Fungsi Hak Pakai
FUNGSI HAK PAKAI – Tanah adalah modal dasar pembangunan, serta aspek khusus dalam kehidupan warga yang biasanya bergantungkan kehidupannya pada tanah. Tanah mempunyai jalinan yang berbentuk kekal dengan Negara serta rakyat. Permasalahan keagrariaan di Indonesia pada umumnya sudah ditata dalam Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1960 mengenai Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Yang di dalamnya ditata diantaranya beberapa hak yang bisa dipunyai oleh satu orang baik sendiri atau bersama dengan orang atas tanah seperti hak punya, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak gunakan, hak sewa serta hak-hak yang lain yang akan diputuskan dengan undang-undang.
Dalam tulisan ini, penulis cuma membuat bahasan pada fungsi hak pakai / hak gunakan khususnya dihubungkan adanya beberapa ketentuan baru yang mengendalikan mengenai posisi hak gunakan itu. Hak Pakai dalam UUPA pengaturannya bisa didapati dalam 4 (empat) Pasal yakni Pasal 16, Pasal 41, Pasal 42, serta Pasal 43.
Hak Gunakan
Yang mengatakan fungsi hak pakai / hak gunakan adalah hak untuk memakai serta/atau memungut dari hasil tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah punya orang, yang memberikan kuasa serta keharusan yang dipastikan dalam ketetapan pemberiannya atau dalam kesepakatan dengan pemilik tanahnya yang bukan kesepakatan sewa menyewa atau penjanjian pemrosesan tanah.
Ciri yang membedakan fungsi hak pakai / hak gunakan dengan Hak Punya, HGU, HGB karena itu hak gunakan dapat dimiliki oleh beberapa orang asing asal dia berada tinggal di Indonesia serta badan-badan hukum asing asal mempunyai perwakilan di Indonesia. Ini ditunjukkan jika hak gunakan sudah diletakkan jadi hak yang mungkin dalam usaha mendukung penerapan pembangunan. Dalam perubahannya penataan mengenai hak guna sudah alami beberapa pergantian.
Jika dalam UUPA hak guna tidak dipilih jadi object hak tanggungan sebab dalam ketetapan UUPA tidak ditata jika fungsi hak pakai / hak gunakan itu terhitung hak atas tanah yang harus didaftar serta karenanya tidak penuhi ketentuan publisitas untuk jadikan agunan hutang, tetapi dalam perubahannya dengan dikeluarkannya Ketentuan Menteri Agraria No.1 Tahun 1966, disebutkan jika sebagai hak guna gampang dipertahankan pada masalah faksi lain, karena itu hak gunakan itu butuh didaftarkan.
UUHT
Diundangkannya UU Nomer 4 Tahun 1996 (Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Terkait dengan Tanah), dipersingkat UUHT sudah memberikan muka baru buat penataan hak gunakan di Indonesia. Dalam mandat Pasal 51 UUPA, hak atas tanah yang di pilih jadi object hak tanggungan ialah Hak Punya, HGU, HGB.
Jika dalam UUPA di sebutkan jika hak guna tidak bisa jadikan agunan hutang dengan di bebani hak tanggungan, karena itu dengan berlakunya UUHT (Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda yang Terkait dengan Tanah) hak guna bisa di pakai jadi object hak tanggungan seandainya hak gunakan itu di daftar pada kantor pertanahan.
Satrio (1997:179) menyampaikan jika adanya Pasal 4 ayat (2) UUHT di beri satu ketetapan yang sangat mungkin hak guna jadikan jadi object hak tanggungan. Ini adalah satu ketetapan yang baru sebab sampai kini belumlah ada ketetapan yang sangat mungkin hak gunakan menjadikan jadi object hipotik. Di tambah dengan di keluarkannya Ketentuan Pemerintah Nomer 40 Tahun 1996 mengenai HGU, HGB serta Hak Gunakan Atas Tanah, yang mengharuskan semua hak gunakan di daftarkan pada buku tanah kantor pertanahan.
Agunan Credit
Ini makin buka kesempatan untuk di gunakannya hak gunakan jadi agunan credit. Lihat perubahan penataan mengenai hak gunakan ini di tambah dengan di tempatkannya hak gunakan jadi object hak tanggungan menggambarkan jika hak guna di lihat benar-benar bergunakan untuk tingkatkan kesejahteraan warga khususnya buat warga kecil dan pemberian hak gunakan buat orang asing akan menarik ketertarikan pemodal asing untuk memberikan modalnya di Indonesia yang akan berguna buat pembangunan di Indonesia.
Kejadian yang berada di warga ialah sering berlangsung aksi penyimpangan pemakaian hak gunakan ini oleh orang asing (bahkan juga sebelum dikeluarkannya UU serta PP baru itu) seperti usaha “penyelundupan hukum” yang di kerjakan orang asing lewat cara mengawini masyarakat Negara Indonesia untuk arah mendapatkan hak gunakan atas tanah di Indonesia untuk pekerjaan upayanya .
Setelah keluarnya UU serta PP baru itu juga masih ada usaha pemakaian modal yang sudah di dapat dengan manfaatkan hak gunakan jadi object hak tanggungan, dengan menginvestasikan modal itu ke luar negeri, jelas ini tidak sesuai mandat dalam pemberian hak gunakan itu, yakni modal yang di dapat sebaiknya dipakai untuk mendukung pekerjaan pembangunan di Indonesia.
Minim Pengawasan
Hal semacam itu masih susah untuk di hindari sebab masih minimnya aksi pengawasan dari aparat penegak hukum pada beberapa tindakan hukum berkenaan dengan pemakaian hak gunakan yang tidak sesuai peruntukannya.
Penataan status tanah dengan hak gunakan yang di tata dalam beberapa ketentuan perundangan di inginkan akan berjalan sesuai yang di inginkan khususnya dalam usaha penegakan hukum untuk sampai arah hukum tersebut yakni keadilan, manfaat serta kejelasan hukum. Tetapi harus di saksikan dalam perubahannya supaya hak gunakan itu bisa di pakai sesuai peruntukkannya sekaligus juga jadikan jadi usaha untuk penuhi tuntutan pembangunan.
Pembangunan di kerjakan untuk tingkatkan kesejahteraan warga dalam rencana ke arah warga adil serta makmur. Tanah adalah satu di antara modal dasar dalam melakukan pembangunan. Hingga permasalahan pertanahan harus mendapatkan penataan tertentu untuk menahan munculnya pembenturan beberapa kebutuhan yang bisa menghalangi pembangunan.
Penataan mengenai tanah berbentuk pemberian hak-hak atas tanah sesuai ketetapan yang berlaku pada orang atau badan hukum dalam jalankan usaha-usaha yang sudah di perkirakan. Hak gunakan jadi satu di antara hak atas tanah yang di beri pada satu orang atau badan hukum pada awalnya terbatas pada beberapa segi, tetapi dalam perubahannya hak gunakan ini di tujukan untuk usaha-usaha di bagian perbankan, buat orang asing dan lain-lain.
Terbitnya UU No. 4/1996 yang di sebutkan UUHT sudah memastikan satu ide baru tentang object hak tanggungan. Dalam Pasal 4 ayat (2) di pastikan jika tidak hanya hak-hak atas tanah seperti di sebut pada ayat (1) yakni hak punya, HGU, HGB karena itu hak gunakan atas tanah Negara (HAPTN) yang menurut ketetapan yang berlaku yang harus di daftar serta menurut sifatnya bisa di pindahtangankan dapat di bebani hak tanggungan.
Objek Hak tanggungan
Jadi pada prinsipnya object hak tanggungan ialah hak atas tanah yang memenuhi dua kriteria yaitu harus di daftarkan untuk (untuk penuhi ketentuan publisitas) serta bisa di pindahtangankan (untuk mempermudah penerapan pembayaran utang yang di tanggung pelunasannya.
Ini seperti yang di sebutkan oleh Satrio yang mengatakan jika adanya Pasal 4 ayat (2) UUHT, di beri satu ketetapan yang sangat mungkin hak gunakan jadikan jadi object hak tanggungan. Ini adalah satu ketetapan yang baru sebab sampai kini belumlah ada ketetapan yang sangat mungkin hak gunakan jadikan jadi object hak tanggungan. ( Satrio J, 1997:179).
Pengakuan jika hak gunakan bisa jadikan object hak tanggungan bukan pergantian UUPA, tetapi rekonsilasi ketetapannya dengan perubahan hak gunakan tersebut dan keperluan warga. (Harsono, Boedi, 1999:409). Diluar itu hak gunakan yang di pakai jadi agunan dengan hak tanggungan cuma di beri untuk hak gunakan yang datang dari Negara.
Dalam perubahannya hak gunakan tidak di bedakan atas hak yang diberi oleh Negara, hak pengendalian atau hak punya namun semua hak gunakan itu harus di daftar pada kantor pertanahan, dengan begitu PP No. 40/1996 lebih buka kesempatan untuk di gunakannya hak gunakan jadi agunan credit.
Penunjukkan hak gunakan atas tanah Negara jadi object hak tanggungan, tidak hanya sebab sudah penuhi dua ketentuan yang sudah di sebut awalnya di atas, khususnya di landasi pada arah penuhi keperluan warga khususnya golongan menengah ke bawah yang memiliki tanah dengan hak gunakan serta belum dapat untuk meningkatkannya jadi HGB atau hak punya, hingga ini akan memberikan peluang buat mereka untuk pinjam uang dengan hak gunakan atas tanahnya jadi agunan.
PP No. 40/1996 pada Pasal 43
Dengan di keluarkannya PP No. 40/1996 pada Pasal 43 yang mengharuskan semua hak gunakan untuk di daftarkan pada buku tanah kantor pertanahan, karena itu dengan automatis object hak tanggungan tidak di bedakan atas hak gunakan dari tanah pemerintah, hak pengendalian atau hak punya yang penting hak gunakan itu di daftar karena itu bisa di pakai jadi agunan credit.
Tidak hanya dalam PP itu, status hak gunakan yang di pakai jadi agunan credit tercantum dalam keterangan umum UU No.4/1996 yang mengatakan jika dengan di keluarkannya UU ini tidak hanya wujudkan unifikasi hukum tanah nasional, karena itu hal yang penting ialah jika dengan di tunjuknya hak gunakan jadi object hak tanggungan.
Buat beberapa pemegang haknya yang sejumlah besar terbagi dalam kelompok ekonomi lemah yang tidak memiliki kemampuan untuk memiliki tanah dengan hak punya atau hak untuk bangunan, jadi tidak tertutup kemungkinan untuk mendapatkan credit yang di butuhkan, dengan memakai tanah yang di milikinya jadi agunan.
Di luar itu hak gunakan atas tanah Negara meskipun harus di daftar tapi sebab karakter yang tidak bisa di pindahtangankan, seperti hak gunakan atas nama pemerintah, hak gunakan atas nama badan keagamaan serta sosial serta hak gunakan atas nama perwakilan Negara asing yang berlakunya tidak di pastikan periode waktunya serta di beri sepanjang tanahnya di pakai untuk kepentingan tersendiri, bukan object hak tanggungan.
Dengan di tempatkannya hak gunakan jadi object hak tanggungan ini menggambarkan jika hak gunakan benar-benar berguna dalam usaha tingkatkan kesejahteraan warga. Dalam pengertian jika adanya hak gunakan jadi object hak tanggungan, karena itu pemegang hak yang biasanya warga kecil bisa mendapatkan utang pada instansi keuangan untuk memperoleh modal buat penambahan usaha mereka, dengan begitu karena itu kesejahteraan warga kecil bisa di naikkan pada skala kesejahteraan yang lebih baik.
Tanah Terlantar
Andil lain yang bisa di punyai dengan pemberian hak gunakan yaitu untuk menahan terlantarnya satu bagian tanah. Ini sesuai ketetapan yang berlaku yang melarang orang atau badan hukum yang telantarkan tanah. Jika ada tanah yang di telantarkan ataukah tidak di proses dengan produktif sesuai peruntukan yang di beri karena itu tanah itu tidak datangkan faedah, baik buat pemilik tanah atau buat Negara.
Oleh karenanya bila ada tanah yang di telantarkan, semestinya tanah itu di serahkan kepada warga yang tidak memiliki tanah untuk dikerjakan. Cenderung ini sudah di prediksi pemerintah dengan di keluarkannya Kepmen No. 3/1998 yang ambil/minta pada beberapa pemegang hak atas tanah (developer) yang tanahnya belum di pakai di serahkan kepada warga untuk di kerjakan atau di tanami dengan tanaman periode pendek.
Hal-hal lain yang di sebut perkembangan yaitu pemberian hak buat orang asing. Dalam majalah Property No. 23 tahun 1995, kepala BPN menerangkan jika HPATN (Hak Gunakan Atas Tanah Negara) itu jadikan object hak tanggungan ialah dalam serangkaian memberikan kesempatan buat orang asing untuk mempunyai bangunan yang di buat di atas HPATN.
HPATN Buat orang asing
Dengan di tentukannya HPATN bisa jadikan object hak tanggungan, karena itu orang asing serta tubuh hukum asing bisa membuatnya agunan credit. Pemberian hak gunakan buat orang asing di tujukan jadi taktik untuk menarik ketertarikan investor asing untuk lakukan penanaman modal di Indonesia.
Tetapi oleh Mariam D. Badrulzaman, tidak lihat ini jadi suatu yang positif, sebab mereka malah di inginkan bawa dana ke Indonesia dengan serta bukan mendapatkan dana dengan manfaatkan tanah punya Negara serta menjaminkannya pada bank atau faksi ke-3 (Badrulzaman, Mariam D, 1997:33).
Buat orang asing harus penuhi beberapa kriteria agar bisa jadi subyek hak gunakan / tanah agunan, demikian pula dengan mereka yang ingin ajukan permintaan credit dengan hak gunakan. Dalam ketentuan perbankan di putuskan di antaranya. Jika orang asing itu harus telah berada tinggal di Indonesia dalam periode waktu tersendiri. Memiliki usaha di Indonesia, serta credit yang berkaitan di pakai untuk kebutuhan pembangunan di daerah Negara Republik Indonesia.
Pada akhirnya meskipun kehadiran hak gunakan dalam perubahannya sudah alami perkembangan yang lumayan baik khususnya dari sisi penegasan pengaturannya untuk memberikan perlindungan hukum buat warga serta adalah agunan kejelasan hukum dalam bagian hak-hak atas tanah, tetapi harus di saksikan bagaimana bentuk riil realisasinya dalam warga.
Oleh karena itu telah pasti di butuhkan ikut serta aparat penegak hukum serta warga dalam usaha mendayagunakan hak gunakan ini sesuai peruntukannya seperti yang sudah di tata dalam ketentuan perundang-undangan atau ketentuan realisasinya.