Layanan Sertifikasi Halal BPJPH LPH & MUI Jaminan Produk Halal

Akhmad Fauzi

Updated on:

Layanan Sertifikasi Halal BPJPH LPH & MUI Jaminan Produk Halal
Direktur Utama Jangkar Goups

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki kebutuhan yang masif dan mendesak terhadap jaminan kehalalan produk yang di konsumsi dan di gunakan masyarakat. Sertifikasi halal tidak lagi hanya di pandang sebagai nilai tambah etika bisnis, namun telah bertransformasi menjadi kewajiban hukum demi melindungi konsumen Muslim sekaligus menjadi instrumen strategis untuk memajukan ekonomi halal nasional.

Perubahan mendasar ini di atur secara eksplisit melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa seluruh produk yang masuk, beredar, dan di perdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, sebuah regulasi yang mengikat secara bertahap. Puncak dari kewajiban tahap awal ini adalah batas waktu 17 Oktober 2026, di mana semua produk makanan dan minuman, khususnya dari Usaha Mikro dan Kecil (UMK), harus sudah memiliki Sertifikat Halal.

Untuk menyelenggarakan jaminan tersebut, Pemerintah telah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama. BPJPH bersama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kini bersinergi menjalankan sistem terpadu untuk memastikan kehalalan produk, mulai dari bahan baku hingga proses produksi. Artikel ini akan mengupas tuntas layanan sertifikasi halal di era BPJPH, mulai dari urgensi, alur pengajuan melalui sistem SIHALAL, hingga peluang fasilitas gratis bagi UMK, sebagai panduan komprehensif bagi pelaku usaha dan masyarakat luas dalam menyambut era wajib halal.

Dasar Hukum dan Kewajiban Sertifikasi Halal

Bagian ini menjelaskan fondasi hukum yang menjadikan sertifikasi halal sebagai kewajiban di Indonesia, serta batasan waktu (mandatori) yang harus di patuhi oleh pelaku usaha.

Fondasi Hukum Utama

Dasar Hukum Poin Kunci
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) Regulasi inti yang menetapkan bahwa produk yang masuk, beredar, dan di perdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal (Pasal 4).
Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2021 Aturan pelaksana yang lebih rinci mengenai Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (JPH), termasuk mengenai tata cara pendaftaran, pemeriksaan, penetapan, hingga pengawasan.
Peraturan Menteri Agama (PMA) Peraturan teknis yang mengatur hal-hal spesifik, seperti tarif layanan BPJPH, mekanisme self-declare, dan jenis produk yang wajib bersertifikat.

 

Prinsip Kewajiban (Mandatory)

Kewajiban sertifikasi halal berdasarkan UU JPH bertujuan utama untuk memberikan perlindungan dan jaminan bagi konsumen Muslim. Konsekuensinya, sertifikasi halal bukan lagi bersifat sukarela (voluntary) melainkan wajib (mandatory) secara bertahap.

Batas Waktu Kewajiban (Mandatori Halal)

Kewajiban sertifikasi di lakukan secara bertahap untuk memberikan waktu adaptasi bagi pelaku usaha. Berikut adalah batas waktu yang paling krusial:

Jenis Produk Batas Akhir Kewajiban Keterangan
Makanan dan Minuman 17 Oktober 2026 Jika hingga batas waktu ini produk makanan dan minuman belum bersertifikat, produk tersebut di tarik dari peredaran atau di kenakan sanksi administratif.
Bahan Baku, Bahan Tambahan, dan Bahan Penolong Makanan dan Minuman Menyusul setelah tahap pertama.
Produk Selain Makanan dan Minuman (Kosmetik, Obat, Alat Kesehatan, Barang Gunaan, Jasa) Secara bertahap mulai dari 2026 dan seterusnya. Pelaksanaannya di atur lebih lanjut oleh BPJPH.

 

Pengecualian dan Sanksi

Pengecualian: Produk yang berasal dari bahan yang di haramkan (non-halal) dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal. Namun, pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada kemasan produk secara jelas, mudah di baca, dan tidak menyesatkan.

Sanksi: Pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban sertifikasi halal setelah batas waktu yang di tetapkan dapat di kenakan sanksi administratif berupa:

  1. Peringatan tertulis.
  2. Denda administratif.
  3. Penarikan barang dari peredaran.
  4. Pencabutan sertifikat halal (jika sudah bersertifikat tetapi melanggar Sistem Jaminan Produk Halal/SJPH).

Tahapan Implementasi Wajib Sertifikasi Halal (Mandatori)

Implementasi kewajiban sertifikasi halal berdasarkan UU JPH di lakukan secara bertahap. Penahapan ini bertujuan memberikan kesempatan yang memadai bagi seluruh sektor usaha untuk beradaptasi dan memenuhi persyaratan yang di tetapkan.

Tahap Pertama (Fokus Utama: Makanan dan Minuman)

Kategori Produk Batas Akhir Kewajiban Keterangan Penting
Makanan dan Minuman 17 Oktober 2026 Semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal pada tanggal ini. Kewajiban ini mencakup produk yang di hasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil (UMK) hingga Usaha Besar.
Bahan Baku dan Bahan Penolong 17 Oktober 2026 Bagi produk makanan dan minuman yang bahan bakunya belum bersertifikat halal, harus di lakukan audit dan verifikasi yang ketat sesuai ketentuan.

Perhatian: Setelah batas waktu 17 Oktober 2026, produk makanan dan minuman yang tidak memiliki Sertifikat Halal akan di kenakan sanksi administratif dan dilarang beredar.

Tahap Kedua dan Seterusnya (Produk Selain Makanan dan Minuman)

Setelah kewajiban pada produk makanan dan minuman terpenuhi, kewajiban sertifikasi akan di lanjutkan secara bertahap untuk kategori produk non-makanan/minuman:

Kategori Produk Batas Awal Pelaksanaan
Produk Kosmetik, Produk Kimia, dan Produk Biologi Pelaksanaan di mulai bertahap setelah Oktober 2026 (sesuai pengumuman resmi BPJPH).
Produk Obat-obatan, Alat Kesehatan, dan Alat Rumah Tangga Pelaksanaan di mulai bertahap setelah Oktober 2026 (sesuai pengumuman resmi BPJPH).
Jasa Penyembelihan dan Pengolahan Jasa yang terkait erat dengan produk makanan (seperti Rumah Potong Hewan, Katering, Restoran) juga tunduk pada kewajiban ini.

Inti Pesan untuk Pelaku Usaha:

Mengingat batas waktu yang semakin dekat, terutama untuk sektor makanan dan minuman, pelaku usaha di sarankan segera mendaftarkan produknya. Pemerintah, melalui BPJPH, telah menyediakan layanan khusus seperti jalur Self Declare dan Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) untuk memfasilitasi percepatan sertifikasi, terutama bagi UMK.

Mekanisme dan Prosedur Layanan Sertifikasi Halal

Sertifikasi Halal di selenggarakan secara terpusat melalui sistem elektronik yang di kelola oleh BPJPH, yaitu SIHALAL. Ada dua skema utama yang dapat di ajukan oleh pelaku usaha, tergantung pada skala usaha dan risiko produknya: Skema Reguler dan Skema Pernyataan Mandiri (Self Declare).

Skema Reguler (Usaha Menengah, Besar, dan Produk Berisiko Tinggi)

Skema ini melibatkan audit mendalam oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan di kenakan biaya.

Alur Proses Sertifikasi Reguler

Pendaftaran Online (SIHALAL):
  • Pelaku usaha (PU) wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan membuat akun di laman resmi ptsp.halal.go.id (Sistem SIHALAL).
  • PU mengisi data permohonan, melengkapi dokumen persyaratan (NIB, Penyelia Halal, Daftar Produk/Bahan, Diagram Alir Proses Produksi, dan Manual Sistem Jaminan Produk Halal/SJPH).
Verifikasi Dokumen (BPJPH):
  • BPJPH melakukan verifikasi kelengkapan dokumen permohonan. Jika lengkap, permohonan di lanjutkan ke LPH.
  • LPH menginput biaya pemeriksaan dan BPJPH menerbitkan tagihan (jika tidak di fasilitasi).
Pemeriksaan/Audit Kehalalan (LPH):
  1. Setelah pembayaran, BPJPH menerbitkan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) sebagai penugasan kepada LPH.
  2. Auditor Halal dari LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian di lokasi produksi untuk memverifikasi bahan, proses, dan implementasi SJPH.
  3. LPH menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada BPJPH.
Sidang Fatwa Halal (MUI):
  • BPJPH menyampaikan LHP ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk di sidangkan oleh Komite Fatwa Halal.
  • Komite Fatwa menetapkan status kehalalan produk.
Penerbitan Sertifikat (BPJPH):

Berdasarkan ketetapan halal dari Komite Fatwa, BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal dan mengirimkannya secara elektronik kepada pelaku usaha.

Dokumen Persyaratan Kunci

  1. Nomor Induk Berusaha (NIB).
  2. Data Penyelia Halal (termasuk KTP, CV, dan Sertifikat Pelatihan).
  3. Daftar nama produk dan jenis produk.
  4. Daftar bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang di gunakan.
  5. Diagram alir proses produksi.
  6. Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang telah di implementasikan.

Skema Pernyataan Mandiri (Self Declare)

Skema ini di khususkan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang memenuhi kriteria tertentu. Mekanisme ini mendapatkan fasilitas pembiayaan gratis dari pemerintah melalui Program SEHATI (Sertifikasi Halal Gratis).

Kriteria UMK untuk Self Declare

  1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah di pastikan kehalalannya (risiko rendah).
  2. Proses Produksi Produk Halal (PPH) di pastikan kehalalannya dan bersifat sederhana.
  3. Memiliki NIB kategori Mikro atau Kecil.
  4. Memiliki omset tahunan maksimum Rp500 juta (di buktikan dengan pernyataan mandiri).
  5. Bersedia di dampingi oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH).

Alur Proses Sertifikasi Self Declare

Pendaftaran dan Pendampingan:
  • Pelaku usaha mendaftar di SIHALAL dan memilih Pendamping PPH yang terdaftar di BPJPH.
  • Pelaku usaha bersama Pendamping PPH melengkapi data permohonan.
Verifikasi Lapangan (Pendamping PPH):
  • Pendamping PPH melakukan verifikasi dan validasi di lokasi usaha untuk memastikan kesesuaian bahan, proses produksi, dan komitmen kehalalan sesuai dengan pernyataan pelaku usaha.
  • Pendamping PPH menyampaikan laporan hasil pendampingan kepada BPJPH.
Penetapan dan Penerbitan:
  1. BPJPH memverifikasi laporan hasil pendampingan.
  2. Jika sudah lengkap, Komite Fatwa Produk Halal (MUI) melakukan sidang fatwa penetapan kehalalan berdasarkan laporan tersebut.
  3. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal secara gratis.
Perbedaan Kunci Reguler (Berbayar) Self Declare (Gratis)
Sasaran Usaha Menengah dan Besar Mikro dan Kecil (UMK)
Pemeriksaan Di lakukan oleh Auditor LPH Di verifikasi oleh Pendamping PPH
Biaya Di tanggung oleh pelaku usaha Di fasilitasi (Gratis) oleh Pemerintah

Kesimpulan Prosedur: Baik melalui skema Reguler maupun Self Declare, pintu masuk tunggal bagi pelaku usaha adalah melalui sistem digital BPJPH, yaitu SIHALAL (ptsp.halal.go.id).

Manfaat Sertifikasi Halal

Sertifikat Halal bukan sekadar pemenuhan kewajiban administratif atau keagamaan, melainkan sebuah instrumen strategis yang memberikan nilai tambah signifikan bagi pelaku usaha, sekaligus memberikan jaminan bagi konsumen.

Manfaat bagi Konsumen (Perlindungan dan Kenyamanan)

Jaminan Keyakinan Beragama:

Bagi mayoritas konsumen Muslim di Indonesia, label halal adalah kepastian bahwa produk yang di konsumsi atau di gunakan telah melalui proses audit ketat dan memenuhi standar Syariat Islam (Halalan Thayyiban), sehingga menghilangkan keraguan (syubhat).

Perlindungan Hukum:

Sertifikat halal yang di keluarkan oleh BPJPH menjadi bukti legalitas dan kepatuhan produsen, memberikan payung hukum bagi konsumen yang berhak atas informasi dan keamanan produk sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Jaminan Kualitas dan Higienitas:

Proses sertifikasi halal mencakup audit terhadap Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Hal ini memastikan bahwa seluruh tahapan, mulai dari bahan baku, pengolahan, hingga penyimpanan, di lakukan secara bersih, aman, dan higienis.

Manfaat bagi Pelaku Usaha (Ekonomi dan Daya Saing)

Akses Pasar dan Pemasaran

Meningkatkan Kepercayaan dan Loyalitas Konsumen:

Di pasar domestik, label Halal Indonesia adalah simbol kepercayaan. Konsumen cenderung memilih produk berlabel halal, yang secara langsung meningkatkan loyalitas dan pangsa pasar produk.

Memperluas Jangkauan Pasar Global (Ekspor):

Pasar halal global memiliki nilai ekonomi triliunan Dolar. Sertifikat halal yang di akui secara internasional menjadi paspor utama bagi produk Indonesia untuk menembus pasar negara-negara mayoritas Muslim (seperti Timur Tengah dan Malaysia) dan komunitas Muslim di negara Barat.

Daya Saing Produk:

Di tengah persaingan yang ketat, sertifikasi halal menjadi unique selling point yang membedakan produk Anda dari kompetitor, memberikan keunggulan kompetitif, dan memungkinkan penetapan harga yang lebih premium karena adanya jaminan kualitas.

Peningkatan Mutu Internal

Kepatuhan Regulasi:

Memenuhi kewajiban hukum yang di amanatkan oleh UU JPH, sehingga menghindari sanksi administratif dan menjaga kelangsungan operasional bisnis.

Peningkatan Efisiensi Manajerial:

Proses sertifikasi mendorong pelaku usaha, terutama UMK, untuk menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Hal ini secara tidak langsung membantu meningkatkan dokumentasi, prosedur, dan sistem manajemen mutu internal perusahaan secara keseluruhan.

Dukungan Visi Nasional:

Berkontribusi aktif dalam mendukung cita-cita Pemerintah menjadikan Indonesia sebagai Pusat Produsen Halal Dunia pada tahun 2024-2029.

Singkatnya, sertifikasi halal mengubah produk dari sekadar komoditas menjadi produk yang bernilai spiritual, legal, dan komersial tinggi, menjadikannya investasi jangka panjang bagi pertumbuhan bisnis.

Tantangan dan Harapan (Menuju Indonesia Pusat Halal Dunia)

Implementasi kewajiban sertifikasi halal di Indonesia adalah proyek raksasa yang melibatkan jutaan pelaku usaha dari berbagai skala. Dalam perjalanannya, terdapat sejumlah tantangan yang perlu di atasi untuk mewujudkan ekosistem halal yang kuat dan terpercaya.

Tantangan Implementasi Layanan Sertifikasi Halal

Literasi dan Edukasi UMK:

Masih banyak Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang belum sepenuhnya memahami urgensi, prosedur, dan manfaat sertifikasi halal, terutama mereka yang berlokasi di daerah pelosok atau yang tidak familiar dengan sistem digital SIHALAL.

Ketersediaan Bahan Baku Halal:

Rantai pasok (supply chain) bahan baku halal di Indonesia masih menjadi tantangan. Pelaku usaha, terutama di sektor makanan, sering kesulitan mendapatkan bahan baku tersertifikasi yang konsisten (misalnya bahan impor atau produk pertanian/peternakan), sehingga menghambat proses audit.

Biaya dan Fasilitasi:

Meskipun Pemerintah menyediakan Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) melalui mekanisme Self Declare bagi UMK, biaya layanan untuk usaha skala Menengah dan Besar masih di anggap signifikan. Distribusi kuota SEHATI juga harus terus di perluas agar dapat menjangkau seluruh UMK sebelum batas waktu 2026.

Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM):

Kebutuhan akan Auditor Halal dan Pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang kompeten dan tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia sangat tinggi, terutama untuk memverifikasi jutaan produk UMK.

Harapan dan Visi Masa Depan

Terlepas dari tantangan yang ada, layanan sertifikasi halal memegang kunci penting dalam mewujudkan visi besar Indonesia di tingkat global:

Indonesia sebagai Pusat Produsen Halal Dunia:

Dengan pasar domestik yang masif dan komitmen pemerintah melalui BPJPH, Indonesia bertekad beralih dari sekadar menjadi konsumen produk halal terbesar di dunia menjadi produsen dan eksportir halal terkemuka di dunia.

Penguatan Ekosistem Halal:

Kewajiban sertifikasi memaksa seluruh mata rantai industri, mulai dari hulu (bahan baku) hingga hilir (penjualan), untuk patuh pada standar halal. Hal ini akan memperkuat Halal Value Chain dan menciptakan ekosistem bisnis yang lebih bersih, transparan, dan berdaya saing.

Harmonisasi Standar Global:

BPJPH secara aktif berpartisipasi dalam forum internasional (seperti SMIIC) untuk mendorong adanya harmonisasi dan saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA) sertifikat halal antarnegara. Hal ini akan memudahkan produk Indonesia menembus pasar ekspor tanpa perlu mengurus sertifikasi berulang di setiap negara tujuan.

Peningkatan Kesejahteraan UMK:

Melalui program fasilitasi gratis (SEHATI), sertifikasi halal di harapkan dapat mengangkat UMK naik kelas, memberikan nilai tambah pada produk mereka, dan meningkatkan kepercayaan investor, yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Layanan Sertifikasi Halal di Indonesia adalah manifestasi dari kehadiran negara dalam melindungi hak warganya dan upaya strategis untuk memenangkan persaingan di pasar global. Dengan sinergi antara BPJPH, LPH, MUI, dan seluruh pelaku usaha, tujuan untuk menjadikan produk Indonesia terjamin kehalalannya dan memimpin industri halal dunia di yakini dapat terwujud.

Layanan Sertifikasi Halal Jangkargroups

Berikut adalah penjelasan mengenai layanan Jangkargroups terkait sertifikasi halal dan perannya dalam ekosistem JPH:

Peran Jangkargroups dalam Sertifikasi Halal

Dalam sistem JPH di Indonesia, proses penerbitan sertifikat halal melibatkan tiga pilar utama: BPJPH, LPH/PPH, dan MUI.

Lembaga Resmi Tugas Utama
BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Lembaga resmi pemerintah yang berwenang menerbitkan sertifikat halal.
LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) Melakukan audit/pemeriksaan dan/atau pengujian produk di lapangan (untuk skema reguler).
Pendamping PPH (Proses Produk Halal) Melakukan verifikasi dan validasi kehalalan produk UMK (untuk skema Self Declare).
MUI/MUA (Majelis Ulama Indonesia / Majelis Ulama Aceh) Menetapkan ketetapan halal melalui sidang fatwa.

Jangkargroups menawarkan layanan sebagai konsultan, yang mana fungsinya adalah untuk memfasilitasi dan mendampingi pelaku usaha dalam melalui tahapan yang rumit dalam sistem resmi tersebut. Layanan yang mereka berikan umumnya meliputi:

  1. Pendampingan Pendaftaran di SIHALAL: Membantu pelaku usaha membuat akun dan mengunggah dokumen permohonan sertifikasi di Sistem Informasi Halal (SIHALAL) yang di kelola BPJPH.
  2. Penyusunan Dokumen: Membantu menyiapkan dan melengkapi dokumen-dokumen persyaratan, termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB), daftar bahan baku, dan dokumen Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
  3. Konsultasi Skema Pengajuan: Memberikan arahan apakah pelaku usaha layak mengajukan melalui skema Reguler (audit LPH) atau Self Declare (sertifikasi halal gratis/SEHATI untuk UMK).

Skema Sertifikasi Halal di Indonesia

Secara umum, terdapat dua skema utama dalam pengajuan sertifikasi halal yang bisa di dampingi oleh konsultan seperti Jangkargroups:

Skema Reguler

  1. Di tujukan untuk: Semua jenis usaha, terutama Usaha Menengah dan Besar, atau UMK yang produknya memerlukan pengujian laboratorium.
  2. Proses Pemeriksaan: Melibatkan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang telah di akreditasi oleh BPJPH. LPH akan menugaskan Auditor Halal untuk melakukan pemeriksaan langsung (audit) ke lokasi produksi.
  3. Waktu Penyelesaian: Proses audit/pemeriksaan oleh LPH memiliki estimasi waktu 15 hari kerja.

Skema Self Declare (Sertifikasi Halal Gratis / SEHATI)

  1. Di tujukan untuk: Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang memenuhi kriteria tertentu (misalnya, menggunakan bahan yang sudah terjamin kehalalannya, proses produksi sederhana, dan memiliki surat pernyataan kesanggupan).
  2. Proses Pemeriksaan: Kehalalan produk di verifikasi dan di validasi oleh Pendamping PPH yang terdaftar di BPJPH.
  3. Biaya: Melalui program SEHATI, pelaku UMK tidak di kenakan biaya (gratis).

Untuk mendapatkan sertifikat halal yang sah, pelaku usaha harus mendaftar melalui sistem BPJPH (ptsp.halal.go.id) dan mengikuti alur resmi yang telah di tetapkan. Jasa konsultan seperti Jangkargroups hadir untuk menyederhanakan dan mempercepat proses administrasi bagi pelaku usaha.

Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat