Syarat dan Rukun Pernikahan dalam Islam: Ketentuan Pernikahan Dalam Islam
Ketentuan Pernikahan Dalam Islam – Pernikahan dalam Islam merupakan akad yang suci dan memiliki kedudukan penting, membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Keberhasilan pernikahan sangat bergantung pada pemahaman dan pemenuhan syarat serta rukun pernikahan itu sendiri. Oleh karena itu, memahami detail syarat dan rukun pernikahan sangatlah krusial.
Ketentuan pernikahan dalam Islam menekankan pentingnya akad dan saksi, memastikan kesesuaian antara kedua mempelai. Proses ini, yang melibatkan berbagai aspek hukum dan sosial, bisa diibaratkan seperti proses bea cukai internasional yang kompleks, seperti yang dijelaskan di situs ini: Apa Itu GACC General Administration Of Customs China ? , yang mengatur alur barang masuk ke China.
Begitu pula, pernikahan dalam Islam memiliki aturan yang terstruktur dan harus dipenuhi untuk memastikan validitasnya. Dengan demikian, pemahaman yang baik terhadap ketentuan-ketentuan ini sangat krusial sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.
Syarat Sahnya Pernikahan dalam Islam
Syarat sah pernikahan dalam Islam meliputi syarat dari calon mempelai pria dan wanita, serta syarat-syarat lainnya yang berkaitan dengan akad pernikahan itu sendiri. Pemenuhan syarat-syarat ini memastikan keabsahan dan kesucian pernikahan di mata agama.
- Syarat dari Calon Mempelai Pria: Islam, baligh, berakal sehat, dan mampu menafkahi istri.
- Syarat dari Calon Mempelai Wanita: Islam, baligh, berakal sehat, dan adanya wali yang menikahkan.
- Syarat Lainnya: Adanya ijab dan kabul yang sah, serta tidak adanya halangan syar’i seperti mahram, pernikahan sebelumnya yang belum diceraikan, dan lain sebagainya.
Rukun Pernikahan dalam Islam
Rukun pernikahan merupakan unsur-unsur yang mutlak harus ada agar pernikahan dianggap sah. Ketidakhadiran salah satu rukun akan menyebabkan pernikahan batal. Berikut penjelasannya:
- Calon Suami (Pengikat Akad): Pihak laki-laki yang secara langsung atau melalui wakilnya mengucapkan ijab.
- Calon Istri (Penerima Akad): Pihak perempuan yang secara langsung atau melalui wakilnya menerima ijab (qabul).
- Wali Nikah: Orang yang berhak menikahkan pihak wanita, biasanya ayah atau kerabat dekat laki-laki dari pihak wanita.
- Ijab dan Kabul: Pernyataan penerimaan dan pernyataan persetujuan dari kedua belah pihak yang membentuk akad nikah.
- Saksi: Dua orang saksi laki-laki yang adil dan menyaksikan berlangsungnya akad nikah. Jika tidak ada saksi laki-laki, maka bisa digantikan dengan empat orang saksi perempuan yang adil.
Contoh penerapan: Seorang pria muslim yang baligh dan mampu menafkahi, melamar seorang wanita muslim baligh dengan wali nikah yang sah. Terjadilah ijab kabul di hadapan dua orang saksi laki-laki yang adil. Pernikahan ini sah karena telah memenuhi seluruh rukun pernikahan.
Ketentuan pernikahan dalam Islam menekankan pentingnya kesesuaian dan kesepakatan antara kedua calon mempelai. Prosesnya cukup kompleks, mulai dari hal-hal mendasar hingga persiapan administrasi. Membandingkannya dengan proses ekspor barang, misalnya seperti yang dijelaskan di Ekspor Ban Bekas Ke Jepang Apa Saja Syarat Dokumennya ? , kita bisa melihat betapa detailnya persyaratan yang harus dipenuhi. Begitu pula dalam pernikahan, kesiapan dan kelengkapan dokumen juga sangat penting untuk memastikan proses berjalan lancar dan sah secara agama dan negara.
Dengan demikian, pernikahan yang sah di mata agama Islam memerlukan pemahaman dan persiapan yang matang.
Perbandingan Syarat dan Rukun Pernikahan dalam Islam dengan Hukum Perkawinan di Indonesia
Berikut perbandingan singkat antara syarat dan rukun pernikahan dalam Islam dengan hukum perkawinan di Indonesia. Perlu diingat bahwa hukum perkawinan di Indonesia mengakomodasi berbagai agama, sehingga terdapat perbedaan.
Syarat/Rukun | Islam | Hukum Indonesia | Perbedaan |
---|---|---|---|
Wali Nikah | Wajib, kecuali dalam kondisi tertentu | Diperlukan, tetapi dapat diganti dengan keputusan pengadilan | Perbedaan dalam kewajiban dan penggantian wali |
Saksi | Dua orang laki-laki atau empat perempuan yang adil | Dua orang saksi, laki-laki atau perempuan | Perbedaan jumlah dan jenis kelamin saksi |
Ijab Kabul | Mutlak diperlukan dan harus jelas | Pernyataan persetujuan yang sah secara hukum | Perbedaan dalam formulasi dan persyaratan keabsahan |
Usia Pernikahan | Baligh (dewasa secara agama) | Minimal 19 tahun untuk perempuan, 21 tahun untuk laki-laki (dapat dispensasi) | Perbedaan penentuan usia minimal, yang didasarkan pada agama dan hukum negara |
Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Syarat dan Rukun Pernikahan
Terdapat beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai beberapa aspek syarat dan rukun pernikahan, terutama terkait dengan wali nikah dan persyaratan saksi. Perbedaan ini umumnya didasarkan pada pemahaman yang berbeda terhadap nash (teks) Al-Quran dan Hadits, serta ijtihad (pendapat hukum) para ulama.
Ketentuan pernikahan dalam Islam cukup detail, mengatur berbagai aspek mulai dari wali nikah hingga mahar. Persyaratannya mirip dengan sistem HACCP, di mana terdapat persyaratan yang harus dipenuhi secara teliti. Sama halnya dengan HACCP Pengertian Pentingnya Persyaratan yang Harus Dipenuhi yang menekankan kepatuhan pada standar keamanan pangan, pernikahan dalam Islam juga menekankan pada kesesuaian syariat dan kesepakatan kedua belah pihak.
Dengan terpenuhinya semua syarat tersebut, diharapkan pernikahan dapat berjalan lancar dan berkah.
Misalnya, ada perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya pernikahan tanpa wali dalam kondisi tertentu. Beberapa ulama membolehkannya dalam keadaan darurat, sementara yang lain tetap mewajibkan adanya wali.
Contoh Kasus Pernikahan yang Batal
Sebuah kasus pernikahan bisa batal jika salah satu rukunnya tidak terpenuhi. Contohnya, pernikahan yang terjadi tanpa adanya ijab kabul yang sah. Meskipun kedua calon mempelai sudah menyatakan kesediaan, namun tanpa adanya kalimat ijab kabul yang jelas dan tegas, maka pernikahan tersebut tidak sah. Penyebabnya adalah ketidaklengkapan rukun pernikahan.
Mas Kawin (Mahr) dalam Perspektif Islam
Mas kawin atau mahar merupakan salah satu rukun dalam pernikahan menurut ajaran Islam. Ia bukan sekadar pemberian materi, melainkan simbol penghargaan suami kepada istri, sekaligus penegasan hak istri dalam perkawinan. Pemberian mas kawin ini memiliki hukum dan ketentuan yang diatur dalam syariat Islam, dengan berbagai pandangan ulama yang perlu dipahami.
Ketentuan pernikahan dalam Islam menekankan pentingnya persyaratan sah, termasuk dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Jika salah satu calon mempelai memiliki dokumen penting dari Kenya, proses legalisasi menjadi krusial. Untuk itu, pastikan Anda menggunakan jasa Legalisir dokumen Kenya Terpercaya agar proses pernikahan berjalan lancar dan sesuai syariat. Kejelasan dan keabsahan dokumen sangat penting dalam memenuhi ketentuan pernikahan dalam Islam, sehingga proses legalisasi ini tidak boleh dianggap sepele.
Dengan dokumen yang terlegalisir dengan benar, pernikahan dapat dilangsungkan dengan tenang dan sesuai aturan agama.
Hukum Mas Kawin dan Pendapat Ulama
Hukum mas kawin dalam Islam adalah sunnah muakkadah, artinya sangat dianjurkan. Meskipun pernikahan sah tanpa mas kawin, namun pemberiannya sangat ditekankan sebagai bentuk penghormatan dan kewajiban suami. Mayoritas ulama sepakat mengenai keutamaan pemberian mas kawin, meski terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah dan jenisnya. Beberapa ulama bahkan menganggap mas kawin sebagai hak mutlak istri yang harus diberikan, terlepas dari kesepakatan lainnya.
Ketentuan pernikahan dalam Islam menekankan pentingnya kesesuaian dan kesepakatan antara kedua calon mempelai. Salah satu hal yang sering dipersiapkan adalah hidangan untuk resepsi, misalnya kurma. Nah, bagi Anda yang ingin menyediakan kurma berkualitas tinggi dari Arab Saudi, silahkan simak informasi lengkapnya di Bagaimana cara impor kurma saudi arabia ke indonesia ? untuk mempersiapkan hidangan istimewa pernikahan Anda.
Kembali ke topik pernikahan, perlu diingat juga bahwa prosesi pernikahan harus sesuai dengan syariat Islam agar sah dan berkah.
Jenis-jenis Mas Kawin yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan
Islam memberikan kelonggaran dalam hal jenis mas kawin. Yang terpenting adalah mas kawin tersebut halal dan memiliki nilai, baik berupa uang, perhiasan, tanah, maupun keterampilan. Namun, mas kawin yang mengandung unsur riba atau haram, seperti minuman keras atau barang-barang hasil kejahatan, tentu tidak diperbolehkan. Selain itu, mas kawin yang memberatkan salah satu pihak juga perlu dihindari, agar pernikahan tetap berjalan harmonis dan berdasarkan kesepakatan.
- Diperbolehkan: Uang tunai, perhiasan emas atau perak, tanah, rumah, kendaraan, keterampilan (seperti mengajarkan ilmu tertentu), dan lain sebagainya yang halal dan disepakati.
- Tidak Diperbolehkan: Barang haram, barang yang diperoleh dari cara yang haram (seperti hasil pencurian), dan mas kawin yang mengandung unsur penipuan atau paksaan.
Contoh Kalimat Akad Nikah dengan Berbagai Bentuk Mas Kawin
Berikut beberapa contoh kalimat akad nikah yang mencantumkan mas kawin dengan berbagai bentuknya:
- “Saya nikahkan dan kawinkan engkau, (nama calon istri), kepada anak saya (nama calon suami), dengan mas kawin berupa uang tunai sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dibayar tunai.”
- “Saya nikahkan dan kawinkan engkau, (nama calon istri), kepada anak saya (nama calon suami), dengan mas kawin berupa seperangkat alat shalat dan perhiasan emas seberat 5 gram, dibayar tunai.”
- “Saya nikahkan dan kawinkan engkau, (nama calon istri), kepada anak saya (nama calon suami), dengan mas kawin berupa tanah seluas 100 m2 yang beralamat di (alamat), dibayar tunai.”
- “Saya nikahkan dan kawinkan engkau, (nama calon istri), kepada anak saya (nama calon suami), dengan mas kawin berupa kemampuan mengajarkan mengaji Al-Quran, dibayar tunai.”
Pentingnya Mas Kawin sebagai Bentuk Penghargaan dan Hak Istri
Mas kawin bukan sekadar transaksi jual beli, melainkan bentuk penghargaan dan pengakuan atas kedudukan istri dalam pernikahan. Ia menjadi simbol keseriusan suami dalam membina rumah tangga dan menunjukkan komitmennya untuk memberikan kesejahteraan kepada istri. Mas kawin juga merupakan hak mutlak istri yang harus diberikan oleh suami, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadits dan pendapat ulama.
Perbandingan Pandangan Masyarakat Terhadap Mas Kawin di Berbagai Daerah di Indonesia
Pandangan masyarakat terhadap mas kawin di Indonesia sangat beragam, tergantung pada budaya dan adat istiadat masing-masing daerah. Beberapa daerah mungkin lebih menekankan pada nilai simbolis mas kawin, sedangkan daerah lain mungkin lebih fokus pada nilai ekonomisnya.
Daerah | Pandangan Umum | Bentuk Mas Kawin Umum |
---|---|---|
Jawa Barat | Mas kawin seringkali berupa uang tunai dan perhiasan, dengan nilai yang bervariasi tergantung status sosial keluarga. | Uang tunai, perhiasan emas |
Sumatera Barat | Mas kawin lebih menekankan pada nilai simbolis, dengan jumlah yang relatif lebih kecil. | Uang tunai, barang-barang antik |
Bali | Tradisi mas kawin di Bali mengikuti adat setempat, dengan bentuk yang beragam. | Sesuai adat setempat (bervariasi) |
Sulawesi Selatan | Mas kawin biasanya berupa uang tunai dan barang-barang berharga, nilai yang diberikan beragam. | Uang tunai, perhiasan emas, tanah |
Hukum Pernikahan dalam Islam dan Hukum Positif Indonesia
Pernikahan merupakan ikatan suci yang diatur baik dalam hukum Islam maupun hukum positif Indonesia. Meskipun keduanya bertujuan untuk mengatur kehidupan berumah tangga, terdapat perbedaan dan persamaan yang perlu dipahami. Perbedaan tersebut terkadang menimbulkan konflik, sehingga pemahaman komprehensif terhadap kedua sistem hukum ini sangat penting.
Perbandingan Ketentuan Pernikahan dalam Islam dan Hukum Positif Indonesia
Baik hukum Islam maupun hukum positif Indonesia mengatur berbagai aspek pernikahan, mulai dari syarat sahnya pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, hingga prosedur perceraian. Namun, terdapat perbedaan signifikan dalam beberapa hal. Persamaan utamanya terletak pada tujuan pernikahan, yaitu membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah (dalam Islam) dan keluarga yang harmonis dan sejahtera (dalam hukum positif Indonesia).
- Syarat Pernikahan: Hukum Islam mensyaratkan adanya wali, dua orang saksi, dan ijab kabul. Hukum positif Indonesia mensyaratkan adanya persyaratan administrasi seperti pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau instansi terkait, serta usia minimal calon mempelai.
- Poligami: Hukum Islam mengizinkan poligami dengan syarat dan ketentuan tertentu, sedangkan hukum positif Indonesia membatasi poligami dengan persyaratan yang sangat ketat dan memerlukan izin pengadilan.
- Perceraian: Hukum Islam mengatur perceraian melalui proses talak (dari suami) atau khulu’ (dari istri), sedangkan hukum positif Indonesia mengatur perceraian melalui pengadilan agama dengan berbagai tahapan proses mediasi dan persidangan.
- Hak Asuh Anak: Dalam Islam, hak asuh anak umumnya diberikan kepada ibu, terutama pada usia anak yang masih kecil. Hukum positif Indonesia juga cenderung memberikan hak asuh anak kepada ibu, namun keputusan akhir tetap berdasarkan pertimbangan hakim yang melihat kepentingan terbaik bagi anak.
Perbedaan Hukum Waris dalam Islam dan Hukum Perkawinan di Indonesia
Hukum waris dalam Islam dan hukum perkawinan di Indonesia memiliki perbedaan yang cukup signifikan, terutama dalam pembagian harta warisan. Hukum waris Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, sedangkan hukum waris di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan juga bergantung pada agama yang dianut. Sistem pembagian harta waris dalam Islam berbeda dengan sistem pembagian harta warisan dalam KUHPerdata.
- Proporsi Pembagian: Hukum waris Islam menetapkan proporsi pembagian harta warisan yang spesifik untuk ahli waris berdasarkan derajat kekerabatan, sedangkan KUHPerdata memiliki sistem pembagian yang berbeda, misalnya sistem pembagian secara berimbang untuk anak-anak.
- Pengaruh Agama: Hukum waris Islam diterapkan bagi umat Islam, sementara KUHPerdata dapat diterapkan bagi mereka yang bukan beragama Islam.
Akomodasi Hukum Positif Indonesia terhadap Hukum Pernikahan Islam
Hukum positif Indonesia mengakomodasi hukum pernikahan Islam terutama melalui sistem pengadilan agama yang menangani perkara-perkara perkawinan dan perceraian bagi umat Islam. KUA juga berperan penting dalam pencatatan pernikahan dan memberikan bimbingan pranikah bagi pasangan calon pengantin muslim.
Contoh Kasus Konflik dan Penyelesaiannya
Salah satu contoh konflik yang mungkin terjadi adalah ketika seorang suami menceraikan istrinya secara talak tiga (tiga kali mengucapkan talak) tanpa melalui proses pengadilan agama. Dalam hukum Islam, talak tiga secara langsung menyebabkan perceraian, tetapi hukum positif Indonesia mensyaratkan proses perceraian melalui pengadilan untuk memastikan kepastian hukum dan perlindungan hak-hak kedua belah pihak. Penyelesaiannya biasanya melalui jalur hukum, yaitu dengan mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama agar mendapatkan putusan resmi yang sah secara hukum di Indonesia. Pengadilan agama akan mempertimbangkan aspek hukum Islam dan hukum positif Indonesia dalam memberikan keputusannya.
Pernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam Islam merupakan sebuah ikatan suci yang didasarkan pada prinsip-prinsip kasih sayang, saling menghormati, dan kerjasama dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Namun, di era modern ini, pernikahan muslim menghadapi berbagai tantangan yang perlu diantisipasi dan diatasi dengan bijak. Memahami tantangan tersebut dan solusi yang ditawarkan Islam menjadi kunci keberhasilan dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan langgeng.
Tantangan Pernikahan di Era Modern
Pasangan muda muslim di era modern menghadapi berbagai tantangan unik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Teknologi, gaya hidup modern, dan pengaruh budaya global turut memengaruhi dinamika rumah tangga. Beberapa tantangan tersebut antara lain perbedaan persepsi mengenai peran gender dalam rumah tangga, penggunaan media sosial yang berlebihan, manajemen keuangan yang kurang baik, dan kurangnya komunikasi efektif antara pasangan.
Solusi Islami Mengatasi Tantangan Pernikahan, Ketentuan Pernikahan Dalam Islam
Prinsip-prinsip Islam menawarkan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Konsep saling pengertian (tafahum), saling menghargai (ta’azhim), dan saling membantu (ta’awun) menjadi kunci utama. Islam menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan jujur, pengelolaan keuangan yang bertanggung jawab berdasarkan syariat, serta menjaga keharmonisan rumah tangga dengan menghindari perselisihan dan selalu mengedepankan musyawarah.
Saran Praktis Membangun Rumah Tangga Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah
- Komunikasi yang efektif dan terbuka: Saling mendengarkan, mengungkapkan perasaan dan kebutuhan dengan cara yang santun, dan menghindari komunikasi yang pasif-agresif.
- Membangun kepercayaan dan komitmen yang kuat: Menjaga kesetiaan, menghormati privasi pasangan, dan menunjukkan komitmen untuk bersama dalam suka dan duka.
- Membagi peran dan tanggung jawab rumah tangga secara adil: Saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan.
- Menggunakan waktu bersama secara berkualitas: Menciptakan waktu khusus untuk berinteraksi dan menghabiskan waktu bersama, jauh dari gadget dan kesibukan pekerjaan.
- Mencari ilmu dan pengetahuan tentang pernikahan dan keluarga: Mengikuti kajian atau seminar tentang manajemen keluarga, parenting, dan permasalahan rumah tangga.
Ilustrasi Pasangan Muda Sukses Menghadapi Tantangan Pernikahan
Bayu dan Aisyah, pasangan muda yang baru menikah dua tahun, sukses melewati masa-masa awal pernikahan mereka dengan menerapkan nilai-nilai Islam. Aisyah yang bekerja sebagai dokter tetap meluangkan waktu untuk memasak dan mengurus rumah tangga, sementara Bayu, seorang programmer, aktif membantu pekerjaan rumah dan mengasuh anak mereka. Mereka selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi dan bermusyawarah dalam mengambil keputusan penting, serta bersama-sama mengikuti kajian keislaman untuk memperdalam pemahaman mereka tentang rumah tangga. Mereka juga aktif berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan memperkuat ikatan mereka.
Kutipan Bijak Tentang Rumah Tangga Bahagia
“Rumah tangga yang bahagia bukanlah yang tanpa masalah, melainkan yang mampu menyelesaikan masalah bersama.”
“Cinta dalam pernikahan bukanlah perasaan yang statis, tetapi sebuah komitmen untuk terus menumbuhkan dan merawatnya.”
Pertanyaan Umum Seputar Ketentuan Pernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam Islam memiliki ketentuan yang diatur secara rinci dalam Al-Quran dan Sunnah. Memahami ketentuan ini penting untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Berikut beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan terkait ketentuan pernikahan dalam Islam beserta penjelasannya.
Pernikahan Beda Agama dalam Islam
Pernikahan beda agama dalam Islam umumnya tidak diperbolehkan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa pernikahan hanya sah antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Hal ini didasarkan pada ayat Al-Quran yang menganjurkan pernikahan dengan sesama muslim (QS. Al-Baqarah: 221). Pendapat yang membolehkan pernikahan beda agama (khususnya jika perempuan muslim menikah dengan laki-laki non-muslim) umumnya didasarkan pada tafsir tertentu dan merupakan pendapat minoritas. Hukumnya, secara umum, haram.
Poligami dalam Islam
Poligami dalam Islam diperbolehkan dengan syarat dan ketentuan yang ketat. Islam mengizinkan seorang laki-laki untuk memiliki lebih dari satu istri, namun bukan tanpa batasan. Syarat-syarat tersebut antara lain: keadilan dalam perlakuan terhadap semua istri, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup semua istri dan anak-anaknya secara adil, dan persetujuan dari istri pertama. Ketidakmampuan memenuhi syarat-syarat ini dapat menyebabkan poligami menjadi haram.
- Keadilan dalam nafkah materi dan batin.
- Kemampuan untuk memberikan kasih sayang dan perhatian yang merata.
- Persetujuan istri pertama secara tertulis dan ikhlas.
Penyelesaian Perselisihan dalam Rumah Tangga
Perselisihan dalam rumah tangga adalah hal yang lumrah. Islam mengajarkan solusi yang damai dan bijaksana untuk menyelesaikan konflik. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain: musyawarah (berdiskusi dan mencari solusi bersama), taaruf (saling memahami dan menghargai), rujuk (kembali kepada kesepakatan awal), dan jika diperlukan, meminta bantuan dari keluarga, tokoh agama, atau mediator yang terpercaya. Prinsip utama adalah menjaga keharmonisan rumah tangga dan menghindari perpisahan.
Penentuan Wali Nikah Jika Ayah Kandung Meninggal
Jika ayah kandung sudah meninggal, urutan wali nikah mengikuti ketentuan berikut. Urutan wali nikah ini penting untuk memastikan kesahan pernikahan secara syar’i.
- Kakek dari pihak ayah.
- Saudara laki-laki kandung dari pihak ayah.
- Saudara laki-laki dari ayah (paman).
- Saudara laki-laki dari kakek (paman buyut).
- Jika tidak ada wali nasab, maka dapat diwakilkan kepada hakim atau pejabat yang berwenang.
Pernikahan Tanpa Resepsi
Hukum pernikahan tanpa resepsi dalam Islam adalah sah. Resepsi pernikahan bukanlah syarat sahnya pernikahan. Yang terpenting adalah terpenuhi syarat dan rukun pernikahan sesuai syariat Islam, yaitu ijab kabul (akad nikah) yang disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang adil. Meskipun sah secara agama, pandangan masyarakat terhadap pernikahan tanpa resepsi bervariasi. Beberapa masyarakat mungkin menganggapnya kurang lengkap, sementara yang lain menerimanya dengan baik.