Tata Laksana Impor: Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan

Akhmad Fauzi

Tata Laksana Impor: Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan
Direktur Utama Jangkar Goups

DAFTAR ISI

Tata Laksana Impor adalah

Tata laksana impor adalah serangkaian proses dan prosedur yang harus diikuti untuk memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean suatu negara. Di Indonesia, tata laksana impor diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, terutama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya.

 

Tujuan dari tata laksana impor adalah untuk:

  • Mengendalikan arus barang masuk: Memastikan bahwa barang yang masuk ke dalam negeri memenuhi persyaratan dan standar yang berlaku, serta tidak membahayakan keamanan, kesehatan, dan lingkungan.
  • Melindungi industri dalam negeri: Mencegah masuknya barang impor yang dapat merugikan industri dalam negeri.
  • Mengumpulkan penerimaan negara: Memungut bea masuk dan pajak impor sebagai sumber penerimaan negara.

tata laksana impor

Secara umum, tata laksana impor meliputi tahapan-tahapan berikut:

  1. Kedatangan Sarana Pengangkut:
    Pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut kepada Bea Cukai.
    Pemeriksaan dokumen dan fisik sarana pengangkut.
  2. Pembongkaran Barang:
    Pemindahan barang dari sarana pengangkut ke tempat penimbunan sementara (TPS).
    Pengawasan Bea Cukai terhadap proses pembongkaran.
  3. Penyampaian Pemberitahuan Impor Barang (PIB):
    Importir atau kuasanya menyampaikan PIB kepada Bea Cukai secara elektronik.
    PIB berisi data lengkap mengenai barang impor, seperti jenis, jumlah, nilai, asal negara, dan HS Code.
  4. Pemeriksaan Dokumen:
    Bea Cukai memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen PIB.
  5. Pemeriksaan Fisik:
    Bea Cukai melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang impor secara selektif.
  6. Penentuan dan Pembayaran Bea Masuk dan Pajak:
    Bea Cukai menghitung bea masuk dan pajak impor yang terutang.
    Importir melakukan pembayaran bea masuk dan pajak impor.
  7. Pengeluaran Barang:
    Setelah semua persyaratan dipenuhi, Bea Cukai menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
    Importir dapat mengeluarkan barang dari TPS.

 

Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam proses impor:

  1. Commercial Invoice
  2. Packing List
  3. Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)
  4. Certificate of Origin (COO)
  5. Dokumen lain sesuai dengan jenis barang dan ketentuan yang berlaku.

 

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam tata laksana impor:

  1. HS Code: Pastikan HS Code yang digunakan sudah benar dan sesuai dengan jenis barang yang diimpor.
  2. Nilai Pabean: Tentukan nilai pabean barang impor dengan benar untuk menghindari koreksi dari Bea Cukai.
  3. Ketentuan Larangan dan Pembatasan (Lartas): Pastikan barang yang diimpor tidak termasuk dalam barang larangan atau pembatasan impor.
  4. Fasilitas Kepabeanan: Manfaatkan fasilitas kepabeanan yang tersedia untuk mendapatkan kemudahan dan efisiensi dalam proses impor.

 

Informasi lebih lanjut mengenai tata laksana impor dapat diperoleh melalui:

  • Website Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: www.beacukai.go.id
  • Kantor Pelayanan Bea dan Cukai terdekat.

Tanggung Jawab Shipping/sarana pengangkut apa?

Tanggung Jawab Shipping/sarana pengangkut apa ?

Shipping atau sarana pengangkut memiliki tanggung jawab penting dalam proses impor barang. Berikut ini beberapa tanggung jawab utama mereka:

 

Pengangkutan Barang:

  • Mengangkut barang dengan aman dari pelabuhan muat hingga pelabuhan tujuan. Ini termasuk menjaga keamanan dan kondisi barang selama dalam perjalanan.
  • Mematuhi peraturan internasional dan domestik terkait pengangkutan barang. Ini mencakup aturan keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan.
  • Menyediakan dokumen pengangkutan yang lengkap dan akurat. Seperti Bill of Lading (B/L) untuk pengangkutan laut atau Airway Bill (AWB) untuk pengangkutan udara. Dokumen ini penting untuk proses kepabeanan dan klaim asuransi jika terjadi kerusakan atau kehilangan barang.
  • Tanggung jawab Shipping/sarana pengangkut terhadap Bea Masuk sampai barang di serah terimakan kepada TPS

 

Penyampaian Barang ke TPS:

  • Membongkar barang dari kapal/pesawat dan memindahkannya ke TPS. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan barang.
  • Menyerahkan barang kepada importir atau kuasanya di TPS. Serah terima barang harus dilakukan dengan tertib dan disertai dengan dokumen yang lengkap.
  • Tanggung jawab TPS terhadap Bea Masuk sampai barang di serah terimakan kepada Importir

 

Kondisi Barang:

  • Bertanggung jawab atas kondisi barang selama dalam pengangkutan. Jika terjadi kerusakan atau kehilangan barang yang disebabkan oleh kelalaian pihak pengangkut, mereka dapat dikenakan klaim ganti rugi.
  • Memberikan informasi yang jelas mengenai kondisi barang kepada importir. Ini termasuk melaporkan jika ada kerusakan atau kehilangan barang selama pengangkutan.

 

Keterlambatan:

  • Mengusahakan pengiriman barang tepat waktu. Keterlambatan pengiriman dapat menimbulkan kerugian bagi importir, dan pihak pengangkut dapat dikenakan sanksi atau denda.
  • Memberikan informasi yang jelas kepada importir jika terjadi keterlambatan. Transparansi dan komunikasi yang baik penting untuk menjaga kepercayaan antara importir dan pihak pengangkut.

 

Selain tanggung jawab di atas, shipping/sarana pengangkut juga harus:

  • Memiliki izin dan lisensi yang sesuai untuk melakukan kegiatan pengangkutan barang.
  • Memiliki asuransi untuk melindungi barang yang diangkut dari risiko kerusakan atau kehilangan.
  • Bekerja sama dengan Bea Cukai dan otoritas terkait lainnya dalam proses impor.

Dengan menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, shipping/sarana pengangkut berperan penting dalam kelancaran proses impor dan perdagangan internasional.

Tanggung Jawab Bea Cukai dan importir terkait bea masuk dan PDRI

Tanggung jawab Bea Cukai dan importir terkait bea masuk dan PDRI

Mari kita bahas tanggung jawab Bea Cukai dan importir terkait bea masuk dan PDRI dalam proses impor barang, khususnya yang melibatkan penimbunan di TPS:

 

Barang Ditimbun di TPS:

Tanggung Jawab Bea Cukai:

  • Pengawasan: Bea Cukai mengawasi barang yang masuk dan ditimbun di TPS untuk memastikan keamanan dan mencegah penyelundupan.
  • Pemeriksaan: Melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik barang (jika diperlukan) untuk memastikan kesesuaian dengan data yang tercantum dalam PIB.
  • Penentuan Bea Masuk dan PDRI: Menghitung bea masuk dan PDRI yang terutang berdasarkan jenis barang, nilai pabean, dan tarif yang berlaku.

 

Tanggung Jawab Importir:

  • Penyimpanan Barang: Bertanggung jawab atas penyimpanan barang di TPS dan memastikan keamanannya.
  • Biaya Penimbunan: Membayar biaya penimbunan di TPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

TPS ke Importir (Declare PIB & Bayar BM dan PDRI):

Tanggung Jawab Importir:

  • Menyampaikan PIB: Menyampaikan PIB secara lengkap dan benar kepada Bea Cukai.
  • Membayar Bea Masuk dan PDRI: Membayar bea masuk dan PDRI yang telah ditentukan oleh Bea Cukai.
  • Melengkapi Dokumen: Melengkapi dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk pengeluaran barang dari TPS.

 

Tanggung Jawab Bea Cukai:

  • Verifikasi PIB: Memeriksa dan memverifikasi kelengkapan dan kebenaran data dalam PIB.
  • Menerbitkan SPPB: Setelah PIB disetujui dan bea masuk serta PDRI dibayar, Bea Cukai menerbitkan SPPB.
  • Pengawasan Pengeluaran Barang: Mengawasi pengeluaran barang dari TPS untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan.

 

Intinya:

  • Bea Cukai bertanggung jawab untuk mengawasi, memeriksa, dan menentukan besaran bea masuk dan PDRI.
  • Importir bertanggung jawab untuk menyimpan barang di TPS, menyampaikan PIB, membayar bea masuk dan PDRI, serta melengkapi dokumen yang diperlukan.

 

Tambahan:

  1. PDRI meliputi PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 impor.
  2. Bea masuk dan PDRI merupakan sumber penerimaan negara yang penting.
  3. Pembayaran bea masuk dan PDRI dilakukan melalui bank atau lembaga keuangan yang ditunjuk.

Semoga penjelasan ini memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai tanggung jawab Bea Cukai dan importir dalam proses impor barang!

Istilah Dokumen Kepabeanan Impor

Istilah Dokumen Kepabeanan Impor Apa saja ?

Oke, mari kita bahas satu per satu istilah dan singkatan yang Anda sebutkan, yang semuanya berhubungan dengan kepabeanan dan dokumen impor:

 

Dokumen Kepabeanan

  1. BC 1.0 (RKSP): RKSP adalah singkatan dari Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut. Dokumen BC 1.0 ini digunakan oleh shipping agent atau agen pelayaran untuk memberitahukan rencana kedatangan kapal ke pelabuhan Indonesia.
  2. BC 1.1 (Inward/Outward Manifest): Dokumen ini berisi daftar muatan kapal atau pesawat yang masuk (inward) atau keluar (outward) dari wilayah pabean Indonesia.
  3. BC 1.2: Digunakan untuk memindahkan barang di dalam wilayah pabean, misalnya dari Kawasan Pabean (KP) ke Tempat Penimbunan Sementara (TPS) atau ke KP lain.
  4. BC 1.3: Digunakan untuk pengangkutan barang asal daerah pabean Indonesia yang transit melalui negara lain sebelum kembali ke Indonesia.
  5. BC 1.4: Dokumen untuk barang kiriman melalui pos.
  6. BC 1.6: Digunakan untuk memberitahukan impor barang yang akan ditimbun di Pusat Logistik Berikat (PLB).

 

Dokumen Pengangkutan

  1. MBL (Master Bill of Lading): Dokumen yang diterbitkan oleh perusahaan pelayaran (carrier) kepada shipper (pemilik barang). MBL ini umumnya digunakan jika satu kontainer penuh berisi barang dari satu pemilik.
  2. HBL (House Bill of Lading): Dokumen yang diterbitkan oleh freight forwarder (perusahaan jasa pengiriman) kepada shipper. HBL biasanya digunakan jika satu kontainer berisi barang dari beberapa pemilik (consolidation). Freight forwarder berperan sebagai pengumpul barang (consolidator) dan menerbitkan HBL kepada masing-masing pemilik barang.
  Sistematika Undang-Undang Kepabeanan: Materi PPJK

 

Tambahan Informasi

Dokumen-dokumen BC 1.0 sampai BC 1.6 adalah bagian dari sistem administrasi kepabeanan di Indonesia yang diatur oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Selain dokumen-dokumen di atas, masih banyak dokumen lain yang digunakan dalam proses impor, seperti:

  1. PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
  2. COO (Certificate of Origin)
  3. Commercial Invoice
  4. Packing List
  5. Dan lain-lain.

Aturan penyampaian Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP)

Aturan penyampaian Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP)

Aturan penyampaian Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) dan manifest dalam proses kepabeanan di Indonesia. Mari kita ulas lebih detail:

RKSP (Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut):

  • Pesawat Udara: Wajib disampaikan paling lambat 8 jam setelah pesawat tiba.
  • Kapal Laut: Wajib disampaikan paling lambat 24 jam sebelum kapal tiba.
  • Mobil Cargo: Disampaikan pada saat kedatangan mobil cargo di tempat pemeriksaan pabean.

 

Manifest (Daftar Muatan):

  • Paling lambat: Disampaikan sebelum kegiatan pembongkaran barang dari sarana pengangkut dimulai.
  • Keadaan Kahar (Force Majeur): Jika terjadi keadaan kahar yang menyebabkan manifest tidak dapat disampaikan tepat waktu, penyampaian dapat dilakukan paling lambat 72 jam setelah pembongkaran selesai.

 

Tujuan Penyampaian RKSP dan Manifest:

  • Memudahkan pengawasan Bea Cukai: Dengan mengetahui rencana kedatangan sarana pengangkut dan daftar muatannya, Bea Cukai dapat mempersiapkan proses pemeriksaan dan pengawasan dengan lebih baik.
  • Mencegah penyelundupan: RKSP dan manifest membantu Bea Cukai dalam mengidentifikasi potensi risiko penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan lainnya.
  • Memperlancar arus barang: Penyampaian dokumen yang tepat waktu akan mempercepat proses pemeriksaan dan clearance barang, sehingga arus barang dapat berjalan dengan lancar.

 

Keadaan Kahar (Force Majeur)

Beberapa contoh keadaan kahar yang dapat diterima:

  1. Bencana alam (gempa bumi, banjir, badai)
  2. Kerusuhan atau perang
  3. Kecelakaan
  4. Kebakaran

Ketentuan waktu penyampaian RKSP dan manifest diatur dalam peraturan perundang-undangan kepabeanan di Indonesia.
Keterlambatan penyampaian dokumen dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demurrage adalah

Demurrage adalah

Demurrage adalah biaya yang dikenakan oleh perusahaan pelayaran kepada importir atau pemilik barang karena keterlambatan dalam pengambilan kontainer dari pelabuhan atau terminal peti kemas.

 

Bagaimana Demurrage Terjadi?

Ketika kapal tiba di pelabuhan, kontainer dibongkar dan ditempatkan di terminal peti kemas. Perusahaan pelayaran memberikan waktu bebas (free time) kepada importir untuk mengambil kontainer tersebut. Jika kontainer tidak diambil dalam waktu yang ditentukan, maka demurrage akan dikenakan per hari hingga kontainer tersebut diambil.

Tujuan Demurrage:

  • Mengurangi kepadatan di pelabuhan: Dengan mendorong pengambilan kontainer tepat waktu, demurrage membantu mengurangi penumpukan kontainer di pelabuhan dan memastikan kelancaran arus barang.
  • Kompensasi bagi perusahaan pelayaran: Demurrage memberikan kompensasi kepada perusahaan pelayaran atas penggunaan ruang dan peralatan di pelabuhan yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan lain.

 

Faktor Penyebab Demurrage:

  1. Keterlambatan dokumen: Keterlambatan dalam pengurusan dokumen impor dapat menyebabkan keterlambatan pengambilan kontainer.
  2. Masalah transportasi: Kesulitan dalam mendapatkan truk atau alat transportasi lain untuk mengangkut kontainer dari pelabuhan.
  3. Masalah pergudangan: Keterbatasan ruang gudang atau masalah lain yang menyebabkan importir tidak dapat segera menampung barang dari kontainer.
  4. Force Majeur: Bencana alam atau kejadian tak terduga lainnya yang dapat menghambat pengambilan kontainer.

 

Tips Menghindari Demurrage:

  1. Urus dokumen dengan cepat: Pastikan semua dokumen impor diurus dengan cepat dan tepat.
  2. Koordinasi yang baik: Jalin komunikasi yang baik dengan freight forwarder, perusahaan pelayaran, dan pihak terkait lainnya untuk memastikan kelancaran proses pengambilan kontainer.
  3. Siapkan transportasi: Pastikan transportasi untuk mengangkut kontainer dari pelabuhan sudah tersedia.
  4. Manfaatkan fasilitas kepabeanan: Gunakan fasilitas kepabeanan yang dapat mempercepat proses pengeluaran barang, seperti jalur prioritas.

Detention: Biaya yang dikenakan karena keterlambatan pengembalian kontainer kosong ke depo setelah kontainer dikeluarkan dari pelabuhan.

Tata Cara Penyampaian Manifest:

Tata Cara Penyampaian Manifest:

PMK 158/2017 mengatur tentang penyampaian manifest, dan poin-poin yang Anda sebutkan sudah sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tersebut. Mari kita bahas lebih rinci:

 

Vessel Operator (Pengangkut Laut):

Data MBL (Master Bill of Lading): Wajib disampaikan ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea Cukai paling lambat 24 jam sebelum kapal tiba.
Final Manifest: Wajib disampaikan ke SKP sebelum kegiatan pembongkaran barang dari kapal dimulai.

 

NVOCC/Pos:

Data HBL (House Bill of Lading): Wajib disampaikan ke SKP paling lambat 24 jam sebelum sarana pengangkut tiba.
Final Manifest: Wajib disampaikan ke SKP pada saat sarana pengangkut tiba.

 

Manifest vs PIB:

  • Manifest dulu, baru PIB: Betul sekali. Manifest harus disampaikan dan diproses oleh Bea Cukai terlebih dahulu sebelum importir dapat memproses PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
  • Tanpa Manifest = Barang Tidak Ada: Jika manifest tidak disampaikan, maka secara sistem, barang dianggap tidak ada. Importir tidak akan bisa melakukan proses impor karena tidak ada data barang yang terdaftar di sistem Bea Cukai.

 

Tujuan Pengaturan Ini:

  • Meningkatkan efisiensi: Dengan mewajibkan penyampaian manifest lebih awal, Bea Cukai dapat memproses data dan melakukan analisis risiko sebelum barang tiba.
  • Mempercepat proses clearance: Ketika barang tiba, proses pemeriksaan dan pengeluaran barang dapat dilakukan lebih cepat karena data sudah tersedia di sistem.
  • Mencegah penyelundupan: Manifest membantu Bea Cukai dalam mencocokkan data barang dengan fisik barang yang datang, sehingga dapat mencegah penyelundupan dan pelanggaran lainnya.

Pentingnya Akurasi Data: Data yang disampaikan dalam manifest harus akurat dan sesuai dengan dokumen pengangkutan. Kesalahan atau ketidaksesuaian data dapat menyebabkan keterlambatan proses impor dan bahkan sanksi.
Sanksi: Pengangkut yang tidak menyampaikan manifest sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda.

 

Apakah Barang LCL (Less than Container Load) harus melalui forwarder ?

Barang LCL (Less than Container Load) memang tidak bisa langsung dikirim ke vessel (kapal) dan harus melalui forwarder (perusahaan jasa pengiriman).

 

Mengapa Harus Melalui Forwarder?

  • Konsolidasi: Barang LCL adalah barang dalam jumlah kecil yang tidak cukup untuk mengisi satu kontainer penuh. Forwarder berperan sebagai konsolidator yang mengumpulkan barang-barang LCL dari berbagai pemilik barang (shipper) untuk digabungkan menjadi satu kontainer.
  • Efisiensi Biaya: Dengan menggabungkan barang dari beberapa shipper, biaya pengiriman per shipper menjadi lebih murah karena biaya sewa kontainer dibagi bersama.
  • Kemudahan: Forwarder mengurus semua proses pengiriman, mulai dari pengumpulan barang, pengemasan, pengurusan dokumen, hingga pengiriman ke pelabuhan tujuan. Ini memudahkan shipper yang tidak memiliki pengalaman atau sumber daya untuk mengurus pengiriman sendiri.

Alur Pengiriman Barang LCL:

  1. Shipper mengirimkan barang ke gudang forwarder.
  2. Forwarder melakukan konsolidasi barang dari berbagai shipper.
  3. Forwarder mengurus dokumen pengangkutan (HBL).
  4. Forwarder mengirimkan kontainer ke pelabuhan.
  5. Di pelabuhan tujuan, forwarder akan membongkar kontainer dan memisahkan barang-barang sesuai dengan pemiliknya.
  6. Forwarder mengantarkan barang ke gudang masing-masing pemilik barang.

 

Keuntungan Menggunakan Jasa Forwarder untuk LCL:

  1. Hemat biaya: Biaya pengiriman lebih murah karena dibagi dengan shipper lain.
  2. Praktis: Shipper tidak perlu repot mengurus proses pengiriman.
  3. Keamanan: Forwarder bertanggung jawab atas keamanan barang selama dalam perjalanan.
  4. Jaringan luas: Forwarder memiliki jaringan yang luas sehingga dapat mengirimkan barang ke berbagai tujuan di seluruh dunia.

 

Tips Memilih Forwarder:

  1. Reputasi: Pilih forwarder yang memiliki reputasi baik dan berpengalaman dalam menangani pengiriman LCL.
  2. Layanan: Pastikan forwarder menyediakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan Anda, seperti door-to-door service, customs clearance, dan asuransi.
  3. Harga: Bandingkan harga dari beberapa forwarder sebelum membuat keputusan.
  4. Komunikasi: Pilih forwarder yang responsif dan komunikatif.

Bagaimana penyampaian pengiriman barang via Udara?

Bagaimana penyampaian pengiriman barang via Udara?

Dalam konteks pengiriman barang via udara, MAWB (Master Airway Bill) disampaikan oleh airlines, dan HAWB (House Airway Bill) disampaikan oleh NVOCC.

 

Kapan RKSP Disampaikan?

Sesuai dengan PMK 158/2017, RKSP (Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut) harus disampaikan paling lambat 24 jam sebelum kedatangan pesawat.

 

Alur Penyampaian Dokumen:

  1. RKSP: Diajukan oleh airlines atau agennya (ground handling) paling lambat 24 jam sebelum pesawat tiba.
  2. MAWB: Disampaikan oleh airlines ke SKP (Sistem Komputer Pelayanan) paling lambat 24 jam sebelum pesawat tiba.
  3. HAWB: Disampaikan oleh NVOCC ke SKP paling lambat 24 jam sebelum pesawat tiba.
  4. Final Manifest: Disampaikan oleh airlines sebelum kegiatan pembongkaran barang dari pesawat dimulai.

 

Peran Masing-Masing Dokumen:

  • RKSP: Memberitahukan rencana kedatangan pesawat, termasuk jadwal, rute, dan jenis pesawat.
  • MAWB: Dokumen utama yang diterbitkan oleh airlines kepada shipper (pengirim barang). Berisi informasi tentang pengirim, penerima, rute penerbangan, dan detail barang.
  • HAWB: Dokumen yang diterbitkan oleh NVOCC kepada shipper. Berisi informasi lebih rinci tentang barang dan biasanya digunakan jika satu kiriman udara (consolidation) terdiri dari barang dari beberapa pemilik.

 

Tujuan Penyampaian Dokumen Tepat Waktu:

  1. Memperlancar proses pemeriksaan: Bea Cukai dapat memproses data dan melakukan analisis risiko sebelum barang tiba.
  2. Mempercepat clearance barang: Proses pemeriksaan dan pengeluaran barang dapat dilakukan lebih cepat.
  3. Mencegah penyelundupan: Membantu Bea Cukai dalam mencocokkan data dengan fisik barang.

 

Catatan Penting:

Keterlambatan: Keterlambatan penyampaian dokumen dapat dikenakan sanksi.
Akurasi data: Data yang disampaikan dalam dokumen-dokumen tersebut harus akurat dan sesuai dengan dokumen pengangkutan lainnya.

proses perbaikan data yang terdapat dalam dokumen BC 1.1

Redress adalah

Redress adalah proses perbaikan data yang terdapat dalam dokumen BC 1.1 (Inward/Outward Manifest) yang telah disampaikan oleh pengangkut kepada Bea Cukai. Perbaikan ini dilakukan karena adanya kesalahan atau ketidaksesuaian data dengan kondisi sebenarnya.

Kapan Redress Dilakukan?

Redress dapat dilakukan ketika terdapat kesalahan pada data manifest, seperti:

  • Kesalahan identitas barang: Nomor HS Code, jenis barang, jumlah, berat, merek, dan spesifikasi lainnya.
  • Kesalahan identitas kontainer: Nomor kontainer, ukuran, jenis, dan segel.
  • Kesalahan identitas pemilik barang: Nama, alamat, dan NPWP importir/eksportir.

 

Siapa yang Dapat Mengajukan Redress?

  • Pengangkut (Shipping Line/Airlines): Bertanggung jawab untuk mengajukan redress atas kesalahan data yang mereka sampaikan dalam manifest.
  • Importir/Eksportir: Dapat mengajukan redress jika terdapat kesalahan data yang merugikan mereka, namun harus melalui persetujuan dari pengangkut.

 

Prosedur Redress:

  1. Pengajuan permohonan: Pengangkut atau importir/eksportir mengajukan permohonan redress ke Bea Cukai dengan melampirkan dokumen pendukung yang membuktikan kesalahan data.
  2. Pemeriksaan: Bea Cukai akan memeriksa permohonan dan dokumen pendukung.
  3. Persetujuan/Penolakan: Bea Cukai akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan redress.
  4. Perbaikan data: Jika disetujui, Bea Cukai akan melakukan perbaikan data dalam sistem.

 

Pentingnya Redress:

  1. Mencegah masalah di kemudian hari: Kesalahan data dalam manifest dapat menyebabkan masalah dalam proses impor/ekspor, seperti penolakan PIB, keterlambatan pengeluaran barang, dan bahkan sanksi.
  2. Memastikan data yang akurat: Redress membantu memastikan bahwa data yang tercatat di sistem Bea Cukai akurat dan sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Batas waktu: Terdapat batas waktu untuk mengajukan redress, biasanya sebelum barang dibongkar atau dalam jangka waktu tertentu setelah manifest disampaikan.
Sanksi: Jika kesalahan data disebabkan oleh kelalaian pengangkut, mereka dapat dikenakan sanksi.

Manifest kedatangan sarana pengangkut darat apakah bisa satu manives untuk 3 mobil?

Manifest kedatangan sarana pengangkut darat apakah bisa satu manives untuk 3 mobil?

Dalam hal manifest kedatangan sarana pengangkut darat, dimungkinkan untuk memuat data lebih dari satu sarana pengangkut dalam satu manifest.

 

Aturan Manifest untuk Rombongan Kendaraan Darat:

  1. Satu Manifest untuk Semua: Jika terdapat beberapa kendaraan darat yang datang secara rombongan (konvoi), maka cukup menyampaikan satu manifest untuk keseluruhan kendaraan tersebut.
  2. Kendaraan Pertama Bertanggung Jawab: Kendaraan yang paling depan dalam rombongan bertanggung jawab untuk menyampaikan manifest tersebut kepada Bea Cukai.
  3. Data Lengkap: Manifest harus memuat data lengkap semua kendaraan dalam rombongan, termasuk nomor polisi, jenis kendaraan, muatan, dan data pengemudi.

 

Contoh Kasus 3 Mobil Rombongan:

Seperti yang Anda sebutkan, jika ada 3 mobil rombongan, maka mobil pertama akan menyampaikan manifest yang berisi data ketiga mobil tersebut.

  Undang-Undang Kepabeanan No 17 Tahun 2006: Materi PPJK

 

Mengapa Diperbolehkan Satu Manifest?

  • Efisiensi: Memudahkan proses administrasi dan pemeriksaan Bea Cukai karena tidak perlu memproses manifest secara terpisah untuk setiap kendaraan.
  • Mempercepat proses: Mengurangi waktu tunggu di perbatasan karena hanya satu kendaraan yang perlu menyampaikan dokumen.
  • Mempermudah pengawasan: Bea Cukai dapat mengawasi seluruh rombongan dengan lebih mudah karena data terpusat dalam satu manifest.

 

Hal yang Perlu Diperhatikan:

  • Koordinasi: Penting bagi seluruh pengemudi dalam rombongan untuk berkoordinasi agar proses penyampaian manifest dan pemeriksaan berjalan lancar.
  • Kelengkapan data: Pastikan manifest memuat data yang lengkap dan akurat untuk semua kendaraan dalam rombongan.

 

Tambahan:

  • PMK 158/2017: Aturan mengenai manifest kedatangan sarana pengangkut, termasuk ketentuan untuk rombongan kendaraan darat, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.04/2017.
  • Penyampaian Manifest: Manifest dapat disampaikan secara elektronik melalui sistem yang disediakan oleh Bea Cukai.

Berapa Denda Manives dan Denda RKSP ?

Berapa Denda Manives dan Denda RKSP ?

Mari kita bahas denda terkait manifest dan RKSP dalam sistem CEISA 4.0:

 

Denda Manifest CEISA 4.0

Dalam sistem CEISA 4.0, denda terkait manifest diatur dalam PMK 99/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas PMK 158/PMK.04/2017 tentang Penyampaian Manifest Kedatangan dan Keberangkatan Sarana Pengangkut.

 

Besaran Denda:

Denda manifest dihitung berdasarkan nilai pabean barang. Berikut rinciannya:

 

Manifest tidak disampaikan:

Denda 2% dari nilai pabean, minimum Rp5.000.000,00 dan maksimum Rp25.000.000,00.

 

Manifest terlambat:

  • Keterlambatan kurang dari 1×24 jam: Denda 0,5% dari nilai pabean, minimum Rp1.000.000,00 dan maksimum Rp5.000.000,00.
  • Keterlambatan lebih dari 1×24 jam: Denda 1% dari nilai pabean, minimum Rp2.500.000,00 dan maksimum Rp12.500.000,00.

 

Denda RKSP

Denda terkait RKSP (Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut) diatur dalam KEP-61/BC/2000.

 

RKSP tidak disampaikan:

Denda paling banyak Rp25.000.000,00 dan paling sedikit Rp2.500.000,00.

 

RKSP terlambat:

Denda paling banyak Rp10.000.000,00 dan paling sedikit Rp1.000.000,00.

Catatan Penting:

  1. CEISA 4.0: CEISA 4.0 (Customs-Excise Information System and Automation) adalah sistem informasi dan otomasi kepabeanan dan cukai yang digunakan di Indonesia.
  2. Implementasi: Peraturan denda manifest dan RKSP di atas berlaku untuk semua pengangkut yang menggunakan sistem CEISA 4.0.
  3. Tujuan Denda: Penerapan denda bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pengangkut dalam menyampaikan manifest dan RKSP secara tepat waktu dan akurat.
  4. Force Majeur: Dalam keadaan kahar (force majeur), pengangkut dapat dibebaskan dari denda. Namun, mereka harus dapat membuktikan bahwa keterlambatan atau ketidakmampuan menyampaikan manifest/RKSP disebabkan oleh keadaan kahar.

Website Bea Cukai: Anda dapat mengakses website resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (www.beacukai.go.id) untuk informasi lebih lanjut tentang peraturan kepabeanan.
Kantor Bea Cukai: Anda juga dapat menghubungi kantor Bea Cukai terdekat untuk mendapatkan penjelasan lebih detail.

pos manifest, redress dan perbaikan outward manifest?

Bagaimana cara pengelompokan pos manifest, redress dan perbaikan outward manifest?

Mari kita bahas lebih lanjut tentang pengelompokan pos manifest, redress, dan perbaikan outward manifest:

 

Pengelompokan Pos Manifest

Dalam manifest, khususnya BC 1.1 (Inward/Outward Manifest), terdapat pengelompokan pos-pos yang bertujuan untuk memudahkan identifikasi dan pengolahan data barang.

Beberapa pengelompokan pos manifest yang umum:

  • Berdasarkan jenis barang: Misalnya, pos untuk barang umum, barang berbahaya, hewan hidup, dan sebagainya.
  • Berdasarkan tujuan pabean: Misalnya, pos untuk barang impor untuk dipakai, barang impor untuk diolah, barang ekspor, dan sebagainya.
  • Berdasarkan asal/tujuan: Misalnya, pos untuk barang dari/ke negara tertentu, atau dari/ke pelabuhan tertentu.

 

Tujuan Pengelompokan:

  • Memudahkan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan.
  • Mempercepat proses clearance barang.
  • Memudahkan analisis data dan statistik.

 

Redress Manifest

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, redress adalah proses perbaikan data manifest yang salah atau tidak sesuai.

 

Peran Kepala Kantor Bea Cukai:

  • Pengawasan: Kepala Kantor Bea Cukai memiliki peran penting dalam mengawasi proses redress manifest untuk memastikan bahwa perbaikan data dilakukan dengan benar dan sesuai prosedur.
  • Persetujuan: Dalam beberapa kasus, terutama yang melibatkan perubahan signifikan pada manifest (misalnya, penambahan atau pengurangan pos), persetujuan dari Kepala Kantor Bea Cukai mungkin diperlukan.

 

Tujuan:

  • Mencegah penyalahgunaan: Pengawasan dari Kepala Kantor Bea Cukai membantu mencegah penyalahgunaan redress manifest untuk tujuan yang tidak sah.
  • Menjaga integritas data: Memastikan bahwa data manifest yang tersimpan di sistem Bea Cukai akurat dan dapat diandalkan.

 

Perbaikan Outward Manifest

Outward manifest adalah manifest keberangkatan sarana pengangkut yang berisi daftar barang yang akan keluar dari wilayah pabean Indonesia. Perbaikan Outward Manifest untuk Bea Masuk dan Pajak:

 

Perbaikan outward manifest dapat dilakukan untuk tujuan:

  • Pengembalian Bea Masuk: Jika barang yang tercantum dalam outward manifest ternyata tidak jadi diekspor, maka importir dapat mengajukan permohonan pengembalian bea masuk yang telah dibayar.
  • Pembetulan Pembayaran Pajak: Jika terdapat kesalahan dalam pembayaran pajak ekspor, maka eksportir dapat mengajukan perbaikan outward manifest untuk melakukan pembetulan.

 

Prosedur:

  1. Pengajuan permohonan: Importir/eksportir mengajukan permohonan perbaikan outward manifest ke Bea Cukai dengan melampirkan dokumen pendukung.
  2. Pemeriksaan: Bea Cukai akan memeriksa permohonan dan dokumen pendukung.
  3. Persetujuan/penolakan: Bea Cukai akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan.
  4. Tindakan selanjutnya: Jika disetujui, Bea Cukai akan melakukan perbaikan data dan memproses pengembalian bea masuk atau pembetulan pajak sesuai ketentuan.

 

Catatan Penting:

Batas waktu: Terdapat batas waktu untuk mengajukan perbaikan outward manifest.
Dokumen pendukung: Pastikan melampirkan dokumen pendukung yang lengkap dan valid.

Bagaimana cara penutupan manifest ?

Bagaimana cara penutupan manifest ?

Mari kita bahas lebih detail:

Penutupan Manifest dan PIB

  • Satu Manifest, Banyak PIB: Benar, satu manifest dapat memuat banyak pos barang. Setiap pos barang tersebut akan di-clearance (diselesaikan proses kepabeanannya) dengan menggunakan satu PIB (Pemberitahuan Impor Barang). Jadi, jika dalam manifest terdapat 700 pos barang, maka idealnya akan ada 700 PIB yang diproses.
  • Penutupan Manifest: Manifest akan ditutup setelah semua barang yang tercantum di dalamnya telah diselesaikan proses kepabeanannya (di-clearance).

 

Barang Tidak Clearance

Pos Terbuka/Barang Tidak Dikuasai: Jika terdapat barang yang lebih dari 30 hari tidak di-clearance, maka akan muncul status “pos terbuka” atau “barang tidak dikuasai” dalam sistem Bea Cukai. Ini menandakan bahwa barang tersebut masih berada di TPS (Tempat Penimbunan Sementara) dan belum diselesaikan proses impornya.

Risiko: Barang yang tidak di-clearance dalam waktu lama dapat menimbulkan berbagai risiko, seperti:

  • Denda: Bea Cukai dapat mengenakan denda kepada importir.
  • Lelang: Barang dapat dilelang oleh Bea Cukai jika tidak di-clearance dalam batas waktu yang ditentukan.
  • Kerusakan: Barang dapat rusak atau kehilangan nilai karena penyimpanan yang lama di TPS.

 

BTD (Barang Tidak Dikuasai)

  1. Pengurusan BTD: BTD dapat diurus oleh importir selama barang tersebut belum ditetapkan sebagai Barang Milik Negara (BMN).
  2. Biaya: Importir yang mengurus BTD harus membayar biaya-biaya yang timbul, seperti:
  3. Bea masuk dan pajak: Bea masuk dan pajak yang terutang atas barang tersebut.
  4. Denda: Denda keterlambatan clearance.
  5. Demorage: Biaya sewa kontainer dari perusahaan pelayaran.
  6. Biaya penumpukan di TPS: Biaya penyimpanan barang di TPS.

 

Tips Menghindari Barang Tidak Clearance:

  1. Siapkan dokumen dengan lengkap: Pastikan semua dokumen impor lengkap dan benar sebelum barang tiba.
  2. Proses PIB dengan cepat: Segera proses PIB setelah barang tiba di TPS.
  3. Koordinasi yang baik: Jalin komunikasi yang baik dengan forwarder, Bea Cukai, dan pihak terkait lainnya untuk memastikan kelancaran proses clearance.
  4. Manfaatkan fasilitas kepabeanan: Gunakan fasilitas kepabeanan yang dapat mempercepat proses clearance, seperti jalur prioritas.

 

Informasi Tambahan:

Peraturan: Aturan mengenai BTD dan lelang barang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku.
Kantor Bea Cukai: Anda dapat menghubungi kantor Bea Cukai terdekat untuk informasi lebih lanjut tentang BTD dan proses pengurusan.

Apa perbedaan storage dan demurrage ?

Apa perbedaan storage dan demurrage ?

Mari kita jabarkan lebih detail:

Storage:

  • Biaya Penumpukan di TPS: Benar, storage adalah biaya yang dikenakan atas penyimpanan barang di Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
  • Dibayar ke TPS: Biaya ini dibayarkan kepada pengelola TPS, bisa berupa perusahaan swasta atau badan usaha milik negara.
  • Perhitungan: Biasanya dihitung per hari atau per satuan waktu tertentu, tergantung pada jenis barang, ukuran, dan lama penyimpanan.

Demurrage:

  • Biaya Penggunaan Kontainer: Demurrage adalah biaya yang dikenakan oleh perusahaan pelayaran (shipping line) karena importir menggunakan kontainer melebihi waktu yang telah ditentukan (free time).
  • Dibayar ke Shipping Line: Biaya ini dibayarkan langsung kepada perusahaan pelayaran.
  • Batas Waktu di Terminal: Demurrage berlaku selama kontainer masih berada di terminal pelabuhan. Biasanya free time yang diberikan sekitar 3 hari. Namun, lama free time dapat bervariasi tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan pelayaran dan jenis layanan.

 

Perbedaan Utama:

  • Pihak yang Menagih: Storage ditagih oleh pengelola TPS, sedangkan demurrage ditagih oleh perusahaan pelayaran.
  • Objek Biaya: Storage dikenakan atas penyimpanan barang, sedangkan demurrage dikenakan atas penggunaan kontainer.
  • Lokasi: Storage berlaku di TPS, sedangkan demurrage berlaku di terminal pelabuhan.

 

Tujuan Storage dan demurrage:

Baik storage maupun demurrage bertujuan untuk:

  • Efisiensi: Mendorong importir untuk segera mengambil barang dan mengembalikan kontainer agar tidak terjadi penumpukan di pelabuhan dan terminal.
  • Kompensasi: Memberikan kompensasi kepada pengelola TPS dan perusahaan pelayaran atas penggunaan fasilitas dan peralatan mereka.

 

Tips Menghindari Biaya Tambahan:

  1. Urus dokumen dengan cepat: Pastikan semua dokumen impor diurus dengan cepat dan tepat agar proses clearance lancar.
  2. Koordinasi yang baik: Jalin komunikasi yang baik dengan forwarder, perusahaan pelayaran, dan pihak terkait lainnya.
  3. Siapkan transportasi: Pastikan transportasi untuk mengangkut kontainer dari pelabuhan sudah tersedia.
  4. Manfaatkan fasilitas kepabeanan: Gunakan fasilitas kepabeanan yang dapat mempercepat proses pengeluaran barang.

Cara Perbaikan inward manifest

Bagaimana Cara Perbaikan inward manifest, dalam konteks barang hibah ?

Mari kita bahas tentang perbaikan inward manifest, khususnya dalam konteks barang hibah untuk Kemenkes:

 

Perbaikan Inward Manifest untuk Barang Hibah Kemenkes

Dalam kasus barang hibah, perbaikan inward manifest mungkin diperlukan jika terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian data barang yang tercantum dalam manifest.

 

Contoh Kasus Kemenkes, Hibah antar Kemenkes:

  1. Kerja sama antar negara: Misalnya, Kemenkes Indonesia menerima donasi alat kesehatan dari Kemenkes negara lain.
  2. Penunjukan PPJK: Kemenkes Indonesia menunjuk PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) khusus alkes untuk membantu proses clearance barang hibah tersebut.
  3. Bendahara Kemenkes sebagai Importir: Dalam hal ini, bendahara Kemenkes bertindak sebagai importir yang bertanggung jawab atas proses impor barang hibah.

 

Hibah dari perusahaan ke Kemenkes:

  1. Hibah dari LG Korea: Misalnya, LG Korea memberikan hibah alat kesehatan kepada LG Indonesia untuk selanjutnya disumbangkan ke Kemenkes Indonesia.
  2. Peran LG Indonesia: LG Indonesia berperan sebagai penerima hibah awal dan kemudian akan menyerahkan hibah tersebut kepada Kemenkes Indonesia.

 

Kesalahan Data yang Membutuhkan Perbaikan:

  • Identitas barang: Kesalahan HS Code, jenis barang, jumlah, spesifikasi, dll.
  • Penerima barang: Kesalahan nama, alamat, NPWP penerima hibah (Kemenkes).
  • Pengiriman: Kesalahan data pengirim, negara asal, pelabuhan muat, dll.

 

Prosedur Perbaikan Inward Manifest:

  1. Identifikasi Kesalahan: PPJK atau bendahara Kemenkes (selaku importir) harus mengidentifikasi kesalahan data dalam inward manifest.
  2. Koordinasi dengan Pengangkut: PPJK atau importir berkoordinasi dengan pengangkut (shipping line/airlines) untuk melakukan perbaikan data.
  3. Pengajuan Redress: Pengangkut mengajukan permohonan redress ke Bea Cukai dengan melampirkan dokumen pendukung yang valid.
  4. Pemeriksaan dan Persetujuan: Bea Cukai akan memeriksa permohonan dan dokumen pendukung, dan memberikan persetujuan jika data sudah sesuai.

 

QQ Sudah Tidak Disarankan

Anda benar, QQ (Quantity Qualified) sudah jarang digunakan dalam Bill of Lading (BL).

  • QQ: QQ digunakan untuk menunjukkan bahwa jumlah barang yang tercantum dalam BL masih bisa berubah atau belum final.
  • Alasan QQ Tidak Disarankan: QQ dapat menimbulkan ketidakpastian dan potensi masalah dalam proses kepabeanan.
  Sistematika Undang-Undang Kepabeanan: Materi PPJK

 

Dokumen Pendukung Redress Manifest:

Dokumen pendukung yang diperlukan untuk redress manifest barang hibah:

  1. Surat Permohonan Redress: Dari pengangkut atau importir.
  2. Surat Pernyataan Hibah: Surat resmi dari pemberi hibah yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah hibah.
  3. Surat Persetujuan Kemenkes: Surat dari Kemenkes yang menyatakan persetujuan untuk menerima hibah.
  4. Dokumen Pengangkutan: Bill of Lading/Airway Bill asli dan salinannya.
  5. Dokumen Lain: Dokumen pendukung lainnya yang relevan, seperti invoice, packing list, dan dokumen identitas penerima hibah.

 

Pentingnya Perbaikan Data:

Perbaikan inward manifest sangat penting untuk memastikan kelancaran proses clearance barang hibah dan menghindari masalah di kemudian hari, seperti penolakan PIB, denda, atau bahkan penyitaan barang.

Bagaimana cara Pembongkaran di Kawasan pabean dan tempat lain?

Bagaimana cara Pembongkaran di Kawasan pabean dan tempat lain?

Pembongkaran barang impor memang diatur dengan cukup ketat dalam peraturan kepabeanan di Indonesia. Mari kita bahas lebih lanjut:

Lokasi Pembongkaran:

  • Kawasan Pabean: Secara umum, pembongkaran barang impor harus dilakukan di Kawasan Pabean, seperti pelabuhan yang ditunjuk atau Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
  • Tempat Lain: Dalam kondisi tertentu, pembongkaran dapat dilakukan di tempat lain di luar Kawasan Pabean, tetapi harus mendapatkan izin dari Kepala Kantor Bea Cukai setempat.

 

Syarat Pembongkaran:

Sebelum melakukan pembongkaran, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

  • Inward Manifest: Pengangkut harus sudah menyampaikan inward manifest (BC 1.1) kepada Bea Cukai.
  • Nomor dan Tanggal Pendaftaran: Inward manifest tersebut harus sudah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran dari Bea Cukai.
  • Izin Kepala Kantor (jika di luar Kawasan Pabean): Jika pembongkaran dilakukan di luar Kawasan Pabean, harus ada izin tertulis dari Kepala Kantor Bea Cukai yang mengawasi tempat tersebut.

 

Alasan Pembongkaran di Luar Kawasan Pabean:

Beberapa alasan yang dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan izin pembongkaran di luar Kawasan Pabean:

  • Keadaan darurat: Misalnya, terjadi kerusakan pada sarana pengangkut atau barang yang mengharuskan pembongkaran segera dilakukan di tempat terdekat.
  • Jenis barang tertentu: Misalnya, barang yang memerlukan penanganan khusus atau tidak dapat disimpan di TPS.
  • Lokasi geografis: Misalnya, lokasi proyek yang jauh dari Kawasan Pabean sehingga lebih efisien jika barang langsung dibongkar di lokasi tersebut.

 

Prosedur Permohonan Izin Pembongkaran:

  1. Pengajuan permohonan: Pengangkut mengajukan permohonan izin pembongkaran di luar Kawasan Pabean secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea Cukai.
  2. Alasan yang jelas: Permohonan harus mencantumkan alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Dokumen pendukung: Lampirkan dokumen pendukung yang relevan, seperti inward manifest, dokumen pengangkutan, dan dokumen terkait barang.
  4. Pemeriksaan: Bea Cukai akan memeriksa permohonan dan dokumen pendukung.
  5. Keputusan: Kepala Kantor Bea Cukai akan memberikan izin atau penolakan atas permohonan tersebut.

 

Pengawasan Bea Cukai:

Bea Cukai akan melakukan pengawasan terhadap proses pembongkaran, baik di Kawasan Pabean maupun di luar Kawasan Pabean, untuk memastikan bahwa:

  • Proses pembongkaran sesuai dengan peraturan.
  • Tidak terjadi kehilangan atau kerusakan barang.
  • Tidak ada upaya penyelundupan.

 

Informasi Tambahan:

Peraturan: Aturan tentang pembongkaran barang impor diatur dalam PMK 88/PMK.04/2007 dan peraturan terkait lainnya.
Kantor Bea Cukai: Anda dapat menghubungi kantor Bea Cukai terdekat untuk informasi lebih lanjut tentang prosedur pembongkaran barang impor.

 

Bagaimana penerapan izin angkut lanjut?

Contoh penerapan izin angkut lanjut, di mana terjadi penggantian kapal dari kapal asing ke kapal domestik di tengah perjalanan.

Mari kita bahas lebih lanjut alasan mengapa Bea Cukai tidak menetapkan semua pelabuhan sebagai pelabuhan internasional, sehingga memerlukan izin angkut lanjut dalam situasi seperti ini:

 

Alasan Tidak Semua Pelabuhan Internasional:

Kapal Lokal Tidak Bisa Masuk:

  • Peraturan: Memang benar, kapal domestik umumnya tidak diizinkan untuk masuk atau sandar di pelabuhan internasional. Hal ini diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk melindungi kepentingan pelayaran nasional dan mencegah persaingan yang tidak sehat.
  • Perlindungan Industri: Dengan membatasi akses kapal asing, diharapkan kapal-kapal domestik dapat lebih berkembang dan berperan aktif dalam kegiatan angkutan laut di dalam negeri.

 

Infrastruktur Pelabuhan:

  • Kesiapan: Tidak semua pelabuhan di Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai untuk melayani kapal-kapal internasional.
  • Fasilitas: Pelabuhan internasional memerlukan fasilitas khusus, seperti:
  • Kedalaman alur dan kolam pelabuhan yang cukup untuk kapal besar.
  • Peralatan bongkar muat yang modern dan memadai.
  • Fasilitas pemeriksaan dan pengawasan Bea Cukai yang lengkap.
  • Sistem keamanan yang ketat.

 

Draft Kapal (Kedalaman):

  • Keterbatasan: Beberapa pelabuhan di Indonesia memiliki keterbatasan draft (kedalaman air) yang tidak memungkinkan kapal-kapal internasional dengan ukuran besar untuk masuk.
  • Perairan Dangkal: Kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak perairan dangkal menjadi kendala bagi kapal-kapal internasional untuk menjangkau semua pelabuhan.

 

Izin Angkut Lanjut:

Dalam kasus seperti yang Anda sebutkan (kapal dari luar negeri ke Makassar dengan transit dan ganti kapal di Tanjung Priok), izin angkut lanjut diperlukan karena:

  • Kapal Asing: Kapal asing yang membawa barang dari luar negeri hanya diizinkan untuk membongkar muatannya di pelabuhan internasional (Tanjung Priok).
  • Kapal Domestik: Untuk melanjutkan pengiriman ke Makassar, barang harus dipindahkan ke kapal domestik.
  • Izin Bea Cukai: Pemindahan barang dari kapal asing ke kapal domestik memerlukan izin angkut lanjut dari Bea Cukai.

 

Tujuan Izin Angkut Lanjut:

  • Pengawasan: Memudahkan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap pergerakan barang impor.
  • Pencegahan Penyelundupan: Meminimalisir risiko penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan lainnya.
  • Kelancaran Arus Barang: Memastikan kelancaran arus barang dari pelabuhan internasional ke daerah tujuan di dalam negeri.

 

Informasi Tambahan:

Peraturan: Izin angkut lanjut diatur dalam PMK 88/PMK.04/2007 dan peraturan terkait lainnya.
Pengajuan: Pengangkut atau importir dapat mengajukan permohonan izin angkut lanjut ke Bea Cukai.
Semoga penjelasan ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang alasan di balik penetapan pelabuhan internasional dan penerapan izin angkut lanjut!

 

Truck loosing adalah

Truck loosing adalah proses pembongkaran barang impor langsung dari sarana pengangkut yang datang dari luar daerah pabean (misalnya, kapal) ke sarana pengangkut darat (truk) tanpa melalui proses penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara (TPS).

 

Tujuan Truck Loosing:

  • Efisiensi Waktu dan Biaya: Mempercepat proses pengeluaran barang dan mengurangi biaya penumpukan di TPS.
  • Memperlancar Arus Barang: Meminimalisir waktu tunggu barang di pelabuhan dan memperlancar arus logistik.
  • Menjaga Kualitas Barang: Cocok untuk barang yang sensitif terhadap waktu atau memerlukan penanganan khusus.

 

Kriteria Barang yang Diperbolehkan Truck Loosing:

Barang yang Sudah Mendapat SPPB:

Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB): Artinya, barang tersebut telah selesai menjalani proses kepabeanan dan telah mendapatkan izin untuk dikeluarkan dari kawasan pabean.

 

Barang Impor dengan Karakteristik Tertentu:

  • Mudah Rusak: Misalnya, produk makanan segar, obat-obatan, atau bahan kimia yang mudah rusak jika disimpan terlalu lama.
  • Berukuran Besar/Berat: Misalnya, mesin-mesin berat, kendaraan, atau barang proyek yang sulit dibongkar dan ditimbun di TPS.
  • Memerlukan Penanganan Khusus: Misalnya, hewan hidup, barang berbahaya, atau barang yang memerlukan pengaturan suhu tertentu.

 

Proses Truck Loosing:

  1. Permohonan Izin: Importir atau PPJK mengajukan permohonan izin truck loosing kepada Bea Cukai dengan melampirkan dokumen pendukung.
  2. Pemeriksaan: Bea Cukai melakukan pemeriksaan dokumen dan fisik barang (jika diperlukan).
  3. Persetujuan: Jika memenuhi syarat, Bea Cukai memberikan persetujuan truck loosing.
  4. Pembongkaran: Barang dibongkar langsung dari kapal ke truk di bawah pengawasan Bea Cukai.
  5. Pengangkutan: Truk mengangkut barang keluar dari kawasan pabean menuju tempat tujuan.

 

Keuntungan Truck Loosing:

  • Mengurangi biaya logistik: Menghemat biaya penumpukan di TPS dan biaya handling.
  • Mempercepat waktu pengiriman: Barang lebih cepat sampai ke tujuan.
  • Meminimalisir kerusakan barang: Cocok untuk barang yang sensitif.

 

Catatan:

Peraturan: Truck loosing diatur dalam PMK 88/PMK.04/2007 dan peraturan terkait lainnya.
Pengawasan: Bea Cukai melakukan pengawasan ketat terhadap proses truck loosing untuk mencegah penyelundupan dan pelanggaran kepabeanan.

 

Bagaimana cara Penimbunan barang impor?

Penimbunan barang impor memang harus sesuai dengan data yang tercantum dalam inward manifest. Mari kita bahas lebih rinci mengenai aturan dan konsekuensi jika terjadi kelebihan atau kekurangan bongkar:

 

Penimbunan Barang Impor

  • Kesesuaian dengan Inward Manifest: Barang yang dibongkar dari sarana pengangkut (kapal/pesawat) harus sesuai dengan jenis, jumlah, dan identitas barang yang tercantum dalam inward manifest (BC 1.1).
  • Pengawasan Bea Cukai: Proses pembongkaran dan penimbunan barang impor diawasi oleh Bea Cukai untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan.

 

Konsekuensi Ketidaksesuaian:

Kelebihan Bongkar:

Sanksi Administrasi: Importir akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
Tindakan Lain: Selain denda, Bea Cukai dapat melakukan tindakan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti penyitaan barang.

 

Kekurangan Bongkar:

Kekurangan Bea Masuk dan PDRI: Importir harus membayar kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang seharusnya dibayar atas barang yang kurang dibongkar.
Sanksi Administrasi: Selain itu, importir juga akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda.

Pengecualian:

Ada beberapa pengecualian di mana kelebihan atau kekurangan bongkar tidak dikenakan sanksi, yaitu:

 

Selisih Berat/Volume karena Faktor Alam:

Penyusutan/Penambahan: Terjadi perubahan berat atau volume barang karena faktor alamiah selama pengangkutan, seperti penguapan, penyusutan karena kering, atau penambahan berat karena menyerap air.
Pembuktian: Importir harus dapat membuktikan bahwa selisih tersebut memang disebabkan oleh faktor alam dengan menunjukkan dokumen pendukung yang sah.

 

Keadaan Kahar (Force Majeur):

Kejadian di Luar Kuasa: Terjadi kejadian di luar kuasa manusia yang menyebabkan kelebihan atau kekurangan bongkar, seperti bencana alam, kecelakaan, atau perang.
Pembuktian: Importir harus dapat membuktikan bahwa kejadian tersebut merupakan force majeur dengan menunjukkan bukti-bukti yang sah.

 

Tujuan Aturan Penimbunan:

  1. Mencegah Penyelundupan: Memastikan bahwa barang yang masuk ke wilayah Indonesia sesuai dengan yang diberitahukan dalam manifest, sehingga dapat mencegah penyelundupan.
  2. Keadilan: Menghindari kerugian negara akibat kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak.
  3. Kepastian Hukum: Memberikan kepastian hukum bagi importir dan Bea Cukai dalam proses penimbunan barang.

 

Informasi Tambahan:

Peraturan: Aturan tentang penimbunan barang impor diatur dalam PMK 88/PMK.04/2007 dan peraturan terkait lainnya.
Kantor Bea Cukai: Anda dapat menghubungi kantor Bea Cukai terdekat untuk informasi lebih lanjut tentang aturan penimbunan dan konsekuensi ketidaksesuaian.

 

Bagaimana cara Penyelesaian atas kesesuaian jumlah barang impor curah?

Penyelesaian atas kesesuaian jumlah barang impor curah yang dibongkar dengan jumlah yang diberitahukan dalam dokumen impor diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26/PMK.04/2016 tentang Tata Cara Penyelesaian atas Kesesuaian Jumlah Barang Impor Curah yang Dibongkar dengan Jumlah yang Diberitahukan.

Berikut adalah poin-poin penting dalam penyelesaiannya:

 

Penelitian oleh Bea Cukai:

Ketika jumlah barang impor curah yang dibongkar tidak sesuai dengan yang diberitahukan dalam dokumen impor (misalnya, dalam PIB atau manifest), Bea Cukai akan melakukan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan penyebab ketidaksesuaian tersebut dan apakah terdapat unsur kesengajaan atau kelalaian dari pihak importir atau pengangkut.

 

Toleransi:

  • PMK 26/2016 menetapkan nilai toleransi untuk selisih antara jumlah barang yang dibongkar dengan yang diberitahukan.
  • Nilai toleransi ini bervariasi tergantung pada jenis barang curah.
  • Jika selisih jumlah barang tidak melebihi nilai toleransi, maka dianggap tidak ada kesalahan dan tidak dikenakan sanksi.

 

Di Luar Kemampuan Pengangkut:

Jika selisih jumlah barang melebihi nilai toleransi, Bea Cukai akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuan pengangkut.
Faktor di luar kemampuan pengangkut misalnya:

  • Penyusutan/penambahan berat atau volume karena faktor alamiah (penguapan, penyusutan karena kering, dll.)
  • Keadaan kahar (force majeur) seperti bencana alam.
    Jika kesalahan terjadi di luar kemampuan pengangkut, maka pengangkut tidak dikenakan sanksi.

 

Di Dalam Kemampuan Pengangkut:

Jika kesalahan terjadi di dalam kemampuan pengangkut (misalnya, kesalahan pencatatan, kelalaian dalam pembongkaran), maka pengangkut dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda.

 

Konsekuensi Fiskal:

  1. Jika terdapat kekurangan jumlah barang, importir harus membayar kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang seharusnya dibayar.
  2. Jika terdapat kelebihan jumlah barang, importir harus membayar bea masuk dan pajak atas kelebihan tersebut.
  3. Selain itu, importir juga dapat dikenakan sanksi administrasi jika terbukti melakukan pelanggaran.

 

Pemeriksaan Fisik:

  • Bea Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang impor curah untuk memastikan kesesuaian dengan dokumen impor.
  • Pemeriksaan fisik ini dapat dilakukan secara selektif atau menyeluruh, tergantung pada risiko dan jenis barang.

 

Tujuan Peraturan:

  1. Mencegah Penyelundupan: Memastikan bahwa jumlah barang impor curah yang masuk ke Indonesia sesuai dengan yang diberitahukan, sehingga dapat mencegah penyelundupan.
  2. Keadilan: Menghindari kerugian negara akibat kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak.
  3. Kepastian Hukum: Memberikan kepastian hukum bagi importir, pengangkut, dan Bea Cukai dalam proses penanganan barang impor curah.

 

Informasi Tambahan:

Jenis Barang Curah: PMK 26/2016 mencantumkan jenis-jenis barang yang termasuk dalam kategori barang curah.
Nilai Toleransi: Nilai toleransi untuk setiap jenis barang curah dapat dilihat dalam lampiran PMK 26/2016.
Kantor Bea Cukai: Anda dapat menghubungi kantor Bea Cukai terdekat untuk informasi lebih lanjut tentang penyelesaian kesesuaian jumlah barang impor curah.

 

Bagaimana jika Lebih Bongkar dan Kurang bongkar ?

Kapal A: Lebih Bongkar

Manifest: 5 kontainer
Realisasi Bongkar: 6 kontainer
Konsekuensi:

  • Perbaikan Manifest: Manifest diperbarui menjadi 6 kontainer.
  • Sanksi Administrasi: Pengangkut (shipping line) dikenakan sanksi administrasi berupa denda karena menyampaikan manifest yang tidak akurat.
  • Tidak Ada Pembayaran BM & PDRI: Importir tidak perlu membayar bea masuk dan PDRI atas kontainer tambahan karena akan dibayarkan saat importir memproses PIB (Pemberitahuan Impor Barang) untuk kontainer tersebut.

 

Kapal B: Kurang Bongkar

Manifest: 3 kontainer
Realisasi Bongkar: 2 kontainer
Konsekuensi:

  • Sanksi Administrasi: Pengangkut dikenakan sanksi administrasi berupa denda karena menyampaikan manifest yang tidak akurat.
  • Bea Masuk & PDRI: Importir harus membayar bea masuk dan PDRI atas kontainer yang kurang dibongkar, meskipun barangnya tidak ada.
  • Dugaan Penyelundupan: Kurang bongkar dapat menimbulkan dugaan penyelundupan. Bea Cukai akan melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan apakah ada unsur kesengajaan untuk menghindari pembayaran bea masuk dan pajak.

 

Tambahan Penjelasan:

  1. Pentingnya Akurasi Manifest: Kasus di atas menunjukkan pentingnya keakuratan data dalam manifest. Kesalahan data dapat mengakibatkan sanksi bagi pengangkut dan masalah bagi importir.
  2. Pengawasan Bea Cukai: Bea Cukai melakukan pengawasan ketat terhadap proses bongkar muat untuk memastikan kesesuaian dengan manifest dan mencegah pelanggaran.
  3. Tujuan Sanksi: Sanksi administrasi bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pengangkut dalam menyampaikan manifest yang akurat dan mencegah manipulasi data.

 

Kesimpulan:

Lebih bongkar: Fokus pada sanksi administrasi untuk pengangkut.
Kurang bongkar: Fokus pada sanksi administrasi untuk pengangkut, pembayaran bea masuk dan PDRI oleh importir, dan potensi investigasi lebih lanjut terkait dugaan penyelundupan.

 

 

 

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat