Cites
Apa itu CITES dan IUCN
CITES adalah singkatan dari Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar Terancam Punah). CITES adalah perjanjian internasional antarnegara yang berfokus pada pengendalian perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar untuk memastikan kelangsungan hidup mereka di alam liar tidak terancam.
IUCN adalah singkatan dari International Union for Conservation of Nature (Uni Internasional untuk Konservasi Alam). IUCN adalah organisasi global yang berfokus pada konservasi alam dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Peran utamanya adalah sebagai sumber referensi global untuk status konservasi (tingkat keterancaman) spesies, yang di kenal sebagai Daftar Merah IUCN (IUCN Red List of Threatened Species).
Perbedaan mendasar: IUCN menetapkan status ancaman spesies (referensi), sementara CITES mengatur dan membatasi perdagangannya (instrumen hukum).
Sejarah, Dasar Hukum, Tujuan, dan Mekanisme CITES
Sejarah CITES
CITES di susun berdasarkan resolusi sidang anggota IUCN pada tahun 1963. Naskah konvensi di sepakati pada 3 Maret 1973 di Washington D.C., oleh perwakilan 80 negara, dan mulai berlaku secara internasional pada 1 Juli 1975.
Dasar Hukum CITES
Dasar hukum utama CITES adalah perjanjian internasional itu sendiri: Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (1973). Negara-negara peserta yang terikat dengan konvensi ini disebut Para Pihak (Parties).
Tujuan CITES
Tujuan utama CITES adalah:
- Memastikan bahwa perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar tidak mengancam kelangsungan hidup spesies tersebut di alam liar.
- Menetapkan berbagai tingkatan proteksi (Apendiks) untuk lebih dari 33.000 spesies.
Mekanisme Kerja CITES
Mekanisme CITES berpusat pada sistem perizinan internasional berdasarkan tiga daftar (Apendiks) dan penentuan kuota:
- Pengelompokan Spesies dalam Apendiks: Spesies di kelompokkan berdasarkan tingkat ancaman kepunahan akibat perdagangan.
- Sistem Perizinan: Perdagangan spesimen CITES wajib menggunakan Sertifikat CITES (CITES permit) yang di keluarkan oleh Otoritas Pengelola (Management Authority) negara pengekspor/pengimpor.
Otoritas Nasional:
Setiap negara Pihak harus menunjuk:
Otoritas Pengelola (Management Authority):
Bertanggung jawab mengeluarkan izin dan mengelola implementasi. Di Indonesia, ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Otoritas Keilmuan (Scientific Authority):
Bertanggung jawab memberikan saran ilmiah, khususnya untuk menentukan Non-Detrimental Finding (NDF) yang memastikan ekspor tidak membahayakan populasi liar. Di Indonesia, ini adalah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang sebelumnya adalah LIPI.
Ratifikasi CITES oleh Indonesia
Ya, Indonesia sudah meratifikasi CITES.
Indonesia meratifikasi CITES melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 43 Tahun 1978.
Ratifikasi ini mengubah hukum internasional menjadi hukum nasional yang mengikat dan mewajibkan Indonesia untuk melindungi spesies langka dari perdagangan internasional.
Konservasi dan Kawasan Lindung
Status Konservasi IUCN (Kategori Utama)
Status konservasi IUCN mengklasifikasikan spesies berdasarkan risiko kepunahan di alam liar. Kategori utamanya meliputi:
| Status (Singkatan) | Penjelasan |
| Punah (EX) | Tidak ada lagi spesimen yang hidup. |
| Punah di Alam Liar (EW) | Hanya ada di penangkaran atau populasi di luar habitat alami. |
| Kritis (CR) | Berisiko sangat tinggi menghadapi kepunahan di alam liar. |
| Genteng (EN) | Berisiko tinggi menghadapi kepunahan di alam liar. |
| Rentan (VU) | Berisiko tinggi menghadapi kepunahan di alam liar. |
| Hampir Terancam (NT) | Mungkin menjadi terancam punah dalam waktu dekat. |
| Risiko Rendah (LC) | Paling tidak berisiko. |
| Kurang Data (DD) | Data tidak cukup untuk menilai risiko kepunahan. |
4 Jenis Konservasi
Secara umum, terdapat dua jenis konservasi yang sering di bedakan, namun dapat di perluas menjadi empat jenis jika di lihat dari pendekatan implementasinya:
- Konservasi In Situ: Konservasi yang di lakukan di dalam habitat aslinya, seperti suaka margasatwa atau taman nasional.
- Konservasi Ex Situ: Konservasi yang di lakukan di luar habitat aslinya, seperti kebun binatang, kebun raya, atau bank benih.
- Konservasi Genetik: Upaya perlindungan keragaman genetik dalam populasi.
- Konservasi Sumber Daya Alam: Pengelolaan sumber daya alam (tanah, air, hutan) untuk menjamin keberlanjutan persediaannya.
3 Bidang Konservasi (Menurut UU di Indonesia)
Di Indonesia, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE) memiliki tiga bidang utama berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990:
- Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan.
- Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar beserta Ekosistemnya.
- Pemanfaatan Secara Lestari Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kategori Kawasan Lindung IUCN
IUCN membedakan kawasan yang di lindungi ke dalam enam kategori dasar (IUCN Protected Area Categories) berdasarkan tujuan pengelolaannya:
- Kategori Ia: Cagar Alam Ketat (Strict Nature Reserve).
- Kategori Ib: Kawasan Belantara (Wilderness Area).
- Kategori II: Taman Nasional (National Park).
- Kategori III: Monumen Alam/Fitur Alam (Natural Monument/Feature).
- Kategori IV: Kawasan Pengelolaan Habitat/Spesies (Habitat/Species Management Area).
- Kategori V: Bentang Alam/Bentang Laut Terlindungi (Protected Landscape/Seascape).
- Kategori VI: Kawasan Lindung dengan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan (Protected Area with Sustainable Use of Natural Resources).
Kawasan Lindung Kategori VI
Kawasan Lindung Kategori VI (Protected Area with Sustainable Use of Natural Resources) adalah kawasan yang di kelola dengan tujuan utama:
- Konservasi jangka panjang keanekaragaman hayati sekaligus
- Memastikan ketersediaan produk dan jasa alami secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal.
- Kawasan ini mencakup sistem alami yang di pertahankan melalui praktik pengelolaan tradisional, dan interaksi antara konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dapat di lakukan secara bersamaan.
CITES dan Kepabeanan
Hubungan antara CITES dan Kepabeanan (Bea Cukai) sangat erat karena CITES mengatur perdagangan lintas batas negara:
Penegakan Hukum:
Bea Cukai (DJBC) berperan sebagai lembaga penegak hukum di perbatasan untuk mengawasi dan mengendalikan keluar masuknya spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) sesuai ketentuan CITES.
Pemeriksaan Dokumen:
Setiap TSL yang di ekspor, re-ekspor, atau di impor wajib di periksa kelengkapan dan keabsahan dokumennya, yaitu Sertifikat CITES (CITES permit), oleh Bea Cukai dan/atau Karantina.
Pencegahan Penyelundupan:
Bea Cukai bertugas mencegah perdagangan ilegal atau penyelundupan TSL, di mana ekspor/impor tanpa dokumen CITES yang sah atau pemalsuan dokumen di anggap sebagai penyelundupan.
Konfirmasi Keabsahan:
Bea Cukai dapat melakukan konfirmasi keabsahan dokumen Sertifikat CITES.
Daftar Apendiks CITES Indonesia
Daftar Apendiks CITES berlaku secara global. Spesies Apendiks I dan II di tentukan melalui Konferensi Para Pihak (CoP). Apendiks III di tentukan oleh masing-masing negara Pihak.
Beberapa contoh spesies Indonesia yang masuk dalam Apendiks CITES (perlu di catat bahwa daftar spesifik untuk Indonesia sama dengan Apendiks global, tetapi Indonesia memiliki spesies endemik yang masuk dalam daftar tersebut):
Apendiks I (Sangat Terancam Punah)
Prinsipnya dilarang untuk perdagangan komersial. Hanya untuk tujuan non-komersial tertentu (seperti penelitian) dengan izin ekspor dan izin impor yang ketat.
Hewan: Semua jenis Badak (Badak Jawa, Badak Sumatra), Harimau Sumatra, Orangutan (Sumatra dan Kalimantan), semua jenis Penyu (Penyu Belimbing, Penyu Hijau, dll.), Jalak Bali, Komodo, Babi Rusa.
Apendiks II (Dapat Menjadi Terancam Punah)
Di izinkan untuk perdagangan komersial, tetapi di kendalikan ketat dengan izin ekspor dari negara pengekspor (berdasarkan NDF/kuota) dan tanpa memerlukan izin impor.
- Hewan: Trenggiling (semua jenis), Beruang Madu, Merak Hijau, Serigala, beberapa jenis Kura-kura, Ular Kobra, beberapa jenis Arwana (misalnya Arwana Kalimantan).
- Tumbuhan: Sebagian besar jenis Anggrek alam (kecuali yang di kecualikan), sebagian besar jenis Koral (karang).
Apendiks III (Di lindungi di Negara Tertentu)
Spesies yang di lindungi di satu negara dan memerlukan kerja sama internasional untuk mengendalikan perdagangannya. Hanya memerlukan izin ekspor dan Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) dari negara pengekspor.
Contoh Apendiks III Indonesia dapat mencakup jenis-jenis yang di tetapkan dalam peraturan nasional untuk meminta bantuan negara lain dalam pengendalian perdagangan.
Apa Itu Non-Apendiks CITES?
Tidak Diatur oleh CITES:
Spesies yang tidak masuk dalam Apendiks I, II, maupun III secara resmi tidak diatur oleh Konvensi CITES.
Perdagangan Internasional Bebas CITES:
Perdagangan internasional spesimen non-Apendiks umumnya tidak memerlukan Sertifikat CITES (CITES permit) dari Otoritas Pengelola negara Pihak.
Implikasi Konservasi:
Biasanya, spesies ini dianggap tidak terancam punah atau risiko kepunahannya tidak disebabkan oleh perdagangan internasional.
Contoh Status Non-Apendiks
Spesies non-Apendiks CITES dapat memiliki status konservasi yang berbeda-beda, misalnya:
- Risiko Rendah (LC – Least Concern) dalam Daftar Merah IUCN (misalnya, ayam domestik, kucing domestik, atau banyak tanaman pangan umum).
- Spesies yang populasi liarnya melimpah dan perdagangan tidak dianggap sebagai ancaman utama.
Batasan Penting
Meskipun suatu spesies berstatus Non-Apendiks CITES, ada hal-hal yang perlu diperhatikan:
Hukum Nasional Tetap Berlaku:
Status non-Apendiks tidak berarti spesies tersebut bebas diperdagangkan tanpa batasan. Negara Pihak CITES (termasuk Indonesia) masih dapat melindungi spesies tersebut melalui undang-undang konservasi nasional.
Contoh:
Beberapa spesies yang tidak masuk CITES mungkin masuk dalam daftar spesies dilindungi Undang-Undang di Indonesia (misalnya, melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dan perubahannya), dan oleh karena itu, tetap dilarang atau dibatasi perdagangannya, baik domestik maupun internasional.
Kewajiban Bea Cukai Nasional:
Bea Cukai di Indonesia (DJBC) tetap memiliki peran dalam mengawasi keluar masuknya barang, dan mungkin ada pembatasan ekspor/impor berdasarkan peraturan perdagangan dan karantina nasional, meskipun dokumen CITES tidak diperlukan.
Singkatnya:
Non-Apendiks CITES adalah spesies yang perdagangannya tidak memerlukan kontrol CITES, tetapi tetap harus mematuhi semua peraturan konservasi dan perdagangan nasional yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor.

Ijin Edar TSL Luar Negri Pengedaran Tumbuhan dan Satwa Liar
Pasar pengedaran tumbuhan dan satwa liar atau TSL selalu menguntungkan. Baik di dalam maupun luar negeri, peminatnya cukup tinggi. Bagi ...

Izin Pengedar Luar Negeri Tumbuhan dan Satwa Liar
Dewasa ini, semakin banyak masyarakat Indonesia yang memiliki rencana untuk melakukan transaksi jual beli namun dengan pihak dari luar negeri. ...

CITES dan Surat Persetujuan Eksport
Kegiatan perdagangan coral baik itu ke dalam maupun luar negeri harus mengurus CITES. apapun barangnya pasti membutuhkan perizinan surat persetujuan ...

Persyaratan CITES untuk Kulit Buaya
Bisnis yang menggunakan kulit hewan terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Kualitas Indonesia terbilang mampu bersaing, salah satunya yaitu kulit buaya. ...

Jasa Urus Re-export CITES
Anda ingin melakukan re-export hewan untuk kebutuhan berbisnis? Tentunya wajib mengikuti aturan yang berlaku dengan mengurus CITES. Namun, Sekarang ini ...

Tokek Geyco Bisnis Ekspor Tokek Geyco Hasil Penangkaran
Tokek Geyco Iseng-iseng saya mengintip bisnis ekspor tokek geyco hasil penangkaran yang sekarang banyak di buru oleh buyer luar negeri. ...

Jual Beli Kayu Gaharu untuk Export Kuota Perdagangan Gaharu
Harga gaharu sangatlah fantastis dan banyak di buru, sayangnya tidak semua bisa bermain eksport gaharu karena hanya perusahaan yang sudah ...

Persyaratan Penangkaran Tokek | Cites Indonesia
Persyaratan penangkaran tokek gecko untuk export Jasa CITES umumnya menawarkan layanan yang mencakup seluruh atau sebagian dari proses perizinan Cites. ...

Usaha Pengambilan Pengangkapan TSL Tumbuhan dan Satwa Liar
Usaha Pengambilan dan Penangkapan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) merujuk pada tata cara, prosedur, dan peraturan yang mengatur pemanfaatan TSL ...

TUMBUHAN SATWA LIAR CITES LIST
Inilah daftar nama tumbuhan satwa liar cites yang di lindungi oleh negara yang mulai berlaku dari tanggal 2 januari ...











