Hukum Sewa Menyewa di Indonesia

Adi

Updated on:

Hukum Perjanjian Sewa Menyewa di Indonesia
Direktur Utama Jangkar Goups

Jika Anda menemukan ada penyewa yang melanggar Hukum Sewa Menyewa di Indonesia sudah sepakat dan tidak mau meninggalkan objek sewaan, maka orang tersebut bisa terlapor secara pidana. Hal ini tentu saja terjadi sebab perjanjian sewa menyewa memang sifatnya konsensuil.

 

Persoalan Hukum Perjanjian Sewa Menyewa di Indonesia memang ada bebagai macam. Misalnya karena sengketa yang bersumber dari biaya sewa, waktu sewa, hingga pengakhiran sewa secara tiba-tiba. Masalah lain yang sering muncul adalah penyewa masih menempati obhjek sewaan padahal sudah beakhir masa sewanya, ada jug akarena pengalihan sewa kepada pihak ketiga, dan beberapa penyebab lainnya.

 

Tentang sewa menyewa dan beragam persoalannya memang termasuk persoalan klasik dan sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Lalau bagaimana sebenarnya hukum perjanjian sewa menyewa yang sudah teratur di Indonesia?

 

DEFINISI SEWA hukum perjanjuan sewa

Definisi Hukum Sewa Menyewa di Indonesia

Hubungan sewa menyewa pada dasarnya masuk dalam hubungan keperdataan karna aturannya jelas dalam pasal 1547-1600 KUH Perdata/BW.

 

Di sisi lain, definisi sewa menyewa dapat terlihat sebagai suatu perjanjian yang mengikatkan satu pihak untuk kemudian memberikannya kepada pihak lain akan kenikmatan suatu barang, dengan ketentuan selama suatu waktu tertentu menggunakan pembayaran suatu harga yang di sanggupi pembayarannya oleh pihak terakhir.

 

Mengenai kenimatan suatu barang maksudnya adalah hak penyewa dan sebaliknya bayaran yang  menjadi pemiliknya atau yang menyewakan barang tersebut.

 

Dalam buku Hukum Perjanjian karya Subekti menyebutkan bahwa sewa menyewa sama seperti jual beli dan perjanjian pada umumnya, yakni masuk dalam suatu perjanjian yang di sebut perjanjian konsensuil.

 

tentang hukum perjanjian sewa

Artinya, sewa menyewa sudah sah dan sudah mengikat saat detik tercapainya sebuah kesepakatan antara para pihak. Sehingga menurut Prof Subekti, esensi dari sewa menyewa pada dasarnya ada pada barang dan harga. Hanya saja yanga da dalam pasal 1584 BW juga menyinggung soal waktu tertentu.

  Perbedaan Adagium Maksim dan Postulat

 

Kepastian hukum mengenai jangka waktu sewa

Pembuat BW ini tentu saja ingin adanya kepastian hukum mengenai jangka waktu sewa. Sebab tanpa adanya jangka waktu, maka akan muncul perselisihan di antara kedua pihak. Terlebih penyewaan tersebut sudah berlangsung puluhan tahun dan tanpa pengawasan langsung pemiliknya.

 

Ketentuan soal jangka waktu juga melindungi kepentingan penyewa. Hal ini juga berhubungan denga apa yang ada dalam pasl 1579 BW bahwa pihak yang memberi sewa tidak bisa menghentikan sewanya dengan alasan ingin memakai sendiri barangnya, kecuali sudah ada perjanjian sebelumnya.

 

Pada intinya, waktu penyewaan tidak pasti. Sebab masa sewa ada yang bulanan, tahunan, bahkan ada yang lima tahunan hingga 25 tahunan. Atau jangka waktu lainnya.

 

Apabila si penyewa secara lisan sudah memberikan perpanjangan, itu artinya pemilik  menyetujui sudah ada perpanjangan dan membiarkan penyewa menikmati barangnya meski jangka waktunya sudah berakhir.

 

Yang pasti syarat yang harus terpenuhi penyewa adalah menjalankan kewajibannya sesuai dengan perjanjian. Sebab jika tidak, maka hukum perjanjian sewa menyewa bisa berlaku, di mana penyewa akan di anggap melawan hukum dalam hal ini undang-undang nomor 4 tahun 1992. Penyewa dapat di proses secara pidana apabila tidak meninggalkan rumah sewa padahal sudah di peringati sebelumnya.

 

HUKUM PERJANJIAN SEWA MENYEWA

HUKUM PERJANJIAN SEWA MENYEWA

Perlu diketahui bahwa sebenarnya perjanjian sewa menyewa ini adalah ruang privat, sehingga sengketa yang biasanya terjadi hanya berakhir di jalur damai atau kesepakatan tanpa ada yang tahu.

  Hukum Salah Transfer Uang

 

Hanya saja dalam beberapa kasus, perjanjian sewa menyewa ini diketahui public terlebih jika melibatkan lembaga atau perusahaan. Kasus yang menyita perhatian misalnya  pada kasus sengketa sewa menyewa yang melibatkan hangar pesawat di Bandara Malinau Kaltim. Dalam kasus ini pemerintah daerah setempat menyewa satpol PP dan menarik keluar hangar pesawat milik mantan menteri Pudjiastuti.

 

Atas insiden ini, pihak susi air membuat somasi terhadap Pemda Malinau. Hal ini tidak lepas dari perjanjian sewa menyewa. Tidak hanya itu, kasus sengketa sewa menyewa rumah misalnya, bisa menjadikan adanya persgeseran persoalan privat menjadi ranah public. Hal ini merupakan buntut diterbitkannya peraturan pemerintah nomor 49 tahun 1963 mengenai hubungan sewa menyewa perumahan.

 

Hingga akhirnya terjadi perubahan kebijakan sewa menyewa dengan hadirnya peraturan pemerintan nomor 55 tahun 1981. Sementara itu Panggabean juga mencatat adanya pergeseran ruang privat tentang perjanjian sewa menyewa ke ranah publik dengan disahkannya undnag-undang nomor 4 tahun 1992 yang isinya mengatur perumahan dan permukiman.

 

Hadirnya undang-undang ini dianggap bisa memecahkan persoalan hukum yang sering kali muncul yakni persoalan perjanjian sewa menyewa secara lisan tanpa ada kejelasan mengenai batas waktu sehingga dianggap merugikan pemilik rumah.

 

Dalam pasal 12 undang-undang nomor 4 tahun 1992 ini memberi penegasan bahwa penghunian rumah yang dialkukan bukan pemilik sah, apabila sudah ada izin atau persetujuan dari pemiliknya. Bentuknya bisa karena sewa menyewa atau bentuk lainnya. Hanya saja penghunian dalam bentuk sewa menyewa harus ada perjanjian tertulisnya.

 

Sementara dalam undang-undang nomor 1 tahun 2011 bahkan secara tegas menyediakan ancaman pidana. Disebutkan apabila penghuni tidak sukarela meninggalkan rumah terlebih mengalihkan rumah sewanya kepada pihak ketiga maka ada ancaman pidana.

  Efek Narkoba Terhadap Bayi dalam kandungan

 

pidana hukum perjanjian sewa

KAPAN SEWA BERAKHIR?

Soal berakhirnya perjanjian sewa akan menjadi momen krusial yang bisa saja menimbulkan sengketa kepada dua belah pihak. Apalagi jika memenuhi kondisi sebagaimana yang tertulis baik dalam BW maupun dalam KUH Perdata yakni perjanjian tersebut secara tertulis ataupun tidak tertulis. Namun, yang ada saat ini adalah perjanjian sewa menyewa secara tertulis termasuk waktu berakhirnya.

 

Sebagaimana yang teratur dalam pasal 1570 BW bahwa apabila sebuah perjanjian tertulis maka sewa berakhir demi hukum, jika waktu yang sudah di tentukan telah lampau, tanpa suatu penghentian untuk itu.

 

Hal sebaliknya bisa terjadi jika perjanjian sewa menyewa itu tidak tertulis, seperti yang ada dalam pasal 1571 BW disebutkan bahwa sewa akan berakhir pada waktu yang tidak ditentukan, tetapi pihak lain haus tahu bahwa pemilik akan menghentikan sewanya dnegan tetap memperhatikan waktunya menuut kebiasaan setempat.

 

Sehingga jika si penyewa sudah memberitahu untuk mengentikan sewaanya, maka dia seharusnya tidak boleh mengajukan penyewaan ulang secara diam-diam.

 

Pada intinya, menempati suatu rumah, barang, dan lainnya yang sifatnya sewaan dan mengambil kenikmatan dari barang tersebut selama bertahun-tahun padahal sudah diminta keluar dapat dikategorikan melawan hukum.

 

melawan hukum perjanjian sewa

Tidak hanya itu, perjanjian sewa menyewa juga  sudah berakhir jika pemilik dan penyewa tidak mencapai kesepakatan tentang perjanjian sewa. Contoh kasus, pemilik tidak mau memperpanjang masa sewa, maka penyewa punya kewajiban meninggalkan barang sewaan itu dalam jangka waktu sesuai perjanjian.

 

Sehingga hukum perjanjian sewa menyewa ada batasnnya dan sudah ada aturan yang mengaturnya. Jika melanggar maka salah satu pihak bisa di anggap melawan hukum. Hanya saja sengketa masih sering terjadi.

 

Menghadapi sengketa sewa menyewa dan butuh pendampingan hukum? Pilih saja PT Jangkar Global Groups yang menyediakan orang-orang professional menghadapi berbagai jenis perkara.

Apa Itu Hukum Acara Perdata dan Apa Itu Alat Bukti ?

Adi

penulis adalah ahli di bidang pengurusan jasa pembuatan visa dan paspor dari tahun 2000 dan sudah memiliki beberapa sertifikasi khusus untuk layanan jasa visa dan paspor