Penegakan Hukum dan Keamanan Keimigrasian Indonesia Emas

Akhmad Fauzi

Updated on:

Penegakan Hukum dan Keamanan Keimigrasian Indonesia Emas
Direktur Utama Jangkar Goups

Di era globalisasi yang di tandai dengan mobilitas manusia yang semakin tak terbatas. Isu keimigrasian telah bergeser dari sekadar urusan administrasi perjalanan menjadi salah satu pilar utama keamanan dan kedaulatan sebuah negara. Indonesia, dengan posisi geografisnya yang strategis, menghadapi dua sisi mata uang: arus masuk orang asing yang dapat membawa manfaat ekonomi (investasi, pariwisata) di satu sisi. Dan potensi ancaman keamanan serta ketertiban umum di sisi lain. Dalam konteks inilah, Direktorat Jenderal Imigrasi memegang peran vital sebagai garda terdepan negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, Keimigrasian di definisikan sebagai hal ihwal lalu lintas orang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara.

Peran Strategis dan Kebijakan Selektif

Peran strategis Imigrasi di terjemahkan melalui penerapan kebijakan selektif (selective policy). Prinsip ini memastikan bahwa hanya orang asing yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum. Serta memberikan manfaat bagi bangsa yang di perbolehkan masuk dan tinggal di Indonesia. Namun, seiring dengan peningkatan signifikan dalam lalu lintas orang. Modus pelanggaran pun turut berkembang.

Data menunjukkan lonjakan kasus, baik dalam bentuk Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK). Seperti overstay dan penyalahgunaan izin tinggal, hingga kasus Tindak Pidana Keimigrasian yang berkaitan erat dengan kejahatan transnasional. Termasuk penyelundupan manusia, perdagangan narkotika, hingga keberadaan buronan internasional. Peningkatan kasus yang mencapai dua kali lipat dalam periode tertentu. Mencerminkan bahwa tantangan pengawasan dan penindakan semakin kompleks.

Menghadapi kompleksitas ini, penegakan hukum keimigrasian menjadi kunci. Proses penegakan tidak hanya mencakup tindakan administratif seperti deportasi dan pencegahan/penangkalan. Tetapi juga mekanisme pro-justisia melalui penyidikan tindak pidana. Keberhasilan dalam fungsi ini tidak hanya menuntut ketegasan. Tetapi juga akuntabilitas dan profesionalisme Pejabat Imigrasi.

Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk memberikan analisis yang terstruktur dan mendalam mengenai dua aspek krusial. Strategi Penegakan Hukum Keimigrasian yang di terapkan di Indonesia. Serta kontribusinya dalam menjaga Keamanan Nasional dari potensi ancaman yang di bawa oleh mobilitas lintas batas. Sekaligus mengidentifikasi tantangan dan arah kebijakan ke depan.

Tiga Pilar Utama Penegakan Hukum

Penegakan hukum dan keamanan keimigrasian merupakan fungsi negara yang kompleks, didasarkan pada tiga elemen utama yang saling terkait untuk menjaga kedaulatan dan integritas nasional:

Pengawasan Keimigrasian:

Ini adalah fondasi dari seluruh aktivitas keimigrasian, yang mencakup pengawasan berlapis terhadap lalu lintas orang (WNI dan WNA) di perbatasan dan pengawasan kegiatan orang asing di seluruh wilayah. Pengawasan memastikan setiap pergerakan dan aktivitas sesuai dengan tujuan izin tinggal.

Intelijen Keimigrasian:

Bertindak sebagai mata dan telinga negara, fungsi intelijen berorientasi pada pencegahan dini dengan mendeteksi dan menganalisis potensi ancaman keamanan yang berasal dari perlintasan orang, seperti terorisme, kejahatan transnasional, atau sindikat kriminal.

Penindakan Pelanggaran:

Ini adalah ujung tombak penegakan hukum, di mana Pejabat Imigrasi menerapkan sanksi tegas. Penindakan dapat berupa Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) seperti deportasi, atau melalui jalur Tindak Pidana Keimigrasian (Pro-Justisia) untuk kasus-kasus yang lebih serius.

Ketiga pilar ini, ketika dilaksanakan secara terpadu, memastikan bahwa kebijakan selektif Indonesia dapat berjalan efektif, di mana manfaat masuknya orang asing dapat dinikmati tanpa mengorbankan keamanan dan ketertiban umum.

Tujuan Utama Penegakan Hukum dan Keamanan Keimigrasian

Penegakan hukum dan keamanan keimigrasian di Indonesia, yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, memiliki tiga tujuan utama yang menjadi landasan filosofis dan operasional bagi Direktorat Jenderal Imigrasi:

Menjaga Keamanan dan Kedaulatan Negara

Tujuan fundamental dari fungsi keimigrasian adalah melindungi kedaulatan wilayah Indonesia dari segala bentuk ancaman yang berasal dari perlintasan orang. Keimigrasian berperan sebagai filter keamanan nasional untuk mencegah masuknya individu atau kelompok yang berpotensi mengganggu stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban umum. Hal ini mencakup pencegahan terhadap elemen terorisme, sindikat kejahatan transnasional, dan buronan internasional.

Memastikan Hanya WNA yang Patuh Hukum dan Membawa Manfaat yang Dapat Beraktivitas di Indonesia

Tujuan ini adalah inti dari Kebijakan Selektif (Selective Policy). Kebijakan ini memastikan bahwa pintu masuk Indonesia terbuka lebar bagi orang asing yang membawa manfaat (investasi, pariwisata, transfer pengetahuan) dan mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, orang asing yang terbukti melanggar hukum, menyalahgunakan izin tinggal, atau membahayakan kepentingan nasional akan dikenakan sanksi tegas.

Menertibkan Keberadaan WNA di Wilayah Indonesia

Tujuan ini berfokus pada fungsi pengawasan selama WNA berada di Indonesia. Imigrasi, melalui Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA) dan unit Penindakan, secara aktif memastikan bahwa setiap WNA memiliki dokumen keimigrasian yang sah dan melakukan kegiatan sesuai dengan izin yang diberikan (misalnya, izin tinggal kunjungan tidak digunakan untuk bekerja). Penertiban ini diwujudkan melalui operasi pengawasan dan penerapan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK), termasuk deportasi, terhadap setiap pelanggaran.

Peran dan Wewenang Petugas Imigrasi

Petugas Imigrasi, atau yang dikenal sebagai Pejabat Imigrasi, merupakan aparatur penegak hukum yang memegang wewenang krusial dan kompleks yang diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Keimigrasian. Wewenang ini terbagi dalam fungsi preventif (pencegahan) dan represif (penindakan).

Sebagai Aparatur Intelijen Keimigrasian (Fungsi Preventif)

Pejabat Imigrasi menjalankan fungsi intelijen keimigrasian untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis informasi terkait lalu lintas orang. Dalam peran ini, Petugas Imigrasi bertindak proaktif dalam:

  • Deteksi Dini: Mendeteksi potensi ancaman keamanan dan ketertiban umum yang mungkin dibawa oleh orang asing.
  • Pencegahan: Menyusun data dan rekomendasi untuk pengajuan pencegahan dan penangkalan terhadap orang-orang tertentu, termasuk buronan internasional dan individu yang dicurigai terlibat dalam kejahatan transnasional.

Melakukan Pemeriksaan Dokumen dan Kegiatan WNA

Di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), Pejabat Imigrasi memiliki wewenang penuh untuk memeriksa keabsahan Dokumen Perjalanan (Paspor) dan Visa/Izin Tinggal orang asing. Selain di TPI, pemeriksaan juga dilakukan di seluruh wilayah Indonesia untuk mengawasi kegiatan WNA, termasuk:

  • Memastikan WNA tidak menyalahgunakan izin tinggal (misalnya, izin kunjungan untuk bekerja).
  • Melakukan pemeriksaan mendadak terhadap tempat kerja atau tempat tinggal WNA yang dicurigai.

Melaksanakan Operasi Pengawasan Skala Nasional Secara Berkala

Untuk menjaga ketertiban, Petugas Imigrasi secara rutin melaksanakan operasi pengawasan skala nasional. Operasi ini sering kali melibatkan Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA) yang terdiri dari berbagai instansi terkait. Tujuannya adalah untuk:

  • Menyisir WNA yang overstay atau tidak memiliki dokumen yang sah.
  • Menertibkan WNA yang terindikasi melakukan kegiatan berbahaya atau melanggar norma sosial dan hukum Indonesia.

Memiliki Wewenang Penangkapan dan Penahanan (Fungsi Represif)

Sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang keimigrasian, Pejabat Imigrasi diberi wewenang khusus yang bersifat represif, termasuk:

  • Penangkapan: Melakukan penangkapan terhadap WNA yang kedapatan atau diduga keras melakukan tindak pidana keimigrasian.
  • Penahanan: Menahan tersangka tindak pidana di Ruang Detensi Imigrasi atau Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) selama proses penyidikan berlangsung, sebelum diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum atau diproses deportasi.

Wewenang yang luas ini menjadikan Petugas Imigrasi sebagai poros utama dalam penegakan hukum dan penjaminan keamanan di perbatasan dan di dalam wilayah negara.

Dasar Hukum, Kewenangan, dan Pilar Penindakan

Penegakan hukum keimigrasian di Indonesia berpijak teguh pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang memberikan mandat dan kewenangan yang jelas kepada Pejabat Imigrasi. Dalam pelaksanaan fungsi ini, Imigrasi bertindak sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang berhak melakukan pengawasan dan penindakan terhadap setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia. Pilar penindakan ini di lakukan melalui unit Intelijen dan Penindakan Keimigrasian. Yang tidak hanya bertugas mencari dan menemukan adanya dugaan tindak pidana. Tetapi juga menerapkan sanksi yang di atur dalam undang-undang tersebut.

Bentuk-Bentuk Penegakan Hukum

Penegakan hukum keimigrasian di bagi menjadi dua jalur utama. Tergantung pada tingkat dan jenis pelanggaran yang di lakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) atau pihak terkait lainnya:

Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK)

TAK merupakan sanksi di luar proses peradilan dan menjadi instrumen penindakan yang paling sering di terapkan oleh Pejabat Imigrasi. Tindakan ini di kenakan kepada WNA yang melanggar ketentuan izin tinggal atau melakukan kegiatan yang di duga membahayakan keamanan dan ketertiban umum. Bentuk-bentuk utama TAK meliputi:

  1. Deportasi: Tindakan paksa mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia. Ini adalah sanksi pamungkas yang paling sering di berikan kepada pelanggar.
  2. Pengenaan Biaya Beban: Denda yang di kenakan kepada WNA yang overstay (melebihi batas waktu izin tinggal) dalam jangka waktu tertentu.
  3. Pembatasan, Perubahan, atau Pembatalan Izin Tinggal: Sanksi yang di kenakan jika WNA menyalahgunakan tujuan izin tinggalnya (misalnya, menggunakan izin tinggal wisata untuk bekerja).
  4. Pencantuman dalam Daftar Pencegahan dan Penangkalan: WNA yang pernah melakukan pelanggaran serius dapat dilarang masuk (di tangkal) kembali ke Indonesia untuk jangka waktu tertentu, bahkan seumur hidup.

Proses Pro-Justisia (Tindak Pidana Keimigrasian)

Jalur ini di tempuh untuk pelanggaran yang di kategorikan sebagai Tindak Pidana Keimigrasian yang lebih serius. Seperti pemalsuan dokumen perjalanan atau visa, penyelundupan manusia, atau keterlibatan dalam sindikat kejahatan transnasional. Dalam proses ini:

  • Penyidikan: PPNS Imigrasi memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan (pro-justisia) sesuai dengan hukum acara pidana.
  • Proses Peradilan: Kasus-kasus tersebut kemudian di ajukan ke pengadilan untuk di periksa dan di putus sesuai dengan hukum yang berlaku. Sanksi yang di berikan berupa pidana penjara dan/atau denda.

Mekanisme Detensi dan Proses Lanjutan

WNA yang sedang menunggu proses deportasi atau yang sedang menjalani proses hukum (TAK atau Pro-Justisia). Akan di tempatkan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) atau Ruang Detensi Imigrasi yang terdapat di Kantor Imigrasi. Rudenim berfungsi sebagai tempat penampungan sementara. Yang menjamin bahwa WNA tersebut tidak melarikan diri atau mengganggu ketertiban umum selama proses penindakannya di selesaikan. Proses detensi ini merupakan bagian integral dari penegakan hukum. Untuk memastikan WNA tersebut mematuhi keputusan penindakan yang telah di tetapkan.

Keamanan Keimigrasian

Aspek keamanan dalam fungsi keimigrasian merupakan manifestasi nyata dari upaya negara untuk melindungi wilayah dan kepentingan nasional dari potensi ancaman yang di bawa oleh lalu lintas orang antarnegara. Keamanan Keimigrasian tidak hanya bersifat reaktif (penindakan), tetapi juga sangat proaktif (pencegahan dan pengawasan).

Pengawasan dan Pencegahan Dini

Pengawasan keimigrasian di lakukan secara menyeluruh dan berlapis. Mencakup pengawasan pada saat masuk, selama WNA berada di wilayah Indonesia, dan ketika keluar.

Pencegahan dan Penangkalan:

Ini adalah instrumen pencegahan vital. Pencegahan adalah larangan sementara bagi seseorang (termasuk Warga Negara Indonesia dalam kasus tertentu) untuk keluar dari Indonesia. Sementara Penangkalan adalah larangan sementara bagi orang asing untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Wewenang ini sering di gunakan untuk membatasi pergerakan individu yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atau yang di anggap berbahaya bagi keamanan. Termasuk buronan internasional yang terdaftar dalam basis data Interpol.

Sistem Pengawasan Terintegrasi:

Keimigrasian modern mengandalkan teknologi canggih dan integrasi data. Pemanfaatan sistem perlintasan dan Izin Tinggal secara digital memungkinkan pemantauan pergerakan dan aktivitas WNA secara real-time.

Di perlukan pula kolaborasi intensif melalui Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA). Yang melibatkan berbagai instansi penegak hukum (TNI, Polri, Pemerintah Daerah, dan Intelijen) untuk mengawasi kegiatan WNA di berbagai daerah. Khususnya di luar Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI).

Kontra Kejahatan Transnasional (Transnational Organized Crime/TOC)

Peran Imigrasi dalam keamanan semakin krusial seiring dengan peningkatan TOC yang menggunakan rute migrasi sebagai jalur operasinya. Imigrasi bertindak sebagai gatekeeper untuk:

Penanggulangan Perdagangan dan Penyelundupan Manusia:

Imigrasi berada di garis depan untuk mengidentifikasi pola pergerakan mencurigakan. Yang terkait dengan sindikat Perdagangan Orang (Human Trafficking) dan Penyelundupan Manusia (People Smuggling), baik yang menjadikan Indonesia sebagai negara asal, transit, maupun tujuan.

Deteksi Ancaman Keamanan Lain:

Melalui fungsi intelijen keimigrasian, Imigrasi berupaya mendeteksi potensi ancaman yang lebih luas. Seperti penyusupan elemen Terorisme, peredaran gelap Narkotika oleh sindikat internasional, dan kejahatan siber/ekonomi yang di lakukan oleh kelompok WNA yang menyalahgunakan izin tinggal mereka (misalnya, sindikat judi online atau penipuan love scam).

Kerja Sama Internasional:

Dalam menghadapi kejahatan lintas batas, Imigrasi aktif menjalin kerja sama dengan badan-badan internasional seperti Interpol dan otoritas imigrasi negara lain. Kolaborasi ini penting dalam proses pertukaran informasi (misalnya mengenai daftar tangkal) dan memfasilitasi penangkapan serta deportasi buronan internasional.

Dengan penegakan hukum yang tegas dan pengawasan yang proaktif. Keamanan Keimigrasian memastikan bahwa mobilisasi orang asing tidak menggerus integritas kedaulatan negara dan tidak mengganggu stabilitas politik, hukum, pertahanan, dan keamanan nasional.

Tantangan dan Arah Kebijakan

Dalam upaya mewujudkan penegakan hukum dan keamanan keimigrasian yang efektif dan berkeadilan. Direktorat Jenderal Imigrasi menghadapi serangkaian tantangan yang kompleks, menuntut adaptasi dan inovasi kebijakan.

Tantangan dalam Penegakan Hukum

Tantangan utama yang di hadapi meliputi:

Peningkatan Volume Pelanggaran:

Mobilitas global yang tinggi secara langsung berkorelasi dengan peningkatan jumlah pelanggaran keimigrasian. Baik administratif (seperti overstay yang masif) maupun pidana (seperti penyalahgunaan izin tinggal oleh Pekerja Migran Ilegal atau sindikat kriminal). Peningkatan jumlah Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) dan tersangka tindak pidana membutuhkan sumber daya dan kapasitas yang besar.

Disparitas dan Kepastian Hukum:

Di perlukan kejelasan dan keseragaman dalam penentuan kriteria pelanggaran dan proses penindakan. Isu mengenai disparitas penegakan hukum harus di minimalisir untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari potensi penyalahgunaan wewenang.

Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM):

Proses penindakan seperti detensi dan deportasi harus di lakukan dengan menjunjung tinggi prinsip HAM. Tantangannya adalah menyeimbangkan ketegasan hukum dengan kewajiban memberikan perlakuan yang manusiawi kepada WNA yang melanggar.

Kejahatan Lintas Batas yang Dinamis:

Modus operandi kejahatan transnasional, seperti pemalsuan dokumen canggih dan penggunaan teknologi untuk kejahatan siber, terus berkembang. Menuntut Imigrasi untuk selalu selangkah lebih maju dalam deteksi dan penangkalan.

Arah dan Inovasi Kebijakan (Jalan Ke Depan)

Untuk mengatasi tantangan tersebut dan memperkuat fungsi Keimigrasian sebagai pilar kedaulatan, arah kebijakan masa depan harus fokus pada empat pilar utama:

Transformasi Digital dan Big Data:

Pengembangan sistem informasi keimigrasian yang terintegrasi (misalnya e-Visa dan Border Control Management yang canggih). Untuk mempermudah pelayanan sekaligus memperkuat pengawasan.

Pemanfaatan analisis big data dan kecerdasan buatan (AI). Untuk memprediksi risiko, mengidentifikasi pola mencurigakan, dan mempercepat proses profiling di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI).

Peningkatan Kompetensi SDM:

Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Imigrasi. Melalui pelatihan khusus dalam menghadapi kejahatan transnasional, hukum pidana, dan standar HAM.

Memperkuat fungsi Intelijen Keimigrasian agar lebih proaktif dalam mendeteksi ancaman sebelum terjadi pelanggaran yang lebih besar.

Kolaborasi dan Sinergi Internasional:

Mempererat kerja sama bilateral dan multilateral dengan otoritas Imigrasi negara-negara lain. Khususnya terkait pertukaran informasi DPO dan penanganan isu-isu migrasi regional (misalnya penyelundupan manusia).

Optimalisasi peran Atase Imigrasi di luar negeri untuk pengawasan penerbitan visa dan pencegahan WNA berisiko masuk sejak di negara asal.

Harmonisasi Regulasi:

Melakukan revisi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait keimigrasian untuk mengatasi celah hukum dan memastikan bahwa sanksi yang di terapkan, baik TAK maupun pidana, sejalan dengan prinsip keadilan dan kebutuhan keamanan kontemporer.

Contoh Implementasi dan Kasus Nyata

Efektivitas Penegakan Hukum dan Keamanan Keimigrasian paling jelas terlihat dalam responsnya terhadap krisis mendesak dan upaya pemerintah untuk memodernisasi kerangka hukum. Berikut adalah beberapa contoh implementasi kunci:

Peran Imigrasi Selama Krisis Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 menjadi uji coba terbesar terhadap fungsi keamanan keimigrasian. Imigrasi berperan sebagai penjaga pintu masuk dan instrumen keamanan kesehatan:

Pengaturan Lalu Lintas Orang Asing:

Imigrasi melaksanakan kebijakan penutupan sementara beberapa Pos Pemeriksaan Keimigrasian (TPI) dan memberlakukan pembatasan ketat terhadap jenis visa yang diizinkan masuk.

Pencegahan Penyebaran Virus:

Pejabat Imigrasi bekerja sama dengan petugas kesehatan di bandara dan pelabuhan untuk menyaring setiap kedatangan, memastikan WNA dan WNI memenuhi persyaratan karantina, dan menolak masuknya individu dari negara yang berisiko tinggi sesuai arahan pemerintah. Implementasi ini menunjukkan bahwa fungsi keimigrasian melampaui urusan dokumen, menjadi bagian integral dari pertahanan negara terhadap ancaman non-tradisional.

Penguatan Regulasi: Penangkalan Seumur Hidup

Implementasi hukum yang tegas juga tercermin dari penguatan regulasi, khususnya terkait sanksi Penangkalan:

Pembaruan Sanksi Penangkalan:

Adanya perubahan dan penegasan dalam Undang-Undang Keimigrasian (atau peraturan pelaksanaannya) yang memperkuat sanksi Penangkalan (larangan masuk). WNA yang terbukti melakukan kejahatan serius, seperti tindak pidana keimigrasian berat, perdagangan narkotika, atau kejahatan transnasional di Indonesia, kini berpotensi dikenakan larangan masuk ke wilayah Indonesia untuk jangka waktu yang sangat lama, bahkan seumur hidup.

Efek Deteren:

Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memberikan efek gentar yang kuat (deterrent effect), memastikan bahwa kedaulatan hukum Indonesia dihormati, dan mempertegas bahwa Indonesia hanya menerima orang asing yang taat hukum.

Keseimbangan Penegakan Hukum

Implementasi fungsi penegakan hukum keimigrasian menuntut adanya keseimbangan strategis antara kecepatan penindakan dan kepastian hukum. Keseimbangan ini melibatkan penentuan jalur penindakan yang paling efektif untuk setiap jenis pelanggaran:

Keseimbangan antara Tindakan Administratif (TAK) dan Tindakan Pidana (Pro-Justisia)

Pejabat Imigrasi harus cerdas dalam memilah kasus, menyeimbangkan penggunaan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) yang bersifat cepat dan efisien (seperti deportasi untuk kasus overstay biasa) dengan pemrosesan Tindak Pidana (Pro-Justisia) yang memakan waktu dan sumber daya (untuk kasus kejahatan terorganisir atau pemalsuan dokumen).

  • TAK: Diprioritaskan untuk pelanggaran administrasi yang jelas dan tidak terkait dengan kejahatan serius, memungkinkan pemulangan WNA secara cepat dan efisien, serta menjaga kapasitas Rudenim.
  • Pro-Justisia: Dicadangkan untuk kasus-kasus yang memiliki dampak keamanan dan ketertiban yang lebih besar, dengan tujuan memberikan efek jera melalui hukuman penjara dan denda, serta menegakkan supremasi hukum pidana nasional.

Pencapaian Target Kinerja Pro-Justisia

Dalam upaya menunjukkan ketegasan dan akuntabilitas, Imigrasi seringkali dihadapkan pada target untuk memproses sejumlah kasus melalui jalur Pro-Justisia. Pencapaian target ini penting karena:

  • Pemberian Efek Jera: Proses pidana memberikan sanksi yang lebih berat, yang esensial untuk memberikan efek jera (deterrent effect) bagi WNA yang mencoba melakukan kejahatan di Indonesia.
  • Peningkatan Integritas: Fokus pada kasus pidana serius (misalnya, sindikat judi online atau penyelundupan manusia) membuktikan peran Imigrasi dalam menjaga integritas negara dari kejahatan transnasional.

Dengan demikian, keseimbangan dalam penegakan hukum bukan hanya soal menindak, tetapi juga soal memilih instrumen hukum yang tepat untuk setiap jenis pelanggaran, demi mencapai tujuan keamanan dan kedaulatan negara secara maksimal.

PT Jangkar Global Groups berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat