Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara
Kegiatan mediasi menurut yang terkandung dalam pasal 1 angka 1 Ketentuan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Mengenai Mekanisme mediasi yang ada di Pengadilan (“Perma No.1/2008”) ialah langkah penyelesaian perselisihan lewat proses perundingan untuk mendapatkan persetujuan beberapa faksi dengan dibantu oleh mediator.
Penyelesaian dengan proses mediasi jadikan satu perselisihan dituntaskan dengan cepat serta murah, dan memberi akses yang semakin besar buat beberapa faksi temukan penyelesaian yang memberi kepuasan serta penuhi rasa keadilan.
Kegiatan Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara:
Langkah Cepat serta Murah Mengakhiri serta Tuntaskan Perselisihan dalam Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara
Proses kegiatan mediasi di pengadilan adalah proses yang harus dibarengi oleh seluruh pihak, terhitung hakim, mediator serta beberapa faksi. Karakter wajibnya benar-benar serius. Sebab jika di langgar maka menyebabkan keputusan pengadilan gagal untuk hukum. Ditetapkannya proses mediasi jadi proses yang harus dibarengi oleh seluruh pihak, adalah jawaban atas masukan pada penyelesaian perselisihan lewat proses peradilan, salah satunya:
- Lamanya penyelesaian masalah oleh pengadilan yang dapat memerlukan waktu sampai 5-15 tahun, budget
- masalah mahal,
- pengadilan tidak responsif,
- keputusan pengadilan tidak mengakhiri permasalahan atau memunculkan permasalahan baru,
- keputusan pengadilan tidak memberikan kejelasan hukum, serta
- potensi beberapa hakim bercorak generalis
Namun, Menurut advokat serta mediator senior di Yogyakarta, seperti di katakan dalam materi presentasinya , mengatakan hukum mediasi berbentuk semi resmi. Jadi, Hal itu menurut penulis ada benarnya, karena untuk sampai tujuan serta arah dari proses mediasi di pengadilan dengan sukses mengakhiri perselisihan, karena itu hukum acara perantaraan di pengadilan butuh berbentuk semi-formal.
Berarti hukum acaranya jelas serta tegas dengan teratur, namun memerlukan karakter elastisitas serta informalitas dalam implementasi, selama proses kegiatan mediasi bisa ke arah ke jalan ‘shiratul mustaqim’ ke arah persetujuan yang damai kekal antara beberapa faksi untuk mengakhiri serta akhiri perselisihan.
Kedatangan Advokat dalam Proses mediasi Di Pengadilan dalam Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara
Mengenai dalam implementasinya, nyatanya ada beberapa faksi yang mengaplikasikan hukum mediasi dalam PERMA dengan tidak prima. Yakni tidak suka pada kedatangan faksi advokat sebagai wakil atau mengikuti client-nya dalam proses ataupun kegiatan mediasi. Ini sering berlangsung.
Hingga pada akhirnya jadi satu ‘hukum kebiasaan’ untuk memutuskan satu proses mediasi dipandang tidak berhasil jika faksi prinsipal dari beberapa faksi (orang yang berperkara langsung) tidak ada sendiri dalam proses kegiatan mediasi, walau faksi prinsipal sudah menunjuk kuasa atau wakilnya untuk ada sebagai wakil keperluannya.
Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara
Ada faksi yang memiliki pendapat jika kedatangan beberapa faksi prinsipal dalam proses mediasi ialah penting serta kunci keberhasilan merupakan salah satu mediasi yang bisa terwujud persetujuan. Hingga bilamana beberapa faksi prinsipal tidak dapat untuk ada di mediasikan, karena itu proses dari kegiatan mediasi selekasnya harus di katakan tidak berhasil untuk di kerjakan tanpa ada butuh ‘berlama-lama’, walau beberapa faksi prinsipal itu sudah menunjuk kuasa / wakilnya untuk ada.
Sampai di sini karena itu muncul pertanyaan susulan. Namun, Benarkah PERMA mengharuskan faksi prinsipal ada dengan cara langsung dalam proses kegiatan mediasi? Namun, Benarkah proses mediasi dikatakan tidak berhasil jika faksi prinsipal tidak ada walau telah menunjuk kuasa / wakilnya untuk ada? Jadi, Benarkah mediasi yang hanya didatangi oleh advokat jadi kuasa hukum beberapa faksi, karena itu perantaraan itu ditanggung tidak dapat membuahkan persetujuan?
PERMA Memperkenankan Proses Kegiatan Mediasi Dibarengi atau Diwakilkan oleh Advokat
Untuk tahu sejauhmana peranan advokat in casu “kuasa hukum” di proses kegiatan mediasi di pengadilan, silahkan kita baca butir ketetapan PERMA No. 1 Tahun 2008 berikut ini, yang mengatakan posisi ‘kuasa hukum’, yakni diantaranya:
Jadi, Dalam pasal 1 yang ada di ayat 8: “Para faksi ialah dua atau lebih subyek hukum yang bukan kuasa hukum yang bersengketa serta bawa perselisihan mereka ke pengadilan untuk mendapatkan penyelesaian.”
Jadi, Dalam pasal 1 ayat 8 memiliki kandungan arti yang tegas dengan a contrario jika advokat bukan terhitung “para pihak” sebab advokat cuma hanya wakil atau jalankan kuasa dari beberapa faksi. Dengan begitu, persetujuan yang dibikin oleh beberapa faksi dalam proses perantaraan, bukan juga persetujuan di antara kuasa hukum, atau kuasa hukum dengan satu diantara faksi.
Pasal dalam Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara
Dalam pasal 1 yang ada atau terdapat di dalam pasal 12: “Proses perantaraan tertutup ialah jika pertemuan-pertemuan kegiatan mediasi cuma didatangi beberapa faksi atau kuasa hukum mereka serta mediator atau faksi lain yang diperbolehkan oleh beberapa faksi dan dinamika yang berlangsung dalam pertemuan tidak bisa dikatakan pada publik kecuali atas izin beberapa faksi.” Ketetapan dalam pasal 1 terdapat di pasal 12 memperjelas jika advokat dibolehkan ikuti (hadiri) proses perantaraan tertutup sebagai wakil kebutuhan client-nya namun terikat tidak untuk bisa mengemukakan dinamika proses perantaraan pada khalayak ramai (publik), terkecuali di setujui oleh beberapa faksi.
Faedah Proses Kegiatan Mediasi Di barengi oleh Advokat dalam Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara
Oleh karena itu, Sikap serta langkah pandangan beberapa pihak yang mempunyai prejudice jika kedatangan advokat dalam proses perantaraan tidak memberikan faedah buat terciptanya persetujuan beberapa faksi, penulis memandang jika sikap demikian tidak seutuhnya salah. Namun, Mungkin saja ada benarnya, berdasar pengalaman yang di dapati oleh hakim atau oleh mediator.
Tetapi jadikan prejudice itu jadi basic untuk berlaku jadi anti-pati 100% pada peranan advokat dalam proses perantaraan, ialah sikap yang premature. Seakan-akan telah di tanggung 100% proses perantaraan yang di barengi oleh advokat tidak berbuntut pada tercapainya persetujuan.
Terdapatnya peluang seseorang profesinya advokat untuk fokus pada the masalah is money,’ hingga menginginkan supaya satu permasalahan hukum tidak segera usai untuk untuk kebutuhan memperoleh imbalan (honorarium) semata-mata, sebenarnya telah di prediksi di Kode Etik Advokat, salah satunya yakni:
- Advokat dalam lakukan pekerjaannya tidak mempunyai tujuan hanya untuk mendapatkan imbalan materi tapi lebih memprioritaskan tegaknya Hukum, Kebenaran serta Keadilan (masalah 3 hurup b Kode Etik Advokat);
- Advokat dalam perkara-perkara perdata harus memprioritaskan penyelesaian dengan jalan damai (masalah 4 hurup a Kode Etik Advokat);
- Advokat tidak di betulkan memberi info yang bisa menyimpang client tentang masalah yang sedang di urusnya (masalah 4 hurup b Kode Etik Advokat).
Kegiatan Mediasi di dampingi Advokat atau Pengacara
Dengan ketetapan kaidah tertera di atas, telah seharusnya di dasari oleh seseorang advokat yang tengah ikuti proses kegiatan mediasi. Hingga proses kegiatan mediasi yang di ikutinya semakin lebih berkualitas dalam membuahkan satu persetujuan yang paripurna.
Akhir kata, peranan advokat dalam mengakhiri perselisihan dengan kegiatan mediasi di pengadilan tidak bisa di acuhkan serta di kesampingkan. Banyak perselisihan dalam proses perantaraan yang menyertakan peranan aktif advokat menggerakkan client-nya. Untuk mengakhiri dengan perselisihan dengan perdamaian dalam proses kegiatan mediasi di pengadilan.
Namun, Terhitung pada pengalaman yang penulis alami sendiri. Berikut peranan advokat yang baik serta penting dalam mainkan fungsi berperan terciptanya proses kegiatan mediasi di Pengadilan.