Hukum Acara Pidana Khusus vs KUHAP Pada Korupsi & Terorisme

Akhmad Fauzi

Updated on:

Hukum Acara Pidana Khusus vs KUHAP Pada Korupsi & Terorisme
Direktur Utama Jangkar Goups

Indonesia mengakui adanya tindak pidana yang di kategorikan sebagai extraordinary crimes (kejahatan luar biasa) karena dampak destruktifnya yang masif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua di antara kejahatan paling serius tersebut adalah Korupsi dan Terorisme. Korupsi menggerogoti keuangan dan kepercayaan publik, sementara terorisme mengancam keamanan nasional dan hak asasi manusia.Oleh karena sifatnya yang luar biasa, penanganan kedua jenis kejahatan ini tidak bisa sepenuhnya mengandalkan instrumen hukum acara pidana umum, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pengenalan Isu dan Landasan Hukum

Untuk menjamin efektivitas penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan ini, Negara membentuk rezim Hukum Acara Pidana Khusus (HAP Khusus) yang secara sengaja dan terukur menyimpang dari ketentuan KUHAP.

  • Untuk Korupsi, landasan hukum khususnya di atur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
  • Untuk Terorisme, landasan hukum khususnya di atur dalam UU No. 15 Tahun 2003 jo. UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme).Prinsip yang berlaku dalam konteks ini adalah lex specialis derogat legi generali, di mana ketentuan khusus (HAP Khusus) mengesampingkan ketentuan umum (KUHAP).

Pernyataan Masalah dan Tujuan Artikel

Meskipun penyimpangan ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses penegakan hukum, ia sekaligus menimbulkan pertanyaan krusial mengenai batas-batas kewenangan dan jaminan perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa.

Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara terstruktur perbedaan fundamental dalam prosedur hukum acara yang di terapkan dalam penanganan kasus korupsi dan terorisme di bandingkan dengan mekanisme yang di gariskan dalam KUHAP. Perbedaan ini akan di tinjau dari aspek krusial seperti kewenangan penyidikan khusus, masa penangkapan dan penahanan, serta kompetensi peradilan yang menangani kasus-kasus tersebut.

Kontribusi

Melalui perbandingan ini, di harapkan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang komprehensif kepada pembaca mengenai dualisme sistem hukum acara pidana di Indonesia serta implikasi yuridis dan praktisnya dalam upaya pemberantasan kejahatan luar biasa.

Karakteristik Hukum Acara Pidana Khusus (HAP Khusus)

Hukum Acara Pidana Khusus berfungsi sebagai asas lex specialis derogat legi generali (aturan khusus mengesampingkan aturan umum) terhadap KUHAP.

  • Subjek Hukum yang Di perluas: Tidak hanya individu, tetapi juga Korporasi/Badan Hukum dapat menjadi subjek tindak pidana (terutama Tipikor).
  • Perluasan Definisi Bukti:
  1. KUHAP (Pasal 184) mengatur 5 jenis bukti.
  2. HAP Khusus (Tipikor dan Terorisme) menambahkan jenis bukti lain, misalnya alat bukti petunjuk yang di perluas, serta alat bukti lain yang sah.
  • Tujuan yang Lebih Berorientasi pada Aset (Khusus Korupsi): Prosedur fokus pada pengembalian kerugian negara dan perampasan aset.

 

Perbedaan Prosedur Penyidikan dan Penangkapan

Kewenangan dan Institusi Penyidik

Aspek KUHAP (UU No. 8/1981) Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 & UU KPK) Terorisme (UU No. 5/2018)
Institusi Utama Polri dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu. KPK, Kejaksaan, dan Polri. Polri (melalui Detasemen Khusus 88/Densus 88).
Kewenangan KPK Tidak di atur Memiliki kewenangan supervisi, koordinasi, dan mengambil alih penyidikan dari Kepolisian/Kejaksaan. Tidak memiliki kewenangan penyidikan langsung
Penyelidikan Penyelidik mencari dan menemukan suatu peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana.  KPK memiliki kewenangan penyelidikan yang lebih luas, termasuk membuka rekening bank tanpa izin PN pada tahap awal Di lakukan secara cepat dan rahasia untuk mencegah rencana aksi teror.

 

Prosedur Penangkapan

Penangkapan adalah tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan seseorang yang di duga keras melakukan tindak pidana.

Aspek KUHAP (Umum) Tipikor Terorisme
Masa Penangkapan Maksimal 1 x 24 jam (Pasal 19). Jika lewat waktu, tersangka harus di lepaskan atau di lanjutkan dengan penahanan. Mengacu pada KUHAP, yaitu maksimal 1 x 24 jam. Penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk paling lama 14 hari (7 hari, dapat di perpanjang 7 hari), dengan tujuan mendesak.
Surat Perintah Harus segera di berikan tembusannya kepada keluarga setelah penangkapan (Pasal 18). Mengacu pada KUHAP. Mengacu pada KUHAP, namun dengan masa pengekangan yang jauh lebih lama.

 

Prosedur Penyitaan dan Pembuktian

Ini adalah perbedaan paling signifikan karena terkait dengan karakteristik kejahatan yang extraordinary.

Aspek KUHAP (Umum) Tipikor (Fokus: Kerugian Negara/Aset) Terorisme (Fokus: Keamanan Nasional)
Izin Penyitaan Penyitaan wajib di dahului oleh izin Ketua Pengadilan Negeri (PN) setempat (Pasal 38). Penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin PN terlebih dahulu dalam keadaan mendesak, dan wajib segera melapor ke PN untuk persetujuan. Penyidik dapat melakukan penyitaan langsung terhadap alat/harta benda yang di gunakan untuk terorisme tanpa izin PN.
Pembukaan Rekening Harus dengan izin tertulis Ketua PN (UU Perbankan). Penyidik KPK/Kejaksaan/Polri dapat meminta data bank tanpa izin PN (hanya izin pimpinan). Hal ini vital untuk melacak aliran uang. Kewenangan melacak dan meminta data transaksi keuangan/komunikasi lebih longgar demi pencegahan.
Alat Bukti Terbatas pada 5 jenis (Pasal 184): keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Di perluas dengan alat bukti berupa informasi/data elektronik dan dokumen yang di hasilkan dari penyitaan. Fokus pada bukti yang mengarah pada kerugian negara. Di perluas untuk mencakup hasil rekaman, intersepsi (penyadapan), dan data intelijen, dengan tujuan membuktikan niat/rencana aksi teror.

 

Poin Kunci (Lex Specialis)

Perbedaan mendasar ini merupakan perwujudan dari asas lex specialis dalam sistem hukum acara pidana Indonesia.Tipikor memerlukan penyimpangan untuk mempermudah pelacakan aset dan aliran dana yang bersifat rahasia.Terorisme memerlukan penyimpangan dalam batas waktu penangkapan dan kewenangan penyitaan untuk mengeliminasi ancaman segera terhadap keselamatan publik dan keamanan negara.

Perbedaan Prosedur Kunci (Tipikor & Terorisme vs. KUHAP)

Penyelidikan dan Penyidikan.

Prosedur KUHAP (Umum) HAP Khusus (Tipikor & Terorisme)
Penyidik Khusus Polri dan Pejabat Sipil Tertentu (PNS) Tipikor: KPK, Kejaksaan, Polri.
Terorisme: Polri (melalui Densus 88), di bantu oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam aspek pencegahan.
Masa Penangkapan Maksimal 1×24 jam (Pasal 19). Tipikor: Mengacu KUHAP (1×24 jam).
Terorisme: Dapat di perpanjang hingga 14 hari (7 hari + perpanjangan 7 hari) untuk pemeriksaan awal (Pasal 28 UU Terorisme).
Penyitaan Harus dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 38). Tipikor & Terorisme: Dalam keadaan mendesak, dapat menyita terlebih dahulu dan melaporkan/memohon penetapan ke PN setelahnya (dalam waktu tertentu).
Pembukaan Rekening Bank Memerlukan izin Ketua Pengadilan Negeri. Tipikor & Terorisme: Penyidik dapat langsung meminta kepada bank tanpa izin (setelah mendapat izin atasan penyidik).

 

Perbedaan Masa Penahanan

Masa penahanan dalam KUHAP bersifat limitatif (terbatas), di mana perpanjangan hanya di berikan berdasarkan alasan yang patut. Dalam kasus khusus, masa penahanan di perluas untuk memberi waktu yang cukup bagi penegak hukum membongkar jaringan dan mengumpulkan bukti yang rumit.

Jangka Waktu Penahanan (Tahap Penyidikan)

Tingkat Proses KUHAP (Umum) Tipikor (UU Tipikor & UU KPK) Terorisme (UU No. 5/2018)
Penyidik Awal Maksimal 20 hari Maksimal 20 hari Maksimal 20 hari (sama dengan KUHAP)
Perpanjangan I (Penuntut Umum) Maksimal 40 hari Maksimal 40 hari Maksimal 20 hari (oleh Penuntut Umum)
Perpanjangan II (Ketua PN) Maksimal 30 hari (untuk pidana ge 9 tahun) Kewenangan perpanjangan lebih ketat, di atur dalam UU KPK untuk membatasi kewenangan penyidik/penuntut umum. Dapat di perpanjang hingga 60 hari (oleh Ketua PN)
Total Waktu Maksimal 60 hari (kasus biasa) hingga 90 hari (kasus berat) Umumnya mengikuti batasan KUHAP/di perketat oleh UU KPK. Total masa penahanan di tingkat penyidikan dan penuntutan bisa mencapai 360 hari (1 tahun) jika di perlukan.

Catatan Penting pada Terorisme: Masa penahanan untuk tindak pidana terorisme jauh lebih panjang daripada KUHAP dan Tipikor (jika di hitung total hingga pra-persidangan). Perpanjangan ini di berikan karena sifat kejahatan terorisme yang high-risk dan sering melibatkan jaringan internasional, sehingga penyelidikan dan pengumpulan bukti memerlukan waktu ekstra.

Prosedur KUHAP (Umum) HAP Khusus (Tipikor & Terorisme)
Masa Penahanan Awal Maksimal 20 hari (Penyidikan), 30 hari (Penuntutan). Tipikor: Mengacu KUHAP, namun masa perpanjangan lebih ketat dan singkat (UU KPK).
Masa Penahanan Total Maksimal 120 hari hingga tahap pengadilan. Terorisme: Maksimal masa penahanan lebih lama untuk Penyidikan (hingga 20 hari + 40 hari perpanjangan) dan Penuntutan (hingga 20 hari + 30 hari perpanjangan), mencerminkan kompleksitas kasus.

 

Perbedaan Kompetensi Peradilan

Perbedaan paling jelas terdapat pada peradilan yang berwenang mengadili kasus. Hukum Pidana Khusus membentuk pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum.

Lembaga Pengadilan

Aspek KUHAP (Umum) Tipikor (UU No. 46/2009) Terorisme (UU No. 5/2018)
Pengadilan Tingkat Pertama Pengadilan Negeri (PN) setempat (Pasal 84). Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) yang berada dalam lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Negeri tempat terjadinya tindak pidana.
Struktur Hakim Hakim karier. Majelis Hakim terdiri dari Hakim Karier dan Hakim Ad Hoc (Hakim non-karier yang memiliki keahlian khusus di bidang Tipikor). Hakim karier (Tidak di wajibkan menggunakan Hakim Ad Hoc).

 

Prosedur Persidangan Khusus

Prosedur Tipikor Terorisme
Bukti Utama Keterangan Saksi yang di rahasiakan identitasnya dan Bukti Elektronik. Fokus pada penelusuran aset dan kerugian negara. Intersepsi (Penyadapan) dan Rekaman di akui sebagai alat bukti yang sah. Fokus pada pembuktian niat dan jaringan kejahatan terorganisir.
In Absentia Persidangan dapat di lakukan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia) jika terdakwa telah di panggil secara sah 3 kali berturut-turut namun tidak hadir. Persidangan juga dapat di lakukan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia), terutama jika terdakwa melarikan diri atau berada di luar negeri.
Keseimbangan Hak Hak terdakwa untuk di dampingi Penasihat Hukum di jamin, namun perlindungan saksi/justice collaborator di utamakan. Memungkinkan persidangan di lakukan secara tertutup atau dengan pembatasan akses untuk alasan keamanan nasional.

 

Pengadilan

Prosedur KUHAP (Umum) HAP Khusus (Tipikor & Terorisme)
Kompetensi Peradilan Pengadilan Negeri (PN) setempat. Tipikor: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang berada di lingkungan Peradilan Umum.
Terorisme: Di laksanakan di Pengadilan Negeri tempat terjadinya TP atau di Jakarta Pusat (Pasal 42 UU Terorisme).
Hakim Hakim karier biasa. Tipikor: Majelis Hakim terdiri dari Hakim Karier dan Hakim Ad Hoc (Pasal 27 UU Tipikor).
Perlindungan Saksi Di atur oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban (UU No. 31 Tahun 2014). Tipikor & Terorisme: Memiliki ketentuan yang lebih tegas terkait perlindungan saksi, korban, dan justice collaborator.

 

Implikasi Hukum Penerapan Hukum Acara Pidana Khusus

Penyimpangan prosedur dari KUHAP (asas lex specialis) menimbulkan implikasi signifikan di dua bidang utama: yurisdiksi dan hak-hak tersangka.

Implikasi terhadap Efektivitas Penegakan Hukum

Penyimpangan prosedur di rancang untuk memberi instrumen yang lebih tajam bagi aparat dalam menghadapi sifat kejahatan yang terorganisir, canggih, dan merusak.

Penyelesaian Kasus Kompleks:

Perluasan jangka waktu penangkapan (Terorisme) dan masa penahanan (Terorisme) memungkinkan penyidik memiliki waktu yang memadai untuk membongkar jaringan kejahatan yang luas, kompleks, dan terorganisir, yang mustahil di lakukan dalam batasan waktu KUHAP.

Optimalisasi Pemulihan Aset:

Kewenangan khusus dalam Tipikor (misalnya, penyitaan tanpa izin PN terlebih dahulu dan pembukaan rekening bank) sangat penting untuk melacak dan memulihkan kerugian keuangan negara secara cepat sebelum aset di alihkan atau di hilangkan.

Kekuatan Pembuktian Digital:

Pengakuan alat bukti yang di perluas (termasuk rekaman, intersepsi, dan data elektronik) memberikan legitimasi hukum terhadap penggunaan metode penyidikan modern dan intelijen, yang esensial dalam membuktikan niat terorisme atau transaksi korupsi.

Spesialisasi Peradilan:

Pembentukan Pengadilan Tipikor dengan Hakim Ad Hoc menciptakan peradilan yang lebih kompeten dan fokus pada kekhasan kasus-kasus korupsi, yang secara teori dapat meningkatkan kualitas putusan.

Implikasi terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

Penyimpangan prosedur, khususnya dalam hal perpanjangan masa penangkapan dan penahanan, sering memicu kritik karena berpotensi melanggar hak-hak dasar tersangka.

Potensi Pelanggaran Due Process of Law:

Jangka waktu penangkapan yang di perpanjang hingga 14 hari dalam kasus Terorisme, meskipun demi keamanan, berpotensi melanggar asas peradilan cepat (speedy trial) dan memberikan celah bagi penyalahgunaan wewenang atau perlakuan tidak manusiawi selama masa pengekangan.

Penyimpangan Izin Penyitaan:

Kewenangan menyita aset tanpa izin Ketua PN terlebih dahulu (Tipikor/Terorisme) dapat di anggap melanggar hak milik dan memerlukan kontrol yang sangat ketat untuk menghindari penyitaan yang sewenang-wenang.

Non-Equality Before the Law:

Adanya dua standar hukum acara (KUHAP vs. HAP Khusus) menciptakan ketidaksetaraan prosedural di mata hukum. Tersangka tindak pidana umum menikmati perlindungan KUHAP yang lebih ketat terhadap kebebasan, sementara tersangka kejahatan khusus menghadapi prosedur yang lebih represif.

Perlindungan Saksi dan Justice Collaborator:

HAP Khusus memiliki implikasi positif terhadap HAM dalam konteks perlindungan saksi. Ketentuan yang lebih kuat untuk melindungi Justice Collaborator (JC) dan saksi anonim (khususnya dalam Tipikor) mendorong terungkapnya kejahatan tanpa mengorbankan keselamatan mereka.

3. Implikasi Yuridis (Konflik Norma)

Penerapan lex specialis tidak selalu berjalan mulus dan seringkali menimbulkan tantangan di tingkat yudisial.

Tumpang Tindih Kewenangan:

Di masa lalu, terjadi tumpang tindih antara penyidikan yang di lakukan oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan dalam Tipikor, yang dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penanganan perkara, meskipun UU KPK telah memberikan panduan supremasi.

Uji Materi:

Sejumlah ketentuan dalam UU Tipikor dan UU Terorisme yang menyimpang dari KUHAP sering menjadi objek Uji Materi (Judicial Review) di Mahkamah Konstitusi, yang membuktikan adanya ketegangan antara norma khusus dan jaminan konstitusional.

Secara keseluruhan, HAP Khusus adalah instrumen pedang bermata dua: efektif untuk memberantas kejahatan luar biasa, tetapi membutuhkan pengawasan ketat untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan negara dan hak-hak individual.

Contoh Kasus Spesifik: Uji Materi UU Terorisme

Contoh paling relevan yang menunjukkan ketegangan antara HAP Khusus dan KUHAP adalah isu masa penangkapan dan penahanan dalam kasus terorisme yang pernah di uji di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kasus: Uji Materi Batas Waktu Penangkapan Terorisme

Pokok Permasalahan:

Pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (sebelum UU No. 5 Tahun 2018) mengatur bahwa penangkapan dapat di lakukan oleh penyidik untuk jangka waktu yang lebih lama daripada ketentuan 1×24 jam dalam KUHAP. Hal ini di uji karena di anggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.

Ketentuan Lama (UU No. 15/2003):

Penyidik dapat melakukan penangkapan untuk paling lama 7 hari 24 jam (7 hari) untuk pemeriksaan awal.

Argumen Pemohon (HAM):

Jangka waktu penangkapan 7 hari di nilai terlalu lama, melanggar prinsip promptly (segera) dalam konteks pengekangan kebebasan, dan membuka potensi penyalahgunaan wewenang di tingkat penyidikan.

Putusan dan Implikasi (Hukum Khusus Di benarkan):

MK mengakui bahwa Tindak Pidana Terorisme adalah kejahatan luar biasa dengan pola yang terorganisir, sehingga di perlukan waktu lebih lama bagi penyidik untuk mengidentifikasi jaringan, mencegah aksi, dan mengumpulkan bukti pendahuluan. MK menolak permohonan tersebut, namun menekankan bahwa perpanjangan masa penangkapan harus tetap di lakukan secara akuntabel dan berada di bawah pengawasan ketat

Implikasi Hukum yang Di tegaskan:

Justifikasi Lex Specialis:

Putusan ini secara yuridis membenarkan bahwa prosedur HAP Khusus, meskipun menyimpang dari KUHAP, adalah konstitusional asalkan di dasarkan pada tujuan yang jelas (keamanan nasional) dan di terapkan secara proporsional.

Keseimbangan Hak dan Negara:

Ini menunjukkan bahwa MK (sebagai pengawal konstitusi) mengakui adanya keseimbangan kepentingan antara melindungi hak individu (melalui KUHAP) dan melindungi keamanan kolektif/negara (melalui HAP Khusus).

Contoh Kasus Spesifik: Kasus Korupsi dan Pemulihan Aset

Kasus: Putusan Sita Aset dalam Kasus Korupsi dengan In Absentia

Pokok Permasalahan:

Dalam kasus Tipikor, seringkali fokus utama adalah pada pemulihan kerugian negara. Prosedur HAP Khusus memungkinkan hakim menjatuhkan sanksi dan menyita aset meskipun terdakwa melarikan diri (persidangan in absentia).

Contoh Implementasi (Tipikor):

Dalam banyak kasus korupsi besar, terdakwa tidak hadir di persidangan. Pengadilan Tipikor, berdasarkan UU Tipikor, tetap melanjutkan sidang (in absentia) dan menetapkan perampasan aset sebagai pengganti kerugian negara.

Kewenangan Khusus:

Prosedur ini mengesampingkan asas KUHAP yang mengharuskan terdakwa hadir. Hakim Tipikor, dengan adanya bukti yang cukup, dapat langsung memerintahkan penyitaan harta benda untuk mengembalikan kerugian negara, bahkan sebelum putusan berkekuatan hukum tetap, melalui penetapan penyitaan khusus.

Implikasi Hukum yang Di tegaskan:

Prioritas Pemulihan Negara:

Tipikor memiliki fokus kuat pada asset recovery. Prosedur khusus ini menegaskan bahwa keadilan tidak hanya berupa penghukuman badan, tetapi juga pengembalian hak-hak finansial negara yang di rugikan.

Prosedur Cepat Atas Aset:

Memungkinkan tindakan hukum atas aset di lakukan cepat dan tanpa menunggu kehadiran pelaku, menutup celah bagi pelaku untuk mencuci atau menghilangkan aset yang di peroleh dari kejahatan.

Konsultan Hukum Acara Pidana Khusus Jangkargroups

Jangkargroups adalah kantor atau grup konsultan hukum yang melayani berbagai kebutuhan hukum. Layanan mereka sebagai Konsultan Hukum Acara Pidana Khusus (seperti tindak pidana korupsi, terorisme, atau narkotika). Konsultan hukum yang menangani bidang pidana akan mencakup kasus-kasus khusus tersebut, mengingat bidang ini memerlukan pemahaman mendalam tentang:

  • Undang-Undang di luar KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), seperti UU Tipikor, UU Terorisme, atau UU Narkotika.
  • Prosedur Khusus yang berlaku, seperti penyadapan, pembuktian terbalik (untuk korupsi), atau kewenangan khusus penyidik (seperti KPK atau Densus 88).

PT. Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat