Lembaga Pemeriksa Halal LPH Sertifikasi Halal dari Pelaku Usaha

Akhmad Fauzi

Updated on:

Lembaga Pemeriksa Halal LPH
Direktur Utama Jangkar Goups

Kesadaran akan kehalalan produk merupakan aspek fundamental dalam kehidupan umat Islam, khususnya di Indonesia yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Produk halal tidak hanya merujuk pada aspek keagamaan, tetapi juga menyangkut jaminan kualitas, keamanan, dan kesehatan (**thayyiban **).

Baca juga: Jasa Sertifikat Halal: SIHALAL, Audit LPH, hingga Terbitnya Label

Kebutuhan ini telah di angkat menjadi isu kenegaraan melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), yang secara tegas mewajibkan produk yang masuk, beredar, dan di perdagangkan di wilayah Indonesia untuk bersertifikat halal. Regulasi ini menjadi landasan hukum yang kuat dalam melindungi konsumen Muslim dan mendorong perkembangan ekonomi syariah.

Baca juga: Dokumen Pendukung Bahan Kritis Sebagai Pilar Jaminan Halal

Definisi dan Kedudukan LPH

Dalam kerangka Jaminan Produk Halal (JPH) yang di atur oleh undang-undang, terdapat tiga pilar utama yang saling bersinergi: Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai regulator, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai penentu fatwa, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Baca juga : Penyusunan, Verifikasi, Implementasi SJH Sistem Jaminan Halal

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) adalah institusi yang memegang peran sentral dan paling awal dalam proses sertifikasi. Sesuai regulasi terbaru, LPH di definisikan sebagai lembaga yang bertugas melaksanakan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk yang di ajukan oleh pelaku usaha. LPH bekerja secara mandiri, yang berarti harus independen, kompeten, dan bebas dari konflik kepentingan, guna menjamin objektivitas hasil pemeriksaan.

Baca juga: Lembaga Pemeriksa Halal LPH Sertifikasi Halal dari Pelaku Usaha

Artikel ini akan mengupas tuntas peran krusial LPH, mulai dari fungsi, regulasi yang menaunginya, mekanisme kerjanya, hingga dampaknya terhadap ekosistem halal di Indonesia, menjadikannya gerbang utama penentu kehalalan produk yang kita konsumsi sehari-hari.

Baca juga: BPJPH Panduan Singkat Mengurus Sertifikasi via Sistem SIHALAL

Jenis Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)

Dalam rangka mempercepat dan memperluas layanan sertifikasi halal, regulasi Indonesia, khususnya Undang-Undang JPH, membuka kesempatan bagi berbagai jenis institusi untuk mendirikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), selama memenuhi persyaratan akreditasi dari BPJPH.

Baca juga: Penyelia Halal VS Auditor Halal: Perbedaan & Sinergi Peran Kunci

LPH dapat di klasifikasikan berdasarkan asal institusi pendirinya, yaitu:

LPH yang Di dirikan oleh Pemerintah

Lembaga Pemeriksa Halal yang berasal dari institusi pemerintah umumnya memanfaatkan sumber daya, infrastruktur, dan keahlian yang sudah ada di dalam struktur negara. Jenis ini meliputi:

  • Kementerian/Lembaga Negara: LPH yang di dirikan oleh kementerian atau lembaga pemerintah yang memiliki kompetensi teknis dan laboratorium yang relevan (misalnya beberapa balai standardisasi industri di bawah Kementerian Perindustrian, atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang bergerak di bidang pengujian dan survei, seperti LPH Sucofindo dan LPH Surveyor Indonesia).
  • Perguruan Tinggi Negeri (PTN): LPH yang di dirikan oleh universitas negeri, biasanya melalui pusat kajian halal atau fakultas terkait. Contohnya adalah LPH UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta atau Lembaga Pemeriksa Halal Universitas Brawijaya, yang memanfaatkan keahlian akademik dan fasilitas laboratorium universitas.

LPH yang Di dirikan oleh Masyarakat

Pendirian LPH oleh masyarakat bertujuan untuk mendorong partisipasi aktif komunitas dalam penyelenggaraan JPH. Jenis ini meliputi:

  • Lembaga Keagamaan Islam Berbadan Hukum: LPH yang di dirikan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang kredibel dan berbadan hukum. Contoh paling awal dan paling di kenal adalah Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), yang kini beroperasi sebagai salah satu LPH terbesar.
  • Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Bawah Naungan Lembaga Keagamaan Islam: LPH yang berafiliasi dengan perguruan tinggi swasta yang memiliki landasan keislaman yang kuat. Contohnya dapat berupa LPH yang di dirikan oleh Universitas Islam swasta.

Terlepas dari asal institusinya (Pemerintah atau Masyarakat), semua LPH harus bersifat mandiri dan wajib memenuhi standar ketat yang di tetapkan oleh BPJPH, termasuk kepemilikan Auditor Halal yang memadai dan fasilitas laboratorium yang terakreditasi, sebelum di izinkan beroperasi secara resmi. Keberagaman jenis LPH ini di harapkan mampu memperluas jangkauan layanan sertifikasi halal ke seluruh wilayah dan sektor industri di Indonesia.

Hubungan LPH dengan BPJPH dan MUI (Sinergi Tiga Pilar JPH)

Proses sertifikasi halal di Indonesia merupakan sebuah alur yang melibatkan koordinasi dan sinergi dari tiga lembaga utama. Masing-masing memiliki peran yang jelas dan saling mengunci untuk menjamin integritas kehalalan produk.

Alur Keterlibatan Tiga Pilar

Sertifikasi halal tidak dapat di lakukan tanpa partisipasi aktif dari ketiga pihak ini. LPH memiliki kedudukan di tengah, bertindak sebagai mata dan tangan BPJPH, namun hasilnya di evaluasi oleh MUI.

Pelaku Usaha Mengajukan Permohonan ke BPJPH:

Proses di mulai ketika Pelaku Usaha mengajukan permohonan Sertifikat Halal melalui sistem daring yang di kelola oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal). BPJPH bertindak sebagai otoritas regulator.

BPJPH Menugaskan LPH:

Setelah dokumen di nyatakan lengkap, BPJPH menugaskan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang di pilih oleh Pelaku Usaha untuk melakukan pemeriksaan di lapangan.

LPH Melaksanakan Pemeriksaan:

Lembaga Pemeriksa Halal melaksanakan tugas intinya: Melakukan pemeriksaan dan audit langsung terhadap kehalalan produk, bahan, dan Proses Produk Halal (PPH) di lokasi usaha. LPH kemudian menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

LHP Di serahkan ke BPJPH, Di teruskan ke MUI:

LPH menyerahkan LHP kepada BPJPH, yang kemudian meneruskan dokumen tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).

MUI Menetapkan Kehalalan Produk:

Majelis Ulama Indonesia melalui Komisi Fatwa, melaksanakan Sidang Fatwa Halal. MUI menetapkan kehalalan produk berdasarkan hasil pemeriksaan LPH yang bersifat teknis-ilmiah dan pertimbangan syariah.

BPJPH Menerbitkan Sertifikat Halal:

Setelah MUI mengeluarkan ketetapan fatwa halal, BPJPH mengambil alih kembali proses administrasi dan menerbitkan sertifikat halal secara resmi kepada Pelaku Usaha.

Peran dan Fungsi Utama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) berfungsi sebagai mata dan telinga negara dalam memastikan kepatuhan produk terhadap standar syariat Islam sebelum dapat di nyatakan halal. Perannya sangat teknis dan menjadi jembatan antara pengajuan pelaku usaha dengan keputusan fatwa.

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) memegang peranan krusial dan tak tergantikan dalam sistem Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia. LPH adalah pilar teknis yang memastikan bahwa setiap produk yang akan di pasarkan benar-benar memenuhi standar syariat Islam dan peraturan perundang-undangan.

Memeriksa dan Menguji Kehalalan Secara Ilmiah dan Syariah

Inti dari peran LPH adalah melakukan verifikasi mendalam terhadap kehalalan suatu produk. LPH melakukan dua fungsi utama:

  • Pemeriksaan (Audit) Syariah: LPH mengirimkan tim auditor untuk menelusuri seluruh Proses Produk Halal (PPH). Pemeriksaan ini meliputi bahan baku (memastikan sumbernya halal), alat produksi (memastikan bebas kontaminasi najis/haram), hingga prosedur pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan.
  • Pengujian Ilmiah: LPH berwenang melakukan pengujian di laboratorium (milik sendiri atau yang bekerja sama) untuk memastikan suatu produk tidak mengandung unsur yang haram yang tidak terdeteksi secara visual, seperti DNA babi atau kadar alkohol melebihi batas toleransi syariah.

Menugaskan dan Mengelola Auditor Halal

Kredibilitas pemeriksaan LPH sangat bergantung pada sumber daya manusianya. LPH bertanggung jawab penuh untuk:

  • Memiliki dan Mengelola Auditor Halal: LPH wajib memiliki minimal tiga Auditor Halal yang telah di registrasi oleh BPJPH. Auditor inilah yang secara langsung berinteraksi dengan pelaku usaha di lapangan.
  • Penugasan Resmi: LPH menugaskan auditornya secara resmi untuk melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengujian. Auditor kemudian menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang akan di serahkan kembali kepada LPH.

Bagian Vital dari Rantai Sertifikasi Halal

Kehadiran LPH adalah elemen mandatory (wajib) dalam proses pengajuan Sertifikasi Halal. Kedudukannya adalah sebagai pelaksana teknis yang hasil kerjanya menentukan langkah selanjutnya:

  • Penghubung Teknis: LPH menerima penugasan dari BPJPH dan menyerahkan hasil pemeriksaannya kembali kepada BPJPH.
  • Dasar Penetapan Fatwa: Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang di susun LPH menjadi dokumen utama yang di gunakan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melaksanakan Sidang Fatwa Halal. Tanpa laporan dari LPH, proses penetapan kehalalan produk tidak dapat di lanjutkan.

Mendukung Usaha Mikro dan Kecil (UMKM)

Salah satu kontribusi nyata LPH adalah dalam memperkuat ekonomi kerakyatan. Proses sertifikasi halal melalui LPH membantu usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk memasarkan produk mereka secara sah di pasaran dengan beberapa cara:

  1. Legalitas dan Kepercayaan Konsumen: Sertifikat halal yang di dapat melalui audit LPH memberikan legalitas usaha dan meningkatkan kepercayaan konsumen Muslim, yang sangat penting bagi UMKM untuk bersaing.
  2. Peningkatan Standar: Proses audit mendorong UMKM untuk memperbaiki good manufacturing practice (GMP) dan sistem manajemen halal mereka, yang secara tidak langsung meningkatkan kualitas dan standar produk.
  3. Membuka Akses Pasar: Dengan sertifikat halal, produk UMKM tidak hanya aman di pasar lokal tetapi juga memiliki potensi untuk masuk ke pasar modern dan global.

Secara ringkas, LPH adalah institusi pelaksana teknis yang mengkonversi tuntutan syariah menjadi praktik audit yang terstandar, menjamin bahwa produk yang beredar di Indonesia benar-benar halal dan thayyib.

Inti Tugas: Pemeriksaan dan Pengujian Kehalalan Produk

Tugas utama LPH adalah melaksanakan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang di ajukan oleh Pelaku Usaha melalui sistem BPJPH. Tugas ini mencakup seluruh rantai proses produksi, dari hulu hingga hilir.

Proses Kunci dalam LPH

LPH melaksanakan serangkaian proses terstruktur untuk memverifikasi dan memvalidasi klaim kehalalan produk. Proses ini melibatkan dua kegiatan utama:

Pemeriksaan (Audit) Halal

Ini adalah kegiatan inspeksi yang di lakukan oleh Auditor Halal yang di miliki dan di registrasi oleh LPH. Proses ini meliputi:

  1. Verifikasi Dokumen Awal: Meninjau dokumen Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang di terapkan pelaku usaha, meliputi daftar bahan, dokumen pembelian, dan prosedur produksi.
  2. Inspeksi Lapangan: Mengunjungi lokasi produksi (pabrik, dapur, rumah potong, dll.) untuk memastikan semua bahan, alat, dan proses pengolahan (PPH) produk benar-benar sesuai dengan standar halal.
  3. Pelacakan Bahan: Menelusuri sumber bahan baku dan bahan tambahan yang di gunakan, memastikan tidak ada kontaminasi atau penggunaan bahan yang di haramkan.
  4. Pemisahan Fasilitas: Memastikan lokasi, tempat, dan alat untuk proses produk halal (PPH) telah di pisahkan secara memadai dari lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal (bagi perusahaan yang memproduksi keduanya).

Pengujian Laboratorium (Jika Di perlukan)

Untuk kasus-kasus tertentu, di mana kehalalan suatu bahan di ragukan atau untuk memastikan tidak adanya unsur haram (seperti DNA babi, atau tingkat alkohol melebihi batas yang di izinkan), LPH akan melakukan pengujian di laboratorium.

LPH wajib memiliki laboratorium sendiri yang terakreditasi atau menjalin kerja sama resmi dengan laboratorium lain yang kompeten dan terakreditasi.

Pelaporan Hasil

Setelah proses pemeriksaan dan pengujian selesai, LPH memiliki tanggung jawab untuk:

  1. Menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang komprehensif.
  2. Laporan ini memuat data produk, bahan yang di gunakan, proses pengolahan, hasil analisis dan/atau spesifikasi, berita acara pemeriksaan, dan rekomendasi dari LPH.
  3. LHP ini kemudian di serahkan kepada BPJPH untuk di teruskan kepada MUI sebagai dasar Sidang Fatwa Halal.

Dengan demikian, LPH berperan sebagai garda terdepan verifikasi syariah yang memastikan integritas produk sebelum mendapatkan pengakuan halal resmi.

Regulasi dan Kelembagaan LPH di Indonesia

Kehadiran dan operasional Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Indonesia di atur secara ketat oleh payung hukum yang kuat. Kerangka regulasi ini bertujuan untuk menjamin independensi, kompetensi, dan kredibilitas seluruh proses pemeriksaan halal.

Regulasi Payung LPH

Landasan hukum utama bagi LPH adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH): Undang-undang ini menciptakan sistem JPH dan secara resmi mengamanatkan pembentukan LPH untuk melaksanakan pemeriksaan.
  2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal: PP terbaru ini memperjelas rincian pelaksanaan JPH, termasuk peran, syarat pendirian, dan tata cara akreditasi LPH.
  3. Peraturan BPJPH: Regulasi teknis seperti Peraturan BPJPH tentang Pedoman Akreditasi LPH (misalnya PerBPJPH No. 1 Tahun 2023) mengatur standar operasional, persyaratan SDM, dan infrastruktur yang harus di penuhi LPH.

Syarat Pendirian dan Akreditasi LPH

LPH dapat di dirikan oleh Pemerintah (melalui Kementerian atau Lembaga) atau Masyarakat (melalui Organisasi Kemasyarakatan Islam, Perguruan Tinggi, atau Badan Usaha). Namun, setiap LPH harus memenuhi persyaratan ketat dan mendapatkan akreditasi dari BPJPH untuk dapat beroperasi.

Syarat-syarat utama pendirian LPH meliputi:

  1. Kemandirian: LPH harus bersifat mandiri, artinya independen, kompeten, dan bebas dari konflik kepentingan dalam menyelenggarakan sertifikasi halal.
  2. Kantor dan Perlengkapan: Wajib memiliki kantor sendiri dan sarana/prasarana yang memadai.
  3. Auditor Halal: Memiliki minimal tiga (3) orang Auditor Halal yang telah bersertifikat dan di registrasi oleh BPJPH.
  4. Laboratorium: Memiliki laboratorium sendiri yang terakreditasi atau menjalin kerja sama resmi dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium untuk pengujian kehalalan produk.
  5. Akreditasi: Harus mendapatkan Akreditasi dari BPJPH sebagai pengakuan formal atas kompetensi dan kelayakan LPH.

Hubungan Kerja Antar-Lembaga dalam Ekosistem JPH

LPH tidak bekerja sendiri, melainkan terintegrasi dalam sistem JPH yang melibatkan sinergi tiga pihak utama:

Lembaga Peran Utama Terhadap LPH
BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Regulator: Memberikan akreditasi, menugaskan LPH untuk melakukan pemeriksaan, dan menerbitkan Sertifikat Halal berdasarkan fatwa. LPH bertanggung jawab dan melapor kepada BPJPH.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) Penentu Fatwa: Menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPJPH yang berasal dari LPH. MUI melalui Komisi Fatwa melaksanakan Sidang Fatwa Halal untuk menetapkan kehalalan produk.
Pelaku Usaha Klien: Mengajukan permohonan sertifikasi melalui BPJPH, yang kemudian akan menugaskan LPH untuk melakukan pemeriksaan lapangan.

Dengan adanya regulasi ini, LPH di posisikan sebagai lembaga profesional yang menjalankan tugas audit syariah-ilmiah, memastikan bahwa seluruh proses sertifikasi halal di lakukan secara kredibel dan akuntabel.

Dampak dan Kontribusi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)

Keberadaan dan peran aktif LPH dalam sistem Jaminan Produk Halal (JPH) membawa dampak positif yang luas, mulai dari memberikan ketenangan spiritual bagi konsumen hingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing produk di pasar global.

Kontribusi bagi Konsumen (Aspek Perlindungan dan Kenyamanan)

LPH berfungsi sebagai validator di lapangan yang menjamin hak-hak konsumen Muslim terpenuhi, antara lain:

Kenyamanan dan Kepastian Hukum:

Melalui proses audit dan pengujian yang ketat, LPH memastikan produk telah melewati verifikasi syariah dan saintifik, memberikan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk.

Peningkatan Kepercayaan:

Adanya label halal yang di dasari audit LPH meningkatkan kepercayaan konsumen. Konsumen menjadi lebih yakin membeli produk yang kehalalannya terjamin, sebuah faktor penting di pasar yang semakin kompetitif.

Transparansi dan Akuntabilitas:

LPH menjalankan fungsi pengawasan teknis yang independen, memastikan bahwa klaim halal pada produk di dukung oleh proses produksi yang transparan dan akuntabel.

Kontribusi bagi Pelaku Usaha (Aspek Ekonomi dan Daya Saing)

Bagi pelaku usaha, sertifikasi halal yang di verifikasi oleh LPH bukan sekadar kepatuhan regulasi, melainkan investasi strategis yang memberikan nilai tambah signifikan:

Meningkatkan Daya Saing (Unique Selling Point):

Di pasar domestik, label halal menjadi pembeda yang kuat. Konsumen Muslim cenderung memprioritaskan produk bersertifikat halal, yang secara langsung dapat mendorong peningkatan penjualan dan perluasan pangsa pasar.

Akses ke Pasar Global (Ekspor):

Sertifikat halal dari Indonesia yang di dukung proses LPH yang kredibel membuka pintu ekspor ke pasar ekonomi syariah global. Dengan menjadi negara produsen halal terkemuka, LPH memfasilitasi produk Indonesia untuk bersaing di kancah internasional.

Peningkatan Kualitas dan Mutu Produk:

Proses audit LPH menuntut pelaku usaha untuk menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), yang secara tidak langsung mendorong perbaikan standar operasional, manajemen mutu, dan ketelusuran (traceability) bahan baku.

Dukungan UMKM:

Kehadiran LPH, terutama LPH yang fokus pada pembinaan, membantu Usaha Mikro dan Kecil (UMK) untuk melakukan pembenahan proses dan fasilitas agar memenuhi standar halal, sehingga dapat naik kelas dan memiliki legalitas penuh.

Kontribusi terhadap Ekosistem Halal Nasional

Secara makro, LPH merupakan instrumen penting bagi pemerintah dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai pusat produsen produk halal dunia. Dengan memastikan infrastruktur pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk berjalan secara profesional dan berintegritas.

Tantangan dan Prospek Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)

Meskipun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) telah memainkan peran vital dalam menjamin kehalalan produk. Implementasinya di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan, seiring dengan prospek cerah untuk masa depan industri halal.

Tantangan Utama yang Di hadapi LPH

Peningkatan kebutuhan sertifikasi halal yang masif, terutama setelah adanya kewajiban sertifikasi, memunculkan beberapa hambatan operasional dan regulasi bagi LPH:

Keterbatasan Sumber Daya Manusia (Auditor Halal):

Jumlah Auditor Halal yang tersertifikasi dan kompeten, terutama untuk ruang lingkup yang spesifik (misalnya obat, kosmetik, atau penyembelihan). Masih terbatas di bandingkan dengan lonjakan permohonan sertifikasi.

Kebutuhan akan Auditor Halal yang harus beragama Islam dan memiliki kompetensi teknis merupakan tantangan dalam rekrutmen.

Kapasitas Infrastruktur Laboratorium:

Meskipun LPH dapat bekerja sama dengan laboratorium, ketersediaan laboratorium dengan standar akreditasi ISO/IEC 17025 yang khusus untuk pengujian halal (misalnya deteksi DNA babi, kadar alkohol) masih perlu di perluas dan di tingkatkan, terutama di daerah-daerah.

Efisiensi Waktu dan Biaya Sertifikasi:

Terdapat kendala dalam merealisasikan durasi proses sertifikasi yang singkat (misalnya 15 hari audit), khususnya bagi UMKM.

Skema tarif layanan yang di atur oleh BPJPH terkadang menimbulkan di lema bagi LPH. Terutama dalam melayani UMKM yang memerlukan pemeriksaan intensif namun dengan biaya yang di subsidi atau terbatas.

Literasi dan Kesiapan Pelaku Usaha:

Banyak pelaku UMKM masih menghadapi kesulitan dalam memahami dan menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) dan memenuhi persyaratan administratif yang kompleks. Hal ini menambah beban LPH dalam proses verifikasi.

Prospek dan Peluang Masa Depan LPH

Meskipun tantangan tetap ada, masa depan LPH sangat cerah seiring dengan pertumbuhan industri halal Indonesia:

Peluang Bisnis dan Ekspansi LPH Baru:

Regulasi JPH membuka keran pendirian LPH oleh berbagai entitas (pemerintah, perguruan tinggi, swasta). Saat ini, sudah ada puluhan LPH yang terakreditasi (termasuk LPPOM MUI, LPH Sucofindo, LPH Universitas, dan lainnya), menciptakan persaingan sehat dan inovasi layanan.

Mendorong Posisi Indonesia di Global:

LPH adalah ujung tombak dalam mencapai target Indonesia sebagai Pusat Produsen Halal Terkemuka Dunia. Kredibilitas LPH di akui secara internasional akan mempermudah perjanjian Mutual Recognition Arrangement (MRA) dengan negara lain. Sehingga produk Indonesia lebih mudah di terima di pasar global.

Digitalisasi Proses Sertifikasi:

Pengembangan sistem digital oleh BPJPH (seperti SiHalal) akan mempermudah dan mempercepat koordinasi antara Pelaku Usaha, LPH, BPJPH, dan MUI. LPH dapat memanfaatkan teknologi untuk audit jarak jauh, pelaporan real-time, dan manajemen dokumen.

Fokus pada Spesialisasi:

Akan muncul LPH-LPH yang semakin terspesialisasi (misalnya, LPH yang fokus pada produk farmasi, produk rekayasa genetika, atau jasa logistik halal). Memungkinkan pemeriksaan yang lebih mendalam dan ahli. Secara keseluruhan, tantangan yang ada merupakan dorongan bagi LPH untuk terus meningkatkan profesionalisme dan kapasitasnya. Sekaligus memanfaatkan potensi besar Indonesia untuk mengukuhkan diri sebagai kekuatan utama dalam ekonomi halal global.

Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat