SURAT WASIAT – Halo teman teman, selamat datang di artekil kami, apakah anda mempunyai pertanyaan seputar surat wasiat atau menyangkut warisan?? Apakah anda mempunyai pertanyaan apakah menurut hukum waris barat suatu wasiat dapat diserikan kepada orang lain yang dalam artian berada di luar pakar waris atau ahli waris sesungguhnya? YUK simak artikel di bawah ini
Pada intinya yang memiliki hak untuk menasi seorang ahli waris atau jadi pakar waris ialah orang yang memiliki jalinan darah dengan pewaris dan istri/suami pewaris yang masih hidup saat pewaris wafat. Hal ini tertera di dalam sebuah pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHP”):
Isi dari pasal 832 KUHPerdata:
Menurut undang-undang, yang memiliki hak untuk menjadi seorang ahli waris atau pakar waris adalah keluarga sedarah, baik yang resmi menurut undang-undang atau yang di luar perkawinan, serta suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan di bawah ini.
Jika keluarga sedarah serta suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, karena itu semua harta peninggalan akan menjadi milik suatu negara yang ditempatinya, yang harus melunasi utang-utang orang yang wafat itu, sejauh harga harta peninggalan memenuhi karena itu.
Seperti yang sudah pernah diterangkan atau di jelaskan dalam tentang Empat Kelompok Pakar Waris atau ahli waris yang menurut KUH Perdata,beberapa pakar waris atau ahli waris itu dibagi jadi empat kelompok besar, yakni:
- Kelompok I: suami/istri yang hidup terlama serta anak/keturunannya (terdapat dalam pasal 852 KUHPerdata).
- Kelompok II: orangtua serta saudara kandung si ahli waris atau Pewaris
- Kelompok III: Keluarga dalam garis lurus ke atas setelah bapak serta ibu pewaris
- Kelompok IV: Paman serta bibi pewaris baik dari faksi ataupun pihak bapak atau berasal dari pihak atau faksi ibu, keturunan paman serta bibi sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek serta nenek dan keturunannya, sampai derajat ke enam dihitung dari pewaris.
Kelompok ataupun golongan pakar waris atau ahli waris ini tunjukkan siapa pakar waris atau pewaris yang lebih diprioritaskan berdasar urutannya. Misalnya, pakar waris atau si ahli waris kelompok II tidak dapat mewarisi harta peninggalan pewaris dalam hal si pakar waris atau ahli waris kelompok I masih ada.
Pasal 875 KUHPerdata
Tentang apakah itu wasiat telah disebutkan di dalam pasal 875 KUHPerdata: “Surat wasiat atau testamen dapat di artikan satu akta berisi pengakuan satu orang mengenai apa yang dikehendakinya berlangsung sesudah dia wafat, yang bisa dicabut kembali olehnya.”
Wasiat itu terbagi atau berbelah menjadi 2, yakni pengangkatan waris (erfstelling) serta hibah wasiat (legaat). Seperti yang di tulis oleh J. Satrio dalam buku Hukum Waris (hal. 193) menerangkan jika hibah wasiat (legaat) ialah pemberian lewat wasiat atas sebagian dibanding harta peninggalan yang berbentuk suatu barang tertentu (tertera di pasal 957 KUHPerdata).
Kandungan isi pada pasal 957 KUHPerdata:
Hibah suatu wasiat adalah satu penetapan yang bersifat khusus, dimana pewaris memberi pada satu atau sebagian orang beberapa barang tersendiri, atau semua barang-barang beserta jenis tersendiri, misalkan seperti beberapa barang bergerak atau beberapa barang masih, atau hak gunakan hasil atas beberapa atau semua barangnya.
Sedang pengangkatan waris (erfstelling) penunjukkannya mencakup satu sisi tersendiri yang sesuai dengan warisan (contohnya ½ dari harta peninggalan pewaris) tanpa ada yang mengatakan benda yang diwariskan. Lihat pada ketetapan tentang wasiat yang tertera di dalam pasal 875 dan juga pasal 1004 KUHPerdata,
Wasiat
Ada banyak penetapan pemberian wasiat. J. Satrio (Ibid, hal. 201-279), seperti kami sarikan, menerangkan penetapan pada isi wasiat ialah:
- Fidei-commis atau pengangkatan waris atau hibah wasiat lompat tangan (terdapat dalam pasal 879 KUHPerdata). Fidei-commis yakni satu ketentuan atau ketetapan waris, orang yang di angkat menjadi pakar waris (ahli waris) atau yang terima hibah wasiat, di haruskan untuk tetap menyimpan beberapa barang warisan atau hibahnya, untuk selanjutnya menyerahkannya, baik semua atau beberapa pada orang. J. Satrio (Ibid, hal. 210-211) menerangkan jika dalam fidei-commis ada tiga faksi, yakni:
- Pertama: pewaris (testateur/insteller);
- Ke-2: orang yang pertama kali di pilih jadi pakar waris (ahli waris)/legetaris, dengan pekerjaan/keharusan untuk menyimpan barang itu serta untuk menyampaiakan pada pihak ke-3, atau biasa yang di sebut pemikul beban (bezwaarde);
- Ke-3: orang yang akan terima harta dari pewaris yang melalui pemikul beban (bezwaarde) yang bisa di sebut dengan penunggu (verwachter).
- Satrio telah menerangkan lebih jauh jika fidei-commis di bolehkan seandainya:
- Sebagai pemikul beban (bezwaarde) ialah seseorang anak atau lebih;
- Sebagai penunggu (verwachter) ialah sekaligus anak/keturunan mereka semasing, baik telah atau yang akan di lahirkan;
- Yang akan di berikan ialah bagian bebas (beschikbaardeel) daripada jumlah warisan.
- Suami istri yang telah menikah tetapi tidak mempunyai izin, seperti yang terdapat di dalam pasal 901 KUHPerdata:
Perkawinan tanpa izin
Seseorang suami atau isteri tidak bisa mendapatkan keuntungan dari wasiat-wasiat isteri atau suaminya, jika perkawinannya di kerjakan tanpa ada izin yang resmi, serta si pewaris sudah wafat pada saat keabsahan perkawinan itu masih bisa di pertengkarkan di Pengadilan yang di sebabkan perkara itu.
- Istri pada perkawinan kedua, sebagaimana di atur atau tertera di dalam Pasal 902 dan Pasal 852a KUHPerdata
- Satu ketentuan hibah wasiat yang banyaknya melewati hak pewaris (testateur) dalam harta persatuan, seperti yang terdapat di dalam pasal 903 KUHPerdata
- Tidak bisa menghibahwasiatkan untuk keuntungan walinya; beberapa guru serta imam; dokter, pakar pengobatan, pakar obat-obatan serta beberapa orang lain yang jalankan pengetahuan pengobatan, yang menjaga pewaris sepanjang dia menanggung derita penyakit yang pada akhirnya mengakibatkan dia wafat; beberapa notaris serta saksi-saksi dalam pengerjaan wasiat (terdapat di dalam pasal 904 sampai pasal 907 KUHPerdata).
- Larangan pemberian wasiat pada anak di luar perkawinan yang banyaknya sudah melebihi hak bagiannya tertera di dalam pasal 863 KUHPerdata (tertera di pasal 908 KUHPerdata).
- Larangan pemberian wasiat pada rekan zina-nya yang sudah dapat di buktikan serta keputusan Hakim itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap (terdapat di dalam pasal 909 KUHPerdata):
- Larangan untuk pemberian pada orang yang di jatuhi hukuman sebab sudah membunuh pewaris, orang yang sudah menggelapkan, menghancurkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan desakan atau kekerasan sudah menghambat pewaris untuk mencabut atau merubah surat wasiatnya, serta isteri atau suaminya serta anak-anaknya (terdapat di dalam pasal 912 KUHPerdata).
Legitimaris
Selain daripada itu, wasiat harus juga memerhatikan sisi atau bagian mutlak (legitieme portie) dari beberapa pakar waris atau ahli waris. Beberapa pakar waris atau ahli waris yang memiliki sisi atau bagian mutlak (legitieme portie) di sebutkan legitimaris. Wasiat tidak bisa melanggar sisi mutlak beberapa legitimaris.
Selanjutnya Legitieme portie atau sisi warisan menurut undang-undang adalah sisi dan harta benda yang perlu di serahkan kepada para pakar waris atau ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang wafat tidak bisa memutuskan atau menetapkan suatu, baik menjadi hibah di antara beberapa orang yang masih hidup, atau jadi wasiat (terdapat di dalam pasal 913 KUHPerdata). Tentang besarnya sisi mutlak, bisa di saksikan di dalam pasal 914 sampai pasal 916 KUHPerdata.
Baca Juga: Perkebunan dan Ruang Lingkupnya