Hati-hati hoaks bisa kena hukum
Hoaks bisa kena hukum – Dalam Pasal 28 (Dua Puluh Delapan Ayat 1 (Satu) Undang-Undang ITE (Informasi serta Transaksi Elektronik) ada salah satu unsur yakni yang menerangkan tentang penyebaran Hoaks (Berita bohong serta Menyeimpang), apakah benar bohong atau menyimpang merupakan hal yang sama atau sebaliknya serta jika menyimpang apakah sudah pasti bohong?. Adakah contoh masalah yang didakwakan dengan masalah itu? Dengan contoh misalnya sebagai berikut :
Pasal 28 (Dua Puluh Delapan) ayat 1 (Satu) Undang-Undang Nomor. 11 (Sebelas) Tahun 2008 (Dua Ribu Delapan) mengenai tentang Informasi serta Transaksi Elektronik (“UU ITE”) mengatakan, “Setiap orang dengan sengaja, serta tanpa ada hak menebarkan berita bohong serta menyimpang yang menyebabkan kerugian customer dalam Transaksi Elektronik.” Larangan Gaji Atau Upah dibawah Standar Minimal
Tindakan yang ditata dalam Pasal 28 (Dua Puluh Delapan) Ayat 1 (Satu) Undang-Undang ITE (Informasi serta Transaksi Elektronik) adalah satu diantara tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang ITE (Informasi serta Transaksi Elektronik). Undang-Undang ITE (Informasi serta Transaksi Elektronik) tidak menerangkan apakah yang dimaksud dengan “berita bohong serta menyimpang”.
Arti Dari Berita Bohong serta Menyimpang (HOAKS) dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi serta Transaksi Elektronik)
Berkaitan dengan rumusan yang ada dialam Pasal 28 (Dua Puluh Delapan) Ayat 1 (Satu) Undang-Undang ITE (Informasi serta Transaksi Elektronik) yang memakai frasa “menyebarkan berita bohong”, sebetulnya ada ketetapan sama dalam Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) meskipun dengan rumusan yang dikit berlainan yakni digunakannya frasa “menyiarkan berita bohong”.
Menurut buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Komplet Pasal Untuk Masalah yang dicatat oleh R. Soesilo (hal. 269), terdakwa cuma bisa diberi hukuman dengan Pasal 390 (Tiga Ratus Sembilan Puluh) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), jika nyatanya jika berita yang ditayangkan itu ialah berita bohong.
Baca juga: Cyber Crime Menjadi momok menakutkan di era Digital sekarang ini
Yang dilihat jadi berita bohong, bukan saja memberitahu satu berita yang kosong, akan dan juga bercerita dengan tidak benar mengenai satu insiden. Menurut irit kami, keterangan ini berlaku buat Pasal 28 (Dua Puluh Delapan) Ayat 1 (Satu) Undang-Undang ITE (Informasi serta Transaksi Elektronik). Satu berita yang bercerita dengan tidak benar mengenai satu insiden ialah termasuk berita bohong.
Menurut penilitian yang telah kita selidiki, kata “Bohong” serta “Menyimpang” ialah dua hal atau makna yang berbeda. Dalam frasa “Menyebarkan Berita Bohong” yang diartikan merupakan perbuatanya, sedangkan dalam sebuah kata “Menyimpang” yang diartikan merupakan akibatnya.
Pasal 28 Ayat 1 UU ITE
Maka dari itu, untuk membenarkan atau membuktikannya yang sudah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 28 (Dua Puluh Delapan) Ayat 1 (Satu) Undang-Undang ITE (Informasi serta Transaksi Elektronik) dari semua unsur dari pasal tersebut harus terpenuhi. Dengan ini unusr-unsur yang sudah dijelaskan diatas sebagai berikut :
- Setiap orang (Individu);
- Melakukannya dengan sengaja serta tanpa hak;
- Menyebarkan berita bohong serta menyimpang;
Sebab rumusan faktor memakai kata “dan”, berarti ke-2 unsurnya harus tercukupi untuk pemidanaan. yakni menebarkan berita bohong (tidak sesuai hal/kondisi yang sebetulnya) serta menyimpang (mengakibatkan satu orang berpandangan pertimbangan salah/keliru). Jika berita bohong itu tidak mengakibatkan satu orang berpandangan salah, karena itu menurut kami tidak bisa dikerjakan pemidanaan
- Bisa melibatkan kerugian bagi konsumen dalam transaksi elektronik.
Unsur yang terakhir ini ketentuan berita bohong serta menyimpang haris melibatkan suatu kerugian konsumen. Dengan arti tidak bisa melakukan pemindanaan, jika tidak terjadi kerugian bagi konsumen di dalam transaksi elektronik.
Hukum Positif
Seperti di lansirkan dari sebuah situs yaitu VIVA.co.id – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto, menjelaskan bahwa seorang yang menyebarkan informasi palsu atau hoaks di dunia maya akan di pakai hukum positif. Hukum positif yang disebut ialah hukum yang berlaku.
Karena itu, penyebar hoaks akan di pakai KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Undang-Undang Nomor.11 (Sebelas) pada Tahun 2008 (Dua Ribu Delapan) mengenai Informasi serta Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor.40 (Empat Puluh) pada Tahun 2008 (Dua Ribu Delapan) mengenai Penghilangan Diskriminasi Ras serta Etnis, serta aksi saat ajaran kedengkian sudah mengakibatkan berlangsungnya perselisihan sosial.
Hoaks bisa kena hukum
Rikwanto mengutarakan, penyebar hoaks di dunia maya dapat juga dipakai ajaran kedengkian yang sudah di tata dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) serta Undang-Undang lain di luar KUHP(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Ajaran kedengkian ini mencakup penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, tindakan tidak menentramkan, memprovokasi, menghasut, serta penebaran berita bohong.
“Jadi, hoaks ini harus ada yang di rugikan, baik itu satu orang atau korporasi yang merasakan dirugikan. Jika tidak ada, ya condong isu di dunia maya. Memerlukan object serta subyek dari hoaks ini,” tutur Rikwanto di Dewan Wartawan, Jakarta, Kamis 12 Januari 2017.
Ajaran Kedengkian
Rikwanto menerangkan, ajaran kedengkian ini umumnya mempunyai tujuan untuk menghasut serta menyulut kedengkian pada individu serta/atau barisan warga, di antaranya suku, agama, saluran keagamaan, kepercayaan/keyakinan, ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, golongan di fabel, sampai tujuan seksual.
“Ajaran kedengkian atau hate speech ini bisa di kerjakan berbentuk orasi kampanye, banner, jaringan sosial media, pengutaraan opini di depan umum, khotbah keagamaan, mass media bikin atau elektronik, sampai pamflet,” katanya.
Selain itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi serta Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, dasar hukum perlakuan content negatif sekarang sudah tertera dalam pergantian UU ITE.
Ia menjelaskan, Pasal 40 ayat 2 (Dua) Undang-Undang Nomor 19 pada Tahun 2016 Mengenai tentang Pergantian Atas Undang-Undang Nomor 11 (Sebelas) pada Tahun 2008 mengenai Infomasi serta Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 19 (Sebilan Belas) pada Tahun 2016 (Dua Ribu Enam Belas) Mengenai tentang Pergantian Atas Undang-Undang Nomor 11 (Sebelas) pada Tahun 2008 (Dua Ribu Delapan) mengenai Informasi serta Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 40 (Empat Puluh) Ayat (2b) Undang-Undang Nomor.19 (Sembilan Belas) pada Tahun 2016 (Dua Ribu Enam Belas) Mengenai tentang Pergantian Atas Undang-Undang Nomor.11 (Sebelas) pada Tahun 2008 (Dua Ribu Delapan) mengenai Informasi serta Transaksi Elektronik, sampai Ketentuan Menteri Komunikasi serta Informatika Nomor.19 (Sembilan Belas) pada Tahun 2014 (Dua Ribu Empat Belas) mengenai Perlakuan Situs Bermuatan Negatif.
Hoaks
Semuel menjelaskan, bicara hoaks itu ada dua hal. Pertama, berita bohong harus punyai nilai subyek object yang di rugikan. Ke-2, melanggar Pasal 28 (Dua Puluh Delapan) Ayat 2 (Dua) Undang-Undang Nomor.11 (Sebelas) pada Tahun 2008 (Dua Ribu Delapan) mengenai Info serta Transaksi Elektronik.
Pasal 28 (Dua Puluh Delapan) Ayat 2 (Dua) itu mengeluarkan bunyi, “Tiap Orang dengan sengaja serta tanpa ada hak menebarkan info yang di tujukkan untuk memunculkan rasa kedengkian atau perseteruan individu serta/atau barisan warga tersendiri berdasar atas suku, agama, ras, serta antargolongan (SARA)”
“Jika berita-berita itu memunculkan kedengkian, perseteruan, serta menyebabkan ketidakharmonisan di tengah-tengah warga. Sanksinya hukuman (pidana penjara) sepanjang 6 (Enam) tahun serta/atau denda Rp1 miliar,” kata Semuel.