Hukum Pidana Umum Pilar Ketertiban dan Keadilan Semua Warga

Akhmad Fauzi

Updated on:

Hukum Pidana Umum Pilar Ketertiban dan Keadilan Semua Warga
Direktur Utama Jangkar Goups

Setiap masyarakat yang terstruktur memerlukan seperangkat aturan fundamental untuk menjaga tatanan, mencegah kekacauan, dan menjamin kehidupan bersama yang damai. Dalam sistem hukum, peran sentral ini di emban oleh Hukum Pidana Umum.

Definisi dan Posisi Hukum Pidana Umum

Hukum Pidana adalah bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan antara individu dengan negara. Ia secara spesifik berurusan dengan perbuatan-perbuatan yang dilarang karena merugikan atau mengancam kepentingan publik, serta menentukan sanksi atau pidana yang dapat di jatuhkan oleh negara terhadap pelanggar. Berbeda dengan hukum perdata yang berfokus pada sengketa antar-individu, Hukum Pidana adalah “senjata” terakhir negara untuk menegakkan moralitas sosial dan keamanan.

Fungsi Universalitas Hukum Pidana Umum

Istilah “Umum” dalam konteks ini sangat krusial. Ini menegaskan bahwa aturan-aturan pidana ini berlaku secara universal bagi setiap orang yang berada di dalam yurisdiksi suatu negara, tanpa memandang status sosial, jabatan, atau latar belakang. Ini adalah seperangkat aturan main dasar yang harus di patuhi oleh seluruh anggota komunitas mulai dari warga biasa hingga pejabat tinggi. Fungsi utamanya adalah ganda: perlindungan (melindungi masyarakat dari kejahatan) dan penindakan (menghukum pelaku).

Artikel ini akan mengupas tuntas kerangka kerja Hukum Pidana Umum, mulai dari prinsip-prinsip dasarnya yang menjamin kepastian hukum, unsur-unsur yang membentuk sebuah tindak pidana, hingga sistem pertanggungjawaban yang berlaku. Pemahaman terhadap Hukum Pidana Umum bukan hanya penting bagi penegak hukum, tetapi merupakan kewajiban mendasar bagi setiap warga negara untuk memahami batas-batas perilakunya dan konsekuensi hukum dari pelanggaran terhadap norma-norma yang mengikat semua.

Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pidana

Hukum Pidana Umum di tegakkan di atas beberapa prinsip fundamental yang menjamin keadilan, kepastian, dan universalitas penerapannya. Prinsip-prinsip inilah yang memastikan bahwa aturan-aturan pidana berlaku bagi setiap orang dan penerapannya tidak bersifat sewenang-wenang.

Asas Legalitas (Pilar Utama Kepastian Hukum)

Asas Legalitas adalah fondasi terpenting dari Hukum Pidana modern dan merupakan inti dari prinsip pertanggungjawaban pidana.

Definisi Klasik

Asas ini di rumuskan dalam adagium Latin yang terkenal:

Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali (Tidak ada perbuatan pidana, tidak ada hukuman, tanpa undang-undang yang mendahuluinya).

Tiga Pilar Asas Legalitas

  1. Lex Scripta (Tertulis): Tindak pidana harus di atur dalam undang-undang tertulis (atau peraturan perundang-undangan yang setara). Hukum kebiasaan (adat) tidak dapat menjadi dasar tunggal untuk menjatuhkan pidana.
  2. Lex Certa (Jelas): Undang-undang harus merumuskan perbuatan pidana secara jelas dan tegas (lex stricta). Hal ini bertujuan untuk mencegah multitafsir yang merugikan terdakwa.
  3. Lex Praevia (Berlaku Surut): Ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut (asas non-retroaktif). Seseorang hanya dapat di hukum atas dasar aturan yang sudah ada dan berlaku saat perbuatan itu di lakukan.

Implikasi bagi Masyarakat

Prinsip ini sangat relevan bagi setiap orang karena:

  • Memberikan jaminan kebebasan sipil. Warga negara tahu persis batas-batas perilaku yang dapat di kenakan sanksi pidana.
  • Melindungi individu dari kesewenang-wenangan negara atau penegak hukum yang mungkin ingin menghukum suatu perbuatan yang belum dilarang.

Generalitas dan Universalitas Penerapan

Istilah “Umum” dalam Hukum Pidana Umum merujuk pada cakupan atau daya laku aturan tersebut.

Asas Generalitas

Hukum Pidana Umum adalah aturan yang berlaku umum (general) bagi seluruh penduduk dan wilayah yang berada di bawah kedaulatan negara tersebut.

Setiap orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, terlepas dari kewarganegaraan atau statusnya, pada prinsipnya terikat oleh hukum pidana Indonesia.

Asas Universalitas (Jangkauan Berlakunya UU Pidana)

Hukum pidana suatu negara dapat memiliki daya laku melampaui batas teritorialnya, di ikat oleh tiga asas utama:

Asas Penerapan Deskripsi Contoh Kasus
Teritorialitas Hukum berlaku di seluruh wilayah negara. Warga negara asing mencuri di Jakarta dihukum UU Indonesia.
Personalitas Hukum berlaku terhadap warga negara yang melakukan kejahatan di luar negeri. WNI korupsi di luar negeri dapat di adili di Indonesia.
Perlindungan Hukum berlaku terhadap kejahatan di luar negeri yang merugikan kepentingan negara (keamanan, mata uang, dsb.). Pemalsuan mata uang Rupiah di luar negeri.

Prinsip-prinsip ini secara kolektif memastikan bahwa Hukum Pidana bukan hanya seperangkat larangan, tetapi juga sebuah perisai yang menjamin bahwa penindakan hukum di lakukan secara adil, terukur, dan berdasarkan aturan yang telah di sepakati bersama.

Unsur-Unsur Utama Tindak Pidana (Delik)

Suatu perbuatan baru dapat di kualifikasikan sebagai Tindak Pidana (Delik) dan pelakunya dapat di mintai pertanggungjawaban pidana jika memenuhi dua unsur utama yang harus ada secara simultan: Unsur Perbuatan (Objektif) dan Unsur Kesalahan (Subjektif).

Unsur Objektif: Perbuatan Pidana (Actus Reus)

Actus Reus merujuk pada aspek fisik atau lahiriah dari kejahatan. Ini adalah perbuatan yang dilarang dan di ancam pidana oleh undang-undang.

Perbuatan yang Melawan Hukum (Wederrechtelijkheid)

Ini adalah syarat objektif pertama. Suatu perbuatan harus memiliki sifat melawan hukum, artinya bertentangan dengan tatanan hukum (bukan hanya hukum tertulis, tetapi juga rasa keadilan).

Bentuk Perbuatan:

  • Perbuatan Aktif (Berbuat): Melakukan hal yang dilarang (misalnya, mencuri, membunuh).
  • Perbuatan Pasif (Kelalaian/Pembiaran): Tidak melakukan hal yang di wajibkan oleh undang-undang, padahal ia wajib melakukannya (misalnya, kelalaian dalam menjaga keselamatan orang lain yang mengakibatkan kecelakaan).

Adanya Akibat yang Dilarang (Teori Kausalitas)

Untuk tindak pidana materiil (yang mensyaratkan adanya akibat), harus ada hubungan sebab-akibat (kausalitas) yang jelas antara perbuatan pelaku dengan akibat yang timbul.

Penting: Dalam beberapa kasus, Actus Reus juga mencakup keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, misalnya melakukan pencurian pada malam hari atau di saat bencana.

Unsur Subjektif: Kesalahan (Mens Rea)

Mens Rea (secara harfiah berarti “pikiran yang bersalah”) merujuk pada aspek psikis atau batiniah pelaku pada saat perbuatan di lakukan. Ini adalah syarat subjektif yang menentukan sikap batin pelaku.

Kesengajaan (Dolous)

Pelaku harus memiliki kehendak untuk melakukan perbuatan pidana dan mengetahui bahwa perbuatannya dilarang. Ada tiga tingkatan kesengajaan:

  1. Kesengajaan sebagai Maksud (Oogmerk): Pelaku memang bertujuan untuk mencapai akibat yang dilarang (misalnya, A menembak B dengan maksud untuk membunuh).
  2. Kesengajaan dengan Sadar Kepastian (Noodzakelijkheidsbewustzijn): Akibat yang dilarang bukan tujuan utama, tetapi pasti akan terjadi sebagai konsekuensi perbuatannya (misalnya, A meledakkan pesawat untuk membunuh B, dan tahu pasti semua penumpang lain akan ikut tewas).
  3. Kesengajaan dengan Sadar Kemungkinan (Dolus Eventualis): Pelaku menyadari adanya kemungkinan besar timbulnya akibat yang dilarang, tetapi ia tetap melanjutkan perbuatannya dan menyerahkan pada nasib (misalnya, melempar batu besar ke arah kerumunan, sadar ada kemungkinan orang terluka parah).

Kelalaian (Culpa)

Terjadi ketika pelaku tidak berhati-hati atau kurang waspada sehingga menyebabkan timbulnya akibat yang dilarang, padahal ia seharusnya dapat menduga akibat tersebut.

  • Kelalaian Berat (Culpa Lata): Kurangnya kehati-hatian yang ekstrem.
  • Kelalaian Ringan (Culpa Levis): Kurangnya kehati-hatian yang biasa.
Perbedaan Kunci Actus Reus (Unsur Objektif) Mens Rea (Unsur Subjektif)
Fokus Perbuatan Fisik yang Melawan Hukum Sikap Batin Pelaku (Kesalahan)
Pertanyaan Kunci Apa yang di lakukan pelaku? Mengapa/Bagaimana pelaku melakukannya (dengan sengaja atau lalai)?
Sifat Dapat di lihat dan di buktikan secara fisik Harus di gali dan di simpulkan dari fakta-fakta

Kesimpulan: Agar sebuah perbuatan di anggap sebagai tindak pidana yang utuh, kedua unsur ini harus terpenuhi. Negara tidak dapat menghukum hanya berdasarkan niat jahat (Mens Rea) tanpa adanya perbuatan fisik (Actus Reus), dan sebaliknya, perbuatan yang melawan hukum tidak selalu dapat di hukum jika pelakunya tidak memiliki unsur kesalahan (misalnya, melakukan perbuatan di bawah pengaruh paksaan fisik total).

Pertanggungjawaban Pidana

Setelah suatu perbuatan terbukti memenuhi unsur Tindak Pidana (Actus Reus dan Mens Rea), langkah selanjutnya adalah menentukan Pertanggungjawaban Pidana (Strafbaarheid). Ini adalah tahap kritis di mana sistem hukum menilai apakah pelaku secara pribadi dapat di salahkan atas perbuatannya yang melawan hukum.

Subjek Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana pada umumnya hanya dapat di bebankan kepada subjek hukum.

Orang Perorangan (Natuurlijke Persoon):

Ini adalah subjek utama. Seseorang harus memiliki kemampuan bertanggung jawab (toerekeningsvatbaarheid), yang berarti ia mampu memahami nilai perbuatannya dan menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.

Korporasi (Rechtspersoon):

Dalam perkembangan hukum modern, terutama untuk kejahatan ekonomi dan lingkungan, korporasi dapat di anggap sebagai subjek pidana dan di mintai pertanggungjawaban pidana.

Kemampuan Bertanggung Jawab

Kunci dari pertanggungjawaban pidana terletak pada kejiwaan dan kemampuan akal pelaku saat perbuatan di lakukan.

Seseorang di anggap tidak mampu bertanggung jawab jika:

  1. Mengalami gangguan jiwa atau penyakit mental yang serius (misalnya, gila, retardasi mental berat).
  2. Berusia di bawah batas minimum yang di tetapkan undang-undang (berlaku ketentuan peradilan pidana anak).

Penting: Jika seseorang terbukti tidak mampu bertanggung jawab, ia mungkin tidak di jatuhi pidana, melainkan di kenakan tindakan (maatregel) seperti perawatan atau rehabilitasi.

Alasan Penghapusan Pidana (Uitzonderingen)

Meskipun suatu perbuatan telah memenuhi unsur-unsur delik, pertanggungjawaban pidana dapat di hapuskan jika terdapat salah satu dari alasan-alasan berikut:

Alasan Pembenar (Rechtvaardigingsgronden)

Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukum dari perbuatan. Artinya, perbuatan yang secara normatif dilarang, dalam kondisi tertentu, di anggap sah menurut hukum.

Jenis Alasan Pembenar Deskripsi Contoh dalam KUHP
Bela Diri Terpaksa (Noodweer) Melakukan perbuatan untuk membela diri atau orang lain dari serangan yang melawan hukum yang sedang terjadi. Pasal 49 Ayat (1) KUHP.
Melaksanakan Perintah Jabatan Melakukan perbuatan atas perintah dari penguasa yang berwenang. Pasal 51 Ayat (1) KUHP.

 

Alasan Pemaaf (Schuldopheffingsgronden)

Alasan pemaaf menghapuskan unsur kesalahan (Mens Rea) pada pelaku. Perbuatan tetap melawan hukum, tetapi pelaku tidak dapat disalahkan secara moral atau hukum karena tidak memiliki kehendak bebas atau kemampuan untuk bertindak lain.

Jenis Alasan Pemaaf Deskripsi Contoh dalam KUHP
Daya Paksa (Overmacht) Terpaksa melakukan perbuatan karena pengaruh tekanan yang tidak dapat di tolak (misalnya, di ancam pistol). Pasal 48 KUHP.
Bela Diri Melampaui Batas Membela diri secara berlebihan karena goncangan jiwa yang hebat. Pasal 49 Ayat (2) KUHP.
Ketidakmampuan Bertanggung Jawab Pelaku melakukan tindak pidana di bawah pengaruh gangguan jiwa yang menyebabkannya tidak sadar. Pasal 44 KUHP.

 

Tabel Perbedaan Esensial

Aspek Alasan Pembenar Alasan Pemaaf
Fokus Penghapusan Sifat Melawan Hukum (Actus Reus) Kesalahan Pelaku (Mens Rea)
Status Perbuatan Di anggap Sah/Tidak Melawan Hukum Tetap Melawan Hukum
Implikasi Masyarakat membenarkan tindakan tersebut. Tindakan di sayangkan, tetapi pelaku tidak di hukum.

 

Sanksi Pidana (Hukuman)

Jika seseorang telah melalui proses pembuktian dan di nyatakan bersalah serta bertanggung jawab secara pidana atas tindak pidana yang di lakukannya, maka konsekuensi logis yang akan di kenakan adalah Sanksi Pidana atau Hukuman. Sanksi ini merupakan inti dari Hukum Pidana sebagai alat pemaksa (di ancam dengan sanksi penderitaan) negara.

Tujuan Pemidanaan

Pemidanaan modern tidak lagi berfokus semata-mata pada pembalasan, tetapi memiliki beberapa tujuan utama yang saling berkaitan:

Retributif (Pembalasan/Ganti Rugi Moral):

Hukuman di jatuhkan setimpal dengan kesalahan atau penderitaan yang di timbulkan pelaku.

Deterrence (Pencegahan):

  1. Khusus: Mencegah pelaku mengulangi perbuatannya.
  2. Umum: Memberikan efek jera kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan serupa.
  3. Rehabilitasi (Perbaikan): Mengupayakan agar pelaku dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan produktif.

Jenis-Jenis Pidana Menurut Hukum

Sistem hukum pidana di Indonesia (berdasarkan KUHP) mengenal klasifikasi jenis pidana sebagai berikut:

Pidana Pokok

Ini adalah hukuman utama yang di jatuhkan kepada terpidana.

  1. Pidana Mati: Hukuman terberat, saat ini pelaksanaannya di atur secara khusus dan di pertimbangkan sebagai ultimum remedium (upaya terakhir).
  2. Pidana Penjara: Pembatasan kemerdekaan yang di jalani di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), umumnya dengan jangka waktu yang lebih lama.
  3. Pidana Kurungan: Pembatasan kemerdekaan yang lebih ringan daripada penjara, seringkali di terapkan untuk tindak pidana yang lebih ringan atau sebagai pengganti denda yang tidak mampu di bayar.
  4. Pidana Denda: Kewajiban membayar sejumlah uang kepada negara. Jika terpidana tidak mampu membayar denda, maka denda tersebut dapat di ganti dengan pidana kurungan (subsider).

Pidana Tambahan

Hukuman yang dapat di tambahkan selain pidana pokok, bertujuan untuk melengkapi dan memperkuat sanksi.

  1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu: Misalnya, hak untuk memegang jabatan publik, hak untuk memilih dan di pilih, atau hak untuk menjadi pengacara.
  2. Perampasan Barang-Barang Tertentu: Perampasan barang yang di gunakan untuk melakukan kejahatan atau yang merupakan hasil dari kejahatan.
  3. Pengumuman Keputusan Hakim: Mempublikasikan putusan pengadilan, seringkali di terapkan pada kejahatan-kejahatan yang merusak nama baik atau terkait dengan konsumen.

Asas-Asas Penjatuhan Pidana

Penjatuhan pidana harus di lakukan dengan mempertimbangkan beberapa asas penting agar tetap menjamin keadilan:

  1. Asas Individualisasi Pidana: Hukuman harus di jatuhkan secara individual dan unik bagi setiap terpidana, dengan mempertimbangkan faktor-faktor pribadi, motif, keadaan saat kejahatan di lakukan, dan tingkat partisipasi.
  2. Asas Keseimbangan: Keseimbangan antara kepentingan pelaku (rehabilitasi) dan kepentingan korban/masyarakat (keadilan dan perlindungan).
  3. Ultimum Remedium: Hukum pidana harus di gunakan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum. Jika masalah dapat di selesaikan melalui jalur hukum lain (perdata atau administrasi), maka jalur pidana harus di hindari.

Implikasi bagi Setiap Orang:

Sistem sanksi pidana ini berfungsi sebagai konsekuensi nyata yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Pengetahuan akan jenis-jenis hukuman ini adalah bagian dari pencegahan, karena ia menanamkan kesadaran bahwa pelanggaran terhadap aturan main sosial memiliki harga yang mahal, yaitu hilangnya kemerdekaan, finansial, atau hak-hak sipil.

Layanan Konsultasi Hukum Pidana Umum Jangkar Groups

Jangkar Groups menyediakan jasa konsultasi dan bantuan hukum yang relevan dengan topik Hukum Pidana Umum yang telah kita bahas, yang mencakup aturan-aturan yang berlaku bagi setiap orang di masyarakat.

Secara umum, konsultan hukum pidana akan memberikan layanan terkait:

  1. Penyidikan dan Penyelidikan: Pendampingan klien sejak tahap awal di kepolisian (SPDP, pemanggilan saksi/tersangka).
  2. Pembelaan di Pengadilan: Mewakili klien (sebagai terdakwa atau korban) dalam sidang pidana di berbagai tingkatan pengadilan.
  3. Kasus Pidana Umum: Penanganan kasus-kasus yang di atur dalam KUHP, seperti:
  • Penganiayaan.
  • Pencurian dan Penggelapan.
  • Penipuan.
  • Perbuatan Tidak Menyenangkan.
  • Kasus-kasus lain yang melanggar aturan hukum pidana umum.
  • Konsultasi Hukum: Memberikan opini dan nasihat hukum untuk memitigasi risiko hukum pidana sebelum suatu tindakan di ambil.

PT Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat