barang impor dari sarana pengangkut dan menempatkannya di TPS Lini Satu.
  • Pemindahan Barang: Jika barang melebihi batas waktu penumpukan di TPS Lini Satu, carrier akan memindahkan barang tersebut ke TPS Lini Dua.
  • Koordinasi: Carrier berkoordinasi dengan pengelola TPS dan importir untuk memastikan kelancaran proses penanganan dan pengeluaran barang dari TPS.

 

Pemberitahuan Pabean:

  • Kewajiban Importir: Importir wajib melakukan pemberitahuan pabean (misalnya dengan mengajukan PIB) kepada Bea Cukai atas barang yang ditimbun di TPS.
  • Pengeluaran Barang: Setelah pemberitahuan pabean disetujui dan kewajiban kepabeanan dipenuhi, importir dapat mengeluarkan barang dari TPS.

 

Tujuan Pengaturan TPS Lini Satu dan Lini Dua:

  • Efisiensi Logistik: Memperlancar arus barang di pelabuhan dan bandara dengan mengurangi kepadatan dan waktu tunggu.
  • Pengawasan: Memudahkan pengawasan oleh Bea Cukai terhadap barang impor.
  • Keamanan Barang: Menyediakan tempat penimbunan yang aman untuk barang impor.

 

Catatan Penting:

  • Biaya Penumpukan: Importir wajib membayar biaya penumpukan barang di TPS, baik di TPS Lini Satu maupun TPS Lini Dua.
  • Peraturan Menteri Keuangan: Pengaturan tentang TPS Lini Satu dan TPS Lini Dua tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan yang relevan.

Kesimpulan:

Kerja sama antara carrier, TPS Lini Satu, dan TPS Lini Dua merupakan bagian penting dari sistem logistik dan kepabeanan di Indonesia. Pengaturan ini bertujuan untuk memperlancar arus barang, meningkatkan efisiensi, dan memudahkan pengawasan oleh Bea Cukai.

 

Batas Waktu Penimbunan di TPS dan TPP:

Maksimal 30 Hari: batas waktu penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) adalah maksimal 30 hari sejak tanggal penimbunan.
Pemindahan ke TPP: Jika dalam waktu 30 hari barang tidak dikeluarkan dari TPS karena belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya atau karena alasan lain, maka barang tersebut akan dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean (TPP). TPP adalah tempat penimbunan untuk barang-barang yang terkena masalah kepabeanan atau barang yang tidak dikuasai (BTD – Barang Tidak Dikuasai).

Batas Waktu dan Tindakan di TPP:

  1. Maksimal 60 Hari: Barang dapat ditimbun di TPP maksimal 60 hari sejak tanggal pemindahan dari TPS.
  2. Tindakan Setelah 60 Hari: Jika dalam waktu 60 hari di TPP barang masih belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya atau tidak ada kejelasan pemiliknya, maka Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat mengambil tindakan:
  3. Lelang: Barang akan dilelang secara terbuka.
  4. Hibah: Barang dapat dihibahkan kepada instansi pemerintah atau lembaga sosial.
  5. Pemusnahan: Barang dimusnahkan jika tidak layak jual atau berbahaya.

 

Tujuan Pengaturan Batas Waktu Penimbunan:

  1. Efisiensi Logistik: Mencegah penumpukan barang di pelabuhan dan memperlancar arus barang.
  2. Pengawasan: Memudahkan Bea Cukai dalam mengawasi dan mengontrol barang yang masuk ke wilayah pabean.
  3. Mengurangi Risiko Kerusakan: Meminimalisir risiko kerusakan barang akibat penimbunan yang terlalu lama.
  4. Penerimaan Negara: Memastikan penerimaan negara dari bea masuk dan pajak impor tidak tertunda karena barang menumpuk di pelabuhan.

 

Catatan Penting:

  • Peraturan Menteri Keuangan: Pengaturan detail mengenai batas waktu penimbunan barang di TPS dan TPP, serta tindakan yang dapat diambil oleh Menteri Keuangan, tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-62/PMK.04/2011 dan peraturan lainnya yang relevan.
  • Pengecualian: Terdapat beberapa pengecualian terhadap batas waktu penimbunan, misalnya untuk barang yang memerlukan pemeriksaan khusus atau barang yang terkena sengketa.

 

Pengaturan batas waktu penimbunan barang di TPS dan TPP merupakan bagian penting dari sistem kepabeanan di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memastikan efisiensi logistik, pengawasan yang efektif, dan pemenuhan kewajiban kepabeanan oleh importir.

 

Berikut penjelasan lebih rinci istilah di kepabeanan:

  1. Kawasan Pabean: Adalah wilayah Indonesia yang mencakup darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang ditetapkan oleh pemerintah. Contohnya adalah pelabuhan Tanjung Priok.
  2. Sarana Pengangkut: Adalah alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut barang, baik melalui laut, udara, maupun darat. Contohnya kapal laut, pesawat udara, dan kereta api.
  3. Pembongkaran di Kawasan Pabean: Ketika sarana pengangkut membongkar muatan (kontainer) di kawasan pabean, barang tersebut secara resmi masuk ke wilayah pabean Indonesia.
  4. Kewajiban Kepabeanan: Pemilik barang wajib memenuhi semua ketentuan dan prosedur kepabeanan yang berlaku, antara lain:
    Melaporkan barang kepada Bea Cukai.
    Menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan (misalnya PIB, BL).
    Membayar bea masuk dan pajak impor (jika ada).
    Melakukan pemeriksaan pabean (jika diperlukan).
  5. Penyelesaian Kepabeanan: Proses kepabeanan harus diselesaikan di kawasan pabean tempat barang dibongkar. Dalam hal ini, jika barang dibongkar di Tanjung Priok, maka pemilik barang harus menyelesaikan kewajiban kepabeanannya di Tanjung Priok.

 

Tujuan dari ketentuan ini adalah:

  • Pengawasan arus barang: Bea Cukai dapat mengawasi dengan baik barang yang masuk dan keluar dari wilayah Indonesia.
  • Pencegahan penyelundupan: Meminimalisir risiko penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan lainnya.
  • Pengamanan penerimaan negara: Memastikan negara menerima penerimaan yang seharusnya dari bea masuk dan pajak impor.

 

Penting untuk diingat:

  • Komunikasi dengan pihak terkait: Pemilik barang perlu berkomunikasi dengan baik dengan freight forwarder, shipping line, dan pihak lainnya untuk memastikan proses kepabeanan berjalan lancar.
  • Penggunaan jasa PPJK: Jika pemilik barang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kepabeanan, disarankan untuk menggunakan jasa Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

Dengan memahami ketentuan ini, pemilik barang dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk memenuhi kewajiban kepabeanannya dan menghindari kendala dalam proses impor barang.

 

Dwelling Time Adalah

Dwelling time adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan sejak kapal tiba hingga barang keluar dari pelabuhan. Istilah ini sering digunakan untuk mengukur efisiensi logistik dan kinerja pelabuhan. Semakin singkat dwelling time, semakin efisien proses logistik di pelabuhan tersebut.

 

Komponen Dwelling Time:

Dwelling time terdiri dari beberapa komponen waktu, antara lain:

  1. Pre-clearance: Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen sebelum kedatangan kapal, seperti perizinan impor dan customs clearance.
  2. Custom clearance: Waktu yang dibutuhkan untuk proses kepabeanan, termasuk pemeriksaan dokumen dan fisik barang oleh Bea Cukai.
  3. Handling: Waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat barang, pemindahan, dan penumpukan di pelabuhan.
  4. Post-clearance: Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen setelah customs clearance, seperti pengambilan barang dan transportasi ke tujuan akhir.

 

Faktor yang Mempengaruhi Dwelling Time:

  1. Efisiensi Bea Cukai: Proses kepabeanan yang cepat dan transparan akan memperpendek dwelling time.
  2. Kinerja Operator Pelabuhan: Kinerja operator pelabuhan dalam bongkar muat dan penanganan barang sangat mempengaruhi dwelling time.
  3. Infrastruktur Pelabuhan: Ketersediaan infrastruktur yang memadai, seperti dermaga, alat bongkar muat, dan gudang, akan memperlancar arus barang dan memperpendek dwelling time.
  4. Sistem Logistik: Sistem logistik yang terintegrasi dan efisien akan mempercepat proses pengiriman barang.
  5. Koordinasi Antar Instansi: Koordinasi yang baik antar instansi terkait, seperti Bea Cukai, Karantina, dan operator pelabuhan, akan memperlancar proses pengeluaran barang.

 

Dampak Dwelling Time yang Tinggi:

  1. Biaya Logistik Meningkat: Penumpukan barang di pelabuhan akan meningkatkan biaya penumpukan, sehingga meningkatkan biaya logistik secara keseluruhan.
  2. Menurunkan Daya Saing: Dwelling time yang tinggi menurunkan daya saing produk Indonesia karena memperlambat proses pengiriman dan meningkatkan biaya.
  3. Menghambat Pertumbuhan Ekonomi: Inefisiensi logistik dapat menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Upaya Pemerintah untuk Menurunkan Dwelling Time:

  1. Reformasi Kepabeanan: Penyederhanaan prosedur kepabeanan dan penerapan sistem online.
  2. Peningkatan Infrastruktur Pelabuhan: Pembangunan dan modernisasi pelabuhan.
  3. Peningkatan Kinerja Operator Pelabuhan: Penerapan teknologi informasi dan peningkatan kualitas layanan.
  4. Koordinasi Antar Instansi: Memperkuat koordinasi antar instansi terkait di pelabuhan.

 

Dwelling time merupakan indikator penting untuk mengukur efisiensi logistik dan kinerja pelabuhan. Pemerintah terus berupaya untuk menurunkan dwelling time di Indonesia agar dapat meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

 

Pos Pengawas Pabean

POS pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan pejabat BC untuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor. Hanggar (tempat pengawasan).

 

Tujuan Pos Pengawasan Pabean:

  1. Mengawasi arus barang: Memantau dan mengawasi pergerakan barang yang masuk, keluar, dan melintas di wilayah pabean.
  2. Mencegah penyelundupan: Menghalau upaya penyelundupan barang-barang terlarang, seperti narkotika, senjata ilegal, dan barang-barang yang melanggar ketentuan larangan dan pembatasan (Lartas).
  3. Melindungi industri dalam negeri: Memastikan bahwa barang impor memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku, serta tidak merugikan industri dalam negeri.
  4. Memungut bea dan cukai: Membantu dalam proses pemungutan bea masuk, bea keluar, dan cukai atas barang yang melewati pos pengawasan.
  5. Menjaga keamanan dan ketertiban: Memastikan keamanan dan ketertiban di wilayah pabean, serta mencegah terjadinya gangguan keamanan yang berkaitan dengan lalu lintas barang.

 

Lokasi Pos Pengawasan Pabean:

Pos Pengawasan Pabean dapat didirikan di berbagai lokasi strategis, seperti:

  1. Pelabuhan laut dan bandar udara: Tempat masuk dan keluar utama barang internasional.
  2. Perbatasan darat: Pos lintas batas di daerah perbatasan dengan negara tetangga.
  3. Perairan: Patroli laut untuk mengawasi kapal-kapal yang melintas di perairan Indonesia.
  4. Tempat-tempat lain: Lokasi-lokasi yang dianggap rawan penyelundupan atau memiliki lalu lintas barang yang signifikan.

 

Tugas Pejabat Bea Cukai di Pos Pengawasan:

  1. Melakukan pemeriksaan: Memeriksa dokumen pengangkutan, seperti manifest, bill of lading, dan dokumen kepabeanan lainnya.
  2. Melakukan pemeriksaan fisik barang: Memeriksa barang secara fisik untuk memastikan kesesuaian dengan dokumen dan mencegah penyelundupan.
  3. Mengawasi kegiatan bongkar muat: Memantau kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan atau tempat lain untuk mencegah pelanggaran.
  4. Melakukan patroli: Melakukan patroli di wilayah pabean untuk mencegah kegiatan ilegal.
  5. Menindak pelanggaran: Menindak pelanggaran kepabeanan, seperti penyelundupan, pemalsuan dokumen, dan pelanggaran Lartas.

 

Contoh Pos Pengawasan Pabean:

  • Pos Pengawasan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta
  • Pos Pengawasan di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang
  • Pos Pengawasan di Entikong, Kalimantan Barat (perbatasan Indonesia-Malaysia)

 

Peran Teknologi:

Bea Cukai semakin memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efektivitas pengawasan di Pos Pengawasan Pabean. Contohnya:

  1. Sistem pengawasan kapal dan pesawat: Memantau pergerakan kapal dan pesawat secara real-time.
  2. X-ray scanner dan detector: Membantu dalam pemeriksaan barang tanpa perlu membuka kemasan.
  3. Anjing pelacak: Mendeteksi barang-barang terlarang seperti narkotika dan bahan peledak.

 

Dengan adanya Pos Pengawasan Pabean dan peran aktif Pejabat Bea Cukai, diharapkan lalu lintas barang di wilayah pabean Indonesia dapat berjalan dengan aman, lancar, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Kewajiban Pabean

KEWAJIBAN PABEAN : semua kegiatan dibidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam UU Kepabeanan. kewajiban pabean: Registrasi Usaha/perizinan, Membayar Bea masuk/Bea Keluar, PDRI. Contoh kewajiban pabean pemberitahuan pabean seperti: Pemberitahuan Impor Barang, Manives, Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Import Barang Khusus, Custome declaration, BJ23, 25, 27. Kewajiban meregistrasikan: sebagai pengangkut : RKSP, manives HS Code, Kapal

PEB dan PIBK adalah singkatan dari dokumen kepabeanan yang digunakan dalam proses impor dan ekspor barang.

Kewajiban Pabean

PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)

Definisi: Dokumen yang digunakan untuk memberitahukan ekspor barang dari Indonesia ke luar negeri.

 

Fungsi PEB:

  1. Sebagai bukti bahwa eksportir telah memenuhi kewajiban kepabeanan.
  2. Sebagai dasar untuk pengawasan Bea Cukai terhadap barang ekspor.
  3. Sebagai data statistik perdagangan luar negeri.

 

Isi PEB:

  1. Data eksportir
  2. Data barang ekspor (jenis, jumlah, nilai, HS Code)
  3. Data negara tujuan
  4. Data sarana pengangkut
  5. Informasi lain yang relevan

 

Penyampaian PEB:

  • Disampaikan secara elektronik melalui sistem e-customs DJBC.
  • Dapat disampaikan oleh eksportir atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

 

PIBK (Pemberitahuan Impor Barang Khusus)

Definisi: Dokumen yang digunakan untuk memberitahukan impor barang tertentu yang dikirim melalui penyelenggara pos (jasa titipan/kurir).

 

Fungsi PIBK:

  1. Sebagai bukti bahwa importir telah memenuhi kewajiban kepabeanan.
  2. Sebagai dasar untuk pengeluaran barang impor dari pabean.
  3. Sebagai data statistik impor barang kiriman.

 

Penggunaan PIBK:

  • Digunakan untuk impor barang kiriman dengan nilai pabean tertentu (di atas USD 100).
  • Digunakan untuk impor barang yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk, seperti barang pindahan, barang contoh, dan barang hadiah.

 

Isi PIBK:

  1. Data importir (penerima barang)
  2. Data pengirim barang
  3. Data barang impor (jenis, jumlah, nilai, HS Code)
  4. Data sarana pengangkut (jasa titipan/kurir)
  5. Informasi lain yang relevan

 

Penyampaian PIBK:

  • Disampaikan secara elektronik melalui sistem e-customs DJBC.
  • Dapat disampaikan oleh importir atau PPJK.

 

Perbedaan PEB dan PIBK:

  • Tujuan: PEB untuk ekspor, PIBK untuk impor.
  • Jenis barang: PEB untuk semua jenis barang ekspor, PIBK untuk barang kiriman atau barang dengan fasilitas tertentu.
  • Proses: PEB digunakan untuk pengeluaran barang ekspor, PIBK digunakan untuk pengeluaran barang impor dari pabean.

 

Selain PEB dan PIBK, terdapat juga dokumen kepabeanan lainnya, seperti PIB (Pemberitahuan Impor Barang) untuk impor umum dan BC 2.3 (dokumen pelengkap PIBK).
Ketentuan mengenai PEB dan PIBK diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC).

 

Tujuan utama dari kewajiban pabean adalah:

  1. Memastikan kepatuhan terhadap peraturan: Memastikan semua kegiatan di bidang kepabeanan dilakukan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
  2. Melindungi kepentingan nasional: Melindungi keamanan negara, kesehatan masyarakat, dan lingkungan, serta mencegah penyelundupan dan pelanggaran lainnya.
  3. Memperlancar arus barang: Memfasilitasi perdagangan internasional yang sah dan memperlancar arus barang di wilayah pabean.
  4. Mengoptimalkan penerimaan negara: Memastikan pemungutan bea masuk, bea keluar, dan cukai secara optimal.

 

Berikut beberapa contoh kewajiban pabean yang umum:

  Tata Laksana Impor: Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan

Pemberitahuan Pabean:

  • Setiap orang yang melakukan kegiatan impor, ekspor, atau kegiatan lain yang berkaitan dengan lalu lintas barang wajib menyampaikan pemberitahuan pabean (deklarasi) kepada Bea Cukai.
  • Pemberitahuan pabean harus diisi dengan lengkap, benar, dan jelas sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
    Contoh: Mengisi dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) untuk impor atau Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) untuk ekspor.

 

Pembayaran Bea Masuk dan Pajak:

  • Importir wajib membayar bea masuk dan pajak impor atas barang yang diimpor.
  • Besarnya bea masuk dan pajak impor dihitung berdasarkan jenis barang, nilai pabean, dan tarif yang berlaku.

 

Pemenuhan Larangan dan Pembatasan (Lartas):

  • Setiap orang wajib mematuhi ketentuan Lartas yang berlaku.
  • Lartas dapat berupa larangan impor/ekspor barang tertentu atau pembatasan impor/ekspor dengan persyaratan tertentu.
    Contoh: Larangan impor narkotika, senjata api ilegal, atau pembatasan impor barang bekas.

 

Penyampaian Dokumen:

  • Setiap orang wajib menyampaikan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan oleh Bea Cukai, seperti invoice, packing list, bill of lading, dan dokumen lainnya.
  • Dokumen-dokumen tersebut harus asli dan sah.

 

Pemeriksaan Pabean:

  • Setiap orang wajib memberikan kesempatan kepada Pejabat Bea Cukai untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang, dokumen, dan sarana pengangkut.
  • Pemeriksaan pabean dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan.

 

Penyimpanan Barang:

Barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya harus disimpan di tempat yang telah ditentukan oleh Bea Cukai, seperti Tempat Penimbunan Sementara (TPS) atau Gudang Berikat.

 

Kewajiban Lain:

Selain kewajiban-kewajiban di atas, masih banyak kewajiban pabean lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, seperti kewajiban pengangkut, kewajiban pemilik barang, dan kewajiban penyelenggara jasa kepabeanan.

 

Konsekuensi Pelanggaran Kewajiban Pabean:

Pelanggaran terhadap kewajiban pabean dapat dikenakan sanksi administratif, seperti denda, atau sanksi pidana, seperti penjara.

Untuk informasi lebih lengkap mengenai kewajiban pabean, Anda dapat merujuk pada Undang-Undang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya.
Anda juga dapat berkonsultasi dengan Bea Cukai atau konsultan kepabeanan untuk mendapatkan penjelasan dan bantuan terkait kewajiban pabean.

 

Istilah dokumen dibidang Bea Cukai:

Di bidang Bea Cukai, terdapat banyak istilah dokumen yang digunakan dalam proses impor, ekspor, dan kegiatan kepabeanan lainnya. Berikut beberapa istilah dokumen yang umum digunakan:

 

Importir: NIB

NIB (Nomor Induk Berusaha): Ini adalah identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS (Online Single Submission). NIB wajib dimiliki oleh importir untuk melakukan kegiatan impor di Indonesia. NIB menunjukkan legalitas usaha dan mempermudah proses perizinan berusaha, termasuk di bidang kepabeanan.

 

PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)

PEB: Dokumen yang digunakan untuk memberitahukan ekspor barang dari Indonesia ke luar negeri. PEB bukan persyaratan untuk importir, melainkan untuk eksportir.

 

BJ 20 (Barang Jadi)

BJ 20: Kode jenis barang dalam dokumen kepabeanan yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan barang jadi (siap pakai). Dokumen BJ 20 dalam konteks kepabeanan di Indonesia merujuk pada kode jenis barang yang digunakan dalam dokumen dan sistem kepabeanan.

 

Arti BJ 20:

BJ 20 menandakan bahwa barang tersebut merupakan Barang Jadi. Artinya, barang tersebut sudah dalam kondisi siap pakai atau siap dipasarkan, dan tidak memerlukan proses pengolahan lebih lanjut.

 

Penggunaan Kode BJ 20:

Kode BJ 20 digunakan dalam berbagai dokumen kepabeanan, antara lain:

  1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB): Untuk mengklasifikasikan jenis barang yang diimpor.
  2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB): Untuk mengklasifikasikan jenis barang yang diekspor.
  3. Dokumen BC 2.3 (dokumen pelengkap PIBK): Untuk mengklasifikasikan jenis barang kiriman.
  4. Sistem e-customs: Kode BJ 20 digunakan dalam sistem komputerisasi kepabeanan untuk memproses data barang.

 

Contoh Penggunaan BJ 20:

  • Importir memasukkan kode BJ 20 dalam PIB untuk mengimpor pakaian jadi.
  • Eksportir memasukkan kode BJ 20 dalam PEB untuk mengekspor elektronik seperti televisi atau laptop.

 

Tujuan Penggunaan Kode BJ:

  • Mempermudah pengklasifikasian barang: Kode BJ membantu Bea Cukai dalam mengklasifikasikan jenis barang yang masuk dan keluar wilayah pabean.
  • Mempercepat proses kepabeanan: Penggunaan kode BJ mempermudah dan mempercepat proses pengolahan data barang di sistem kepabeanan.
  • Mempermudah analisis data: Kode BJ membantu dalam analisis data perdagangan luar negeri.

 

Arti BJ 21 (Barang setengah jadi)

Dalam konteks kepabeanan di Indonesia, BJ 21 merujuk pada kode jenis barang yang digunakan dalam dokumen dan sistem kepabeanan. BJ 21 menandakan bahwa barang tersebut merupakan Barang Setengah Jadi. Artinya, barang tersebut telah melalui beberapa tahap pengolahan atau proses produksi, tetapi belum menjadi barang jadi yang siap pakai atau siap dipasarkan. Barang setengah jadi masih memerlukan proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.

 

Contoh Barang Setengah Jadi:

  1. Benang: Benang merupakan hasil pengolahan kapas, tetapi masih perlu ditenun atau dirajut untuk menjadi kain atau pakaian jadi.
  2. Kayu lapis: Kayu lapis terbuat dari lembaran kayu yang direkatkan, tetapi masih perlu dipotong dan dibentuk untuk menjadi furnitur atau produk kayu lainnya.
  3. Tepung terigu: Tepung terigu merupakan hasil penggilingan gandum, tetapi masih perlu diolah menjadi roti, kue, atau mi.
  4. Baja lembaran: Baja lembaran merupakan hasil pengolahan bijih besi, tetapi masih perlu dibentuk menjadi berbagai produk seperti mobil, mesin, atau konstruksi bangunan.

 

Arti BJ 22 (Bahan baku)

BJ 22 dalam konteks kepabeanan Indonesia merujuk pada kode jenis barang yang dipakai dalam dokumen dan sistem kepabeanan. Kode BJ 22 menandakan bahwa barang tersebut merupakan Bahan Baku. Artinya, barang tersebut adalah bahan mentah atau bahan dasar yang akan diolah atau diproses lebih lanjut untuk menghasilkan barang setengah jadi atau barang jadi.

 

Contoh Bahan Baku:

  1. Kapas: Kapas merupakan bahan baku untuk membuat benang, kain, dan pakaian.
  2. Kayu gelondongan: Kayu gelondongan merupakan bahan baku untuk membuat kayu lapis, furnitur, dan produk kayu lainnya.
  3. Gandum: Gandum merupakan bahan baku untuk membuat tepung terigu, roti, dan mi.
  4. Bijih besi: Bijih besi merupakan bahan baku untuk membuat baja, besi, dan produk logam lainnya.
  5. Minyak mentah: Minyak mentah merupakan bahan baku untuk membuat bahan bakar, plastik, dan berbagai produk petrokimia.

 

Arti BJ 23 (Barang modal)

BJ 23 dalam konteks kepabeanan Indonesia merujuk pada kode jenis barang yang digunakan dalam dokumen dan sistem kepabeanan. Kode BJ 23 menandakan bahwa barang tersebut merupakan Barang Modal. Barang modal adalah barang yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa lain, dan umumnya memiliki umur ekonomis yang relatif panjang (lebih dari satu tahun). Barang modal bukan untuk dijual kembali, tetapi digunakan dalam proses produksi atau operasional suatu perusahaan atau organisasi.

 

Contoh Barang Modal:

  1. Mesin produksi: Mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi, seperti mesin bubut, mesin milling, mesin jahit, mesin cetak, dan lain-lain.
  2. Kendaraan: Kendaraan yang digunakan untuk keperluan usaha, seperti truk, bus, mobil pengangkut barang, dan lain-lain.
  3. Peralatan kantor: Peralatan yang digunakan untuk operasional kantor, seperti komputer, printer, mesin fotokopi, dan lain-lain.
  4. Gedung dan bangunan: Gedung dan bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha, seperti pabrik, gudang, kantor, dan lain-lain.

 

Arti BJ 24 (Suku cadang)

BJ 24 dalam konteks kepabeanan Indonesia merujuk pada kode jenis barang yang digunakan dalam dokumen dan sistem kepabeanan. Kode BJ 24 menandakan bahwa barang tersebut merupakan Suku Cadang. Suku cadang adalah komponen atau bagian dari suatu barang jadi yang digunakan untuk mengganti bagian yang rusak atau aus, sehingga barang jadi tersebut dapat berfungsi kembali dengan baik.

Contoh Suku Cadang:

  1. Ban mobil: Ban merupakan suku cadang yang penting untuk kendaraan bermotor.
  2. Aki mobil: Aki merupakan suku cadang yang menyediakan daya listrik untuk kendaraan bermotor.
  3. Filter oli: Filter oli merupakan suku cadang yang menyaring kotoran dari oli mesin.
  4. Kampas rem: Kampas rem merupakan suku cadang yang digunakan untuk memperlambat atau menghentikan laju kendaraan.
  5. Layar LCD laptop: Layar LCD merupakan suku cadang yang menampilkan gambar pada laptop.

 

Registrasi Ekspor Barang BJ 30

BJ 30: Kode jenis barang dalam dokumen kepabeanan untuk barang yang akan diekspor. Untuk melakukan ekspor, eksportir perlu melakukan registrasi kepabeanan dan memenuhi persyaratan yang berlaku.

BJ 04 (Barang Tertentu)

 

Arti BC 2.3 Dokumen pelengkap PIBK (Pemberitahuan Impor Barang Khusus)

BC 2.3 adalah dokumen kepabeanan di Indonesia yang digunakan untuk pemasukan barang impor ke Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dari Tempat Penimbunan Sementara (TPS) atau dari tempat lain dalam Daerah Pabean. Penjelasan:

  • Tempat Penimbunan Berikat (TPB): Kawasan pabean dengan batas-batas tertentu di mana barang impor dapat disimpan, diolah, atau diproses tanpa dikenakan bea masuk dan pajak impor. Contoh TPB: Kawasan Berikat (KB), Gudang Berikat (GB), dan Entrepot Produksi (EP).
  • Tempat Penimbunan Sementara (TPS): Tempat penyimpanan sementara barang impor di pelabuhan atau bandar udara sebelum diselesaikan kewajiban pabeannya.

 

Fungsi BC 2.3:

  1. Memberitahukan pemasukan barang: Dokumen BC 2.3 digunakan untuk memberitahukan kepada Bea Cukai tentang pemasukan barang impor ke TPB.
  2. Mengawasi pergerakan barang: Bea Cukai menggunakan BC 2.3 untuk mengawasi pergerakan barang impor dari TPS atau tempat lain ke TPB.
  3. Memudahkan pengawasan: Penggunaan BC 2.3 mempermudah Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap barang yang masuk ke TPB, sehingga mencegah penyalahgunaan fasilitas TPB.
  4. Mendukung industri: BC 2.3 mendukung kegiatan industri di TPB dengan mempermudah proses pemasukan bahan baku dan barang modal.

 

Isi BC 2.3:

  1. Identitas Pengusaha TPB: Nama, alamat, dan nomor identifikasi Pengusaha TPB.
  2. Data Barang: Jenis barang, jumlah, nilai, HS Code, dan keterangan lainnya.
  3. Data Pengirim: Nama dan alamat pengirim barang.
  4. Asal Barang: TPS asal barang atau tempat lain dalam Daerah Pabean.
  5. Tujuan Penggunaan Barang: Keterangan tentang tujuan penggunaan barang di TPB.
  6. Informasi Lain: Informasi lain yang relevan dengan pemasukan barang.

 

Penyampaian BC 2.3:

  • BC 2.3 disampaikan secara elektronik melalui sistem e-customs DJBC.
  • Dokumen dapat disampaikan oleh Pengusaha TPB atau kuasanya (PPJK).

 

Proses Pemasukan Barang:

  1. Pengusaha TPB mengajukan BC 2.3 ke Bea Cukai.
  2. Bea Cukai melakukan pemeriksaan dokumen.
  3. Jika dokumen lengkap dan benar, Bea Cukai memberikan persetujuan pemasukan barang.
  4. Barang diangkut dari TPS atau tempat lain ke TPB dengan pengawasan Bea Cukai.
  5. Barang dicatat dan disimpan di TPB sesuai dengan ketentuan.

BC 2.3 merupakan salah satu jenis dokumen BC (Bea Cukai) yang digunakan dalam kegiatan kepabeanan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai BC 2.3 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC).

 

Arti BC 2.7 Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean

Penjelasan Lengkap BC 2.7 (SPTNP):

Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bea Cukai sebagai hasil dari proses penelitian terhadap:

  • Tarif Bea Masuk: Penetapan tarif bea masuk yang tepat untuk barang impor.
  • Nilai Pabean: Penetapan nilai pabean sebagai dasar penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

 

Kapan BC 2.7 (SPTNP) Diterbitkan?

SPTNP diterbitkan dalam beberapa situasi:

  1. Ketidaksesuaian Data: Ketika terdapat ketidaksesuaian atau keraguan terhadap data yang disampaikan oleh importir dalam dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB), terkait jenis barang, HS Code, atau nilai pabean.
  2. Permintaan Importir: Importir dapat mengajukan permohonan kepada Bea Cukai untuk menetapkan tarif atau nilai pabean atas barang impor.
  3. Hasil Penelitian Bea Cukai: Bea Cukai dapat melakukan penelitian atas inisiatif sendiri terhadap barang impor tertentu untuk menetapkan tarif atau nilai pabean yang tepat.

 

Isi BC 2.7 (SPTNP):

  1. Identitas Importir: Nama, alamat, dan NPWP importir.
  2. Nomor PIB: Nomor PIB yang menjadi dasar penerbitan SPTNP.
  3. Data Barang: Jenis barang, jumlah, HS Code, dan spesifikasi lainnya.
  4. Tarif Bea Masuk: Tarif bea masuk yang ditetapkan.
  5. Nilai Pabean: Nilai pabean yang ditetapkan.
  6. Dasar Penetapan: Alasan dan peraturan yang menjadi dasar penetapan tarif dan/atau nilai pabean.

 

Fungsi BC 2.7 (SPTNP):

  1. Kepastian Hukum: Memberikan kepastian hukum bagi importir mengenai tarif bea masuk dan nilai pabean yang berlaku untuk barang impor.
  2. Keadilan: Memastikan penerapan tarif dan nilai pabean yang adil dan sesuai dengan ketentuan.
  3. Penghindaran Sengketa: Mencegah terjadinya sengketa antara importir dan Bea Cukai terkait tarif dan nilai pabean.
  4. Penerimaan Negara: Memastikan pemungutan bea masuk dan pajak yang optimal.

 

Dampak SPTNP:

SPTNP dapat mengakibatkan:

  • Kekurangan Bayar: Jika SPTNP menetapkan tarif atau nilai pabean yang lebih tinggi dari yang dideklarasikan importir, maka akan ada kekurangan bayar bea masuk dan pajak. Importir wajib melunasi kekurangan bayar tersebut.
  • Kelebihan Bayar: Jika SPTNP menetapkan tarif atau nilai pabean yang lebih rendah, importir dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan bayar.

 

BC 2.7 (SPTNP) merupakan dokumen penting dalam proses kepabeanan di Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai BC 2.7 (SPTNP) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC).

 

Arti BC 3.0 (ekspor) Dokumen pengeluaran barang ekspor dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB).

BC 3.0 adalah dokumen kepabeanan di Indonesia yang digunakan untuk pengeluaran barang ekspor dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB) ke luar daerah pabean. Penjelasan:

  • Tempat Penimbunan Berikat (TPB): Merupakan kawasan pabean dengan batas-batas tertentu di mana barang impor dapat disimpan, diolah, atau diproses tanpa dikenakan bea masuk dan pajak impor.
  • Luar Daerah Pabean: Merupakan wilayah di luar batas wilayah pabean Indonesia.

 

Fungsi BC 3.0:

  1. Memberitahukan pengeluaran barang ekspor: Dokumen BC 3.0 digunakan untuk memberitahukan kepada Bea Cukai tentang pengeluaran barang ekspor dari TPB.
  2. Mengawasi pergerakan barang: Bea Cukai menggunakan BC 3.0 untuk mengawasi pergerakan barang ekspor dari TPB ke luar daerah pabean.
  3. Memudahkan pengawasan: Penggunaan BC 3.0 mempermudah Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap barang ekspor yang keluar dari TPB, sehingga mencegah penyalahgunaan fasilitas TPB.
  4. Mendukung ekspor: BC 3.0 merupakan bagian dari proses kepabeanan yang mendukung kegiatan ekspor dari Indonesia.

 

Isi BC 3.0:

  1. Identitas Pengusaha TPB: Nama, alamat, dan nomor identifikasi Pengusaha TPB.
  2. Data Barang: Jenis barang, jumlah, nilai, dan HS Code.
  3. Data Penerima Barang: Nama dan alamat penerima barang di luar negeri.
  4. Data Sarana Pengangkut: Jenis dan nomor identifikasi sarana pengangkut (kapal laut atau pesawat udara).
  5. Informasi Lain: Informasi lain yang relevan dengan pengeluaran barang ekspor.

 

Penyampaian BC 3.0:

  • BC 3.0 disampaikan secara elektronik melalui sistem e-customs DJBC.
  • Dokumen dapat disampaikan oleh Pengusaha TPB atau kuasanya.

 

Proses Pengeluaran Barang Ekspor:

  1. Pengusaha TPB mengajukan BC 3.0 ke Bea Cukai.
  2. Bea Cukai melakukan pemeriksaan dokumen.
  3. Jika dokumen lengkap dan benar, Bea Cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang.
  4. Barang dikeluarkan dari TPB dan dimuat ke sarana pengangkut dengan pengawasan Bea Cukai.
  5. Barang diekspor ke luar daerah pabean.

 

BC 3.0 merupakan salah satu jenis dokumen BC (Bea Cukai) yang digunakan dalam kegiatan kepabeanan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai BC 3.0 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC).

 

Arti BC 40 Dokumen pemasukan barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDP) ke Tempat Penimbunan Berikat (TPB).

BC 4.0 adalah dokumen kepabeanan di Indonesia yang digunakan untuk pemasukan barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDP) ke Tempat Penimbunan Berikat (TPB).

Penjelasan:

  • Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDP): Merupakan tempat di dalam wilayah pabean Indonesia yang bukan merupakan Kawasan Pabean, seperti gudang milik importir atau tempat penyimpanan barang lainnya.
  • Tempat Penimbunan Berikat (TPB): Merupakan kawasan pabean dengan batas-batas tertentu di mana barang impor dapat disimpan, diolah, atau diproses tanpa dikenakan bea masuk dan pajak impor.

 

Fungsi BC 4.0:

  1. Memberitahukan pemasukan barang: Dokumen BC 4.0 digunakan untuk memberitahukan kepada Bea Cukai tentang pemasukan barang dari TLDP ke TPB.
  2. Mengawasi pergerakan barang: Bea Cukai menggunakan BC 4.0 untuk mengawasi pergerakan barang antara TLDP dan TPB.
  3. Memudahkan pengawasan: Penggunaan BC 4.0 mempermudah Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap barang yang masuk ke TPB, sehingga mencegah penyalahgunaan fasilitas TPB.

 

Isi BC 4.0:

  1. Identitas Pengusaha TPB: Nama, alamat, dan nomor identifikasi Pengusaha TPB.
  2. Data Barang: Jenis barang, jumlah, nilai, dan HS Code.
  3. Data Pengirim: Nama dan alamat pengirim barang.
  4. Data Sarana Pengangkut: Jenis dan nomor polisi kendaraan pengangkut.
  5. Informasi Lain: Informasi lain yang relevan dengan pemasukan barang.

 

Penyampaian BC 4.0:

  • BC 4.0 disampaikan secara elektronik melalui sistem e-customs DJBC.
  • Dokumen dapat disampaikan oleh Pengusaha TPB atau kuasanya.

 

Proses Pemasukan Barang:

  1. Pengusaha TPB mengajukan BC 4.0 ke Bea Cukai.
  2. Bea Cukai melakukan pemeriksaan dokumen.
  3. Jika dokumen lengkap dan benar, Bea Cukai memberikan persetujuan pemasukan barang.
  4. Barang diangkut dari TLDP ke TPB dengan pengawasan Bea Cukai.
  5. Barang dicatat dan disimpan di TPB sesuai dengan ketentuan.

 

BC 4.0 merupakan salah satu jenis dokumen BC (Bea Cukai) yang digunakan dalam kegiatan kepabeanan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai BC 4.0 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC).

 

Pemenuhan pungutan negara adalah

Pemenuhan pungutan negara adalah proses di mana wajib pajak atau wajib bayar melaksanakan kewajibannya untuk membayar sejumlah uang kepada negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pungutan negara ini dapat berupa:

  1. Pajak: Pungutan wajib yang dikenakan oleh pemerintah kepada individu atau badan usaha yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dan pembangunan nasional. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
  2. Bea Masuk: Pungutan yang dikenakan atas barang yang diimpor dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia.
  3. Bea Keluar: Pungutan yang dikenakan atas barang yang diekspor dari dalam wilayah pabean Indonesia ke luar negeri.
  4. Cukai: Pungutan yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang cukai, seperti minuman beralkohol, hasil tembakau, dan etil alkohol.
  5. Pungutan Lainnya: Pungutan lain yang sah menurut peraturan perundang-undangan, seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

 

Tujuan Pemenuhan Pungutan Negara:

  1. Membiayai Pengeluaran Negara: Pungutan negara digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara, seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan pembayaran utang.
  2. Mendukung Pembangunan Nasional: Pungutan negara juga digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor lainnya yang penting bagi kemajuan bangsa.
  3. Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat: Melalui pembiayaan pengeluaran negara dan pembangunan nasional, pungutan negara diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  4. Menjaga Stabilitas Ekonomi: Pemenuhan pungutan negara yang optimal dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi negara.

 

Asas Pemungutan Pajak:

  1. Keadilan: Pungutan negara harus dikenakan secara adil dan merata kepada seluruh wajib pajak sesuai dengan kemampuannya.
  2. Kepastian Hukum: Ketentuan mengenai pungutan negara harus jelas dan mudah dipahami, sehingga wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dengan pasti.
  3. Kemudahan: Proses pemenuhan pungutan negara harus mudah dan tidak memberatkan wajib pajak.
  4. Efisiensi: Biaya pemungutan pungutan negara harus relatif rendah dibandingkan dengan jumlah pungutan yang diperoleh.

 

Cara Memenuhi Pungutan Negara:

  1. Membayar Pajak: Wajib pajak dapat membayar pajak melalui berbagai cara, seperti melalui bank, kantor pos, ATM, internet banking, atau mobile banking.
  2. Membayar Bea Masuk dan Bea Keluar: Importir dan eksportir wajib membayar bea masuk dan bea keluar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Membayar Cukai: Produsen dan importir barang kena cukai wajib membayar cukai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Konsekuensi Tidak Memenuhi Pungutan Negara:

  • Sanksi Administratif: Denda, bunga, atau pencabutan izin usaha.
  • Sanksi Pidana: Kurungan penjara atau denda.

 

Undang-Undang: Ketentuan mengenai pungutan negara diatur dalam berbagai undang-undang, seperti Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Undang-Undang Kepabeanan, dan Undang-Undang Cukai.
Website: Informasi lebih lanjut mengenai pungutan negara dapat ditemukan di website resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

 

Lartas (larangan dan pembatasan)

Lartas adalah singkatan dari Larangan dan Pembatasan dalam konteks perdagangan internasional, khususnya impor dan ekspor barang. Lartas merupakan kebijakan pemerintah untuk mengendalikan keluar masuknya barang tertentu ke dalam atau keluar wilayah pabean Indonesia.

 

Tujuan Lartas:

  1. Melindungi Keamanan Nasional: Mencegah masuknya barang yang dapat membahayakan keamanan negara, seperti senjata api ilegal, bahan peledak, dan narkotika.
  2. Melindungi Kesehatan dan Keselamatan Masyarakat: Melindungi masyarakat dari barang yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan, seperti makanan dan obat-obatan yang tidak memenuhi standar, bahan kimia berbahaya, dan produk yang tidak aman.
  3. Melindungi Lingkungan: Mencegah masuk dan keluarnya barang yang dapat merusak lingkungan, seperti limbah berbahaya dan spesies hewan atau tumbuhan yang dilindungi.
  4. Melindungi Industri Dalam Negeri: Melindungi industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat dengan produk impor, serta mendorong ekspor produk Indonesia.
  5. Menjaga Stabilitas Ekonomi: Mengendalikan impor barang tertentu untuk menjaga neraca perdagangan dan stabilitas ekonomi.
  6. Menerapkan Komitmen Internasional: Memenuhi komitmen Indonesia dalam perjanjian internasional terkait perdagangan, seperti kesepakatan perdagangan bebas dan konvensi internasional.

 

Jenis Lartas:

  • Larangan: Pemerintah melarang impor atau ekspor barang tertentu secara mutlak. Contoh: Narkotika, senjata api ilegal, dan limbah B3.
  • Pembatasan: Pemerintah membatasi impor atau ekspor barang tertentu dengan persyaratan tertentu, seperti kuota, izin impor/ekspor, atau standar kualitas. Contoh: Impor beras, impor mobil bekas, dan ekspor rotan.

 

Ketentuan Lartas:

  1. Dasar Hukum: Lartas diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya, serta peraturan menteri terkait.
  2. Instansi Teknis: Penetapan Lartas melibatkan instansi teknis terkait sesuai dengan jenis barang. Contoh: Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  3. Perizinan: Untuk barang yang dibatasi, importir atau eksportir wajib memiliki izin dari instansi teknis terkait sebelum melakukan impor atau ekspor.
  4. Pengawasan: Bea Cukai berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Lartas di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas.
  5. Sanksi: Pelanggaran terhadap ketentuan Lartas dapat dikenakan sanksi administratif, seperti denda, atau sanksi pidana, seperti penjara.

 

Informasi Lartas:

  • Website INSW: Informasi lengkap tentang Lartas dapat diakses melalui website Indonesia National Single Window (INSW).
  • Bea Cukai: Anda juga dapat memperoleh informasi tentang Lartas dari kantor Bea Cukai terdekat.

 

Penting untuk diingat:

  • Lartas merupakan instrumen penting dalam perdagangan internasional.
  • Importir dan eksportir wajib memahami dan mematuhi ketentuan Lartas yang berlaku.
  • Pelanggaran terhadap Lartas dapat merugikan negara dan masyarakat.

 

Contoh larangan terbatas:

Balpres (pakaian bekas), cakar (cap karung), monza adalah contoh barang yang termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (Lartas) di Indonesia.

Mari kita bahas lebih detail:

 

Balpres (Pakaian Bekas)

Larangan Impor: Pemerintah Indonesia melarang impor pakaian bekas.
Alasan:

  1. Kesehatan: Pakaian bekas berpotensi membawa penyakit menular dan bakteri berbahaya.
  2. Industri Tekstil: Impor pakaian bekas dapat merugikan industri tekstil dalam negeri karena harganya yang murah dapat mengganggu pasar.
  3. Kesehatan: Pakaian bekas dikhawatirkan mengandung zat kimia berbahaya yang dapat meresap ke kulit dan membahayakan kesehatan.
  4. Martabat Bangsa: Menerima pakaian bekas dari negara lain dapat dianggap menurunkan harkat dan martabat bangsa.
  5. Pengawasan: Bea Cukai secara aktif melakukan pengawasan untuk mencegah penyelundupan pakaian bekas, baik melalui pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas.

 

Cakar (Cap Karung)

Pembatasan Impor: Impor cap karung (termasuk karung bekas) dibatasi dan memerlukan izin dari Kementerian Perdagangan.
Alasan:

  • Industri Dalam Negeri: Melindungi industri karung dalam negeri.
  • Kualitas: Memastikan kualitas karung yang diimpor memenuhi standar yang ditetapkan.
  • Lingkungan: Mencegah masuknya karung bekas yang berpotensi mencemari lingkungan.

 

Monza

Larangan Impor: Monza adalah istilah lain untuk pakaian bekas. Sama seperti balpres, impor monza juga dilarang di Indonesia.
Alasan: Sama dengan alasan pelarangan impor balpres, yaitu untuk melindungi kesehatan masyarakat, industri tekstil dalam negeri, dan martabat bangsa.

  1. Peraturan: Larangan impor pakaian bekas dan pembatasan impor cap karung diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan.
  2. Sanksi: Importir yang melanggar ketentuan Lartas dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda, pencabutan izin impor, dan sanksi pidana.
  3. Penindakan: Bea Cukai aktif melakukan penindakan terhadap impor ilegal pakaian bekas dan cap karung. Barang-barang ilegal yang disita akan dimusnahkan.
  • Lartas bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan masyarakat Indonesia.
  • Masyarakat dihimbau untuk tidak membeli dan menggunakan pakaian bekas demi kesehatan dan mendukung industri dalam negeri.

 

Perizinan Bea Cukai

Perizinan di bidang kepabeanan merujuk pada proses mendapatkan persetujuan atau izin dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk melakukan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan impor, ekspor, dan kegiatan lain di bidang kepabeanan.

 

Tujuan perizinan ini adalah untuk:

  1. Menerapkan pengawasan: Memastikan bahwa kegiatan kepabeanan dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
  2. Melindungi kepentingan nasional: Melindungi keamanan negara, kesehatan masyarakat, lingkungan, dan industri dalam negeri.
  3. Memfasilitasi perdagangan: Memperlancar arus barang yang sah dan mendukung kegiatan perdagangan internasional.
  4. Mencegah penyalahgunaan: Mencegah penyalahgunaan fasilitas kepabeanan dan tindakan ilegal seperti penyelundupan.

 

Jenis-jenis Perizinan Bea Cukai:

Berikut beberapa contoh perizinan yang umum dibutuhkan dalam kegiatan kepabeanan:

 

API (Angka Pengenal Impor)

Definisi: Izin yang wajib dimiliki oleh importir untuk melakukan impor barang ke Indonesia.
Fungsi: Sebagai identitas importir dalam kegiatan impor dan memudahkan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan.
Persyaratan: Badan usaha atau perorangan yang memenuhi persyaratan dapat mengajukan permohonan API melalui sistem online.

 

NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai)

Definisi: Izin yang wajib dimiliki oleh pengusaha yang memproduksi dan/atau mengimpor Barang Kena Cukai (BKC).
Fungsi: Sebagai identitas pengusaha BKC dan memudahkan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran BKC.
Contoh BKC: Minuman beralkohol, hasil tembakau, dan etil alkohol.

 

Izin TPB (Tempat Penimbunan Berikat)

Definisi: Izin yang diberikan kepada perusahaan untuk mengoperasikan Tempat Penimbunan Berikat (TPB), seperti Kawasan Berikat (KB) atau Gudang Berikat (GB).
Fungsi: Memungkinkan perusahaan untuk menyimpan, mengolah, atau memproses barang impor tanpa dikenakan bea masuk dan pajak impor.

 

Izin Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)

Definisi: Izin yang diberikan kepada perusahaan yang memberikan jasa pengurusan dokumen kepabeanan untuk importir atau eksportir.

 

Izin Undername Importir

Definisi: Izin yang diberikan kepada importir tertentu untuk melakukan impor atas nama perusahaan lain.

 

Izin Eksportir Terdaftar (ET)

Definisi: Izin yang diberikan kepada eksportir yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas kepabeanan tertentu.

 

Izin Importir Produsen

Definisi: Izin yang diberikan kepada produsen untuk melakukan impor bahan baku atau barang modal dengan fasilitas bea masuk yang lebih rendah.

 

Prosedur Perizinan:

  1. Permohonan izin diajukan secara online melalui sistem e-customs DJBC.
  2. Pemohon harus melengkapi persyaratan dan dokumen yang ditetapkan.
  3. Bea Cukai akan melakukan verifikasi dan penelitian terhadap permohonan.
  4. Jika permohonan disetujui, Bea Cukai akan menerbitkan izin kepabeanan.

 

Jenis-jenis perizinan dan persyaratan dapat berubah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui website resmi DJBC atau kantor Bea Cukai terdekat.

 

Perizinan di Instansi Terkait

Perizinan SNI

Perizinan SNI (Standar Nasional Indonesia) merujuk pada proses mendapatkan sertifikat SNI untuk produk atau proses yang menunjukkan bahwa produk atau proses tersebut telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

 

Tujuan Perizinan SNI di Kemenperindag:

  1. Melindungi Konsumen: Memastikan produk yang beredar di pasaran aman, berkualitas, dan ramah lingkungan.
  2. Meningkatkan Daya Saing: Meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar domestik dan internasional.
  3. Meningkatkan Kepercayaan: Memberikan kepercayaan kepada konsumen terhadap kualitas produk.
  4. Mendukung Pembangunan: Mendukung pembangunan industri dan ekonomi nasional.

 

Jenis Perizinan SNI:

  1. Sertifikasi Produk: Memastikan produk memenuhi standar SNI yang relevan. Contoh: mainan anak, helm, semen, makanan, dan minuman.
  2. Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu: Memastikan sistem manajemen mutu perusahaan sesuai dengan standar SNI ISO 9001.
  3. Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan: Memastikan sistem manajemen lingkungan perusahaan sesuai dengan standar SNI ISO 14001.

 

Proses Perizinan SNI:

  1. Pengajuan Permohonan: Produsen atau importir mengajukan permohonan sertifikasi SNI ke Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang terakreditasi oleh BSN.
  2. Evaluasi Dokumen: LSPro melakukan evaluasi terhadap dokumen yang diajukan, termasuk dokumen legalitas perusahaan, spesifikasi produk, dan hasil uji laboratorium.
  3. Audit Lapangan: LSPro melakukan audit lapangan ke lokasi produksi untuk memeriksa proses produksi dan sistem manajemen mutu.
  4. Pengujian Produk: LSPro mengambil sampel produk untuk diuji di laboratorium yang terakreditasi.
  5. Penetapan Sertifikat: Jika produk dan proses produksi memenuhi standar SNI, LSPro akan menerbitkan sertifikat SNI.
  6. Surveilans: LSPro akan melakukan surveilans secara berkala untuk memastikan perusahaan tetap memenuhi standar SNI.

 

Persyaratan Perizinan SNI:

  1. Legalitas Perusahaan: Memiliki izin usaha yang sah, seperti Nomor Induk Berusaha (NIB).
  2. Standar SNI: Produk harus memenuhi persyaratan standar SNI yang relevan.
  3. Sistem Manajemen Mutu: Perusahaan harus menerapkan sistem manajemen mutu yang sesuai dengan standar SNI ISO 9001.
  4. Uji Laboratorium: Produk harus lulus uji laboratorium di laboratorium yang terakreditasi.

 

Manfaat Perizinan SNI:

  1. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen: Produk dengan label SNI lebih dipercaya oleh konsumen.
  2. Meningkatkan Daya Saing: Produk dengan SNI memiliki daya saing yang lebih tinggi di pasar.
  3. Memenuhi Persyaratan: SNI sering menjadi persyaratan untuk mengikuti tender atau memasarkan produk di pasar tertentu.
  4. Meningkatkan Citra Perusahaan: Sertifikasi SNI dapat meningkatkan citra perusahaan sebagai produsen produk yang berkualitas.

 

Website BSN: Informasi lebih lanjut tentang perizinan SNI dapat ditemukan di website resmi BSN (Badan Standardisasi Nasional).
LSPro: Daftar LSPro yang terakreditasi oleh BSN dapat ditemukan di website BSN.

 

Perizinan KT 0 (karantina)

Perizinan KT 0 (Karantina Tumbuhan) merujuk pada proses mendapatkan sertifikat karantina tumbuhan atau KT-10 dari Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kementerian Pertanian, untuk pemasukan media pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) tumbuhan ke dalam wilayah Republik Indonesia.

 

Tujuan Perizinan KT 0:

  1. Mencegah Masuk dan Menyebarnya HPHK: Melindungi pertanian dan lingkungan Indonesia dari ancaman hama dan penyakit tumbuhan dari luar negeri.
  2. Melindungi Keanekaragaman Hayati: Menjaga kelestarian sumber daya hayati Indonesia.
  3. Memenuhi Persyaratan Perdagangan Internasional: Memastikan produk pertanian Indonesia memenuhi persyaratan karantina negara tujuan ekspor.

 

Media Pembawa HPHK Tumbuhan yang Membutuhkan KT-0:

  1. Benih tanaman: Benih sayur, benih buah, benih bunga, dll.
  2. Bibit tanaman: Bibit buah, bibit bunga, bibit tanaman hias, dll.
  3. Buah dan sayuran segar: Buah-buahan, sayuran, umbi-umbian, dll.
  4. Tanaman hias: Tanaman hias dalam pot, bunga potong, dll.
  5. Kayu dan produk kayu: Log, kayu gergajian, furnitur, dll.
  6. Bahan tanaman lainnya: Bunga rampai, daun kering, akar, dll.

 

Proses Perizinan KT 0:

  1. Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan izin pemasukan media pembawa HPHK secara online melalui sistem IQFAST (Indonesia Quarantine Full Automation System) di website Barantan.
  2. Pemeriksaan Administrasi: Barantan memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan.
  3. Pemeriksaan Fisik: Petugas karantina melakukan pemeriksaan fisik terhadap media pembawa HPHK di tempat pemasukan yang telah ditetapkan.
  4. Pengambilan Sampel dan Pengujian Laboratorium (jika diperlukan): Untuk media pembawa HPHK tertentu, Barantan akan mengambil sampel untuk diuji di laboratorium.
  5. Penerbitan KT-10: Jika media pembawa HPHK dinyatakan bebas dari HPHK, Barantan akan menerbitkan sertifikat KT-10.

 

Persyaratan Perizinan KT 0:

  1. Phytosanitary Certificate (PC): Sertifikat karantina tumbuhan dari negara asal yang menyatakan bahwa media pembawa HPHK bebas dari HPHK.
  2. Invoice: Faktur pembelian barang.
  3. Packing List: Daftar isi kemasan.
  4. Bill of Lading (B/L) / Airway Bill (AWB): Dokumen pengangkutan.
  5. Surat Izin Pemasukan: Surat izin dari instansi terkait jika diperlukan, misalnya izin dari Kementerian Pertanian untuk pemasukan benih atau bibit tanaman.

 

  • Website Barantan: Informasi lengkap tentang perizinan KT 0 dapat ditemukan di website resmi Barantan (Badan Karantina Pertanian).
  • IQFAST: Sistem online IQFAST digunakan untuk pengajuan permohonan izin karantina, pelacakan status permohonan, dan informasi lainnya.
  • Tempat Pemasukan: Media pembawa HPHK hanya boleh dimasukkan melalui tempat pemasukan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian, seperti pelabuhan laut, bandar udara, dan pos lintas batas tertentu.

 

Penting untuk diingat:

  • Perizinan KT 0 bertujuan untuk melindungi pertanian dan keanekaragaman hayati Indonesia.
  • Importir wajib mematuhi semua peraturan karantina tumbuhan yang berlaku.
  • Media pembawa HPHK yang tidak memiliki KT-10 akan ditolak masuk atau dimusnahkan.

 

Perizinan Narkotika (Kemenkes)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memang memiliki peran penting dalam perizinan terkait narkotika, terutama untuk kepentingan medis dan ilmiah. Namun, Badan Narkotika Nasional (BNN) tidak hanya mengawasi peredaran narkotika, tetapi juga memiliki kewenangan dalam pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi terkait penyalahgunaan narkotika.

Berikut penjelasan lebih detail mengenai peran Kemenkes dan BNN:

 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes):

  1. Perizinan: Kemenkes bertanggung jawab menerbitkan izin terkait narkotika untuk kepentingan:
  2. Pelayanan kesehatan: Seperti penggunaan narkotika untuk pengobatan dan penelitian medis.
  3. Ilmu pengetahuan dan teknologi: Misalnya, penggunaan narkotika di laboratorium untuk tujuan penelitian.
  4. Pengaturan: Kemenkes juga berperan dalam menetapkan regulasi dan standar terkait penggunaan narkotika di bidang kesehatan.

Contoh: Kemenkes menerbitkan izin untuk rumah sakit, klinik, atau apotek yang akan menyimpan dan menggunakan narkotika untuk keperluan medis.

 

Badan Narkotika Nasional (BNN):

  1. Pencegahan: Melakukan program-program pencegahan penyalahgunaan narkotika melalui edukasi, sosialisasi, dan kampanye anti narkoba.
  2. Pemberantasan: Menindak peredaran gelap narkotika melalui penyelidikan, penyidikan, dan penangkapan pelaku.
  3. Rehabilitasi: Menyediakan layanan rehabilitasi bagi pecandu narkotika.
  4. Pengawasan: Melakukan pengawasan terhadap peredaran narkotika, termasuk pengawasan terhadap lembaga atau individu yang memiliki izin dari Kemenkes untuk menggunakan narkotika.
  5. Kerja Sama: BNN bekerja sama dengan instansi lain, termasuk Kemenkes, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika.

 

Kemenkes memiliki peran utama dalam perizinan penggunaan narkotika untuk kepentingan medis dan ilmiah.
BNN memiliki peran yang lebih luas, yaitu pencegahan, pemberantasan, rehabilitasi, dan pengawasan terkait penyalahgunaan narkotika.
Kedua instansi ini bekerja sama dalam upaya menanggulangi masalah narkoba di Indonesia.

Catatan Tambahan:

  • Izin penggunaan narkotika dari Kemenkes diberikan secara ketat dan diawasi dengan cermat untuk mencegah penyalahgunaan.
  • BNN memiliki kewenangan untuk menindak setiap penyalahgunaan narkotika, baik yang dilakukan oleh individu maupun lembaga, termasuk yang memiliki izin dari Kemenkes.

 

Perizinan Senjata (Mabes Polri)

Perizinan senjata api di Indonesia diatur dengan ketat oleh Mabes Polri. Hanya warga sipil tertentu yang memenuhi persyaratan ketat yang diizinkan untuk memiliki dan menggunakan senjata api.

 

Tujuan Perizinan Senjata:

  • Menjaga Keamanan dan Ketertiban: Mencegah penyalahgunaan senjata api dan menjaga keamanan masyarakat.
  • Mencegah Kejahatan: Meminimalisir penggunaan senjata api untuk tindakan kriminal.
  • Mengontrol Peredaran Senjata Api: Membatasi kepemilikan senjata api agar tidak jatuh ke tangan yang salah.

 

Kategori Kepemilikan Senjata Api:

  • Perorangan: Warga sipil yang memenuhi persyaratan ketat.
  • Olahraga: Untuk keperluan olahraga menembak, seperti anggota Perbakin.
  • Jabatan: Pejabat tertentu yang karena jabatannya memerlukan senjata api untuk perlindungan diri.

 

Persyaratan Perizinan Senjata Api untuk Perorangan:

Syarat Administratif:

  1. Warga Negara Indonesia (WNI)
  2. Berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah
  3. Pekerjaan dan penghasilan tetap
  4. Tempat tinggal tetap
  5. Tidak pernah terlibat tindak pidana
  6. Memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

 

Syarat Kesehatan:

  1. Sehat jasmani dan rohani (dibuktikan dengan surat keterangan dokter)
  2. Tidak memiliki cacat fisik yang mengganggu penggunaan senjata api
  3. Lulus tes psikologi dari Dinas Psikologi Mabes Polri

 

Syarat Teknis:

  1. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan senjata api
  2. Lulus ujian menembak
  3. Memiliki tempat penyimpanan senjata api yang aman

 

Prosedur Perizinan Senjata Api:

  1. Mengajukan Permohonan: Mengajukan permohonan ke Polres setempat dengan melampirkan semua persyaratan.
  2. Pemeriksaan Administrasi: Polres melakukan pemeriksaan administrasi dan wawancara.
  3. Tes Kesehatan dan Psikologi: Pemohon menjalani tes kesehatan dan psikologi di instansi yang ditunjuk.
  4. Ujian Menembak: Pemohon mengikuti ujian menembak di lapangan tembak yang ditunjuk.
  5. Verifikasi dan Rekomendasi: Polres melakukan verifikasi dan memberikan rekomendasi ke Polda.
  6. Penerbitan Izin: Polda menerbitkan izin kepemilikan senjata api.

 

Jenis Senjata Api yang Diizinkan:

  • Jenis dan kaliber senjata api yang diizinkan untuk warga sipil terbatas.
  • Umumnya, senjata api yang diizinkan adalah jenis pistol dan revolver dengan kaliber kecil.

 

Informasi Tambahan:

  1. Peraturan: Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik TNI/Polri.
  2. Website Polri: Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di website resmi Polri.
  3. Penting: Kepemilikan senjata api adalah hak yang diatur dengan ketat. Penyalahgunaan senjata api dapat dikenakan sanksi pidana.
  4. Ingat! Proses perizinan senjata api sangat ketat dan selektif. Hanya individu yang benar-benar memenuhi persyaratan dan memiliki alasan yang kuat yang akan diberikan izin.

 

Perizinan Obat dan Makanan

Perizinan obat dan makanan di Indonesia diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat dari produk obat dan makanan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu, dan gizi.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai perizinan obat dan makanan:

Jenis-Jenis Perizinan BPOM:

 

Izin Edar:

  1. Obat:
    Nomor Izin Edar (NIE) untuk obat jadi.
    Surat Izin Edar Bahan Baku Obat (SIE Bahan Baku Obat).
  2. Makanan:
    Izin Edar Pangan Olahan (MD) untuk pangan olahan dalam negeri.
    Izin Edar Pangan Olahan Luar Negeri (ML) untuk pangan olahan impor.
  3. Kosmetika:
    Nomor Notifikasi Kosmetika (NK).
  4. Suplemen Kesehatan:
    Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan (NIE SK).
  5. Surat Keterangan Impor (SKI):

Diperlukan untuk mengimpor obat, makanan, kosmetika, dan suplemen kesehatan.
Menjamin bahwa produk yang diimpor telah memenuhi standar keamanan dan mutu BPOM.

 

Izin Produksi:

Diperlukan untuk mendirikan dan mengoperasikan sarana produksi obat dan makanan.
Memastikan bahwa sarana produksi memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).

 

Izin Distribusi:

Diperlukan untuk mendistribusikan obat dan makanan.
Memastikan bahwa proses distribusi dilakukan dengan cara yang tepat untuk menjaga mutu dan keamanan produk.

 

Persyaratan Perizinan:

Persyaratan perizinan bervariasi tergantung jenis produk dan izin yang diajukan. Namun, secara umum, persyaratannya meliputi:

  1. Aspek Legalitas: Akta pendirian perusahaan, NPWP, NIB, dll.
  2. Aspek Teknis:
    Data produk (nama, komposisi, kemasan, label, dll.)
    Hasil uji laboratorium
    Sertifikat CPOB/CPPOB (untuk izin produksi)
  3. Aspek Keamanan, Mutu, dan Gizi: Memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan BPOM.

 

Prosedur Perizinan:

  1. Pengajuan Permohonan: Permohonan izin diajukan secara online melalui sistem e-BPOM.
  2. Evaluasi Dokumen: BPOM melakukan evaluasi terhadap dokumen yang diajukan.
  3. Inspeksi Sarana (jika diperlukan): BPOM melakukan inspeksi ke sarana produksi atau distribusi.
  4. Pengambilan Sampel dan Pengujian (jika diperlukan): BPOM mengambil sampel produk untuk diuji di laboratorium.
  5. Penerbitan Izin: Jika produk dan sarana memenuhi persyaratan, BPOM akan menerbitkan izin.

 

  • Website BPOM: Informasi lengkap tentang perizinan obat dan makanan dapat ditemukan di website resmi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
  • e-BPOM: Sistem online e-BPOM digunakan untuk pengajuan permohonan izin, pelacakan status permohonan, dan informasi lainnya.
  • Penting: Produk obat dan makanan yang tidak memiliki izin edar dari BPOM dilarang untuk diedarkan di Indonesia.

 

Tips:

  1. Pastikan produk Anda memenuhi standar dan persyaratan BPOM sebelum mengajukan permohonan izin.
  2. Lengkapi semua dokumen persyaratan dengan benar dan lengkap.
  3. Gunakan jasa konsultan profesional jika diperlukan.

 

Apa saja ranah diluar kewenangan bea cukai ?

Ada beberapa ranah di luar kewenangan Bea Cukai, meskipun tetap terkait dengan proses impor barang. Dua contoh yang Anda sebutkan, yaitu penanganan jenazah dan biaya penimbunan selama proses perizinan, memang berada di luar otoritas Bea Cukai.

Penanganan Jenazah:

Jasa Handling (Penanganan Jenazah): Proses impor jenazah melibatkan jasa penanganan khusus yang ditangani oleh perusahaan atau agen yang memiliki izin dan keahlian di bidang ini. Mereka bertanggung jawab atas:

  1. Pengurusan dokumen impor jenazah.
  2. Pemulasaran jenazah.
  3. Pengiriman jenazah dari negara asal ke Indonesia.
  4. Koordinasi dengan pihak keluarga, rumah sakit, dan instansi terkait.
  5. Peran Bea Cukai: Bea Cukai tetap melakukan pengawasan terhadap impor jenazah untuk memastikan kelengkapan dokumen dan memeriksa apakah ada barang terlarang yang dibawa bersama jenazah. Namun, Bea Cukai tidak menangani secara langsung proses penanganan jenazah.

 

Biaya Penimbunan:

  1. Barang Tiba Sebelum Perizinan Terpenuhi: Jika barang impor sudah tiba di Indonesia, tetapi pemilik barang belum menyelesaikan perizinan impor (misalnya izin dari Kemenkes untuk alat kesehatan), maka barang tersebut akan ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
  2. Biaya Penimbunan: Pemilik barang wajib membayar biaya penimbunan kepada pengelola TPS selama barang tersebut disimpan di TPS. Besarnya biaya penimbunan ditentukan oleh pengelola TPS berdasarkan jenis barang, ukuran, dan lama penimbunan.
  3. Peran Bea Cukai: Bea Cukai mengawasi barang yang ditimbun di TPS dan memastikan pemilik barang memenuhi kewajiban kepabeanannya. Namun, Bea Cukai tidak menentukan atau memungut biaya penimbunan.

 

Penanganan jenazah dan biaya penimbunan adalah dua contoh ranah di luar kewenangan Bea Cukai, meskipun masih terkait dengan proses impor barang.
Bea Cukai tetap melakukan pengawasan untuk memastikan kelancaran proses impor dan pemenuhan ketentuan yang berlaku, tetapi tidak menangani secara langsung aspek-aspek tersebut.

 

Catatan Tambahan:

  • Pentingnya Komunikasi dan Koordinasi: Dalam proses impor barang, penting bagi pemilik barang untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik dengan semua pihak terkait, termasuk Bea Cukai, pengelola TPS, jasa penanganan jenazah (jika relevan), dan instansi lainnya yang berwenang.
  • Memahami Peraturan: Pemilik barang juga perlu memahami dengan baik peraturan dan prosedur yang berlaku agar proses impor dapat berjalan lancar dan efisien.

 

DUKTEK BC

DUKTEK BC adalah singkatan dari Dukungan Teknis KPU Bea Cukai. Ini merujuk pada layanan dukungan teknis yang disediakan oleh Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai, khususnya KPU Bea Cukai Soekarno-Hatta.

Layanan DUKTEK BC ini bertujuan untuk membantu pengguna jasa kepabeanan, seperti importir, eksportir, PPJK, dan pihak lain yang berinteraksi dengan sistem dan layanan Bea Cukai, dalam mengatasi masalah teknis yang mereka hadapi.

 

Layanan yang Ditawarkan DUKTEK BC:

  1. Bantuan Teknis: Memberikan bantuan dan panduan teknis terkait penggunaan sistem dan aplikasi kepabeanan, seperti:
    Sistem e-Customs
    Aplikasi manifest
    Aplikasi PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
    Aplikasi PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)
  2. Troubleshooting: Membantu memecahkan masalah teknis yang dihadapi pengguna, seperti:
    Kesulitan akses sistem
    Error pada aplikasi
    Kendala dalam pengisian dokumen elektronik
  3. Informasi dan Konsultasi: Memberikan informasi dan konsultasi seputar layanan kepabeanan dan cukai.
  4. Pelatihan: Menyelenggarakan pelatihan dan sosialisasi terkait penggunaan sistem dan aplikasi kepabeanan.

 

Cara Mengakses DUKTEK BC:

  1. Website: DUKTEK BC Soekarno-Hatta memiliki website resmi di duktek.bcsoetta.org. Di website ini, pengguna dapat menemukan informasi tentang layanan DUKTEK, panduan penggunaan aplikasi, FAQ, dan formulir online untuk mengajukan pertanyaan atau permintaan bantuan.
  2. Email: Pengguna juga dapat menghubungi DUKTEK BC melalui email.
  3. Telepon: DUKTEK BC menyediakan layanan bantuan melalui telepon.
  4. Kunjungan Langsung: Pengguna dapat mengunjungi kantor DUKTEK BC di KPU Bea Cukai Soekarno-Hatta untuk mendapatkan bantuan langsung.

 

Manfaat DUKTEK BC:

  • Mempermudah Pengguna Jasa: Membantu pengguna jasa dalam memahami dan menggunakan sistem dan layanan kepabeanan dengan lebih mudah.
  • Meningkatkan Efisiensi: Mempercepat proses penyelesaian masalah teknis dan meningkatkan efisiensi layanan kepabeanan.
  • Meningkatkan Kepatuhan: Membantu pengguna jasa dalam memenuhi kewajiban kepabeanan dengan benar dan tepat waktu.

 

Informasi Tambahan:

  • KPU Lain: Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai lainnya juga mungkin memiliki layanan dukungan teknis serupa, meskipun mungkin dengan nama yang berbeda.
  • Layanan Online Bea Cukai: Bea Cukai juga menyediakan berbagai layanan online lainnya, seperti live chat, call center, dan media sosial, untuk membantu pengguna jasa.

 

Bravo BC

Bravo Bea Cukai merujuk pada layanan informasi dan konsultasi kepabeanan dan cukai yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Nama “Bravo” sendiri merupakan singkatan dari “Bea dan Cukai Responsif, Akuntabel, dan Profesional”.

 

Tujuan Bravo Bea Cukai:

  1. Memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat: Membantu masyarakat dan pelaku usaha dalam memahami peraturan dan prosedur kepabeanan dan cukai.
  2. Memberikan solusi atas permasalahan: Membantu menyelesaikan masalah atau kendala yang dihadapi pengguna jasa kepabeanan.
  3. Meningkatkan kepatuhan: Mendorong kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan dan cukai.
  4. Meningkatkan citra DJBC: Membangun citra DJBC sebagai instansi yang responsif, akuntabel, dan profesional.

 

Layanan yang Ditawarkan Bravo Bea Cukai:

  1. Informasi Umum: Memberikan informasi umum tentang kepabeanan dan cukai, seperti peraturan, prosedur, tarif, dan fasilitas.
  2. Konsultasi: Memberikan konsultasi seputar masalah kepabeanan dan cukai, seperti pengisian dokumen, perhitungan bea masuk, dan penggunaan fasilitas kepabeanan.
  3. Pengaduan: Menerima pengaduan masyarakat terkait pelayanan kepabeanan dan cukai.
  4. Edukasi: Memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang kepabeanan dan cukai.

 

Saluran Komunikasi Bravo Bea Cukai:

Call Center: 1500225 (Senin-Minggu, 08.00 – 17.00 WIB)
Email: [email protected]
Website: www.beacukai.go.id
Media Sosial: Facebook, Twitter, Instagram (@bravobeacukai)
Live Chat: Tersedia di website resmi Bea Cukai
Kantor Bea Cukai: Masyarakat dapat mengunjungi kantor Bea Cukai terdekat untuk mendapatkan informasi dan layanan.

 

Manfaat Bravo Bea Cukai:

  1. Kemudahan Akses Informasi: Masyarakat dan pelaku usaha dapat dengan mudah mengakses informasi dan layanan kepabeanan dan cukai.
  2. Penyelesaian Masalah: Membantu menyelesaikan masalah dan kendala yang dihadapi pengguna jasa.
  3. Peningkatan Kepatuhan: Mendorong kepatuhan terhadap peraturan dan mencegah pelanggaran.
  4. Transparansi: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas DJBC.

 

Informasi Tambahan:

  • Bravo Bea Cukai merupakan salah satu upaya DJBC dalam meningkatkan pelayanan publik.
  • DJBC terus berinovasi untuk meningkatkan kualitas layanan Bravo Bea Cukai.

 

Pemberitahuan Pabean

Pemberitahuan Pabean adalah Pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam UU ini.. Pada dasarnya, ini adalah dokumen yang memberitahukan kepada otoritas bea cukai tentang detail barang yang akan diimpor atau diekspor.

Pemberitahuan Pabean

Isi Pemberitahuan Pabean:

Pemberitahuan Pabean umumnya mencakup informasi penting seperti:

  1. Identitas Pengirim dan Penerima: Nama dan alamat lengkap pihak yang mengirimkan dan menerima barang.
  2. Jenis Barang: Deskripsi lengkap tentang barang yang diimpor atau diekspor, termasuk jenis, jumlah, dan spesifikasi lainnya.
  3. Nilai Barang: Nilai transaksi barang yang dinyatakan dalam mata uang.
  4. Asal Barang: Negara atau wilayah asal barang.
  5. Tujuan Pengiriman: Negara atau wilayah tujuan pengiriman barang.
  6. Data Transportasi: Informasi tentang moda transportasi yang digunakan, seperti nama kapal, nomor penerbangan, dan sebagainya.

 

Jenis Pemberitahuan Pabean:

  • Pemberitahuan Impor: Digunakan untuk barang yang masuk ke dalam wilayah pabean Indonesia.
  • Pemberitahuan Ekspor: Digunakan untuk barang yang keluar dari wilayah pabean Indonesia.

 

Bentuk Pemberitahuan Pabean:

Pemberitahuan Pabean dapat disampaikan dalam bentuk:

  • Tulisan di atas formulir: Formulir yang telah disediakan oleh otoritas bea cukai.
  • Data elektronik: Melalui sistem komputerisasi yang terhubung dengan sistem bea cukai.

 

Fungsi Pemberitahuan Pabean:

  1. Pengawasan: Memudahkan otoritas bea cukai dalam melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang.
  2. Pemungutan Bea Masuk dan Cukai: Menjadi dasar perhitungan dan pemungutan bea masuk, cukai, dan pajak lainnya.
  3. Statistik Perdagangan: Menyediakan data untuk statistik perdagangan luar negeri.

 

Dasar Hukum:

Ketentuan mengenai Pemberitahuan Pabean diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya, seperti Peraturan Menteri Keuangan.

 

Jenis pungutan Negara dibidang kepabeanan:

Pungutan Negara oleh Bea Cukai:

Bea Cukai memang memiliki kewenangan untuk memungut beberapa jenis pungutan negara, terutama yang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor. Jenis pungutan tersebut antara lain:

  • Bea Masuk: Dikenakan terhadap barang impor yang masuk ke wilayah pabean Indonesia. Besarnya bea masuk bervariasi tergantung jenis barang dan tarif yang ditetapkan.
  • Bea Keluar: Dikenakan terhadap barang ekspor tertentu yang keluar dari wilayah pabean Indonesia. Contohnya adalah bea keluar untuk produk kelapa sawit dan mineral mentah.
  • Cukai: Dikenakan terhadap barang-barang khusus yang diatur dalam Undang-Undang Cukai, seperti etil alkohol (EA), minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau (rokok, cerutu, liquid vape).

 

Undang-Undang Perpajakan (PDRI):

Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) adalah pajak yang dipungut bersamaan dengan bea masuk atas barang impor. Jenis pajak yang termasuk dalam PDRI adalah:

  • PPN (Pajak Pertambahan Nilai): Dikenakan atas penyerahan barang kena pajak, termasuk barang impor.
  • PPh (Pajak Penghasilan): Dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, termasuk PPh Pasal 22 Impor yang dipungut atas impor barang tertentu.
  • PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah): Dikenakan atas penyerahan barang mewah, termasuk barang impor yang tergolong barang mewah.

 

Undang-Undang Cukai:

Undang-Undang Cukai mengatur tentang pengenaan cukai terhadap barang-barang khusus yang memiliki karakteristik tertentu, antara lain:

  • Konsumsi yang perlu dikendalikan: Karena dapat merugikan kesehatan atau membahayakan masyarakat.
  • Peredaran yang perlu diawasi: Karena berpotensi disalahgunakan.
  • Penggunaan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

 

Contoh barang yang terkena cukai:

  • Etil Alkohol (EA)
  • Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA)
  • Hasil Tembakau (rokok, cerutu, liquid vape)

 

Catatan Tambahan:

  1. Bea masuk dan bea keluar diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan (UU No. 17 Tahun 2006).
  2. PDRI diatur dalam Undang-Undang Perpajakan (UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan).
  3. Cukai diatur dalam Undang-Undang Cukai (UU No. 11 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2021).
  4. Pungutan Ekspor: Selain bea keluar, terdapat juga pungutan ekspor lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait, misalnya pungutan ekspor untuk produk kelapa sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

 

Impor adalah

Impor adalah kegiatan memasukan barang ke dalam daerah Pabean. Barang yang diimpor bisa berupa barang jadi, bahan baku, atau barang setengah jadi yang akan digunakan untuk keperluan konsumsi, produksi, atau investasi.

Impor adalah

Proses Impor:

Proses impor umumnya melibatkan beberapa tahapan, antara lain:

  1. Perencanaan: Importir menentukan jenis dan jumlah barang yang akan diimpor, mencari pemasok di luar negeri, dan melakukan negosiasi harga serta syarat-syarat pembelian.
  2. Pengurusan Perizinan: Tergantung jenis barangnya, importir mungkin perlu mengurus perizinan impor dari instansi terkait, seperti Kementerian Perdagangan atau Kementerian Pertanian.
  3. Pemesanan Barang: Importir melakukan pemesanan barang kepada pemasok di luar negeri.
  4. Pengiriman Barang: Pemasok mengirimkan barang ke Indonesia melalui jalur laut, udara, atau darat.
  5. Pengurusan Kepabeanan: Ketika barang tiba di pelabuhan Indonesia, importir atau agennya harus mengurus proses kepabeanan, termasuk:
  6. Pemberitahuan Impor Barang (PIB): Menyampaikan dokumen PIB kepada Bea Cukai yang berisi informasi detail tentang barang impor, seperti jenis, jumlah, nilai, dan asal barang.
  7. Pemeriksaan Barang: Bea Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang impor untuk memastikan kesesuaian dengan dokumen PIB.
  8. Pembayaran Bea Masuk dan Pajak: Importir membayar bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak lainnya yang terutang.
  9. Pengeluaran Barang: Setelah semua proses kepabeanan selesai dan pembayaran lunas, importir dapat mengeluarkan barang dari pelabuhan.

 

Tujuan Impor:

  1. Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri: Mengimpor barang yang tidak diproduksi di dalam negeri atau diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi.
  2. Mendapatkan Barang Berkualitas Tinggi: Mengimpor barang dengan kualitas yang lebih baik atau teknologi yang lebih canggih.
  3. Mendapatkan Bahan Baku: Mengimpor bahan baku untuk keperluan industri dalam negeri.
  4. Meningkatkan Variasi Produk: Memberikan lebih banyak pilihan produk bagi konsumen.
  Sistematika Undang-Undang Kepabeanan: Materi PPJK

 

Dampak Impor:

Impor dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi perekonomian suatu negara.

 

Dampak Positif Impor:

  1. Memenuhi kebutuhan masyarakat.
  2. Meningkatkan daya saing industri dalam negeri.
  3. Memperluas pilihan konsumen.

 

Dampak Negatif:

  • Menimbulkan defisit neraca perdagangan jika nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor.
  • Menghambat pertumbuhan industri dalam negeri jika barang impor bersaing dengan produk lokal.

 

Regulasi Impor:

Pemerintah Indonesia mengatur kegiatan impor melalui berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya.

Website Bea Cukai: Anda dapat menemukan informasi lebih lanjut tentang impor di website resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (www.beacukai.go.id).
Kementerian Perdagangan: Kementerian Perdagangan juga memiliki informasi terkait impor, termasuk perizinan dan regulasi impor.
Konsultasi: Jika Anda memiliki pertanyaan spesifik atau membutuhkan bantuan dalam proses impor, Anda dapat berkonsultasi dengan petugas bea cukai, konsultan kepabeanan, atau freight forwarder.

 

Ekspor adalah

Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.. Barang yang diekspor bisa berupa hasil produksi dalam negeri, seperti produk pertanian, hasil tambang, atau barang manufaktur.

Ekspor adalah

Proses Ekspor:

  1. Perencanaan: Eksportir menentukan produk yang akan diekspor, mencari pasar di luar negeri, dan melakukan riset pasar untuk mengetahui permintaan dan harga.
  2. Pencarian Buyer: Eksportir mencari pembeli atau importer di luar negeri melalui berbagai cara, seperti mengikuti pameran dagang, memanfaatkan platform online, atau melalui perantara.
  3. Negosiasi dan Kontrak: Eksportir melakukan negosiasi dengan buyer mengenai harga, jumlah barang, syarat pembayaran, dan ketentuan lainnya. Kesepakatan dituangkan dalam kontrak jual beli.
  4. Pengurusan Perizinan: Tergantung jenis barangnya, eksportir mungkin perlu mengurus perizinan ekspor dari instansi terkait, seperti Kementerian Perdagangan atau Kementerian Pertanian.
  5. Penyiapan Barang: Eksportir menyiapkan barang sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak, termasuk pengemasan dan pelabelan.
  6. Pengiriman Barang: Eksportir mengirimkan barang ke negara tujuan melalui jalur laut, udara, atau darat.
  7. Pengurusan Kepabeanan: Eksportir atau agennya harus mengurus proses kepabeanan, termasuk:
  8. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB): Menyampaikan dokumen PEB kepada Bea Cukai yang berisi informasi detail tentang barang ekspor, seperti jenis, jumlah, nilai, dan tujuan ekspor.
  9. Pemeriksaan Barang: Bea Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang ekspor untuk memastikan kesesuaian dengan dokumen PEB.
  10. Penerimaan Pembayaran: Eksportir menerima pembayaran dari buyer sesuai dengan syarat yang disepakati dalam kontrak.

 

Tujuan Ekspor:

  1. Memperluas Pasar: Menjual produk ke pasar internasional untuk meningkatkan penjualan dan pangsa pasar.
  2. Meningkatkan Pendapatan: Menghasilkan devisa bagi negara.
  3. Menciptakan Lapangan Kerja: Meningkatkan produksi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja.
  4. Meningkatkan Daya Saing: Mendorong produsen dalam negeri untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi agar dapat bersaing di pasar global.

 

Dampak Ekspor:

Ekspor memiliki dampak positif bagi perekonomian suatu negara, antara lain:

  1. Meningkatkan Pendapatan Nasional: Devisa hasil ekspor meningkatkan pendapatan nasional dan cadangan devisa negara.
  2. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Meningkatkan produksi, investasi, dan konsumsi.
  3. Menciptakan Lapangan Kerja: Meningkatkan kegiatan ekonomi dan menyerap tenaga kerja.
  4. Meningkatkan Citra Negara: Produk ekspor yang berkualitas dapat meningkatkan citra dan reputasi negara di dunia internasional.

 

Regulasi Ekspor:

Pemerintah Indonesia memberikan dukungan dan kemudahan bagi eksportir melalui berbagai kebijakan dan insentif, serta mengatur kegiatan ekspor melalui peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya.

 

Bea Masuk adalah

Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan UU ini yang dikenakan terhadap barang yang di impor. Cara mengetahui tarif biaya masuk dari BTKI 2022.

Bea Masuk adalah

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

 

Tujuan Pemungutan Bea Masuk:

  1. Melindungi Industri Dalam Negeri: Bea masuk dapat membuat harga barang impor menjadi lebih mahal, sehingga produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif.
  2. Meningkatkan Pendapatan Negara: Bea masuk merupakan sumber penerimaan negara yang penting.
  3. Mengendalikan Impor: Bea masuk dapat digunakan untuk mengendalikan jumlah barang impor tertentu.
  4. Mencegah Praktik Perdagangan Tidak Sehat: Bea masuk dapat digunakan untuk mencegah dumping (penjualan barang impor dengan harga di bawah harga pasar) dan subsidi dari negara lain.

 

Jenis-jenis Bea Masuk:

  1. Bea Masuk Umum: Dikenakan terhadap hampir semua jenis barang impor.
  2. Bea Masuk Anti-dumping: Dikenakan terhadap barang impor yang dijual dengan harga di bawah harga pasar di negara asalnya. (praktek perdagangan yang tidak normal)
  3. Bea Masuk Imbalan: Dikenakan terhadap barang impor yang mendapatkan subsidi dari negara asalnya.
  4. Bea Masuk Tindakan Pengamanan: Dikenakan terhadap barang impor yang jumlahnya meningkat secara drastis dan menyebabkan kerugian serius bagi industri dalam negeri (Save Guard) Contoh: Tekstil.

 

Tarif Bea Masuk:

Tarif bea masuk ditentukan berdasarkan jenis barang dan negara asal barang. Tarif bea masuk dapat berupa:

  1. Tarif Ad Valorem: Dinyatakan dalam persentase dari nilai barang.
  2. Tarif Spesifik: Dinyatakan dalam jumlah tertentu per unit barang (misalnya, per kilogram atau per liter).
  3. Tarif Gabungan: Kombinasi dari tarif ad valorem dan tarif spesifik.

 

Pengecualian Bea Masuk:

Beberapa jenis barang dapat dibebaskan dari bea masuk, antara lain:

  1. Barang untuk keperluan diplomatik.
  2. Barang bantuan kemanusiaan.
  3. Barang contoh dalam jumlah kecil.
  4. Barang impor yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk.

 

  • Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI): Berisi daftar tarif bea masuk untuk berbagai jenis barang. Anda dapat mengakses BTKI di website resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (www.beacukai.go.id).
  • Kalkulator Bea Masuk: Bea Cukai menyediakan kalkulator bea masuk online yang dapat membantu Anda menghitung besaran bea masuk yang harus dibayar.
  • Konsultasi: Jika Anda memiliki pertanyaan spesifik tentang bea masuk, Anda dapat berkonsultasi dengan petugas bea cukai atau konsultan kepabeanan.

 

INTR versi online

INTR versi online merujuk pada Indonesia National Trade Repository (INTR), sebuah sistem informasi yang dikelola oleh Lembaga National Single Window (LNSW) di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia. INTR menyediakan akses online terhadap informasi terkait perdagangan internasional, khususnya yang berkaitan dengan kepabeanan dan cukai di Indonesia.

INTR Versi Online

Fitur-fitur INTR Online:

Tarif dan Bea Masuk:

Menampilkan informasi tarif bea masuk, cukai, dan pajak lainnya untuk berbagai jenis barang.Memudahkan importir dan eksportir dalam menghitung biaya-biaya yang terkait dengan kegiatan impor dan ekspor. Harga BC = Komponen tarif dikali harga nilai pabean.

 

Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI):

Menyediakan akses online terhadap BTKI, yang berisi daftar klasifikasi barang dan tarif bea masuk.
Memungkinkan pengguna untuk mencari informasi tarif berdasarkan kode HS Code (Harmonized System) atau uraian barang.

 

Peraturan Kepabeanan:

Menyediakan akses terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.
Membantu pengguna untuk memahami ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kegiatan impor dan ekspor.

Informasi Lain:
INTR online juga menyediakan informasi lain yang relevan dengan perdagangan internasional, seperti prosedur impor dan ekspor, persyaratan perizinan, dan statistik perdagangan.

 

Manfaat INTR Online:

  1. Kemudahan Akses: Pengguna dapat mengakses informasi perdagangan internasional kapan saja dan di mana saja melalui internet.
  2. Transparansi: INTR online meningkatkan transparansi informasi terkait kepabeanan dan cukai.
  3. Efisiensi: Memudahkan pelaku usaha dalam melakukan perencanaan dan pengurusan kegiatan impor dan ekspor.
  4. Kepastian Hukum: Memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan perdagangan internasional.

 

Cara Mengakses INTR Online:

Anda dapat mengakses INTR online melalui website resmi INSW: https://insw.go.id/intr

INTR online merupakan bagian dari sistem Indonesia National Single Window (INSW), yang bertujuan untuk mengintegrasikan proses pelayanan perizinan dan pengawasan di bidang ekspor dan impor.

 

Kawasan Bebas Perdagangan

Kawasan Bebas Perdagangan (Free Trade Zone/FTZ) adalah suatu wilayah geografis di dalam suatu negara yang ditetapkan memiliki peraturan perdagangan yang lebih longgar dibandingkan dengan wilayah lainnya. Di kawasan ini, barang dapat masuk dan keluar dengan bebas tanpa dikenakan bea masuk, pajak impor, atau hambatan perdagangan lainnya.

Kawasan Bebas Perdagangan

Tujuan Kawasan Bebas Perdagangan:

  1. Mendorong Investasi: Menarik investor asing untuk mendirikan pabrik, gudang, atau pusat distribusi di kawasan tersebut.
  2. Meningkatkan Ekspor: Mendorong produksi dan ekspor barang dari kawasan tersebut.
  3. Menciptakan Lapangan Kerja: Menyerap tenaga kerja lokal dan mengurangi pengangguran.
  4. Mendorong Transfer Teknologi: Memperkenalkan teknologi baru dan keahlian dari investor asing.
  5. Pengembangan Ekonomi Regional: Memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitar kawasan bebas.

 

Karakteristik Kawasan Bebas Perdagangan:

  1. Bebas Bea Masuk dan Pajak: Barang yang masuk dan keluar kawasan bebas umumnya dibebaskan dari bea masuk, pajak impor, dan pajak lainnya.
  2. Prosedur Kepabeanan yang Dipermudah: Proses impor dan ekspor barang di kawasan bebas lebih sederhana dan cepat.
  3. Infrastruktur yang Memadai: Kawasan bebas biasanya dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai, seperti pelabuhan, bandara, jalan raya, dan fasilitas pendukung lainnya.
  4. Insentif Fiskal dan Non-fiskal: Pemerintah sering memberikan insentif fiskal, seperti tax holiday atau pengurangan pajak, serta insentif non-fiskal, seperti kemudahan perizinan, untuk menarik investor.

 

Contoh Kawasan Bebas Perdagangan di Indonesia:

  1. Batam: Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Kepulauan Riau yang berfokus pada industri manufaktur, elektronik, dan pariwisata.
  2. Bintan: Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Kepulauan Riau yang berfokus pada pariwisata dan industri.
  3. Karimun: Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Kepulauan Riau yang berfokus pada industri maritim dan logistik.
  4. Sabang (pulau we aceh).: Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Aceh yang berfokus pada perdagangan, pariwisata, dan perikanan.

 

Manfaat Kawasan Bebas Perdagangan:

  • Meningkatkan Perdagangan Internasional: Memfasilitasi arus barang dan jasa antar negara.
  • Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi regional.
  • Meningkatkan Daya Saing: Mendorong perusahaan di kawasan bebas untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

 

Tantangan Kawasan Bebas Perdagangan:

  • Pengawasan: Memerlukan pengawasan yang ketat untuk mencegah penyelundupan dan pelanggaran aturan.
  • Dampak terhadap Industri Dalam Negeri: Perlu diimbangi dengan kebijakan yang melindungi industri dalam negeri agar tidak terdampak negatif.
  • Kesenjangan Ekonomi: Perlu dipastikan bahwa manfaat kawasan bebas dirasakan oleh seluruh masyarakat, tidak hanya terkonsentrasi di kawasan tersebut.

 

Anda dapat mencari informasi lebih lanjut tentang Kawasan Bebas Perdagangan di Indonesia melalui website resmi Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan website resmi masing-masing kawasan bebas.

 

Pemberitahuan Pabean FTZ

Pemberitahuan Pabean Free Trade Zone (PPFTZ) adalah dokumen yang digunakan untuk melaporkan pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke Kawasan Bebas (Free Trade Zone/FTZ). Dokumen ini wajib diisi oleh pengusaha yang memiliki izin berusaha di Kawasan Bebas.

Pemberitahuan Pabean FTZ

Ada 3 jenis formulir PPFTZ:

PPFTZ-01: Digunakan untuk:

  1. Pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar daerah pabean
  2. Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar daerah pabean
  3. Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean

 

PPFTZ-02: Digunakan untuk

pengeluaran barang dari satu Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya, Tempat Penimbunan Berikat (TPB), atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

 

PPFTZ-03: Digunakan untuk

pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam daerah pabean.

Informasi penting terkait PPFTZ:

  • Pengajuan Elektronik: PPFTZ diajukan secara elektronik melalui sistem yang disediakan oleh Bea Cukai.
  • Dokumen Pelengkap: Selain PPFTZ, pengusaha juga harus melampirkan dokumen pelengkap seperti invoice, packing list, dan dokumen pengangkutan.
  • Peraturan Terbaru: Pastikan Anda selalu mengikuti peraturan terbaru terkait PPFTZ yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Anda dapat menemukan informasi terbaru di situs web Bea Cukai atau melalui konsultan kepabeanan.

 

Contoh Kasus PPFTZ:

PT A di Batam (Kawasan Bebas) mengimpor mesin produksi dari Singapura. PT A harus mengisi PPFTZ-01 untuk melaporkan pemasukan barang tersebut ke Kawasan Bebas Batam.
PT B di Batam ingin mengirim barang jadi ke PT C di Jakarta. PT B harus mengisi PPFTZ-01 untuk melaporkan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas Batam ke tempat lain dalam daerah pabean (Jakarta).
PT D di Batam ingin mengirim bahan baku ke Kawasan Bebas Sabang. PT D harus mengisi PPFTZ-02 untuk melaporkan pengeluaran barang tersebut.

 

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) itu apa ?

KEK di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Undang-undang ini menjadi payung hukum bagi semua KEK di Indonesia, termasuk KEK Kendal. Jadi, meskipun tidak ada UU khusus untuk KEK Kendal, insentif pajak yang diberikan tetap memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu PP 85/2019 dan UU 39/2009.

 

Dasar hukum KEK Kendal adalah Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2019 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Kendal. Peraturan Pemerintah ini yang mengatur tentang penetapan KEK Kendal, termasuk di dalamnya insentif fiskal dan non-fiskal yang diberikan.

Beberapa insentif fiskal yang bisa didapatkan di KEK Kendal antara lain:

  1. Tax holiday: Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan bagi penanam modal.
  2. Tax allowance: Pengurangan PPh Badan dalam jangka waktu tertentu.
  3. PPN dan PPnBM tidak dipungut: atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang dibutuhkan dalam pembangunan dan kegiatan usaha di KEK.
  4. Bea masuk ditanggung pemerintah: atas impor barang modal yang dibutuhkan dalam pembangunan dan kegiatan usaha di KEK.

 

Selain insentif fiskal, ada juga insentif non-fiskal, seperti:

  • Kemudahan perizinan berusaha.
  • Penyediaan infrastruktur yang memadai.
  • Kemudahan dalam ketenagakerjaan.

 

Dengan adanya insentif-insentif tersebut, diharapkan KEK Kendal dapat menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.

Apa itu dry port ?

Dry port, atau pelabuhan darat, adalah terminal inland yang terhubung dengan pelabuhan laut melalui jalur transportasi darat (biasanya kereta api atau truk). Dry port berfungsi sebagai pusat konsolidasi dan penanganan kargo, memungkinkan proses kepabeanan dan kegiatan logistik lainnya dilakukan di lokasi yang lebih dekat dengan pengirim dan penerima barang.

 

Fungsi Dry Port:

  1. Mengurangi kepadatan di pelabuhan laut: Dengan memindahkan sebagian aktivitas bongkar muat dan penanganan kargo ke dry port, kepadatan di pelabuhan laut dapat berkurang, sehingga meningkatkan efisiensi dan kelancaran arus barang.
  2. Mempercepat proses pengiriman: Dry port memungkinkan proses kepabeanan dan administrasi dilakukan lebih awal, sehingga mempercepat waktu pengiriman barang.
  3. Mengurangi biaya logistik: Dengan memindahkan aktivitas ke dry port yang lebih dekat dengan pengirim dan penerima barang, biaya transportasi dan penanganan kargo dapat dikurangi.
  4. Meningkatkan aksesibilitas: Dry port dapat dibangun di lokasi yang strategis, sehingga memudahkan akses bagi pengirim dan penerima barang dari daerah hinterland.

 

Cikarang Dry Port (CDP)

CDP Cikarang adalah salah satu contoh dry port yang sukses di Indonesia. Terletak di Cikarang, Jawa Barat, CDP menawarkan berbagai layanan logistik terpadu, antara lain:

  1. Penanganan peti kemas: Bongkar muat, penumpukan, dan penyimpanan peti kemas.
  2. Kepabeanan: Fasilitas kepabeanan untuk proses impor dan ekspor.
  3. Pergudangan: Penyediaan gudang untuk penyimpanan barang.
  4. Transportasi: Layanan transportasi darat menggunakan kereta api dan truk.

 

Keunggulan CDP:

  1. Lokasi strategis: Berada di pusat industri Cikarang, dekat dengan banyak pabrik dan pusat distribusi.
  2. Fasilitas modern: Dilengkapi dengan fasilitas modern dan teknologi informasi yang terintegrasi.
  3. Layanan terpadu: Menawarkan berbagai layanan logistik dalam satu lokasi.
  4. Konektivitas: Terhubung dengan Pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur kereta api dan jalan tol.

Dengan adanya dry port seperti CDP, diharapkan efisiensi dan daya saing logistik Indonesia dapat ditingkatkan.

 

Cikarang Dry Port sebagai Pelabuhan dengan Kode Internasional:

Benar, Cikarang Dry Port (CDP) memiliki kode pelabuhan internasional, yaitu IDJBK. Ini berarti CDP diakui sebagai titik keberangkatan dan tujuan dalam perdagangan internasional. Dengan kode ini, ekspor dan impor dapat dilakukan langsung di CDP melalui layanan multimodal transport bill of lading yang disediakan oleh rekanan perusahaan pelayaran.

 

Pengiriman Barang dari Cikarang dan Bandung:

CDP memang terhubung dengan jalur kereta api, sehingga memungkinkan pengiriman barang dari Cikarang, Bandung, dan daerah sekitarnya secara efisien. Kereta api merupakan moda transportasi yang andal dan efektif untuk mengangkut barang dalam jumlah besar.

 

Multimoda Transport dari Tanjung Priok ke Cikarang:

Betul, pengiriman barang dari Tanjung Priok ke CDP umumnya dilakukan dengan sistem multimoda, yaitu menggabungkan transportasi laut dan darat. Barang dibawa dengan kapal ke Tanjung Priok, kemudian diangkut dengan kereta api ke CDP.

 

Tanjung Priok sebagai Titik Transit:

Dalam sistem multimoda ini, Tanjung Priok berfungsi sebagai titik transit (transhipment). Barang “diawasi” oleh Bea Cukai di Tanjung Priok, tetapi proses kepabeanan dan penyelesaian impor dilakukan di CDP. Hal ini memungkinkan arus barang lebih lancar dan mengurangi kepadatan di Tanjung Priok.

 

Penyelesaian Impor di Cikarang:

Proses impor, termasuk pembayaran bea masuk dan pajak, diselesaikan di CDP. Hal ini memudahkan importir karena tidak perlu menangani proses kepabeanan di Tanjung Priok.

 

Kalau mau clearance di Cikarang (CDP) Apakah BL di tulis Tanjung Priok atau Cikarang ?

Agar proses clearance impor dapat dilakukan di Cikarang Dry Port (CDP), sangat penting untuk mencantumkan Cikarang Dry Port sebagai pelabuhan tujuan (Place of Delivery) di dalam Bill of Lading (BL).

Berikut penjelasan lebih detail:

  • Penentuan Tempat Clearance: Informasi pelabuhan tujuan yang tercantum dalam BL akan menentukan di mana barang akan dibongkar dan diproses clearance-nya oleh Bea Cukai.
  • BL dengan Tujuan Tanjung Priok: Jika dalam BL tertulis Tanjung Priok sebagai pelabuhan tujuan, maka barang akan dibongkar di Tanjung Priok dan Anda harus mengurus clearance impor di sana.
  • BL dengan Tujuan Cikarang Dry Port: Untuk melakukan clearance di CDP, pastikan BL mencantumkan Cikarang Dry Port (dengan kode pelabuhan IDJBK) sebagai pelabuhan tujuan. Dengan demikian, barang akan diangkut dari Tanjung Priok ke CDP dengan menggunakan sistem multimoda (biasanya kereta api), dan Anda dapat menyelesaikan proses impor di CDP.

 

Penting untuk diingat:

  • Komunikasi dengan Pihak Terkait: Pastikan untuk berkomunikasi dengan baik kepada pihak eksportir, freight forwarder, dan shipping line agar mereka mencantumkan Cikarang Dry Port sebagai pelabuhan tujuan di dalam BL.
  • Jenis BL: Untuk memudahkan proses ini, Anda dapat menggunakan Multimodal Transport Bill of Lading atau Direct BL atau Through BL yang memungkinkan pencantuman CDP sebagai pelabuhan tujuan akhir, meskipun barang transit di Tanjung Priok.
  • Konfirmasi dengan CDP: Sebaiknya konfirmasi kembali dengan pihak CDP mengenai persyaratan dan prosedur clearance impor di sana.

Dengan mencantumkan Cikarang Dry Port secara tepat di dalam BL, Anda dapat memanfaatkan fasilitas dan kemudahan yang ditawarkan oleh CDP untuk proses clearance impor yang lebih efisien.

 

Penggunaan Moda Transportasi Terakhir:

Prinsip menggunakan moda transportasi terakhir dalam penentuan tarif dan aturan memang umum diterapkan dalam transportasi multimoda. Dalam hal ini, karena barang dikirim ke penerima akhir menggunakan kereta api dari CDP, maka aturan dan tarif kereta api yang akan diterapkan. Cikarang Dry Port merupakan contoh sukses implementasi dry port di Indonesia. Dengan fasilitas modern, kode pelabuhan internasional, dan sistem multimoda yang terintegrasi, CDP berperan penting dalam meningkatkan efisiensi logistik dan daya saing Indonesia.

 

Dokumen-dokumen Kepabeanan Apa saja ?

Mari kita bahas satu per satu dokumen-dokumen yang Anda sebutkan, yang semuanya berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan cukai:

 

RKSP (Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut)

Definisi: RKSP adalah pemberitahuan yang wajib disampaikan oleh pengangkut kepada Bea Cukai mengenai rencana kedatangan sarana pengangkut (kapal laut, pesawat udara, atau kereta api) ke wilayah Indonesia.

Tujuan RKSP:

  1. Mempermudah pengawasan Bea Cukai terhadap lalu lintas barang dan sarana pengangkut.
  2. Memudahkan proses pemeriksaan dan pengawasan barang yang dibawa oleh sarana pengangkut.
  3. Mempercepat proses bongkar muat barang di pelabuhan.

 

Isi RKSP:

  1. Data sarana pengangkut (nama, jenis, nomor identitas, kebangsaan).
  2. Data perjalanan (pelabuhan asal, pelabuhan tujuan, waktu kedatangan).
  3. Data muatan (jenis dan jumlah barang).
  4. Pengajuan RKSP: Disampaikan secara elektronik melalui sistem Bea Cukai paling lambat 24 jam sebelum kedatangan sarana pengangkut.

 

Manifest

Definisi: Manifest adalah daftar rincian barang yang diangkut oleh sarana pengangkut.

Jenis Manifest:

  1. Inward Manifest: Untuk barang yang masuk ke Indonesia.
  2. Outward Manifest: Untuk barang yang keluar dari Indonesia.

 

Tujuan Manifest:

  1. Memberikan informasi detail tentang barang yang diangkut kepada Bea Cukai.
  2. Memudahkan proses pengawasan dan pemeriksaan barang.
  3. Mencegah penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan lainnya.

 

Isi Manifest:

  1. Data sarana pengangkut.
  2. Data pengirim dan penerima barang.
  3. Deskripsi barang (jenis, jumlah, berat, nilai).
  4. Pengajuan Manifest: Disampaikan secara elektronik oleh pengangkut sebelum kedatangan atau keberangkatan sarana pengangkut.

 

Custom Declaration (Deklarasi Pabean)

Definisi: Deklarasi Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh importir atau eksportir kepada Bea Cukai yang berisi informasi tentang barang yang akan diimpor atau diekspor.

Tujuan Custom Declaration:

  1. Melaporkan barang yang masuk atau keluar wilayah pabean Indonesia.
  2. Memenuhi kewajiban kepabeanan dan cukai.
  3. Mendapatkan izin untuk memasukkan atau mengeluarkan barang.

 

Isi Deklarasi Pabean:

  1. Data pengirim dan penerima barang.
  2. Deskripsi barang (jenis, jumlah, berat, nilai, HS Code).
  3. Negara asal dan tujuan barang.
  4. Informasi dokumen pelengkap (invoice, packing list, BL/AWB).
  5. Pengajuan Deklarasi Pabean: Dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem Bea Cukai.

 

PIB (Pemberitahuan Impor Barang)

Definisi: PIB adalah dokumen yang digunakan untuk memberitahukan barang impor kepada Bea Cukai dan meminta izin untuk memasukkan barang tersebut ke dalam wilayah pabean Indonesia.

Tujuan PIB:

  1. Memenuhi kewajiban kepabeanan atas barang impor.
  2. Membayar bea masuk dan pajak impor.
  3. Mendapatkan izin untuk mengedarkan barang impor di Indonesia.

 

Isi PIB:

  1. Data importir.
  2. Data barang impor (jenis, jumlah, nilai, HS Code).
  3. Negara asal barang.
  4. Dokumen pelengkap (invoice, packing list, BL).
  5. Pengajuan PIB: Dilakukan secara elektronik melalui sistem Bea Cukai.

 

PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang)

Definisi: PEB adalah dokumen yang digunakan untuk memberitahukan barang ekspor kepada Bea Cukai dan meminta izin untuk mengeluarkan barang tersebut dari wilayah pabean Indonesia.

Tujuan PIB:

  1. Memenuhi kewajiban kepabeanan atas barang ekspor.
  2. Mendapatkan fasilitas ekspor (jika ada).
  3. Mendapatkan izin untuk mengeluarkan barang ekspor dari Indonesia.

 

Isi PEB:

  1. Data eksportir.
  2. Data barang ekspor (jenis, jumlah, nilai, HS Code).
  3. Negara tujuan barang.
  4. Dokumen pelengkap (invoice, packing list, BL/AWB).
  5. Pengajuan PEB: Dilakukan secara elektronik melalui sistem Bea Cukai.

 

CN (Consignment Note) PT Pos Indonesia

Definisi: CN adalah dokumen yang diterbitkan oleh PT Pos Indonesia sebagai bukti penerimaan dan pengiriman barang.

Fungsi Consignment Note:

  1. Bukti pengiriman barang melalui PT Pos Indonesia.
  2. Kontrak pengiriman antara pengirim dan PT Pos Indonesia.
  3. Alat pelacakan kiriman.

 

Isi Consignment Note:

  1. Data pengirim dan penerima.
  2. Deskripsi barang (jenis, jumlah, berat).
  3. Nomor resi pengiriman.
  4. Layanan pengiriman yang dipilih.

Catatan Tambahan:

  • Custom Declaration untuk Barang Pribadi: Untuk barang pribadi yang dibawa oleh penumpang, biasanya cukup diisi formulir deklarasi pabean yang disediakan di bandara atau pelabuhan. Namun, untuk barang dengan nilai tertentu atau barang yang dibatasi, mungkin diperlukan dokumen lain seperti PIB atau izin khusus.
  • Digitalisasi Dokumen Kepabeanan: Saat ini, sebagian besar dokumen kepabeanan di Indonesia sudah dapat diproses secara elektronik melalui sistem Bea Cukai (CEISA), sehingga proses menjadi lebih efisien dan transparan.

 

BL atau Bill of Lading adalah

BL, atau Bill of Lading, adalah dokumen yang sangat penting dalam dunia perdagangan, khususnya dalam pengiriman barang. BL berfungsi sebagai bukti penerimaan barang oleh pengangkut, kontrak pengangkutan, dan dokumen kepemilikan barang.

 

Fungsi Utama BL:

  • Bukti Penerimaan Barang: BL menjadi bukti bahwa pengangkut (carrier) telah menerima barang dari pengirim (shipper) dalam kondisi baik dan sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen.
  • Kontrak Pengangkutan: BL memuat syarat dan ketentuan pengangkutan barang, termasuk rute, jenis kapal, biaya, dan tanggung jawab masing-masing pihak.
  • Dokumen Kepemilikan Barang: BL dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan. Pemegang BL yang sah berhak atas barang yang tercantum di dalamnya.

 

Informasi yang Tercantum dalam BL:

  1. Nama dan Alamat Shipper (Pengirim)
  2. Nama dan Alamat Consignee (Penerima)
  3. Nama dan Alamat Notify Party (Pihak yang Diberitahu)
  4. Nama Kapal dan Nomor Voyage
  5. Pelabuhan Muat (Port of Loading)
  6. Pelabuhan Bongkar (Port of Discharge)
  7. Deskripsi Barang (Jumlah, Jenis, Berat, Volume)
  8. Tanda dan Nomor Peti Kemas
  9. Tanggal Penerbitan BL
  10. Tanda Tangan dan Stempel Pengangkut

 

Jenis-jenis BL:

  1. Clean BL: Menyatakan bahwa barang diterima dalam kondisi baik, tanpa kerusakan atau cacat.
  2. Claused BL: Menunjukkan adanya kerusakan atau kekurangan pada barang yang diterima.
  3. Order BL: Dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepada pihak lain dengan cara endorsement.
  4. Straight BL: Ditujukan kepada penerima tertentu dan tidak dapat diperdagangkan.

 

Manfaat BL:

  • Memudahkan transaksi perdagangan: BL mempermudah proses jual beli barang, karena menjadi bukti kepemilikan yang sah.
  • Menjamin keamanan barang: BL membantu memastikan barang sampai ke tujuan dengan aman dan sesuai dengan kondisi yang disepakati.
  • Mempermudah klaim asuransi: Jika terjadi kerusakan atau kehilangan barang, BL dapat digunakan sebagai bukti untuk mengajukan klaim asuransi.

 

Bill of Lading adalah dokumen penting dalam pengiriman barang, baik domestik maupun internasional. Dengan memahami fungsi dan jenis-jenis BL, Anda dapat melakukan transaksi perdagangan dengan lebih lancar dan aman.

 

AWB atau Air Waybill adalah

AWB, atau Air Waybill, adalah dokumen penting yang digunakan dalam pengiriman barang melalui jalur udara. AWB memiliki fungsi yang serupa dengan Bill of Lading (BL) dalam pengiriman laut, yaitu sebagai bukti penerimaan barang, kontrak pengangkutan, dan dokumen kepemilikan barang.

 

Fungsi Utama AWB:

  • Bukti Penerimaan Barang: AWB menunjukkan bahwa maskapai penerbangan atau agen pengiriman telah menerima barang dari pengirim (shipper) dalam kondisi baik dan sesuai dengan deskripsi yang tercantum.
  • Kontrak Pengangkutan: AWB memuat syarat dan ketentuan pengangkutan barang melalui udara, termasuk rute penerbangan, biaya pengiriman, dan tanggung jawab masing-masing pihak.
  • Dokumen Kepemilikan Barang: Meskipun tidak sepenuhnya sama dengan BL, AWB dapat digunakan sebagai dokumen pendukung untuk mengklaim kepemilikan barang oleh penerima (consignee).

 

Informasi yang Tercantum dalam AWB:

  • Nama dan Alamat Shipper (Pengirim)
  • Nama dan Alamat Consignee (Penerima)
  • Nama dan Alamat Notify Party (Pihak yang Diberitahu)
  • Nama Maskapai Penerbangan dan Nomor Penerbangan
  • Bandara Keberangkatan (Airport of Departure)
  • Bandara Tujuan (Airport of Destination)
  • Deskripsi Barang (Jumlah, Jenis, Berat, Volume)
  • Tanda dan Nomor Kemasan
  • Tanggal Penerbitan AWB
  • Biaya Pengiriman dan Cara Pembayaran
  • Tanda Tangan dan Stempel Pengangkut

 

Jenis-jenis AWB:

  • Master Air Waybill (MAWB): Diterbitkan oleh maskapai penerbangan untuk agen pengiriman (freight forwarder).
  • House Air Waybill (HAWB): Diterbitkan oleh agen pengiriman untuk pengirim barang.

 

Perbedaan AWB dengan BL:

  • Moda Transportasi: AWB digunakan untuk pengiriman udara, sedangkan BL untuk pengiriman laut.
  • Negosiabel: BL umumnya dapat diperdagangkan (negotiable), sedangkan AWB tidak.
  • Kepemilikan Barang: BL menunjukkan kepemilikan barang secara lebih kuat dibandingkan AWB.

 

Manfaat AWB:

  • Memudahkan pelacakan barang: AWB memiliki nomor unik yang dapat digunakan untuk melacak status pengiriman barang.
  • Mempercepat proses pengiriman: AWB membantu memperlancar proses administrasi dan kepabeanan di bandara.
  • Menjamin keamanan barang: AWB menjadi bukti penerimaan dan pengiriman barang, sehingga membantu mengurangi risiko kehilangan atau kerusakan.

Air Waybill adalah dokumen esensial dalam pengiriman barang melalui udara. Dengan memahami fungsi dan informasi yang tercantum dalam AWB, Anda dapat memastikan proses pengiriman barang berjalan lancar dan aman.

 

Nilai kepabeanan atau CIF adalah

Nilai Pabean atau Customs Value adalah nilai yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor (PDRI) atas barang impor. CIF (Cost, Insurance, and Freight) adalah salah satu metode penentuan Nilai Pabean yang umum digunakan.

Nilai kepabeanan atau CIF adalah

CIF mencakup:

  • Cost (Harga Barang): Nilai transaksi aktual dari barang yang diimpor.
  • Insurance (Asuransi): Biaya premi asuransi untuk melindungi barang selama pengangkutan dari negara asal ke pelabuhan tujuan di Indonesia.
  • Freight (Pengangkutan): Biaya pengiriman barang dari negara asal ke pelabuhan tujuan di Indonesia.

Jadi, Nilai Pabean atau CIF adalah total nilai barang, asuransi, dan biaya pengiriman yang harus dibayar oleh importir.

 

Mengapa CIF penting?

  • Dasar Penghitungan Bea Masuk: Nilai CIF digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk yang harus dibayar importir. Semakin tinggi nilai CIF, semakin besar Bea Masuk yang harus dibayar.
  • Penentuan PDRI: Selain Bea Masuk, nilai CIF juga digunakan untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan PPh Pasal 22 Impor.
  • Kepatuhan Kepabeanan: Penentuan Nilai Pabean yang benar sangat penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan di Indonesia.

 

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan Nilai Pabean (CIF):

  • Incoterm: Pastikan Anda memahami dengan benar Incoterm yang digunakan dalam transaksi impor. Incoterm menentukan siapa yang bertanggung jawab atas biaya-biaya terkait pengiriman barang.
  • Dokumen Pelengkap: Siapkan dokumen pelengkap yang valid, seperti invoice, packing list, bill of lading, dan polis asuransi, untuk mendukung penentuan Nilai Pabean.
  • Metode Penentuan Nilai Pabean: Selain CIF, ada metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan Nilai Pabean, seperti deductive value dan computed value.
  • Konsultasi dengan Ahli: Jika Anda memiliki keraguan atau kesulitan dalam menentukan Nilai Pabean, sebaiknya konsultasikan dengan konsultan kepabeanan atau ahli di bidang impor.

Dengan memahami Nilai Pabean dan CIF, Anda dapat memastikan kelancaran proses impor dan menghindari masalah dengan Bea Cukai.

 

Apakah semua barang import harus bayar bea masuk?

Semua barang masuk ke indonesia diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk.

Tidak semua barang impor harus bayar bea masuk. Ada beberapa kategori barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk, seperti:

 

Barang Tertentu Berdasarkan Peraturan Pemerintah:

  1. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
  2. Barang untuk keperluan pendidikan dan pengajaran.
  3. Barang untuk keperluan sosial dan keagamaan.
  4. Barang untuk keperluan diplomatik dan konsuler.
  5. Barang keperluan pertahanan dan keamanan negara.

 

Barang Impor dengan Fasilitas Tertentu:

  • Barang yang diimpor di bawah skema Master List.
  • Barang yang diimpor ke Kawasan Bebas (FTZ) seperti Batam, Bintan, dan Karimun.
  • Barang yang diimpor dalam rangka penanaman modal.

 

Barang Kiriman dengan Nilai Tertentu:

Barang kiriman dengan nilai pabean (FOB) tidak melebihi USD 3 per kiriman, kecuali tekstil, sepatu, dan tas.

 

Barang Bawaan Penumpang:

Barang bawaan penumpang dengan nilai pabean tidak melebihi USD 500 per orang (tarif Nol) , kecuali barang kena cukai (seperti rokok dan minuman keras).

 

Barang Tertentu Lainnya:

Contoh barang (sample) yang tidak memiliki nilai komersial.

  • Barang pindahan.
  • Hadiah atau warisan.
  • Buku.

 

Penting untuk dicatat:

Meskipun beberapa barang dibebaskan dari bea masuk, tetap mungkin dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Ketentuan mengenai pembebasan bea masuk dapat berubah sewaktu-waktu. Pastikan untuk selalu mengikuti perkembangan peraturan terbaru dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Bea Keluar adalah

Bea Keluar adalah Pungutan negara Berdasarkan UU Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.

Bea Keluar Adalah

Tujuan Pengenaan Bea Keluar:

Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2006, Bea Keluar dikenakan dengan tujuan:

  1. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri: Bea Keluar dapat digunakan untuk mengendalikan ekspor barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri, sehingga ketersediaannya tetap terjaga dan harga tetap stabil.
  2. Melindungi kelestarian sumber daya alam: Bea Keluar dapat dikenakan pada ekspor sumber daya alam untuk mendorong pengolahan di dalam negeri dan mencegah eksploitasi berlebihan.
  3. Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional: Bea Keluar dapat membantu menstabilkan harga komoditas ekspor di pasar internasional.
  4. Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri: Bea Keluar dapat membantu mencegah terjadinya kelangkaan dan lonjakan harga komoditas tertentu di dalam negeri.

 

Contoh Barang yang Dikenakan Bea Keluar:

  1. Sumber daya alam mentah: Seperti kayu, rotan, mineral, dan hasil tambang lainnya.
  2. Produk hasil pertanian dan perkebunan: Seperti kelapa sawit, kakao, kopi, dan karet.
  3. Barang-barang tertentu lainnya: Pemerintah dapat menetapkan barang-barang lain yang dikenakan Bea Keluar berdasarkan pertimbangan tertentu.

 

Tarif Bea Keluar:

Tarif Bea Keluar ditetapkan berdasarkan jenis barang dan dapat berubah sewaktu-waktu. Anda dapat menemukan informasi terbaru mengenai tarif Bea Keluar di situs web Bea Cukai atau melalui konsultan kepabeanan.

 

Penting untuk dicatat:

  • Tidak semua barang ekspor dikenakan Bea Keluar.
  • Bea Keluar merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
  • Pengenaan Bea Keluar dapat mempengaruhi harga barang di pasar internasional dan daya saing produk Indonesia.

 

Apakah semua barang eksport dikenakan bea keluar?

Dapat dikenakan bea keluar artinya bisa iya, bisa tidak atau bisa dipungut, bisa juga tidak di pungut. Contoh biaya keluar : biji besi (konsentrat mineral), CPO dan produk turunannya, Kayu, Kulit, cacao (biji coklat) selain itu tidak ada bea keluar.Bea Keluar hanya dikenakan pada barang-barang ekspor tertentu saja. Hal ini karena Bea Keluar memiliki tujuan tertentu, seperti:

  1. Mengendalikan ekspor barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri.
  2. Melindungi kelestarian sumber daya alam.
  3. Menstabilkan harga komoditas ekspor di pasar internasional.
  4. Menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri.

 

Contoh barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar:

  1. Kulit dan kayu
  2. Biji kakao
  3. Kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya
  4. Produk hasil pengolahan mineral logam
  5. Produk mineral logam dengan kriteria tertentu
  6. Penetapan Barang yang Dikenakan Bea Keluar:

 

Jenis barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan tarifnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Saat ini, peraturan yang berlaku adalah PMK Nomor 39/PMK.010/2022 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 98/PMK.010/2022 dan PMK Nomor 38/PMK.010/2024.

Pemerintah mengenakan Bea Keluar secara selektif pada barang-barang tertentu dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi dan ketersediaan barang di dalam negeri, serta melindungi sumber daya alam. Untuk informasi lebih lanjut mengenai barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan tarifnya, Anda dapat merujuk pada peraturan-peraturan yang disebutkan di atas atau mengunjungi situs web Bea Cukai.

 

Tempat Penimbunan Sementara (TPS)

Tempat Penimbunan Sementara (TPS) adalah bangunan dan atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan (ekspor) atau pengeluarannya (impor). Contoh siway (lapangan peti kemas) Jakarta International Container Terminal (JITC), Cargo Bandara, TPS DHL, TPS Lini satu (didalam pelabuhan/bandara) TPS Lini dua (diluar pelabuhan/bandara). Fungsinya buat buffer (menunggu cuatome clearance(sementara pengeluaran) menunggu muat(ekspor), menunggu keluar(impor)

Tempat Penimbunan Sementara TPS

Fungsi TPS:

  1. Menampung barang impor: TPS menjadi tempat penyimpanan sementara barang impor sebelum proses kepabeanan selesai dan barang dikeluarkan dari kawasan pabean.
  2. Menampung barang ekspor: TPS menjadi tempat penyimpanan sementara barang ekspor sebelum dimuat ke sarana pengangkut dan meninggalkan wilayah Indonesia.
  3. Memudahkan pemeriksaan pabean: TPS menyediakan fasilitas untuk pemeriksaan fisik barang oleh petugas Bea Cukai, sehingga proses kepabeanan dapat berjalan lancar.
  4. Melindungi barang: TPS menjaga keamanan dan kondisi barang selama disimpan, sehingga terhindar dari kerusakan atau kehilangan.

 

Jenis-jenis TPS:

  • TPS umum: Digunakan untuk menimbun barang impor atau ekspor secara umum.
  • TPS khusus: Digunakan untuk menimbun barang dengan karakteristik khusus, seperti barang berbahaya, barang mudah busuk, atau barang berharga.
  • TPS terpadu: Digunakan untuk menimbun barang impor yang akan langsung diekspor kembali.

 

Pengelola TPS:

TPS dapat dikelola oleh:

  1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
  2. Badan Usaha Pelabuhan (BUP)
  3. Badan Usaha Bandar Udara (BUBU)
  4. Perusahaan swasta yang telah mendapatkan izin dari DJBC

 

Ketentuan Penimbunan di TPS:

  1. Batas waktu penimbunan: Barang impor dapat ditimbun di TPS paling lama 30 hari.
  2. Perpanjangan waktu penimbunan: Dalam hal-hal tertentu, importir dapat mengajukan perpanjangan waktu penimbunan.
  3. Kewajiban importir: Importir wajib memenuhi semua ketentuan kepabeanan selama barang berada di TPS.

 

Manfaat TPS:

  1. Memperlancar arus barang: TPS membantu kelancaran arus barang impor dan ekspor.
  2. Meningkatkan efisiensi logistik: TPS menyediakan fasilitas penyimpanan yang aman dan efisien.
  3. Memudahkan pengawasan pabean: TPS memudahkan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap barang impor dan ekspor.

 

Apa itu Tila dan bagaimana proses bayar biaya penimbunan ?

Bayar Tila memang merujuk pada pembayaran biaya penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara (TPS). Istilah “Tila” sendiri merupakan singkatan dari “Tindakan Lain” yang merujuk pada kegiatan pengeluaran barang dari TPS selain pengeluaran untuk impor (yang menggunakan SPPB – Surat Persetujuan Pengeluaran Barang).

 

Proses Bayar Tila:

  1. Barang Masuk TPS: Ketika barang impor tiba di pelabuhan, barang tersebut akan dibongkar dan ditempatkan di TPS.
  2. Jatuh Tempo Penimbunan: TPS memiliki batas waktu penimbunan, biasanya maksimal 3 hari untuk TPS Lini Satu dan 30 hari untuk TPS Lini Dua.
  3. Overbrengen: Jika barang melebihi batas waktu penimbunan di TPS Lini Satu, akan dilakukan overbrengen (pemindahan) ke TPS Lini Dua.
  4. Bayar Tila: Importir atau pemilik barang wajib membayar biaya penimbunan (Tila) kepada pengelola TPS agar dapat mengeluarkan barang dari TPS.
  5. Dokumen Tila: Setelah pembayaran Tila dilakukan, importir akan mendapatkan dokumen Tila yang digunakan sebagai bukti pembayaran dan izin pengeluaran barang.

 

Tujuan Bayar Tila:

  • Mengurangi Kepadatan di Pelabuhan: Mendorong importir untuk segera mengeluarkan barang dari TPS agar tidak terjadi penumpukan dan memperlancar arus barang di pelabuhan.
  • Penerimaan Negara: Biaya penimbunan (Tila) merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
  • Keadilan: Memberikan konsekuensi bagi importir yang menimbun barang melebihi batas waktu yang ditentukan.

 

Catatan Penting:

  • Besarnya Biaya Tila: Biaya Tila ditentukan oleh pengelola TPS berdasarkan jenis barang, ukuran, dan lama penimbunan.
  • Sistem Billing: Saat ini, pembayaran Tila umumnya dilakukan melalui sistem billing yang terintegrasi dengan sistem Bea Cukai.
  • Sanksi: Jika importir tidak membayar Tila, maka barang dapat dikenakan sanksi, seperti denda atau bahkan lelang.

Kesimpulan:

Bayar Tila merupakan kewajiban importir untuk membayar biaya penimbunan barang di TPS. Pembayaran Tila penting untuk memastikan kelancaran arus barang di pelabuhan dan pemenuhan kewajiban importir kepada negara.

 

SIWAY adalah

SIWAY adalah singkatan dari Sistem Informasi Wilayah Pabean. SIWAY merupakan sistem informasi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk mengelola data dan informasi terkait kegiatan kepabeanan dan cukai di wilayah pabean Indonesia.

 

Fungsi SIWAY:

  1. Pendaftaran dan perizinan: SIWAY digunakan untuk memproses pendaftaran dan perizinan bagi pelaku usaha di bidang kepabeanan dan cukai, seperti importir, eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan perusahaan pengangkut.
  2. Pengawasan dan monitoring: SIWAY memungkinkan DJBC untuk melakukan pengawasan dan monitoring terhadap kegiatan kepabeanan dan cukai secara real-time, sehingga dapat mencegah terjadinya pelanggaran dan penyimpangan.
  3. Pengelolaan data: SIWAY menyimpan dan mengelola data terkait kegiatan kepabeanan dan cukai, seperti data barang, data transaksi, dan data pembayaran.
  4. Analisis dan pelaporan: SIWAY menyediakan fitur analisis dan pelaporan yang dapat digunakan oleh DJBC untuk mengevaluasi kinerja dan membuat kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai.

 

Manfaat SIWAY:

  1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas: SIWAY mempercepat proses pelayanan kepabeanan dan cukai, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan ekspor-impor.
  2. Meningkatkan transparansi: SIWAY meningkatkan transparansi dalam proses kepabeanan dan cukai, sehingga mengurangi potensi korupsi dan penyimpangan.
  3. Memudahkan akses informasi: SIWAY memudahkan pelaku usaha untuk mengakses informasi terkait kepabeanan dan cukai.
  4. Meningkatkan kepatuhan: SIWAY mendorong kepatuhan pelaku usaha terhadap peraturan kepabeanan dan cukai.

 

Akses SIWAY:

SIWAY dapat diakses melalui situs web resmi DJBC. Untuk dapat menggunakan SIWAY, pelaku usaha harus terlebih dahulu melakukan registrasi dan mendapatkan akun. SIWAY merupakan sistem informasi yang penting dalam pengelolaan kegiatan kepabeanan dan cukai di Indonesia. Sistem ini membantu meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan dalam proses ekspor-impor. Meskipun singkatan SIWAY sama, perlu diperhatikan bahwa istilah ini merujuk pada Sistem Informasi Wilayah Pabean dan bukan lapangan peti kemas. Lapangan peti kemas sendiri biasanya disebut dengan istilah Container Yard (CY) atau Depo Peti Kemas.

 

Jakarta International Container Terminal (JICT)

Jakarta International Container Terminal (JICT) adalah terminal peti kemas terbesar dan tersibuk di Indonesia, terletak di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Berikut beberapa informasi penting tentang JICT:

Profil JITC

  1. Didirikan pada tahun 1999 sebagai perusahaan patungan antara PT Pelindo (Persero) dan Hutchison Port Holdings.
  2. Merupakan terminal peti kemas pertama di Indonesia yang menerapkan sistem operasi terminal canggih dan sistem gerbang otomatis.
  3. Memiliki total area seluas 100 hektar dengan kapasitas lebih dari 2,2 juta TEUs (Twenty-foot Equivalent Units) per tahun.
  4. Berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional Indonesia dengan menangani sebagian besar arus peti kemas di Indonesia.

 

Layanan JICT

JICT menyediakan berbagai layanan, antara lain:

  1. Bongkar muat peti kemas untuk ekspor dan impor
  2. Penyimpanan peti kemas
  3. Penanganan peti kemas khusus (seperti peti kemas reefer dan peti kemas berbahaya)
  4. Layanan gate otomatis
  5. Layanan pelanggan 24 jam

 

Keunggulan JICT

  1. Lokasi strategis: Terletak di jantung industri Jawa Barat dan dekat dengan jalur distribusi utama.
  2. Fasilitas modern: Dilengkapi dengan peralatan bongkar muat peti kemas yang modern dan canggih.
  3. Sistem operasi yang efisien: Menggunakan sistem operasi terminal terintegrasi yang canggih untuk memastikan kelancaran arus peti kemas.
  4. Keamanan terjamin: Merupakan terminal steril yang aman dan bersih.
  5. Komitmen terhadap lingkungan: JICT berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan menerapkan berbagai program ramah lingkungan.

 

  • JICT telah mendapatkan berbagai penghargaan dan sertifikasi, termasuk ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001.
  • JICT aktif dalam program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), seperti program pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.

 

Cargo Bandara

Cargo bandara merujuk pada layanan pengangkutan barang melalui jalur udara yang disediakan oleh bandara dan maskapai penerbangan.

 

Definisi Cargo Bandara

Cargo bandara mencakup seluruh proses penanganan barang, mulai dari penerimaan, penyimpanan, hingga pengiriman barang melalui pesawat udara. Layanan ini sangat penting untuk mengirimkan barang secara cepat, baik dalam skala domestik maupun internasional.

 

Proses Pengiriman Cargo Bandara

  1. Penerimaan Barang: Pengirim mengirimkan barang ke terminal cargo bandara.
  2. Pemeriksaan & Penanganan: Petugas bandara akan memeriksa barang dan dokumen terkait, kemudian memprosesnya sesuai dengan jenis barang dan tujuan pengiriman.
  3. Penyimpanan: Barang disimpan di gudang cargo bandara hingga jadwal penerbangan.
  4. Pemuatan: Barang dimuat ke pesawat dengan hati-hati untuk memastikan keamanannya selama penerbangan.
  5. Pengiriman: Setelah pesawat tiba di bandara tujuan, barang diturunkan dan diantarkan ke penerima.

 

Jenis Barang yang Dapat Dikirim

Berbagai jenis barang dapat dikirim melalui cargo bandara, antara lain:

  1. Dokumen penting
  2. Barang elektronik
  3. Obat-obatan
  4. Makanan segar
  5. Barang mudah rusak
  6. Hewan hidup
  7. Barang berbahaya (dengan aturan khusus)

 

Keuntungan Menggunakan Cargo Bandara

  1. Kecepatan: Waktu pengiriman relatif singkat, terutama untuk jarak jauh.
  2. Keamanan: Proses penanganan barang yang profesional dan terjamin keamanannya.
  3. Jangkauan Luas: Dapat menjangkau berbagai destinasi, baik domestik maupun internasional.
  4. Tersedia untuk Berbagai Jenis Barang: Dapat mengirimkan berbagai jenis barang, termasuk barang yang membutuhkan penanganan khusus.

 

Tips Memilih Jasa Cargo Bandara

  1. Reputasi dan Pengalaman: Pilih jasa cargo bandara yang memiliki reputasi baik dan berpengalaman.
  2. Jaringan: Pastikan jasa cargo memiliki jaringan yang luas, terutama jika Anda mengirimkan barang ke luar negeri.
  3. Layanan: Perhatikan jenis layanan yang ditawarkan, seperti door-to-door service, asuransi, dan tracking barang.
  4. Harga: Bandingkan harga dari beberapa jasa cargo bandara sebelum memilih.

 

Beberapa Jasa Cargo Bandara di Indonesia

Garuda Indonesia Cargo: https://cargo.garuda-indonesia.com/
Lion Air Cargo: https://lionelcargo.com/
Citilink Cargo: https://www.citilink.co.id/citilink-cargo

Informasi Tambahan

  • Setiap bandara memiliki aturan dan prosedur tersendiri terkait cargo. Pastikan untuk memahami aturan tersebut sebelum mengirimkan barang.
  • Anda dapat menghubungi jasa cargo bandara atau bandara terkait untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan cargo.

 

TPS Lini satu (didalam pelabuhan/bandara)

TPS Lini Satu adalah Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang berlokasi di dalam area pelabuhan atau bandara. TPS ini berada di garis terdepan (frontline) dalam proses penanganan barang impor yang masuk ke Indonesia.

Karakteristik TPS Lini Satu:

  1. Lokasi: Berada di dalam area pabean di pelabuhan atau bandara.
  2. Fungsi: Menampung sementara barang impor yang baru tiba di Indonesia sebelum proses kepabeanan selesai.
  3. Pengawasan: Diawasi secara ketat oleh Bea Cukai.
  4. Fasilitas: Dilengkapi dengan fasilitas modern untuk penanganan barang, seperti crane, forklift, dan gudang penyimpanan.
  5. Sistem: Terintegrasi dengan sistem informasi kepabeanan untuk mempermudah proses pengawasan dan pelayanan.

 

Peran TPS Lini Satu:

TPS Lini Satu memiliki peran penting dalam proses logistik dan kepabeanan di Indonesia, antara lain:

  1. Memperlancar arus barang: Memudahkan proses bongkar muat barang impor dari kapal atau pesawat.
  2. Mempercepat proses kepabeanan: Menyediakan tempat untuk pemeriksaan fisik barang oleh Bea Cukai.
  3. Meningkatkan efisiensi logistik: Mengurangi waktu tunggu barang di pelabuhan atau bandara.
  4. Menjamin keamanan barang: Melindungi barang impor dari kerusakan atau kehilangan.

 

Contoh TPS Lini Satu:

  1. Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok
  2. Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS) di Tanjung Perak
  3. Bandara Internasional Soekarno-Hatta (CGK)

 

Peraturan Terkait TPS Lini Satu:

Pengoperasian TPS Lini Satu diatur dalam berbagai peraturan, termasuk:

  • Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/PMK.04/2018 tentang Tempat Penimbunan Sementara
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC) terkait TPS

 

Informasi Tambahan:

  • Sejak tahun 2023, semua TPS Lini Satu di pelabuhan diwajibkan mengoperasikan X-ray peti kemas untuk meningkatkan pengawasan dan mencegah penyelundupan.
  • Penggunaan TPS Lini Satu dapat membantu importir dalam mengelola biaya logistik dan mempercepat proses pengeluaran barang.

 

TPS Lini dua (diluar pelabuhan/bandara)

TPS Lini Dua adalah Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang berlokasi di luar area pelabuhan atau bandara, tetapi masih berada dalam wilayah pabean Indonesia.

Perbedaan dengan TPS Lini Satu:

  1. Lokasi: Berada di luar area pelabuhan atau bandara, biasanya di kawasan industri atau pergudangan.
  2. Tujuan: Menampung barang impor yang telah melewati proses pemeriksaan awal di TPS Lini Satu dan menunggu proses kepabeanan lebih lanjut.
  3. Pengawasan: Tetap diawasi oleh Bea Cukai, meskipun tidak seketat TPS Lini Satu.
  4. Fleksibilitas: Memberikan fleksibilitas lebih bagi importir dalam hal waktu dan penanganan barang.

 

Keuntungan Menggunakan TPS Lini Dua:

  1. Mengurangi kepadatan di pelabuhan/bandara: Membantu mengurangi penumpukan barang di TPS Lini Satu, sehingga memperlancar arus barang di pelabuhan atau bandara.
  2. Efisiensi biaya: Biaya penyimpanan di TPS Lini Dua umumnya lebih rendah dibandingkan di TPS Lini Satu.
  3. Fleksibilitas waktu: Importir memiliki waktu lebih lama untuk menyelesaikan proses kepabeanan dan pengeluaran barang.
  4. Kemudahan akses: Lokasi TPS Lini Dua yang lebih strategis dapat memudahkan importir dalam mengakses dan mengelola barang.

 

Proses Pemindahan Barang ke TPS Lini Dua:

Barang impor dapat dipindahkan dari TPS Lini Satu ke TPS Lini Dua setelah mendapatkan persetujuan dari Bea Cukai. Proses pemindahan ini disebut dengan istilah Overbrengen.

 

Peraturan Terkait TPS Lini Dua:

Pengoperasian TPS Lini Dua diatur dalam peraturan yang sama dengan TPS Lini Satu, yaitu:

  • Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/PMK.04/2018 tentang Tempat Penimbunan Sementara
  • Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC) terkait TPS

 

Informasi Tambahan:

  • TPS Lini Dua juga dapat digunakan untuk menimbun barang ekspor yang menunggu proses pemuatan ke kapal atau pesawat.
  • Beberapa TPS Lini Dua menyediakan layanan tambahan, seperti pengemasan, pelabelan, dan pengurusan dokumen kepabeanan.

 

Fungsi TPS buat buffer

Fungsi TPS sebagai buffer memang benar adanya. TPS, terutama TPS Lini Dua, dapat berperan sebagai buffer atau penyangga dalam sistem logistik dan kepabeanan. Berikut penjelasan lebih detail mengenai fungsi TPS sebagai buffer:

 

Menampung kelebihan barang:

Ketika terjadi lonjakan impor atau keterlambatan pengeluaran barang dari pelabuhan/bandara, TPS dapat menampung kelebihan barang tersebut sementara waktu.
Hal ini mencegah penumpukan barang di pelabuhan/bandara yang dapat mengganggu kelancaran arus barang dan operasional.

 

Memberikan fleksibilitas waktu:

TPS memberikan importir waktu tambahan untuk menyelesaikan proses kepabeanan, pembayaran bea masuk, dan pengurusan dokumen.
Dengan demikian, importir dapat lebih fleksibel dalam mengatur waktu pengeluaran barang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya.

 

Mengurangi risiko demurrage dan detention:

Demurrage adalah biaya penalti karena keterlambatan pengambilan peti kemas dari pelabuhan. Detention adalah biaya penalti karena keterlambatan pengembalian peti kemas kosong ke pelabuhan.
Dengan menyimpan barang di TPS, importir dapat menghindari risiko demurrage dan detention karena memiliki waktu lebih leluasa untuk mengurus pengeluaran barang dan pengembalian peti kemas.

 

Memudahkan konsolidasi dan distribusi barang:

TPS dapat digunakan sebagai tempat konsolidasi barang dari berbagai sumber sebelum didistribusikan ke tujuan akhir.
Hal ini membantu meningkatkan efisiensi logistik dan mengurangi biaya transportasi.

 

Menjaga stabilitas pasokan:

TPS dapat membantu menjaga stabilitas pasokan barang di pasar, terutama untuk barang-barang yang memiliki permintaan fluktuatif.
Ketika permintaan tinggi, barang yang disimpan di TPS dapat segera dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

 

Customs Clearance adalah

Customs clearance atau kepabeanan selesai adalah proses administrasi yang diperlukan agar barang dapat diimpor atau diekspor secara legal. Proses ini melibatkan pemeriksaan dokumen, pembayaran bea masuk dan pajak, serta pemeriksaan fisik barang oleh otoritas bea cukai.

 

Tujuan Customs Clearance:

  1. Memastikan kepatuhan terhadap peraturan: Memastikan bahwa barang yang masuk atau keluar negara memenuhi semua peraturan dan persyaratan kepabeanan.
  2. Melindungi keamanan dan kesehatan masyarakat: Mencegah masuknya barang ilegal, berbahaya, atau yang melanggar hak kekayaan intelektual.
  3. Mengumpulkan penerimaan negara: Memungut bea masuk, pajak, dan cukai yang menjadi sumber penerimaan negara.
  4. Memperlancar arus perdagangan: Memfasilitasi perdagangan internasional dengan mempercepat proses kepabeanan.

 

Proses Customs Clearance:

  1. Pengajuan dokumen: Importir atau eksportir mengajukan dokumen kepabeanan, seperti Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), invoice, packing list, dan dokumen pengangkutan.
  2. Pemeriksaan dokumen: Petugas bea cukai memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen.
  3. Penentuan nilai pabean: Menentukan nilai barang untuk menghitung bea masuk dan pajak.
  4. Pemeriksaan fisik barang: Petugas bea cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik barang untuk memastikan kesesuaian dengan dokumen.
  5. Pembayaran bea masuk dan pajak: Importir atau eksportir membayar bea masuk, pajak, dan cukai yang terutang.
  6. Pengeluaran barang: Setelah semua proses selesai, barang dapat dikeluarkan dari kawasan pabean untuk impor atau diekspor.

 

Faktor yang Mempengaruhi Customs Clearance:

  1. Jenis barang: Barang-barang tertentu, seperti barang berbahaya, barang kena cukai, atau barang yang memerlukan izin khusus, mungkin memerlukan proses kepabeanan yang lebih lama.
  2. Negara asal dan tujuan: Peraturan kepabeanan berbeda-beda di setiap negara.
  3. Kelengkapan dan keabsahan dokumen: Dokumen yang tidak lengkap atau tidak sah dapat menyebabkan penundaan proses kepabeanan.
  4. Kinerja petugas bea cukai: Efisiensi dan kecepatan kerja petugas bea cukai dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses kepabeanan.

 

Tips untuk Memperlancar Customs Clearance:

  1. Pastikan semua dokumen lengkap dan sah.
  2. Gunakan jasa Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang berpengalaman.
  3. Pahami peraturan kepabeanan di negara asal dan tujuan.
  4. Berikan informasi yang akurat dan jujur kepada petugas bea cukai.
  Sistematika Undang-Undang Kepabeanan: Materi PPJK

 

Pengusaha TPS dikelola BUMN dan swasta

Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Indonesia dapat dikelola baik oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun oleh perusahaan swasta.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai pengelola TPS:

 

TPS BUMN:

  • Beberapa BUMN yang bergerak di bidang logistik dan kepelabuhanan memiliki izin untuk mengelola TPS.
  • Contohnya adalah PT Pelindo (Persero) yang mengelola banyak TPS di berbagai pelabuhan di Indonesia.
  • TPS yang dikelola BUMN biasanya memiliki fasilitas yang lengkap dan terintegrasi dengan sistem kepelabuhanan.

 

TPS Swasta:

  • Perusahaan swasta juga dapat mengajukan izin untuk mengelola TPS kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
  • TPS swasta biasanya berlokasi di kawasan industri atau pergudangan dan menawarkan layanan yang lebih spesifik sesuai dengan kebutuhan klien.
  • Beberapa perusahaan swasta yang mengelola TPS antara lain perusahaan logistik, freight forwarder, dan perusahaan yang bergerak di bidang impor-ekspor.

 

Persyaratan untuk Mengelola TPS:

Baik BUMN maupun swasta yang ingin mengelola TPS harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh DJBC, antara lain:

  1. Memiliki izin usaha di bidang kepabeanan.
  2. Memiliki lokasi dan bangunan yang memenuhi standar TPS.
  3. Memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk pengelolaan TPS.
  4. Memiliki sumber daya manusia yang kompeten di bidang kepabeanan.

 

Tujuan Diberikannya Izin Pengelolaan TPS kepada Swasta:

  • Meningkatkan partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur logistik.
  • Meningkatkan efisiensi dan daya saing layanan TPS.
  • Memberikan pilihan yang lebih beragam bagi pengguna jasa TPS.

 

Pengawasan terhadap Pengelola TPS:

DJBC melakukan pengawasan terhadap semua pengelola TPS, baik BUMN maupun swasta, untuk memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan dan standar yang berlaku.

Pengelolaan TPS oleh BUMN dan swasta merupakan bentuk sinergi yang baik dalam meningkatkan layanan logistik dan kepabeanan di Indonesia. Hal ini memberikan lebih banyak pilihan dan fleksibilitas bagi pengguna jasa TPS, serta mendorong peningkatan efisiensi dan daya saing.

 

OB Over Brengen (pindah lokasi penimbunan)

OB atau Overbrengen adalah istilah dalam kepabeanan Indonesia yang merujuk pada pemindahan barang dari satu tempat penimbunan ke tempat penimbunan lainnya dalam wilayah pabean Indonesia.

 

OB Over Brengen (pindah lokasi penimbunan)

Tujuan Overbrengen:

  1. Memindahkan barang dari TPS Lini Satu ke TPS Lini Dua: Setelah barang impor tiba di pelabuhan atau bandara (TPS Lini Satu) dan melewati pemeriksaan awal, barang dapat dipindahkan ke TPS Lini Dua untuk proses kepabeanan lebih lanjut.
  2. Memindahkan barang antar TPS: Pemindahan barang juga dapat dilakukan antar TPS Lini Dua, misalnya untuk keperluan konsolidasi, penyimpanan, atau distribusi.
  3. Memindahkan barang ke tempat lain dalam daerah pabean: Overbrengen juga dapat dilakukan untuk memindahkan barang ke tempat lain yang memiliki izin penimbunan, seperti Gudang Berikat atau Kawasan Berikat.

 

Proses Overbrengen:

  1. Pengajuan permohonan: Importir atau pemilik barang mengajukan permohonan overbrengen kepada kantor Bea Cukai tempat barang berada.
  2. Pemeriksaan dokumen: Petugas Bea Cukai memeriksa kelengkapan dokumen, seperti dokumen pengangkutan, izin TPS asal dan tujuan, dan dokumen kepabeanan lainnya.
  3. Persetujuan: Jika dokumen lengkap dan memenuhi persyaratan, Bea Cukai akan memberikan persetujuan overbrengen.
  4. Pemindahan fisik barang: Barang dipindahkan dari TPS asal ke TPS tujuan dengan pengawasan Bea Cukai.
  5. Pelaporan: Pengelola TPS asal dan tujuan melaporkan pergerakan barang kepada Bea Cukai.

 

Syarat Overbrengen:

  1. Barang dalam kondisi baik dan tidak rusak.
  2. Dokumen kepabeanan lengkap dan sah.
  3. TPS asal dan tujuan memiliki izin yang sah.
  4. Memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bea Cukai.

 

Manfaat Overbrengen:

  1. Mengurangi kepadatan di pelabuhan/bandara: Memindahkan barang dari TPS Lini Satu ke TPS Lini Dua membantu mengurangi penumpukan barang di pelabuhan atau bandara.
  2. Efisiensi biaya: Memungkinkan importir untuk memilih TPS dengan biaya penyimpanan yang lebih efisien.
  3. Fleksibilitas: Memberikan fleksibilitas bagi importir dalam mengelola barang dan proses kepabeanan.
  4. Keamanan: Menjamin keamanan barang selama proses pemindahan.

 

  • Overbrengen diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/PMK.04/2018 tentang Tempat Penimbunan Sementara dan peraturan terkait lainnya.
  • Bea Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik barang selama proses overbrengen untuk memastikan kesesuaian dengan dokumen.
  • Importir dapat menggunakan jasa pengangkut yang memiliki izin untuk melakukan overbrengen.

 

Biaya TPS

Biaya TPS (Tempat Penimbunan Sementara) dapat bervariasi tergantung beberapa faktor, antara lain:

 

Jenis TPS:

  • TPS Lini Satu: Biaya di TPS Lini Satu umumnya lebih mahal karena lokasinya yang strategis di pelabuhan/bandara dan fasilitas yang lebih lengkap.
  • TPS Lini Dua: Biaya di TPS Lini Dua cenderung lebih murah karena lokasinya di luar pelabuhan/bandara.

 

Pengelola TPS:

  • BUMN: Tarif TPS yang dikelola BUMN biasanya diatur oleh pemerintah dan cenderung lebih standar.
  • Swasta: Tarif TPS swasta lebih bervariasi dan dapat dinegosiasikan tergantung jenis layanan dan volume barang.

 

Jenis barang:

  • Barang umum: Biaya penyimpanan untuk barang umum biasanya dihitung berdasarkan volume (kubikasi) atau berat barang.
  • Barang khusus: Barang khusus seperti barang berbahaya, barang mudah busuk, atau barang berharga mungkin dikenakan tarif yang lebih tinggi karena memerlukan penanganan dan penyimpanan khusus.

 

Lama penimbunan:

  • Semakin lama barang ditimbun di TPS, semakin besar biaya yang harus dibayar.
  • Biasanya ada tarif dasar untuk periode waktu tertentu (misalnya, per hari atau per minggu), dan tarif tambahan jika melebihi batas waktu tersebut.

 

Layanan tambahan:

  • Beberapa TPS menyediakan layanan tambahan seperti pengemasan, pelabelan, pengurusan dokumen kepabeanan, dan lain-lain.
  • Layanan tambahan ini akan dikenakan biaya terpisah.

 

Komponen Biaya TPS:

Secara umum, biaya TPS dapat meliputi:

  1. Biaya sewa gudang: Biaya sewa ruang untuk menyimpan barang.
  2. Biaya handling: Biaya bongkar muat, pemindahan, dan penataan barang.
  3. Biaya administrasi: Biaya pengurusan dokumen dan administrasi TPS.
  4. Biaya lain-lain: Biaya asuransi, keamanan, dan lain-lain.

 

Tips Menghemat Biaya TPS:

  1. Pilih TPS yang sesuai dengan kebutuhan: Pertimbangkan jenis barang, lokasi, dan layanan yang dibutuhkan.
  2. Negosiasikan tarif: Jika menggunakan TPS swasta, cobalah untuk menegosiasikan tarif dengan pengelola TPS.
  3. Kelola waktu penimbunan: Upayakan untuk menyelesaikan proses kepabeanan dan pengeluaran barang secepat mungkin agar tidak dikenakan biaya tambahan.
  4. Manfaatkan layanan konsolidasi: Jika memungkinkan, konsolidasikan barang dari berbagai sumber untuk mengurangi volume dan biaya penyimpanan.

 

Anda dapat menghubungi pengelola TPS atau jasa logistik untuk mendapatkan informasi lebih detail mengenai biaya TPS.
Pastikan untuk memahami semua komponen biaya yang dikenakan agar tidak terjadi kesalahpahaman.

 

Perusahaan mapan yang punya dermaga sendiri untuk kapalnya dan punya tps sendiri untuk barangnya sendiri

Di Indonesia, ada beberapa perusahaan mapan yang memiliki dermaga sendiri dan TPS sendiri untuk menangani barangnya. Umumnya, perusahaan-perusahaan ini bergerak di bidang:

  1. Logistik dan kepelabuhanan: Mereka mengoperasikan terminal peti kemas atau terminal curah untuk menangani bongkar muat barang dari dan ke kapal.
  2. Pertambangan dan energi: Mereka memiliki dermaga khusus untuk mengangkut hasil tambang atau produk energi seperti batu bara, minyak, dan gas.
  3. Industri manufaktur: Beberapa perusahaan manufaktur besar memiliki dermaga sendiri untuk mengimpor bahan baku dan mengekspor produk jadi.

 

Berikut ini beberapa contoh perusahaan mapan di Indonesia yang memiliki dermaga dan TPS sendiri:

 

PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo:

  • Pelindo adalah BUMN yang mengelola pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia.
  • Mereka memiliki banyak dermaga dan TPS di berbagai pelabuhan, seperti Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), dan Makassar.

PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum:

  • Inalum adalah BUMN yang bergerak di bidang industri aluminium.
  • Mereka memiliki dermaga dan TPS di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, untuk mengimpor bahan baku dan mengekspor aluminium.

 

PT Petrokimia Gresik:

Petrokimia Gresik adalah produsen pupuk terbesar di Indonesia.
Mereka memiliki dermaga dan TPS di Gresik, Jawa Timur, untuk mengimpor bahan baku dan mengekspor pupuk.

 

PT Unilever Indonesia Tbk:

Unilever Indonesia adalah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang consumer goods.
Mereka memiliki dermaga dan TPS di Cikarang, Jawa Barat, untuk mendukung kegiatan produksi dan distribusi.

 

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk:

Krakatau Steel adalah produsen baja terbesar di Indonesia.
Mereka memiliki dermaga dan TPS di Cilegon, Banten, untuk mengimpor bahan baku dan mengekspor baja.

 

Keuntungan Memiliki Dermaga dan TPS Sendiri:

  1. Efisiensi: Mempercepat proses bongkar muat dan mengurangi biaya logistik.
  2. Kontrol: Memberikan kontrol penuh atas proses penanganan barang.
  3. Fleksibilitas: Memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan operasional dengan kebutuhannya.
  4. Keamanan: Meningkatkan keamanan barang dan mencegah kerusakan atau kehilangan.

 

  • Daftar perusahaan yang memiliki dermaga dan TPS sendiri dapat berubah sewaktu-waktu.
  • Beberapa perusahaan mungkin memiliki dermaga dan TPS di beberapa lokasi.

 

Persyaratan dermaga sendiri

Memiliki dermaga dan TPS sendiri memang memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, terutama dalam hal efisiensi dan kontrol logistik. Namun, untuk mendapatkan izin membangun dan mengoperasikan dermaga dan TPS sendiri, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.

Persyaratan ini umumnya diatur oleh Kementerian Perhubungan, khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Berikut beberapa persyaratan umum:

 

A. Persyaratan Administrasi:

  1. Legalitas Perusahaan: Akta pendirian perusahaan, izin usaha, NPWP, dan dokumen legalitas lainnya.
  2. Bukti Kepemilikan/Penguasaan Lahan: Sertifikat tanah atau perjanjian sewa menyewa lahan di area dermaga.
  3. Studi Kelayakan: Studi kelayakan yang menunjukkan kebutuhan dan potensi dermaga, termasuk analisis dampak lingkungan.
  4. Rencana Induk: Rencana induk pengembangan dermaga, termasuk rencana jangka pendek, menengah, dan panjang.
  5. Kemampuan Finansial: Bukti kemampuan finansial untuk membangun dan mengoperasikan dermaga.

 

B. Persyaratan Teknis:

Gambar Teknis: Gambar hidrografi, topografi, dan desain dermaga (denah, tampak, potongan).
Spesifikasi Teknis: Spesifikasi teknis dermaga, termasuk jenis konstruksi, material, dan kapasitas.
Kajian Keselamatan: Kajian keselamatan pelayaran, termasuk alur pelayaran dan kolam pelabuhan.
Analisis Dampak Lingkungan: AMDAL atau UKL-UPL yang telah disahkan oleh instansi berwenang.

 

Persyaratan TPS Sendiri:

Persyaratan ini diatur oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Berikut persyaratan umumnya:

 

A. Persyaratan Administrasi:

  1. Izin Usaha: Izin usaha di bidang kepabeanan, seperti API (Angka Pengenal Importir) atau APE (Angka Pengenal Eksportir).
  2. NPWP dan Dokumen Legalitas: NPWP, SIUP, TDP, dan dokumen legalitas lainnya.
  3. Surat Permohonan: Surat permohonan izin TPS kepada DJBC.
  4. Dokumen Teknis: Gambar denah dan layout TPS, serta spesifikasi teknis bangunan.

 

B. Persyaratan Teknis:

  1. Lokasi dan Bangunan: Lokasi TPS harus strategis dan bangunan harus memenuhi standar keamanan dan kepabeanan.
  2. Sistem dan Prosedur: Memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk pengelolaan TPS, termasuk sistem inventarisasi dan pengawasan barang.
  3. Peralatan: Dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk penanganan barang, seperti forklift, crane, dan conveyor.
  4. SDM: Memiliki sumber daya manusia yang kompeten di bidang kepabeanan dan logistik.

 

Perizinan:

Setelah memenuhi persyaratan, perusahaan harus mengajukan permohonan izin kepada instansi terkait. Proses perizinan ini meliputi:

  1. Verifikasi Dokumen: Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen.
  2. Survey Lapangan: Peninjauan lokasi dan fasilitas oleh petugas.
  3. Evaluasi: Evaluasi terhadap permohonan izin.
  4. Penerbitan Izin: Penerbitan izin jika permohonan disetujui.

 

Informasi Tambahan:

  • Persyaratan dan proses perizinan dapat bervariasi tergantung jenis dermaga dan TPS, serta lokasi dan skala usaha.
  • Anda dapat menghubungi Kementerian Perhubungan dan DJBC untuk mendapatkan informasi lebih detail mengenai persyaratan dan proses perizinan.
  • Memiliki dermaga dan TPS sendiri merupakan investasi yang besar. Oleh karena itu, penting untuk memahami persyaratan dan proses perizinan dengan baik agar proses pembangunan dan pengoperasian dapat berjalan lancar.

 

Apakah wajib ada petugas BC dan sarpras ada di pengusaha TPS sendiri ?

Meskipun perusahaan memiliki TPS sendiri, tetap wajib ada petugas Bea Cukai yang melakukan pengawasan di sana. Keberadaan petugas Bea Cukai di TPS swasta adalah untuk memastikan bahwa semua kegiatan di TPS tersebut sesuai dengan peraturan kepabeanan yang berlaku.

 

Tugas Petugas Bea Cukai di TPS Swasta:

  1. Pengawasan kegiatan: Memantau dan mengawasi semua kegiatan di TPS, termasuk penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang.
  2. Pemeriksaan fisik: Melakukan pemeriksaan fisik barang secara selektif atau menyeluruh untuk memastikan kesesuaian dengan dokumen.
  3. Pengawasan dokumen: Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen kepabeanan yang terkait dengan barang di TPS.
  4. Pencegahan pelanggaran: Mencegah terjadinya pelanggaran kepabeanan, seperti penyelundupan, penggelapan barang, atau manipulasi dokumen.
  5. Pemberian pelayanan: Memberikan pelayanan informasi dan konsultasi kepada pengguna jasa TPS terkait peraturan kepabeanan.

 

Sarana dan Prasarana:

Meskipun diawasi oleh petugas Bea Cukai, sarana dan prasarana di TPS swasta disediakan oleh perusahaan pemilik TPS. Sarana dan prasarana ini meliputi:

  1. Bangunan dan gudang: Bangunan dan gudang yang memenuhi standar keamanan dan kepabeanan.
  2. Peralatan penanganan barang: Forklift, crane, conveyor, dan peralatan lain yang dibutuhkan untuk memindahkan dan menyimpan barang.
  3. Sistem teknologi informasi: Sistem komputer dan aplikasi untuk mengelola data barang, dokumen, dan kegiatan di TPS.
  4. Keamanan: Sistem keamanan untuk melindungi barang dari kerusakan, kehilangan, atau pencurian.

 

Kewajiban Pengusaha TPS Swasta:

  1. Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk operasional TPS.
  2. Mematuhi semua peraturan kepabeanan yang berlaku.
  3. Memberikan akses dan informasi yang dibutuhkan oleh petugas Bea Cukai.
  4. Melakukan pencatatan dan pelaporan yang akurat terkait kegiatan di TPS.

 

Tujuan Petugas Bea Cukai:

Keberadaan petugas Bea Cukai dan penyediaan sarana prasarana oleh pengusaha TPS swasta bertujuan untuk:

  1. Menjamin kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan.
  2. Mencegah pelanggaran kepabeanan.
  3. Melindungi hak dan kepentingan negara.
  4. Memperlancar arus barang.
  5. Meningkatkan efisiensi logistik.

 

Meskipun TPS dimiliki dan dikelola oleh swasta, pengawasan tetap dilakukan oleh Bea Cukai. Hal ini penting untuk menjaga integritas sistem kepabeanan dan mencegah terjadinya pelanggaran. Kerja sama yang baik antara pengusaha TPS swasta dan Bea Cukai sangat penting untuk menciptakan iklim logistik yang efisien dan patuh hukum.

 

Tempat Penimbunan Pabean TPP

Tempat Penimbunan Pabean (TPP) adalah bangunan dan atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh pemerintah di Kantor Pabean yang berada di bawah pengelolaan DJBC untuk menyimpan barang yang tidak dikuasai, dikuasi negara dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan UU Kepabeanan.. TPP berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Kalau lebih dari 30 hari maka BC mengeluarkan statusnya menjadi barang yang tidak dikuasai. Contohnya

  1. Lartas belum di penuhi.
  2. Barang milik negara/BMN (penyelundupan atau barang dilelang di cikarang).
  3. BCF 15 (barang tidak bertuan).

Tempat Penimbunan Pabean TPP

 

Fungsi TPP:

TPP memiliki fungsi yang berbeda dengan Tempat Penimbunan Sementara (TPS). Berikut adalah fungsi utama TPP:

  1. Menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai: Barang yang disita oleh Bea Cukai karena melanggar aturan kepabeanan, seperti barang selundupan atau barang yang tidak memenuhi persyaratan impor.
  2. Menyimpan barang yang dikuasai negara: Barang yang menjadi milik negara karena proses hukum atau ketentuan lain, seperti barang rampasan negara atau barang sitaan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  3. Menyimpan barang milik negara: Barang yang digunakan atau dibutuhkan oleh negara untuk kepentingan tertentu, seperti barang bukti kejahatan atau barang untuk keperluan dinas.

 

Karakteristik TPP:

  1. Dikelola oleh pemerintah: TPP dikelola langsung oleh DJBC dan berada di bawah pengawasan ketat.
  2. Lokasi: Berada di lingkungan kantor pabean.
  3. Keamanan: Memiliki sistem keamanan yang ketat untuk mencegah kehilangan atau kerusakan barang.
  4. Terbatas untuk umum: Akses ke TPP terbatas dan hanya diperbolehkan untuk petugas Bea Cukai dan pihak-pihak yang berwenang.

 

Jenis Barang yang Disimpan di TPP:

  1. Barang selundupan
  2. Barang ilegal
  3. Barang yang tidak memenuhi persyaratan impor
  4. Barang rampasan negara
  5. Barang bukti kejahatan
  6. Barang milik negara lainnya

 

Peraturan Terkait TPP:

Pengelolaan TPP diatur dalam peraturan-peraturan berikut:

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tentang kepabeanan
  3. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC) yang mengatur tentang TPP

 

Perbedaan TPP dan TPS:

Fitur TPP

  1. Pengelola Pemerintah (DJBC)
  2. Lokasi Di kantor pabean
  3. Fungsi Menyimpan barang sitaan, barang milik negara, dll.
  4. Akses Terbatas
  5. Batas waktu Tidak ada batas waktu

 

Fitur TPS

  1. Pemerintah/Swasta
  2. Lokasi Di pelabuhan/bandara atau di luar
  3. Menampung barang impor/ekspor sementara
  4. Akses Lebih terbuka
  5. Batas Waktu 90 Hari

 

TPP merupakan bagian penting dari sistem kepabeanan di Indonesia. TPP berfungsi untuk mengamankan dan mengelola barang-barang tertentu yang berkaitan dengan penegakan hukum dan kepentingan negara.

 

Lartas belum di penuhi adalah

Lartas (Larangan dan Pembatasan) yang belum dipenuhi merujuk pada situasi di mana barang yang akan diimpor atau diekspor tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan larangan dan pembatasan yang berlaku di Indonesia.

 

Latar Belakang Lartas:

Pemerintah Indonesia menerapkan lartas untuk:

  1. Melindungi keamanan nasional dan kepentingan umum.
  2. Menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat.
  3. Melindungi lingkungan hidup.
  4. Mengatur lalu lintas barang.
  5. Mendukung industri dalam negeri.

 

Jenis Lartas:

  • Larangan: Barang tertentu dilarang untuk diimpor atau diekspor.
  • Pembatasan: Barang tertentu boleh diimpor atau diekspor dengan memenuhi persyaratan tertentu, seperti izin, kuota, atau standar.

 

Contoh Barang Lartas:

  1. Narkotika dan psikotropika
  2. Senjata api dan bahan peledak
  3. Limbah berbahaya
  4. Hewan dan tumbuhan yang dilindungi
  5. Barang-barang yang melanggar hak kekayaan intelektual

 

Konsekuensi Lartas Belum Dipenuhi:

Jika lartas belum dipenuhi, maka barang tersebut akan dicegah masuk atau keluar wilayah Indonesia oleh Bea Cukai. Beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi:

  1. Pengembalian ke negara asal (re-ekspor): Importir harus mengembalikan barang ke negara asal dengan biaya sendiri.
  2. Pemusnahan: Barang dimusnahkan di bawah pengawasan Bea Cukai.
  3. Penyitaan: Barang disita oleh negara dan dapat dilelang atau dimusnahkan.
  4. Sanksi administratif: Importir dikenakan denda atau sanksi administratif lainnya.
  5. Tuntutan pidana: Dalam kasus tertentu, importir dapat dikenakan tuntutan pidana.

 

Bagaimana Memenuhi Lartas:

  1. Identifikasi lartas: Pastikan barang yang akan diimpor atau diekspor tidak termasuk dalam daftar lartas atau memenuhi persyaratan pembatasan.
  2. Urus perizinan: Jika barang memerlukan izin, urus perizinan dari instansi terkait sebelum melakukan impor atau ekspor.
  3. Penuhi standar: Pastikan barang memenuhi standar yang ditetapkan, seperti standar kualitas, keamanan, atau kesehatan.
  4. Konsultasi: Jika ragu, konsultasikan dengan Bea Cukai atau konsultan kepabeanan untuk memastikan kepatuhan terhadap lartas.

 

Peraturan lartas dapat berubah sewaktu-waktu, jadi penting untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru.
Anda dapat mencari informasi tentang lartas di situs web Bea Cukai atau instansi terkait lainnya.

 

Status barang yang tidak dikuasai

Status “barang yang tidak dikuasai” dalam konteks kepabeanan merujuk pada barang yang berada dalam kondisi tidak dapat dikeluarkan dari kawasan pabean karena tidak memenuhi persyaratan kepabeanan atau terkait dengan pelanggaran aturan.

 

Kriteria Barang yang Tidak Dikuasai:

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 62/PMK.04/2011, barang dinyatakan tidak dikuasai jika:

  1. Tidak dipenuhi kewajiban pabeannya dalam jangka waktu yang ditentukan: Importir tidak menyelesaikan kewajiban pabean, seperti pembayaran bea masuk dan pajak, dalam batas waktu yang ditetapkan.
  2. Tidak diselesaikan kewajiban pabeannya karena pemiliknya tidak diketahui atau tidak ada yang menguasainya: Barang tidak memiliki dokumen kepemilikan yang sah atau pemiliknya tidak dapat ditemukan.
  3. Dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya: Barang termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (lartas) dan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
  4. Merupakan barang tegahan: Barang yang dilarang masuk atau keluar wilayah Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  5. Disita untuk negara: Barang yang disita oleh negara karena terkait dengan tindak pidana atau pelanggaran hukum.

 

Penyelesaian Barang yang Tidak Dikuasai:

Terhadap barang yang tidak dikuasai, Bea Cukai akan melakukan langkah-langkah penyelesaian sebagai berikut:

  1. Pemberitahuan: Bea Cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemilik barang bahwa barang tersebut akan dilelang jika kewajiban pabeannya tidak diselesaikan dalam jangka waktu 60 hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).
  2. Penyelesaian Kewajiban Pabean: Pemilik barang diberi kesempatan untuk menyelesaikan kewajiban pabeannya, seperti membayar bea masuk, pajak, dan denda.
  3. Lelang: Jika kewajiban pabean tidak diselesaikan dalam waktu yang ditentukan, barang akan dilelang oleh Bea Cukai.
  4. Pemusnahan: Barang dapat dimusnahkan jika tidak laku dilelang atau jika barang tersebut berbahaya atau merusak lingkungan.
  5. Penetapan Status Penggunaan: Barang dapat ditetapkan status penggunaannya untuk kepentingan pemerintah atau masyarakat, misalnya untuk keperluan pendidikan, sosial, atau penelitian.
  6. Hibah: Barang dapat dihibahkan kepada instansi pemerintah, lembaga sosial, atau pihak lain yang berhak.

 

Informasi Tambahan:

  • Tempat penyimpanan: Barang yang tidak dikuasai disimpan di TPP yang dikelola oleh Bea Cukai.
  • Biaya penyimpanan: Pemilik barang bertanggung jawab atas biaya penyimpanan barang di TPP.
  • Peraturan: Pengelolaan barang yang tidak dikuasai diatur dalam PMK Nomor 62/PMK.04/2011 dan peraturan terkait lainnya.

Status “barang yang tidak dikuasai” merupakan kondisi di mana barang tidak dapat dikeluarkan dari kawasan pabean karena berbagai alasan. Bea Cukai memiliki wewenang untuk melakukan penyelesaian terhadap barang tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Status Barang milik negara

Status Barang Milik Negara (BMN) merujuk pada barang yang dimiliki oleh negara dan dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi negara. Pengelolaan BMN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020.

Kriteria BMN:

  1. Dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN): Barang yang dibeli atau diperoleh dengan menggunakan dana APBN.
  2. Diperoleh dari hibah/sumbangan: Barang yang diterima negara sebagai hibah atau sumbangan dari pihak lain.
  3. Disita oleh negara: Barang yang disita oleh negara berdasarkan putusan pengadilan atau peraturan perundang-undangan.
  4. Rampasan negara: Barang yang dirampas oleh negara karena terkait dengan tindak pidana.
  5. Ditemukan: Barang yang ditemukan dan tidak ada pihak yang mengakui kepemilikannya.
  6. Dibuat/dihasilkan oleh instansi pemerintah: Barang yang dibuat atau dihasilkan oleh instansi pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya.

 

Pengelolaan BMN:

Pengelolaan BMN meliputi:

  1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran: Merencanakan kebutuhan BMN dan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan BMN.
  2. Pengadaan: Melakukan pengadaan BMN melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Pencatatan dan inventarisasi: Mencatat dan menginventarisasi seluruh BMN yang dimiliki oleh negara.
  4. Penggunaan: Menggunakan BMN sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintah.
  5. Pemeliharaan: Melakukan pemeliharaan BMN agar tetap dalam kondisi baik dan dapat digunakan secara optimal.
  6. Pemanfaatan: Memanfaatkan BMN yang menganggur atau belum optimal penggunaannya untuk meningkatkan penerimaan negara.
  7. Pengamanan dan pengawasan: Melakukan pengamanan dan pengawasan terhadap BMN untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau penyalahgunaan.
  8. Pemindahtanganan: Melakukan pemindahtanganan BMN yang sudah tidak diperlukan lagi, seperti penjualan, tukar-menukar, atau hibah.

 

Penetapan Status Penggunaan BMN:

BMN yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang harus ditetapkan status penggunaannya. Status penggunaan BMN dapat berupa:

  • Digunakan sendiri: BMN digunakan langsung oleh instansi pemerintah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
  • Dioperasikan oleh pihak lain: BMN dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka kerjasama pemanfaatan BMN.
  • Digunakan sementara: BMN digunakan sementara oleh pihak lain untuk jangka waktu tertentu.

 

Tujuan Pengelolaan BMN:

  1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan BMN.
  2. Mencegah pemborosan dan penyalahgunaan BMN.
  3. Mengoptimalkan pemanfaatan BMN untuk kepentingan negara.
  4. Menjaga kelestarian BMN.
  5. Meningkatkan akuntabilitas pengelolaan BMN.

 

Informasi Tambahan:

  • Pengelola Barang: Menteri Keuangan adalah Pengelola Barang untuk BMN.
  • Pengguna Barang: Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah adalah Pengguna Barang.
  • Kuasa Pengguna Barang: Pimpinan unit organisasi di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah adalah Kuasa Pengguna Barang.

 

BMN merupakan aset negara yang penting dan harus dikelola dengan baik untuk mendukung penyelenggaraan tugas dan fungsi negara. Pengelolaan BMN yang efisien, efektif, dan akuntabel akan memberikan manfaat yang optimal bagi negara dan masyarakat.

 

Penyelundupan atau barang dilelang di TPP cikarang

Barang selundupan yang ditahan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) di Cikarang, jika tidak diselesaikan kewajiban pabeannya atau tidak diambil pemiliknya dalam jangka waktu tertentu, dapat dilelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bekasi.

 

Proses Lelang Barang Selundupan di BMN Cikarang:

  1. Penyitaan: Bea Cukai Cikarang menyita barang selundupan dan menyimpannya di TPP.
  2. Penetapan Status: Barang tersebut ditetapkan sebagai Barang Milik Negara (BMN) karena merupakan barang sitaan negara.
  3. Permohonan Lelang: Bea Cukai Cikarang mengajukan permohonan lelang kepada KPKNL Bekasi.
  4. Penilaian: KPKNL Bekasi melakukan penilaian terhadap barang yang akan dilelang untuk menentukan nilai limit.
  5. Pengumuman Lelang: KPKNL Bekasi mengumumkan lelang melalui media massa dan situs web lelang.go.id.
  6. Pelaksanaan Lelang: Lelang dilaksanakan secara terbuka dan transparan, baik melalui metode lelang konvensional maupun e-auction.
  7. Penetapan Pemenang: Pemenang lelang adalah penawar dengan harga tertinggi.
  8. Pembayaran dan Pengambilan Barang: Pemenang lelang harus melunasi pembayaran dan mengambil barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Contoh Kasus Lelang TPP:

KPKNL Bekasi pernah melelang BMN berupa tekstil/cotton dan beberapa jenis bahan kain lainnya yang berasal dari tegahan Kepabeanan dan Cukai di Cikarang. Lelang tersebut berhasil dan barang laku terjual dengan harga Rp301.001.999,-. (Sumber: KPKNL Bekasi Sukses Lelang BMN Tegahan KPPBC)

 

Tujuan Lelang Barang Selundupan:

  1. Mengoptimalkan nilai ekonomis barang: Mencegah barang selundupan terbengkalai dan tidak termanfaatkan.
  2. Menghasilkan penerimaan negara: Hasil lelang disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
  3. Memberikan efek jera: Memberikan efek jera kepada pelaku penyelundupan.
  4. Mencegah penyalahgunaan: Mencegah barang selundupan kembali beredar di masyarakat.

 

Informasi Tambahan:

  • Jenis barang: Berbagai jenis barang selundupan dapat dilelang, seperti elektronik, pakaian, makanan, minuman, dan lain-lain.
  • Syarat dan ketentuan: Peserta lelang harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh KPKNL Bekasi.
  • Informasi lelang: Informasi mengenai lelang BMN di Cikarang dapat dilihat di situs web lelang.go.id atau menghubungi KPKNL Bekasi.

Barang selundupan yang ditahan di BMN Cikarang dapat dilelang untuk mengoptimalkan nilai ekonomisnya, menghasilkan penerimaan negara, dan memberikan efek jera kepada pelaku penyelundupan.

 

BCF 1.5 (barang tidak bertuan)

BCF 1.5 adalah dokumen kepabeanan yang digunakan untuk menyatakan status barang yang tidak dikuasai (BTD) oleh pemiliknya. Istilah “tidak bertuan” sebenarnya kurang tepat, karena barang tersebut mungkin saja memiliki pemilik, tetapi pemiliknya tidak diketahui atau tidak memenuhi kewajiban kepabeanannya.

 

Kriteria Barang Tidak Dikuasai (BTD):

  1. Tidak dipenuhi kewajiban pabeannya: Importir tidak menyelesaikan kewajiban pabean, seperti pembayaran bea masuk dan pajak, dalam batas waktu yang ditentukan.
  2. Tidak diselesaikan kewajiban pabeannya karena pemiliknya tidak diketahui atau tidak ada yang menguasainya: Barang tidak memiliki dokumen kepemilikan yang sah atau pemiliknya tidak dapat ditemukan.
  3. Dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya: Barang termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (lartas) dan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
  4. Merupakan barang tegahan: Barang yang dilarang masuk atau keluar wilayah Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  5. Disita untuk negara: Barang yang disita oleh negara karena terkait dengan tindak pidana atau pelanggaran hukum.

 

Prosedur BCF 1.5:

  1. Penetapan BTD: Bea Cukai menetapkan status barang sebagai BTD dan menerbitkan BCF 1.5.
  2. Pemberitahuan: Bea Cukai memberitahukan pemilik barang (jika diketahui) atau pihak terkait lainnya mengenai status BTD.
  3. Penyimpanan di TPP: Barang yang tidak dikuasai disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).
  4. Penyelesaian: Bea Cukai melakukan proses penyelesaian terhadap BTD, yang dapat berupa:
  5. Penyelesaian kewajiban pabean: Pemilik barang diberi kesempatan untuk menyelesaikan kewajiban pabeannya.
  6. Lelang: Barang dilelang jika tidak ada penyelesaian kewajiban pabean.
  7. Pemusnahan: Barang dimusnahkan jika tidak laku dilelang atau berbahaya.
  8. Penetapan status penggunaan: Barang digunakan untuk kepentingan pemerintah.
  9. Hibah: Barang dihibahkan kepada pihak lain.

 

Pembatalan BCF 1.5:

Dalam hal tertentu, BCF 1.5 dapat dibatalkan jika:

  • Terdapat kesalahan dalam penetapan BTD: Misalnya, barang ternyata bukan BTD.
  • Pemilik barang dapat membuktikan kepemilikan dan menyelesaikan kewajiban pabean: Pemilik barang menunjukkan dokumen yang sah dan membayar bea masuk serta pajak.

 

Informasi Tambahan

  • BCF 1.5 online: Saat ini, BCF 1.5 diterbitkan secara online melalui sistem CEISA (Customs Excise Information System and Automation).
  • Peraturan: Pengelolaan BTD dan BCF 1.5 diatur dalam PMK Nomor 62/PMK.04/2011 dan peraturan terkait lainnya.
    Kesimpulan:

BCF 1.5 adalah dokumen penting dalam proses penanganan barang yang tidak dikuasai di kepabeanan Indonesia. Dokumen ini menandai status barang dan menjadi dasar bagi Bea Cukai untuk melakukan penyelesaian sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Kontener RIVER (Pendingain) jalur hijau

Jalur hijau dalam konteks kepabeanan di Indonesia merujuk pada sistem pemeriksaan barang impor yang disederhanakan. Jika kontainer RIVER Anda mendapatkan jalur hijau, artinya kontainer tersebut lolos seleksi sistem dan tidak perlu menjalani pemeriksaan fisik oleh petugas Bea Cukai. Contoh: Kontener RIVER buah-buahan.

 

Sistem Seleksi Jalur:

Bea Cukai menggunakan sistem komputer untuk menganalisis data dan dokumen impor dan menentukan jalur pemeriksaan. Ada tiga jalur:

  1. Merah: Kontainer akan diperiksa dokumen dan fisik secara lengkap.
  2. Kuning: Kontainer akan diperiksa dokumen secara lengkap.
  3. Hijau: Kontainer lolos seleksi dan tidak diperiksa fisik.

 

Keuntungan Jalur Hijau:

  1. Proses lebih cepat: Kontainer dapat segera dikeluarkan dari pelabuhan setelah proses administrasi selesai.
  2. Efisiensi biaya: Mengurangi biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan fisik.
  3. Memperlancar arus barang: Membantu memperlancar arus barang di pelabuhan.

 

Alasan Kontainer RIVER Mendapatkan Jalur Hijau:

  1. Kepatuhan Importir: Importir memiliki rekam jejak kepatuhan yang baik terhadap peraturan kepabeanan.
  2. Jenis Barang: Barang yang diimpor termasuk dalam kategori risiko rendah.
  3. Kelengkapan Dokumen: Dokumen impor lengkap dan sesuai dengan ketentuan.
  4. Sistem Analisis Risiko: Sistem analisis risiko Bea Cukai tidak mendeteksi potensi pelanggaran.

 

Meskipun Mendapatkan Jalur Hijau:

  1. Tetap diawasi: Kontainer tetap dalam pengawasan Bea Cukai meskipun tidak diperiksa fisik.
  2. Pemeriksaan sewaktu-waktu: Bea Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik sewaktu-waktu jika diperlukan.
  3. Sanksi: Jika ditemukan pelanggaran, importir akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Mendapatkan jalur hijau untuk kontainer RIVER Anda adalah kabar baik. Artinya, proses kepabeanan akan lebih cepat dan efisien. Namun, tetap pastikan bahwa semua dokumen lengkap dan barang yang diimpor sesuai dengan peraturan kepabeanan.

 

Tempat Penimbunan Berikat (TPB)

Tempat Penimbunan Berikat (TPB) adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu yang mendapatkan penangguhan Bea Masuk (penundaan pembiayaan masuk dan tidak dihitung PPN dan PPH tujuannya untuk expor) . TPB tempatnya jauh dari pelabuhan/bandara. Contoh gudang berikat, kawasan berikat nusantara, Pusat logistik berikat (sudah di impor dan ada di gudang PLB) contohnya Lazada.Gudang berikat di Gudang Garuda airport, toko bebas bea (duty Free Shop) yang ada di bandara.

Tempat Penimbunan Berikat TPB

Fasilitas di TPB:

  1. Penangguhan Bea Masuk: Benar, barang yang masuk ke TPB umumnya mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk. Artinya, importir tidak perlu membayar bea masuk saat barang masuk ke TPB. Bea masuk baru dibayar ketika barang dikeluarkan dari TPB untuk tujuan impor.
  2. PDRI Tetap Ditagih: Pernyataan Anda kurang tepat. PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor), yang meliputi PPN, PPh Pasal 22 Impor, dan PPnBM, tetap ditagih saat barang masuk ke TPB. Namun, ada beberapa skema TPB (misalnya, Kawasan Berikat) yang memberikan fasilitas pembebasan atau penangguhan PDRI dengan syarat tertentu.
  3. Lartas Tetap Berlaku: Pernyataan Anda benar. Ketentuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) tetap berlaku untuk barang yang masuk ke TPB. Importir harus memenuhi semua persyaratan Lartas, termasuk izin impor, jika barang yang diimpor termasuk dalam kategori Lartas.

 

Tujuan utama TPB:

  1. Meningkatkan daya saing industri: Memberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, sehingga dapat bersaing di pasar global.
  2. Mendorong investasi: Menarik investasi asing dan domestik di sektor industri.
  3. Memperluas lapangan kerja: Menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri dan logistik.
  4. Meningkatkan penerimaan devisa: Meningkatkan ekspor dan penerimaan devisa negara.

 

Kawasan Berikat memang berada di bawah pengawasan ketat Bea Cukai. Setiap kegiatan di Kawasan Berikat, termasuk pemasukan dan pengeluaran barang, harus dilaporkan dan diawasi oleh Bea Cukai. Jika barang tidak sampai ke tujuan yang telah ditentukan, maka dapat dianggap sebagai penyelundupan.

Pengawasan Bea Cukai di Kawasan Berikat:

Tujuan: Mencegah penyalahgunaan fasilitas kepabeanan dan memastikan pemenuhan kewajiban kepabeanan oleh pengusaha Kawasan Berikat. Bentuk Pengawasan:

  1. Pemeriksaan Fisik: Bea Cukai melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang masuk dan keluar Kawasan Berikat.
  2. Pemeriksaan Administrasi: Bea Cukai memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen kepabeanan.
  3. Audit: Bea Cukai melakukan audit terhadap pembukuan dan pencatatan pengusaha Kawasan Berikat.
  4. Pemantauan CCTV: Kawasan Berikat diawasi dengan CCTV untuk memantau aktivitas di dalamnya.

 

Kewajiban Importir:

  • Melaporkan Barang Masuk dan Keluar: Importir wajib melaporkan setiap barang yang masuk dan keluar Kawasan Berikat kepada Bea Cukai.
  • Memastikan Barang Sampai Tujuan: Importir bertanggung jawab untuk memastikan barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat sampai ke tujuan yang telah ditentukan, baik untuk diolah, dirakit, atau diekspor.

 

Pemindahan Lokasi Penimbunan:

  • Permohonan Izin: Jika gudang penimbunan di Kawasan Berikat tidak muat atau karena alasan lain, importir harus mengajukan permohonan izin kepada Bea Cukai untuk memindahkan lokasi penimbunan.
  • Tujuan Pemindahan: Pemindahan dapat dilakukan ke gudang lain di dalam Kawasan Berikat yang sama, atau ke TPB lain seperti Gudang Berikat atau Pusat Logistik Berikat (PLB).
  • Persetujuan Bea Cukai: Bea Cukai akan memeriksa permohonan dan memberikan persetujuan jika memenuhi persyaratan.

 

Pemindahan dari Kawasan Berikat ke Gudang Berikat/PLB:

  1. Alasan: Biasanya dilakukan jika barang di Kawasan Berikat tidak jadi diolah atau diekspor, dan akan diimpor untuk dipakai di dalam negeri.
  2. Pengeluaran dari Kawasan Berikat: Barang dikeluarkan dari Kawasan Berikat dengan dokumen BC 2.7.
  3. Pemasukan ke Gudang Berikat/PLB: Barang dimasukkan ke Gudang Berikat atau PLB dengan dokumen BC 2.0.
  4. Pembayaran Bea Masuk dan PDRI: Saat barang dikeluarkan dari Gudang Berikat/PLB untuk diimpor, importir wajib membayar bea masuk dan PDRI.

 

Kawasan Berikat berada di bawah pengawasan ketat Bea Cukai untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan pemenuhan kewajiban kepabeanan. Importir bertanggung jawab untuk melaporkan dan mengawasi barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat. Jika terjadi pemindahan lokasi penimbunan, importir harus meminta izin kepada Bea Cukai dan memenuhi semua persyaratan yang berlaku.

 

Klasifikasi Barang (HS Code) adalah

Klasifikasi Barang (HS Code) adalah sistem standarisasi internasional untuk mengklasifikasikan produk yang diperdagangkan secara global. HS Code adalah singkatan dari Harmonized System Code.

Tujuan HS Code:

  • Mempermudah perdagangan internasional: HS Code menyediakan bahasa yang sama untuk mengidentifikasi barang di seluruh dunia, sehingga memudahkan proses perdagangan, bea cukai, dan logistik.
  • Menghindari kesalahpahaman: Dengan HS Code, setiap negara memiliki pemahaman yang sama tentang jenis barang yang diperdagangkan, sehingga mengurangi risiko
  • kesalahan interpretasi.
    Mempermudah pengumpulan data: HS Code digunakan untuk mengumpulkan data statistik perdagangan internasional, yang berguna untuk analisis dan pengambilan kebijakan.

 

Struktur HS Code:

6 digit pertama: Merupakan kode dasar yang disepakati secara internasional oleh semua negara anggota World Customs Organization (WCO).
2-4 digit berikutnya: Ditambahkan oleh masing-masing negara untuk mengklasifikasikan barang secara lebih spesifik sesuai dengan kebutuhan mereka. Di Indonesia, HS Code umumnya memiliki 10 digit.

Contoh HS Code:

0401.10.00.00: Susu dan krim, tidak mengandung gula atau bahan pemanis lainnya.
8703.23.10.00: Mobil penumpang dengan mesin berkapasitas silinder 1.500 cc sampai dengan 1.800 cc.

Kegunaan HS Code:

  1. Menentukan tarif bea masuk: HS Code digunakan untuk menentukan tarif bea masuk yang dikenakan pada barang impor.
  2. Menerapkan kebijakan perdagangan: HS Code digunakan untuk menerapkan kebijakan perdagangan, seperti kuota impor dan larangan impor.
  3. Mengumpulkan statistik perdagangan: HS Code digunakan untuk mengumpulkan data statistik perdagangan internasional.
  4. Melakukan analisis risiko: HS Code digunakan untuk menganalisis risiko keamanan dan keselamatan pada barang impor.

 

Cara Menemukan HS Code:

  • Website Bea Cukai: Anda dapat mencari HS Code di website resmi Bea Cukai (www.beacukai.go.id).
  • Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI): BTKI memuat daftar lengkap HS Code dan tarif bea masuk yang berlaku di Indonesia.
  • Jasa Konsultan Kepabeanan: Jika Anda kesulitan menemukan HS Code yang tepat, Anda dapat menggunakan jasa konsultan kepabeanan.

 

Pentingnya HS Code yang Tepat:

  1. Menghindari kesalahan pembayaran bea masuk: HS Code yang salah dapat menyebabkan Anda membayar bea masuk yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang seharusnya.
  2. Memperlancar proses impor: HS Code yang tepat akan memperlancar proses impor dan menghindari penundaan di pelabuhan.
  3. Menghindari sanksi: Penggunaan HS Code yang salah dengan sengaja dapat dianggap sebagai pelanggaran kepabeanan dan dikenakan sanksi.

Dengan memahami sistem HS Code, Anda dapat melakukan kegiatan impor dengan lebih lancar, efisien, dan mematuhi peraturan kepabeanan.

 

Apa yang terjadi jika barang Kena NHI dan Lartas tidak di urus ?

Beberapa poin penting tentang pengawasan barang impor yang terkait dengan Notfikasi Hasil Intelijen (NHI), Larangan dan Pembatasan (Lartas), Harmonized System Code (HS Code), dan tindakan yang diambil jika terdapat pelanggaran. Mari kita uraikan satu per satu:

 

Kena NHI (Spot Check):

  • NHI: Notifikasi Hasil Intelijen adalah informasi yang diperoleh Bea Cukai dari hasil analisis intelijen, yang mengindikasikan adanya potensi pelanggaran kepabeanan pada suatu pengiriman barang.
  • Spot Check: Berdasarkan NHI, Bea Cukai dapat melakukan spot check (pemeriksaan mendadak) terhadap barang impor tertentu di pelabuhan.
  • Tujuan: Spot check bertujuan untuk mencegah dan menindak pelanggaran kepabeanan, seperti penyelundupan, underinvoicing, dan pemalsuan dokumen.

 

Lartas Tidak Dipenuhi (Barang Dikuasai Negara):

  • Lartas: Larangan dan Pembatasan adalah ketentuan yang mengatur barang-barang tertentu yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor.
  • Barang Dikuasai Negara (BDN): Jika dalam spot check atau pemeriksaan lainnya ditemukan barang impor yang tidak memenuhi ketentuan Lartas (misalnya, tidak memiliki izin impor), maka barang tersebut dapat ditetapkan sebagai BDN.
  • Tindakan Terhadap BDN: Barang yang ditetapkan sebagai BDN dapat dilelang, dihibahkan, atau dimusnahkan oleh negara.

 

HS Code Diakali:

  • HS Code: Harmonized System Code adalah kode standar internasional untuk mengklasifikasikan barang dalam perdagangan internasional. HS Code digunakan untuk menentukan tarif bea masuk dan ketentuan Lartas yang berlaku.
  • Penggunaan HS Code yang Salah: Jika importir dengan sengaja menggunakan HS Code yang salah untuk menghindari bea masuk atau ketentuan Lartas, maka hal tersebut merupakan pelanggaran kepabeanan.
  • Sanksi: Importir dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda, atau bahkan sanksi pidana jika terbukti melakukan penipuan.

 

Re-ekspor Barang Lartas:

  • Barang Lartas di Pelabuhan: Jika barang impor yang terkena Lartas sudah sampai di pelabuhan tetapi importir tidak dapat memenuhi persyaratan Lartas, maka barang tersebut dapat di-re-ekspor ke negara asal.
  • Tujuan: Re-ekspor dilakukan untuk mencegah masuknya barang terlarang atau barang yang tidak memenuhi standar ke Indonesia.

 

Izin Lartas Tidak Diterbitkan:

  • Pengajuan Izin Lartas: Untuk mengimpor barang yang terkena Lartas, importir harus mengajukan permohonan izin kepada instansi teknis yang berwenang (misalnya, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan).
  • Penolakan Izin: Instansi teknis dapat menolak permohonan izin Lartas jika importir tidak memenuhi persyaratan atau jika barang yang diimpor tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Contoh: Jika importir ingin mengimpor obat-obatan, tetapi tidak memiliki izin edar dari BPOM, maka Kementerian Kesehatan tidak akan menerbitkan izin Lartas.
Pengawasan barang impor di Indonesia dilakukan secara ketat untuk memastikan pemenuhan ketentuan kepabeanan dan Lartas. Importir harus memahami dengan baik peraturan yang berlaku dan memenuhi semua persyaratan untuk menghindari sanksi dan kerugian.

 

Jenis-jenis TPB:

Kawasan Berikat (KB):

Tempat untuk menimbun barang impor dan/atau barang dari tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.
Contoh: Kawasan Industri Pulogadung, Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung.

 

Gudang Berikat (GB):

Tempat untuk menimbun barang impor yang akan diekspor kembali atau dikeluarkan untuk dipakai di dalam negeri dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Terbuka di jendela baru. Contoh: Gudang Berikat di Gudang Garuda Airport

 

Tempat Lelang Berikat (TLB):

Tempat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.

 

Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB):

Tempat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dipamerkan.

 

Toko Bebas Bea (TBB):

Tempat untuk menimbun barang asal impor atau barang asal daerah pabean untuk dijual kepada orang tertentu, seperti turis asing atau diplomat.
Contoh: Duty Free Shop di bandara atau pelabuhan.

 

Toko Bebas Bea (TBB)

Fasilitas di TPB:

  1. Penangguhan Bea Masuk: Bea masuk tidak perlu dibayar di muka saat barang masuk ke TPB.
  2. Tidak dipungut Pajak dalam Rangka Impor (PDRI): PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 tidak dipungut saat barang masuk ke TPB.
  3. Kemudahan Impor: Proses impor barang ke TPB lebih mudah dan cepat.

 

Pusat logistik berikat (PLB)

Pusat Logistik Berikat (PLB) adalah salah satu jenis Tempat Penimbunan Berikat (TPB) yang difungsikan sebagai gudang multifungsi untuk menimbun barang, baik yang berasal dari luar daerah pabean maupun dari dalam daerah pabean, dengan fasilitas kepabeanan, perpajakan, dan fleksibilitas operasional. PLB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015. Contoh Pusat logistik berikat (sudah di impor dan ada di gudang PLB) contohnya: Lazada

 

Tujuan PLB:
  1. Menekan biaya logistik: PLB membantu efisiensi biaya logistik dengan menyediakan fasilitas penyimpanan dan konsolidasi barang.
  2. Meningkatkan daya saing: PLB mendukung daya saing industri dalam negeri dengan memberikan kemudahan dan insentif bagi pelaku usaha.
  3. Menjadi hub logistik: PLB diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai hub logistik di kawasan regional.
  4. Meningkatkan nilai tambah: PLB mendorong kegiatan pengolahan dan manufaktur di dalam negeri.

 

Fungsi PLB:
  1. Penimbunan barang: Menyimpan barang impor atau lokal dalam jangka waktu tertentu.
  2. Konsolidasi barang: Menggabungkan barang dari berbagai pemasok untuk tujuan ekspor.
  3. Distribusi barang: Mendistribusikan barang impor ke berbagai tujuan di dalam negeri.
  4. Kegiatan nilai tambah: Melakukan kegiatan sederhana seperti pengemasan, penyortiran, dan pelabelan.

 

Fasilitas di PLB:
  1. Penangguhan Bea Masuk: Bea masuk dan PDRI tidak perlu dibayar di muka.
  2. Kemudahan Impor: Proses impor barang ke PLB lebih mudah dan cepat.
  3. Fleksibilitas Operasional: PLB memiliki fleksibilitas dalam hal penanganan dan penyimpanan barang.
  4. Insentif Fiskal: Beberapa PLB mendapatkan insentif fiskal, seperti tax holiday atau tax allowance.

 

Keuntungan Menggunakan PLB:
  1. Efisiensi Biaya: Mengurangi biaya logistik dan penyimpanan.
  2. Percepatan Proses: Mempercepat proses impor dan ekspor.
  3. Peningkatan Efisiensi: Meningkatkan efisiensi rantai pasok.
  4. Fleksibilitas: Memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan persediaan.

 

Contoh Kegiatan di PLB:

  • Industri otomotif: Menyimpan komponen impor untuk dirakit di dalam negeri.
  • Industri elektronik: Menyimpan barang elektronik impor untuk didistribusikan ke pasar domestik.
  • Industri makanan dan minuman: Menyimpan bahan baku impor untuk diolah di dalam negeri.

 

Perbedaan PLB dengan TPB Lainnya:

PLB memiliki beberapa perbedaan dengan jenis TPB lainnya:

  • Fokus pada logistik: PLB lebih fokus pada kegiatan logistik dan distribusi.
  • Skala lebih besar: PLB biasanya memiliki skala yang lebih besar dibandingkan dengan TPB lainnya.
  • Fasilitas lebih lengkap: PLB dilengkapi dengan fasilitas modern dan teknologi informasi yang terintegrasi.

 

Kesimpulan:

PLB merupakan salah satu inovasi dalam sistem logistik di Indonesia. Dengan adanya PLB, diharapkan Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam jaringan logistik global dan meningkatkan daya saing industri nasional.

 

Kewajiban Pengusaha TPB:

  • Mematuhi semua peraturan kepabeanan dan perpajakan yang berlaku.
  • Melakukan pencatatan dan pelaporan yang akurat.
  • Menyediakan akses dan informasi yang dibutuhkan oleh Bea Cukai.

 

Informasi Tambahan:

  • Peraturan mengenai TPB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat dan peraturan terkait lainnya.
  • Untuk mendapatkan izin TPB, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

TPB merupakan instrumen penting dalam kebijakan perdagangan dan industri Indonesia. Dengan adanya TPB, diharapkan industri dalam negeri dapat meningkatkan daya saing dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.

 

Laporan Surveyor Impor (LS Impor) adalah

Laporan Surveyor Impor (LS Impor) adalah dokumen penting dalam proses impor barang ke Indonesia. Dokumen ini merupakan hasil pemeriksaan fisik barang yang dilakukan oleh surveyor independen di negara asal barang.

 

Tujuan Laporan Surveyor Impor:

  1. Memastikan kesesuaian barang: LS Impor memastikan bahwa barang yang diimpor sesuai dengan spesifikasi, jumlah, dan kualitas yang tercantum dalam dokumen impor (seperti kontrak, invoice, dan packing list).
  2. Melindungi konsumen: LS Impor membantu melindungi konsumen Indonesia dari barang impor yang tidak memenuhi standar atau berbahaya.
  3. Mencegah penyelundupan: LS Impor dapat membantu mencegah penyelundupan barang ilegal atau barang yang dilarang impor.
  4. Memperlancar proses kepabeanan: LS Impor yang lengkap dan benar akan mempermudah proses clearance barang di Bea Cukai.

 

Kapan Laporan Surveyor Impor Diperlukan?

LS Impor diwajibkan untuk barang impor dengan karakteristik tertentu, seperti:

  • Barang yang diatur dalam Lartas (Larangan dan Pembatasan): Beberapa barang impor dibatasi atau dilarang masuk ke Indonesia. LS Impor diperlukan untuk memastikan barang tersebut memenuhi persyaratan impor.
  • Barang yang memerlukan pemeriksaan teknis: Misalnya, mesin, alat kesehatan, dan bahan baku industri memerlukan pemeriksaan teknis untuk memastikan kesesuaian dengan standar yang berlaku di Indonesia.
  • Barang yang berisiko tinggi: Barang yang berisiko tinggi terhadap penyelundupan atau pelanggaran kepabeanan lainnya juga diwajibkan memiliki LS Impor.

 

Proses Pembuatan Laporan Surveyor Impor:

  1. Pengajuan Permohonan: Importir mengajukan permohonan LS Impor kepada perusahaan surveyor yang terakreditasi.
  2. Verifikasi Dokumen: Surveyor melakukan verifikasi dokumen impor (kontrak, invoice, packing list, dll.).
  3. Pemeriksaan Fisik: Surveyor melakukan pemeriksaan fisik barang di negara asal.
  4. Penerbitan LS Impor: Jika barang sesuai dengan dokumen dan standar yang berlaku, surveyor akan menerbitkan LS Impor.

 

Isi Laporan Surveyor Impor:

  1. Data Importir: Nama, alamat, dan NPWP importir.
  2. Data Barang: Jenis, jumlah, spesifikasi, dan HS Code barang.
  3. Hasil Pemeriksaan: Keterangan mengenai kesesuaian barang dengan dokumen dan standar yang berlaku.
  4. Tanggal Pemeriksaan: Tanggal pelaksanaan pemeriksaan fisik barang.
  5. Tanda Tangan dan Stempel Surveyor: LS Impor harus ditandatangani dan distempel oleh surveyor yang berwenang.

 

Nama Lembaga Surveyor Impor di Indonesia:

Di Indonesia, ada beberapa lembaga surveyor di Indonesia yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan verifikasi impor dan menerbitkan Laporan Surveyor Impor (LS). Berikut ini beberapa nama lembaga surveyor tersebut:

 

KSO Sucofindo dan Surveyor Indonesia (KSO-SSI)

KSO-SSI adalah badan kerja sama antara PT Sucofindo (Persero) dan PT Surveyor Indonesia (Persero) yang dibentuk khusus untuk melaksanakan Verifikasi Penelusuran Teknis Impor (VPTI).

KSO-SSI memiliki cakupan layanan yang luas, meliputi berbagai jenis komoditas, seperti:

Mesin dan peralatan mesin
Bahan baku industri
Barang modal tidak baru
Produk kehutanan
Dan lain-lain

PT Surveyor Indonesia

PT Surveyor Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa survei, inspeksi, dan sertifikasi. Selain menjadi bagian dari KSO-SSI, PT Surveyor Indonesia juga melayani jasa verifikasi impor secara independen.

 

PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) – BKI

BKI adalah BUMN yang menyediakan jasa klasifikasi dan sertifikasi untuk kapal, instalasi lepas pantai, dan industri terkait. BKI juga dapat melakukan verifikasi impor untuk barang-barang tertentu, seperti baja, pipa, dan peralatan kelautan.

 

PT Mutuagung Lestari (MUTU International)

MUTU International adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa inspeksi, pengujian, dan sertifikasi. MUTU International juga melayani jasa verifikasi impor untuk berbagai jenis komoditas. Salah satu perusahaan swasta terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang jasa testing, inspection, and certification (TIC). Mereka memiliki jaringan laboratorium dan kantor cabang di berbagai kota di Indonesia. MUTU International melayani jasa verifikasi impor untuk berbagai komoditas, termasuk:

  • Produk pangan dan pertanian
  • Produk konsumen
  • Bahan baku industri
  • Mineral dan batubara
  • Dan lain-lain

 

PT. Carsurin

PT Carsurin adalah perusahaan swasta yang menyediakan jasa surveyor, inspeksi, dan konsultasi. Mereka memiliki pengalaman dalam verifikasi impor untuk berbagai jenis barang, seperti:

  • Mesin dan peralatan
  • Elektronik
  • Tekstil
  • Dan lain-lain

 

PT Geoservices

PT Geoservices adalah perusahaan swasta yang khusus bergerak di bidang surveyor dan pemetaan. Mereka juga melayani jasa verifikasi impor untuk komoditas tertentu, seperti batubara dan mineral.

 

PT. Indonesia Inspection Services (IIS)

IIS adalah perusahaan swasta yang menyediakan jasa inspeksi dan verifikasi untuk berbagai industri. Mereka juga melayani verifikasi impor untuk barang-barang seperti produk pangan, minyak dan gas, dan produk konsumen.

 

Memilih Lembaga Surveyor Swasta:

Sama seperti memilih lembaga surveyor BUMN, Anda perlu memperhatikan beberapa hal berikut:

  1. Akreditasi dan Sertifikasi: Pastikan lembaga surveyor swasta tersebut terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau lembaga akreditasi internasional lainnya. Periksa juga apakah mereka memiliki sertifikasi ISO yang relevan.
  2. Reputasi dan Pengalaman: Cari tahu reputasi dan pengalaman lembaga surveyor tersebut di bidang verifikasi impor. Anda dapat melihat testimoni dari klien mereka atau mencari informasi di internet.
  3. Cakupan Layanan dan Keahlian: Pastikan lembaga surveyor tersebut memiliki cakupan layanan dan keahlian yang sesuai dengan jenis barang yang Anda impor.
  4. Biaya dan Efisiensi: Bandingkan biaya dan efisiensi layanan dari beberapa lembaga surveyor swasta sebelum memilih.
  5. Jaringan dan Lokasi: Pertimbangkan jaringan dan lokasi kantor cabang lembaga surveyor tersebut, terutama jika Anda mengimpor barang dari berbagai negara.

 

Keuntungan Menggunakan Lembaga Surveyor Swasta:

  • Fleksibilitas: Lembaga surveyor swasta biasanya lebih fleksibel dalam menyesuaikan jadwal dan persyaratan dengan kebutuhan klien.
  • Layanan Pelanggan: Beberapa lembaga surveyor swasta menawarkan layanan pelanggan yang lebih personal dan responsif.
  • Biaya Kompetitif: Lembaga surveyor swasta terkadang menawarkan biaya yang lebih kompetitif dibandingkan lembaga surveyor BUMN.

 

Audit kepabeanan adalah

Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegaiatan usaha termasuk data elektronik, surat yanga berkaitan dengan kegiatan dibidan kepabeanan dan atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Audit kepabeanan memang merupakan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bea Cukai terhadap catatan dan dokumen kepabeanan importir. Tujuannya adalah untuk memastikan kepatuhan importir terhadap peraturan kepabeanan dan mencegah pelanggaran seperti penggelapan bea masuk atau penyelundupan.

 

Dokumen yang Diperiksa dalam Audit Kepabeanan:

Sesuai dengan yang Anda sebutkan, audit kepabeanan meliputi pemeriksaan terhadap:

  1. Laporan keuangan: Neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas.
  2. Buku catatan: Buku besar, buku pembantu, dan jurnal.
  3. Dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan: Faktur, bukti pembayaran, dan dokumen pendukung lainnya.
  4. Surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha: Kontrak, surat pesanan, dan dokumen lainnya yang terkait dengan kegiatan impor.
  5. Data elektronik: Data yang disimpan dalam sistem komputer, termasuk database dan email.
  6. Surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan: PIB, PEB, dokumen pengangkutan, dan dokumen kepabeanan lainnya.
  7. Sediaan barang: Barang impor yang masih dalam penyimpanan importir.

 

Tujuan Audit Kepabeanan:

  • Menguji Kepatuhan: Memastikan bahwa importir telah memenuhi semua kewajiban kepabeanan, seperti membayar bea masuk dan pajak impor dengan benar.
  • Mencegah Pelanggaran: Mendeteksi dan mencegah pelanggaran kepabeanan, seperti penyelundupan, underinvoicing, dan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan.
  • Meningkatkan Kepatuhan: Memberikan bimbingan dan edukasi kepada importir untuk meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan.

 

PCA (Post Clearance Audit):

Definisi: PCA adalah audit kepabeanan yang dilakukan setelah barang impor dikeluarkan dari pabean.
Tujuan: Memeriksa kepatuhan importir dalam jangka waktu tertentu setelah proses impor selesai.
Penyimpanan Dokumen: Benar, importir wajib menyimpan semua dokumen yang terkait dengan kegiatan impor minimal 10 tahun sejak tanggal PIB. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-158/PMK.04/2018.

 

Manfaat PCA:

  • Meningkatkan kepatuhan importir.
  • Mencegah kerugian negara akibat pelanggaran kepabeanan.
  • Menciptakan iklim usaha yang sehat dan adil.

 

Audit kepabeanan, termasuk PCA, merupakan bagian penting dari pengawasan Bea Cukai terhadap kegiatan impor. Importir wajib menyimpan semua dokumen kepabeanan minimal 10 tahun dan bersiap untuk menghadapi audit kapan saja. Dengan memahami proses dan tujuan audit kepabeanan, importir dapat meningkatkan kepatuhan dan menghindari sanksi akibat pelanggaran kepabeanan.

 

Apa itu Manajemen Resiko Kepabeanan ?

Manajemen risiko dalam konteks kepabeanan sangat penting dan hampir selalu menghasilkan temuan, termasuk potensi kurang bayar. Mari kita bahas lebih lanjut:

 

Manajemen Risiko di Kepabeanan:

Tujuan: Mengelola dan meminimalkan risiko kepabeanan, seperti penyelundupan, penggelapan bea masuk, dan pelanggaran lainnya. Proses:

  1. Identifikasi Risiko: Mengidentifikasi jenis-jenis risiko yang mungkin terjadi dalam kegiatan kepabeanan.
  2. Analisis Risiko: Menganalisis kemungkinan terjadinya risiko dan dampaknya terhadap penerimaan negara dan keamanan.
  3. Penilaian Risiko: Memberikan skor atau peringkat pada setiap risiko berdasarkan tingkat kemungkinan dan dampaknya.
  4. Pengendalian Risiko: Menerapkan langkah-langkah untuk mengendalikan risiko, seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan dokumen, dan audit.
  5. Pemantauan dan Evaluasi: Memantau efektivitas manajemen risiko dan melakukan evaluasi secara berkala.

 

Analisis Awal dan Temuan:

Analisis Awal: Bea Cukai melakukan analisis awal terhadap setiap dokumen impor (PIB) untuk mengidentifikasi potensi risiko.
Temuan: Analisis awal hampir selalu menghasilkan temuan, baik yang bersifat minor maupun mayor. Temuan tersebut antara lain:

  1. Kesalahan pengisian dokumen.
  2. Ketidaksesuaian antara dokumen dan fisik barang.
  3. Potensi underinvoicing atau overinvoicing.
  4. Potensi penyalahgunaan HS Code.
  5. Potensi pelanggaran Lartas.
  6. Kurang Bayar: Salah satu temuan yang sering dijumpai adalah potensi kurang bayar bea masuk dan/atau PDRI. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan pengisian dokumen, penyalahgunaan HS Code, atau underinvoicing.

 

Targeting:

  • Profil Risiko: Bea Cukai mengembangkan profil risiko berdasarkan data historis dan analisis intelijen.
  • Targeting: Dengan menggunakan profil risiko, Bea Cukai melakukan targeting (penargetan) terhadap importir atau barang impor tertentu yang memiliki risiko tinggi.
  • Pemeriksaan: Importir atau barang impor yang menjadi target akan diperiksa secara lebih intensif, baik pemeriksaan dokumen maupun pemeriksaan fisik.

 

Manfaat Manajemen Risiko:

  • Meningkatkan Efektivitas Pengawasan: Dengan fokus pada importir atau barang impor yang berisiko tinggi, Bea Cukai dapat meningkatkan efektivitas pengawasan.
  • Mencegah Kerugian Negara: Manajemen risiko membantu mencegah kerugian negara akibat pelanggaran kepabeanan.
  • Memperlancar Arus Barang: Dengan meminimalkan pemeriksaan fisik pada barang impor yang berisiko rendah, Bea Cukai dapat memperlancar arus barang di pelabuhan.

 

Manajemen risiko merupakan bagian penting dari tugas Bea Cukai dalam mengawasi kegiatan impor. Dengan menerapkan manajemen risiko yang efektif, Bea Cukai dapat meningkatkan kepatuhan importir, mencegah pelanggaran, dan melindungi kepentingan negara.

 

Apakah membawa uang tunai 100 juta harus mendiclare ? Kemana urus diclare uang tunai ?

Membawa uang tunai senilai Rp100 juta atau lebih, baik ke luar maupun ke dalam Indonesia, wajib dideklarasikan kepada Bea Cukai.

Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Tujuan Deklarasi:

  • Mencegah TPPU: Deklarasi membantu pemerintah melacak alur uang tunai dan mencegah tindak pidana pencucian uang (TPPU).
  • Mencegah Pendanaan Terorisme: Deklarasi juga bertujuan untuk mencegah pendanaan terorisme.
  • Pengawasan Devisa: Membantu pemerintah dalam mengawasi lalu lintas devisa.

 

Tata Cara Deklarasi:

  • Isi Formulir: Anda harus mengisi formulir deklarasi yang disediakan oleh Bea Cukai. Formulir ini berisi informasi tentang jumlah uang tunai, mata uang, asal-usul uang, dan tujuan penggunaan.
  • Serahkan Formulir: Serahkan formulir deklarasi kepada petugas Bea Cukai di bandara atau pelabuhan sebelum keberangkatan atau setelah kedatangan.
  • Tunjukkan Bukti: Petugas Bea Cukai dapat meminta Anda untuk menunjukkan bukti asal-usul uang, seperti surat keterangan kerja, surat keterangan usaha, atau dokumen lainnya.

 

Sanksi:

Jika Anda tidak mendeklarasikan uang tunai senilai Rp100 juta atau lebih, Anda dapat dikenakan sanksi:

  • Denda: Sebesar 10% dari jumlah uang tunai yang tidak dideklarasikan.
  • Penyitaan: Uang tunai dapat disita oleh negara.

 

Tempat Mengurus Deklarasi:

Anda dapat mengurus deklarasi uang tunai di:

  • Kantor Bea Cukai di Bandara: Jika Anda membawa uang tunai melalui jalur udara.
  • Kantor Bea Cukai di Pelabuhan: Jika Anda membawa uang tunai melalui jalur laut.
  • Pos Lintas Batas: Jika Anda membawa uang tunai melalui jalur darat.

 

Catatan Penting:

  1. Mata Uang Asing: Deklarasi juga berlaku untuk mata uang asing dengan nilai setara Rp100 juta atau lebih.
  2. Instrumen Pembayaran Lain: Selain uang tunai, deklarasi juga wajib dilakukan untuk instrumen pembayaran lain seperti cek dan wesel dengan nilai setara Rp100 juta atau lebih.
  3. Website Bea Cukai: Anda dapat menemukan informasi lebih lanjut tentang deklarasi uang tunai di website resmi Bea Cukai (www.beacukai.go.id).

 

Ingat, mendeklarasikan uang tunai adalah kewajiban setiap warga negara yang bertanggung jawab. Dengan memenuhi kewajiban ini, Anda turut berkontribusi dalam pencegahan TPPU dan pendanaan terorisme.

 

Impor sementara adalah

Impor Sementara adalah pemasukan barang ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan tujuan untuk diekspor kembali dalam jangka waktu tertentu. Selama barang tersebut berada di Indonesia, Anda tidak perlu membayar Bea Masuk dan pajak impor secara penuh, melainkan cukup dengan menyerahkan jaminan.

Contoh Kasus Konser dan Pameran:

Impor sementara sering digunakan untuk:

  1. Konser Musik: Membawa masuk peralatan musik, sound system, lighting, dan perlengkapan panggung lainnya untuk konser musik. Setelah konser selesai, peralatan tersebut akan dibawa kembali ke luar negeri.
  2. Pameran: Membawa masuk barang-barang untuk keperluan pameran, seperti produk yang akan dipamerkan, material promosi, dan peralatan pendukung pameran. Setelah pameran selesai, barang-barang tersebut akan diekspor kembali.

 

Kewajiban Importir Sementara:

Meskipun mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk, importir sementara tetap memiliki kewajiban:

  1. Mengajukan Permohonan: Ajukan permohonan izin impor sementara kepada Bea Cukai sebelum barang masuk ke Indonesia.
  2. Menyerahkan Jaminan: Serahkan jaminan kepada Bea Cukai sebagai pengganti pembayaran Bea Masuk dan pajak impor. Besarnya jaminan disesuaikan dengan jumlah Bea Masuk dan pajak yang terutang.
  3. Mengekspor Kembali Barang: Ekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu yang telah ditentukan, biasanya maksimal 3 tahun.
  4. Melaporkan kepada Bea Cukai: Laporkan kepada Bea Cukai ketika barang impor sementara akan diekspor kembali.

 

Barang Impor yang Dapat Diimpor Sementara:

  1. Barang keperluan pameran, seminar, konferensi, atau kegiatan serupa.
  2. Barang keperluan pertunjukan umum, olahraga, atau perlombaan.
  3. Kapal wisata asing yang digunakan sendiri oleh wisatawan mancanegara.
  4. Barang keperluan penelitian dan ilmu pengetahuan.
  5. Barang contoh atau barang peragaan.

 

Keuntungan Impor Sementara:

  • Mengurangi Biaya: Importir tidak perlu membayar Bea Masuk dan pajak impor di muka.
  • Memperlancar Kegiatan: Memudahkan pelaksanaan kegiatan internasional di Indonesia.
  • Mendukung Perekonomian: Mendorong penyelenggaraan acara internasional yang berdampak positif pada perekonomian.

 

Impor sementara adalah fasilitas kepabeanan yang memudahkan pemasukan barang impor untuk sementara waktu dengan tujuan diekspor kembali. Fasilitas ini sangat bermanfaat untuk mendukung berbagai kegiatan internasional di Indonesia, seperti konser musik dan pameran.

 

Fasilitas impor sementara berapa lama ?

Fasilitas impor sementara memang diatur dalam Pasal 10 D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Barang yang diimpor sementara harus diekspor kembali dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

 

Mekanisme Impor Sementara:

  1. Hutang Bea Masuk dan Pajak: Ketika barang impor sementara masuk ke Indonesia, importir sebenarnya memiliki hutang Bea Masuk dan pajak impor kepada negara. Namun, pembayarannya ditangguhkan.
  2. Jaminan: Untuk menjamin pembayaran hutang tersebut, importir wajib menyerahkan jaminan kepada Bea Cukai. Jumlah jaminan biasanya setara dengan jumlah Bea Masuk dan pajak yang seharusnya dibayar.
  3. Re-ekspor: Importir wajib mere-ekspor barang impor sementara dalam jangka waktu yang ditentukan (maksimal 3 tahun).
  4. Pengembalian Jaminan: Setelah barang dire-ekspor dan kewajiban kepabeanan dipenuhi, jaminan yang telah diserahkan akan dikembalikan kepada importir.

 

Jenis Jaminan:

Jaminan yang dapat diserahkan kepada Bea Cukai antara lain:

  • Uang Tunai: Disetorkan ke rekening kas negara.
  • Jaminan Bank: Surat jaminan yang diterbitkan oleh bank.
  • Jaminan Perusahaan Asuransi: Surat jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi.

Contoh Penerapan Impor Sementara:

  1. Peralatan Konser Musik: Membawa masuk peralatan musik, sound system, dan perlengkapan panggung lainnya untuk konser musik yang akan diselenggarakan di Indonesia.
  2. Barang Pameran: Membawa masuk barang-barang untuk keperluan pameran dagang atau pameran seni.
  3. Kapal Pesiar: Membawa masuk kapal pesiar asing untuk kegiatan wisata di Indonesia.

 

Catatan Penting:

  • Perpanjangan Waktu: Dalam kondisi tertentu, importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu impor sementara kepada Bea Cukai.
  • Pengawasan Bea Cukai: Bea Cukai melakukan pengawasan terhadap barang impor sementara untuk memastikan barang tersebut diekspor kembali sesuai dengan ketentuan.
  • Sanksi: Jika importir tidak mengekspor kembali barang impor sementara atau melanggar ketentuan lainnya, maka jaminan dapat dicairkan oleh Bea Cukai dan importir dapat dikenakan sanksi.

 

Fasilitas impor sementara adalah kemudahan yang diberikan oleh Bea Cukai kepada importir untuk memasukkan barang ke Indonesia sementara waktu dengan jaminan. Importir wajib mengekspor kembali barang tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan untuk mendapatkan kembali jaminannya.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN

Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Email : [email protected]
Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

 

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat