BPJPH Panduan Singkat Mengurus Sertifikasi via Sistem SIHALAL

Akhmad Fauzi

Updated on:

BPJPH Panduan Singkat Mengurus Sertifikasi via Sistem SIHALAL
Direktur Utama Jangkar Goups

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menempatkan isu kehalalan produk sebagai kebutuhan mendasar yang tidak hanya bersifat keagamaan, tetapi juga menyangkut perlindungan konsumen dan daya saing ekonomi. Kebutuhan untuk memastikan bahwa produk yang beredar mulai dari makanan, minuman, kosmetik, hingga obat-obatan memenuhi standar syariat Islam telah melahirkan sebuah sistem jaminan yang terstruktur dan terpusat.

Baca juga: Jasa Sertifikat Halal: SIHALAL, Audit LPH, hingga Terbitnya Label

Masalah dan Solusi (Latar Belakang Pembentukan BPJPH)

Sebelumnya, kewenangan sertifikasi halal berada di tangan lembaga keagamaan. Namun, seiring dengan tuntutan perlindungan konsumen yang lebih kuat dan kebutuhan untuk menata ekosistem halal secara komprehensif, Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis. Solusi atas tantangan ini di wujudkan melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Undang-undang ini secara tegas mengamanatkan pembentukan sebuah otoritas pemerintah yang khusus, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Baca juga: Dokumen Pendukung Bahan Kritis Sebagai Pilar Jaminan Halal

Jasa Sertifikat Halal Urus Sertifikat Halal Jasa Pengurusan Sertifikat Halal Jasa Sertifikat Halal Resmi BPJPH

Kedudukan dan Peran Sentral BPJPH

BPJPH di dirikan sebagai Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Agama. Kehadiran BPJPH menandai transisi penting: dari yang semula sertifikasi halal bersifat sukarela menjadi wajib (mandatory) secara bertahap, dan dari yang semula kewenangan ada di tangan swasta/komunitas menjadi tanggung jawab penuh negara.

Baca juga : Penyusunan, Verifikasi, Implementasi SJH Sistem Jaminan Halal

Artikel ini bertujuan untuk mengupas tuntas peran sentral BPJPH dalam menyelenggarakan Jaminan Produk Halal di Indonesia. Kita akan membedah tugas dan fungsi utamanya, menelusuri mekanisme proses sertifikasi halal yang kini terintegrasi, serta menganalisis dampak strategisnya terhadap perlindungan konsumen dan ambisi Indonesia menjadi pusat produsen produk halal terkemuka di dunia (World’s Halal Hub).

Baca juga: Lembaga Pemeriksa Halal LPH Sertifikasi Halal dari Pelaku Usaha

Tugas dan Fungsi Utama BPJPH: Otoritas Sentral Jaminan Halal

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bentuk sebagai perpanjangan tangan Pemerintah untuk menjamin setiap produk yang beredar dan di konsumsi masyarakat Muslim telah memenuhi standar kehalalan. Kedudukannya sebagai Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) memastikan bahwa BPJPH memiliki kewenangan regulasi dan eksekusi yang kuat.

Baca juga: Penyelia Halal VS Auditor Halal: Perbedaan & Sinergi Peran Kunci

Secara garis besar, BPJPH mengemban tugas utama untuk menyelenggarakan Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam menjalankan tugas tersebut, BPJPH menyelenggarakan berbagai fungsi kunci yang mencakup aspek regulasi, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bertindak sebagai otoritas sentral yang menjalankan tugas utama menyelenggarakan Jaminan Produk Halal (JPH) sesuai amanat UU No. 33 Tahun 2014. Fungsinya dapat di kelompokkan menjadi tiga peran strategis: Regulasi dan Standardisasi, Pelayanan dan Pelaksanaan, serta Pengawasan dan Pembinaan.

Fungsi Regulasi dan Standardisasi (Penentu Kebijakan)

Ini adalah peran BPJPH dalam merancang kerangka hukum dan teknis agar proses JPH seragam dan kredibel.

Koordinasi dan Penyusunan Kebijakan:

Tugas: Merumuskan dan menyusun kebijakan teknis, rencana, dan program di bidang JPH.

Implementasi: BPJPH menetapkan arah mandatory halal (kewajiban bersertifikat halal) dan kebijakan tarif layanan.

Penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK):

Tugas: Menetapkan tolok ukur teknis kehalalan produk yang harus di taati oleh semua pihak (LPH, pelaku usaha, dan Auditor Halal).

Implementasi: Menyusun pedoman teknis operasional dan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).

Fungsi Pelayanan dan Pelaksanaan (Eksekutor)

Ini adalah peran inti BPJPH sebagai pelaksana utama proses sertifikasi.

Pelaksanaan Penyelenggaraan JPH (Sertifikasi):

Tugas: Melaksanakan seluruh proses jaminan produk halal, dari registrasi hingga penerbitan sertifikat.

Implementasi: Menerima permohonan melalui sistem SIHALAL, memverifikasi dokumen, dan menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang di tugaskan.

Penerbitan Sertifikat dan Label Halal:

Tugas: BPJPH adalah lembaga yang berwenang tunggal untuk menerbitkan Sertifikat Halal dan Label Halal resmi, berdasarkan ketetapan fatwa dari MUI/MUA.

Registrasi Sertifikat Produk Impor:

Tugas: Melakukan registrasi Sertifikat Halal bagi produk yang berasal dari luar negeri yang akan beredar di Indonesia.

Fungsi Pengawasan, Pembinaan, dan Kerjasama (Kontrol dan Kemitraan)

Fungsi ini menjamin kualitas JPH pasca-sertifikasi dan memperkuat ekosistem halal.

Pengawasan JPH:

Tugas: Melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan JPH, termasuk pengawasan terhadap kinerja LPH dan kepatuhan pelaku usaha dalam menjalankan SJPH.

Implementasi: Melakukan audit berkala dan inspeksi mendadak jika di perlukan.

Kerja Sama dan Kemitraan:

Tugas: Menjalin kerja sama dengan lembaga terkait di dalam dan luar negeri.

Implementasi:

  • Dalam Negeri: Kerjasama dengan LPH (pelaksana audit) dan MUI/MUA (penetap fatwa).
  • Luar Negeri: Menjalin Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN).

Pemantauan, Evaluasi, dan Administrasi:

Tugas: Melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan JPH, serta menjalankan fungsi administrasi umum untuk mendukung operasional BPJPH.

Fungsi Regulasi dan Standardisasi

Ini adalah peran BPJPH dalam menetapkan dasar-dasar hukum dan teknis pelaksanaan JPH di Indonesia.

Poin Kunci Deskripsi
1. Perumusan dan Penetapan Kebijakan Merumuskan dan menetapkan kebijakan teknis yang mengatur seluruh aspek penyelenggaraan JPH, termasuk penentuan tarif layanan sertifikasi.
2. Penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) BPJPH menetapkan NSPK yang harus di ikuti oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan pelaku usaha, memastikan keseragaman dan kualitas proses JPH.
3. Akreditasi LPH dan Registrasi Auditor Halal BPJPH bertanggung jawab untuk memberikan akreditasi kepada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang memenuhi syarat. Selain itu, BPJPH melakukan registrasi terhadap para Auditor Halal yang akan bertugas di lapangan.

 

Fungsi Pelaksanaan Sertifikasi Halal

Ini adalah fungsi operasional BPJPH yang berkaitan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat dan pelaku usaha.

Poin Kunci Deskripsi
4. Penerimaan dan Penetapan LPH Menerima permohonan sertifikasi halal dari pelaku usaha, memverifikasi kelengkapan dokumen, dan menunjuk LPH yang akan melaksanakan pemeriksaan produk.
5. Penerbitan dan Pencabutan Sertifikat Halal Berdasarkan Ketetapan Halal (Fatwa) dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Majelis Ulama Aceh (MUA), BPJPH memiliki kewenangan eksklusif untuk menerbitkan Sertifikat Halal dan Label Halal resmi. BPJPH juga berwenang mencabut sertifikat jika terjadi pelanggaran standar JPH.
6. Registrasi Sertifikat Halal Produk Luar Negeri Melakukan registrasi dan pengakuan terhadap sertifikat halal yang di terbitkan oleh Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) yang telah bekerja sama dan di akui oleh BPJPH, sehingga produk impor dapat beredar di Indonesia.

 

Fungsi Pembinaan dan Pengawasan

Peran BPJPH tidak berhenti setelah sertifikat di terbitkan, tetapi juga mencakup pembinaan ekosistem halal.

Poin Kunci Deskripsi
7. Pembinaan dan Sosialisasi JPH Melakukan edukasi, sosialisasi, dan publikasi terkait JPH kepada masyarakat dan pelaku usaha, termasuk program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) untuk UMK.
8. Pengawasan Jaminan Produk Halal Mengawasi pelaksanaan JPH di lapangan, termasuk pengawasan terhadap LPH, Auditor Halal, Penyelia Halal, dan kehalalan produk yang telah bersertifikat, guna memastikan kepatuhan berkelanjutan.
9. Kerjasama dan Kemitraan BPJPH membangun kemitraan dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik kementerian/lembaga terkait di dalam negeri maupun lembaga halal di luar negeri, untuk harmonisasi standar dan penguatan ekosistem halal global.

Tugas dan fungsi BPJPH menunjukkan bahwa lembaga ini bertindak sebagai regulator, fasilitator, sekaligus pengawas dalam ekosistem Jaminan Produk Halal. Melalui peran-peran ini, BPJPH memastikan bahwa hak-hak konsumen Muslim terpenuhi, sementara produk Indonesia di dorong untuk memenuhi standar kualitas global.

Perbedaan BPJPH dan MUI dalam Sertifikasi Halal

Meskipun keduanya terlibat erat dalam ekosistem Jaminan Produk Halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki peran dan fungsi yang berbeda secara fundamental. BPJPH beroperasi sebagai regulator di bawah Kementerian Agama, sedangkan MUI berfungsi sebagai otoritas keagamaan.
Untuk menjelaskan perbedaan peran BPJPH dan MUI secara jelas dalam artikel Anda, sangat penting untuk menegaskan bahwa BPJPH adalah otoritas negara (regulator) dan MUI adalah otoritas keagamaan (fatwa).

Berikut adalah kerangka perbandingan yang terstruktur untuk menguraikan perbedaan peran keduanya dalam sistem Jaminan Produk Halal (JPH) yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No. 33 Tahun 2014:

Aspek Pembeda BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Status Kelembagaan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) yang bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Lembaga Keagamaan Masyarakat yang independen.
Peran Utama Regulator, Administrator, dan Eksekutor JPH. Bertanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan JPH di Indonesia. Otoritas Fatwa (Penentu Kehalalan secara Syariah).
Wewenang Inti Menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal serta Label Halal. Mengelola sistem informasi (SIHALAL). Menetapkan Kehalalan Produk melalui Sidang Fatwa Halal.
Proses Audit Menetapkan dan mengakreditasi LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang melakukan audit lapangan. BPJPH yang menunjuk LPH. Menerbitkan Ketetapan Halal berdasarkan hasil audit LPH yang di sampaikan melalui BPJPH.
Kerja Sama Global Menjalin kerja sama saling pengakuan (MRA) dengan Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN). Berperan memberikan pertimbangan kehalalan produk impor berdasarkan laporan BPJPH.
Pengawasan Melaksanakan Pengawasan terhadap pelaksanaan JPH, termasuk LPH dan pelaku usaha. Melakukan Sertifikasi Auditor Halal (bekerja sama dengan BPJPH) dan mengawasi aspek keagamaan produk.
Dasar Hukum Pelaksana Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang JPH. Penentu Fatwa yang menjadi dasar di terbitkannya Sertifikat oleh BPJPH.

 

Singkatnya, BPJPH adalah “Penerbit Sertifikat” (otoritas administratif), dan MUI adalah “Penentu Halal” (otoritas syariah).

BPJPH berperan sebagai gerbang resmi negara yang mengadministrasikan dan memastikan proses JPH berjalan sesuai regulasi, sementara MUI/Komisi Fatwa berperan di titik krusial penentuan status kehalalan produk dari aspek ajaran agama. Keduanya wajib bersinergi agar proses sertifikasi halal memiliki kekuatan hukum negara sekaligus legitimasi agama.

Alur dan Mekanisme Sertifikasi Halal di Bawah BPJPH

Proses sertifikasi halal di Indonesia merupakan sebuah mekanisme terintegrasi yang melibatkan kerja sama sinergis antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai regulator dan penerbit sertifikat, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebagai pelaksana audit lapangan, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Majelis Ulama Aceh (MUA) sebagai penentu fatwa kehalalan produk.

Mekanisme Reguler: Proses Tiga Pihak (BPJPH-LPH-MUI)

Mekanisme ini berlaku untuk mayoritas produk, terutama yang berisiko tinggi atau menengah, serta usaha skala besar dan menengah.

Pendaftaran dan Penunjukan (Oleh Pelaku Usaha dan BPJPH)

Pengajuan Permohonan:

Pelaku usaha wajib mendaftar secara online melalui Sistem Informasi Halal (SIHALAL) yang di kelola oleh BPJPH. Dokumen yang di siapkan mencakup profil usaha, daftar produk, bahan baku, dan dokumen Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).

Verifikasi Dokumen:

BPJPH melakukan verifikasi kelengkapan dokumen pendaftaran. Jika lengkap, BPJPH menerbitkan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD).

Penetapan LPH:

BPJPH menetapkan dan menunjuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang akan melakukan pemeriksaan/audit di lapangan, baik LPH milik pemerintah (Kemenag) maupun LPH swasta yang telah terakreditasi oleh BPJPH.

Pemeriksaan/Audit (Oleh LPH)

  1. Pemeriksaan Lapangan: Auditor Halal yang di tugaskan LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk di lokasi produksi pelaku usaha. Pemeriksaan ini mencakup bahan yang di gunakan, proses pengolahan produk (PPH), alat produksi, penyimpanan, hingga penanganan produk.
  2. Pengujian Laboratorium (Jika Di perlukan): Apabila ada keraguan terhadap kehalalan suatu bahan, LPH dapat melakukan pengujian di laboratorium halal yang telah terakreditasi.
  3. Penyampaian Hasil: LPH menyampaikan hasil pemeriksaan/audit kehalalan produk kepada BPJPH, yang kemudian di teruskan kepada MUI/MUA.

Penetapan Fatwa Halal (Oleh MUI/MUA)

Sidang Fatwa Halal: MUI/MUA, melalui Komisi Fatwa, mengadakan Sidang Fatwa Halal. Sidang ini mengkaji laporan hasil pemeriksaan LPH untuk menentukan apakah produk tersebut memenuhi standar kehalalan syariat Islam.

Ketetapan Halal: Jika produk di nyatakan halal, MUI/MUA menerbitkan Ketetapan Halal. Ketetapan Halal ini menjadi dasar hukum bagi BPJPH untuk menerbitkan sertifikat.

Penerbitan Sertifikat (Oleh BPJPH)

Penerbitan Sertifikat: Berdasarkan Ketetapan Halal dari MUI/MUA, BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal. Sertifikat ini berlaku selama 4 (empat) tahun sejak tanggal penerbitan.

Tahapan Proses Pelaksana Durasi Estimasi Deskripsi Singkat
1. Pendaftaran dan Verifikasi Dokumen BPJPH 2 Hari Kerja Pelaku usaha mengajukan permohonan melalui sistem SIHALAL. BPJPH memeriksa kelengkapan dokumen dan menetapkan LPH.
2. Pemeriksaan dan/atau Pengujian LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) 15 Hari Kerja LPH, melalui Auditor Halal, melakukan pemeriksaan (audit) ke lokasi produksi dan/atau pengujian laboratorium jika di perlukan, untuk memastikan kehalalan.
3. Penetapan Kehalalan Produk (Fatwa Halal) MUI/MUA 3 Hari Kerja Hasil pemeriksaan LPH di sampaikan ke MUI/MUA. Sidang Fatwa Halal menetapkan kehalalan produk berdasarkan hasil audit.
4. Penerbitan Sertifikat Halal BPJPH 1 Hari Kerja Setelah adanya Ketetapan Halal dari MUI/MUA, BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal dan Label Halal.
Skema Khusus Penjelasan singkat tentang skema Self-Declare (Pernyataan Mandiri) untuk UMK dengan risiko rendah.

Pencantuman Label: Pelaku usaha wajib mencantumkan Label Halal Indonesia yang resmi (logo BPJPH) pada produk setelah menerima sertifikat.

Mekanisme Self-Declare (Pernyataan Mandiri)

BPJPH juga menyediakan skema afirmasi ini untuk mempermudah Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang memenuhi kriteria tertentu.

Fitur Keterangan
Penerima Manfaat Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Kriteria Produk Produk tidak berisiko, menggunakan bahan yang sudah di pastikan kehalalannya (bersertifikat atau termasuk daftar bahan aman), dan proses produksinya sederhana.
Proses Inti Di lakukan berdasarkan pernyataan kehalalan pelaku usaha sendiri.
Verifikasi Pernyataan UMK di verifikasi dan di validasi oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang telah terdaftar di BPJPH.
Penetapan Hasil verifikasi PPH langsung di proses oleh Komite Fatwa Produk Halal (MUI/MUA) untuk penetapan kehalalan.
Biaya Sering kali di fasilitasi melalui program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) yang di danai oleh APBN/APBD atau pihak ketiga.

Inti Perubahan:

Perubahan mendasar dalam alur ini adalah pemisahan kewenangan: BPJPH adalah regulator dan penerbit sertifikat, sedangkan MUI/MUA adalah otoritas penetap fatwa. LPH menjadi pelaksana teknis audit di lapangan, yang kini bisa berasal dari berbagai lembaga yang telah di akreditasi oleh BPJPH.

Biaya sertifikasi Halal

Informasi mengenai tarif layanan BPJPH yang Anda sebutkan adalah tarif resmi yang ditetapkan oleh pemerintah (melalui Badan Layanan Umum/BLU BPJPH), namun penting untuk diketahui bahwa total biaya sertifikasi halal terdiri dari beberapa komponen, dan tarif BPJPH tersebut hanya salah satu bagiannya.

Berikut adalah rincian komponen biaya berdasarkan informasi resmi dan praktik yang berlaku:

Tarif Layanan BPJPH (Penerbitan Sertifikat)

Biaya yang Anda sebutkan adalah tarif yang harus dibayarkan ke BPJPH untuk layanan permohonan sertifikat halal (PNBP – Penerimaan Negara Bukan Pajak), sesuai dengan skala usaha:

Skala Usaha Tarif Permohonan Sertifikat Halal Baru (ke BPJPH)
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Rp 300.000,00
Usaha Menengah Rp 5.000.000,00
Usaha Besar Rp 12.500.000,00
Luar Negeri Rp 12.500.000,00 + Biaya Registrasi Sertifikasi Luar Negeri Rp 800.000,00

 

Komponen Biaya Tambahan (LPH)

Tarif di atas belum termasuk biaya untuk pemeriksaan kehalalan produk yang dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Biaya LPH dibayarkan langsung oleh Pelaku Usaha ke LPH dan batas tertingginya juga telah diatur oleh BPJPH.

Komponen Biaya LPH Keterangan
Biaya Pemeriksaan/Audit LPH Tergantung jenis dan kompleksitas produk/jasa. Untuk UMK, batas tertinggi biaya audit LPH biasanya sekitar Rp 350.000,00 per jenis produk sederhana. Untuk Usaha Menengah/Besar, biayanya jauh lebih besar (jutaan hingga puluhan juta rupiah) karena kompleksitas, jumlah produk, dan perhitungan mandays audit.
Biaya Sidang Fatwa MUI Biaya yang dikenakan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk penetapan kehalalan produk.
Biaya Uji Laboratorium Jika diperlukan pengujian laboratorium untuk memastikan kehalalan suatu bahan (misalnya, untuk pengujian DNA babi), biaya ini dibayarkan terpisah dan langsung ke laboratorium terakreditasi.
Akomodasi dan Transportasi Auditor Biaya yang timbul jika auditor LPH harus mengunjungi lokasi yang jauh.

 

Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI)

Pemerintah secara rutin membuka program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI), terutama untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang menggunakan skema Self-Declare (Pernyataan Mandiri Pelaku Usaha).

  • Biaya: Rp 0,00 (Gratis), termasuk pembebasan biaya BPJPH dan biaya pemeriksaan kehalalan produk.
  • Syarat Utama: Memenuhi kriteria UMK, memiliki NIB, produk tidak berisiko, proses produksi sederhana, dan menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya.

Tarif yang Anda sampaikan adalah Biaya Pokok BPJPH. Pelaku Usaha perlu memperhatikan total biaya yang mencakup tarif BPJPH, biaya audit LPH, dan biaya-biaya pendukung lainnya. UMK disarankan memanfaatkan program SEHATI untuk mendapatkan sertifikat secara gratis.

Kewajiban Sertifikasi Halal (Penahapan Pertama)

Masa wajib sertifikasi halal yang berakhir pada 17 Oktober 2024 berlaku untuk kelompok produk berikut:

  1. Produk Makanan dan Minuman.
  2. Bahan baku, Bahan Tambahan Pangan, dan Bahan Penolong untuk produk makanan dan minuman.
  3. Produk Hasil Sembelihan dan Jasa Penyembelihan.

Penundaan Kewajiban Khusus untuk UMK

Berdasarkan perkembangan regulasi (seperti yang diatur dalam PP No. 42 Tahun 2024), Pemerintah memutuskan adanya perpanjangan atau penundaan kewajiban sertifikasi halal untuk Produk Makanan dan Minuman, Hasil Sembelihan, dan Jasa Penyembelihan bagi:

  1. Usaha Mikro dan Kecil (UMK): Kewajiban sertifikasi halal ditunda hingga 17 Oktober 2026.
  2. Usaha Menengah dan Besar: Kewajiban sertifikasi halal tetap berlaku penuh mulai 18 Oktober 2024.
  3. Catatan: Produk yang berbahan dari yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal, namun wajib mencantumkan keterangan tidak halal.

Sanksi bagi Pelaku Usaha yang Melanggar

Pelaku usaha yang wajib bersertifikat halal (terutama usaha menengah dan besar setelah 17 Oktober 2024) dan tidak memenuhinya dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan UU JPH dan Peraturan Pemerintah, yang tahapan umumnya meliputi:

Tahapan Sanksi Deskripsi Sanksi
1. Peringatan Tertulis (Teguran) Diberikan sebagai peringatan awal atas pelanggaran, biasanya disertai batas waktu untuk perbaikan.
2. Denda Administratif Dikenakan jika pelaku usaha tidak mematuhi setelah teguran diberikan.
3. Penarikan Produk dari Peredaran Produk yang tidak bersertifikat halal dapat ditarik dari pasar.
4. Pencabutan Izin Usaha Sanksi terberat yang dapat menghentikan operasional bisnis sepenuhnya.

Selain sanksi administratif, jika pelaku usaha:

  • Mencantumkan Label Halal Palsu atau menyalahgunakan simbol halal, dapat dikenakan Sanksi Pidana (penjara dan/atau denda) karena unsur penipuan.
  • Produk yang tidak bersertifikat halal, sesuai ketentuan, tidak diizinkan beredar di pasar. Jika produk tersebut non-halal, pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan non-halal.

Peran dan Dampak Strategis BPJPH

Kehadiran BPJPH tidak hanya sekadar mengganti penerbit sertifikat, tetapi membawa dampak transformatif pada tiga pilar utama: perlindungan konsumen, daya saing ekonomi, dan posisi Indonesia dalam ekosistem halal global.

Dampak pada Perlindungan Konsumen dan Kepastian Hukum

Peran utama BPJPH adalah mewujudkan amanat Undang-Undang JPH untuk memberikan kepastian dan kenyamanan bagi masyarakat.

Peran Kunci Dampak Nyata
1. Pemberi Jaminan Spiritual dan Hukum BPJPH memastikan setiap produk yang beredar telah melalui proses audit dan fatwa sesuai syariat Islam, memberikan rasa aman dan ketenangan batin bagi konsumen Muslim dalam menjalankan ajaran agamanya.
2. Transparansi dan Informasi Melalui penerbitan Label Halal Indonesia yang seragam dan terintegrasi, BPJPH menjamin konsumen mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai status kehalalan produk.
3. Pengawasan dan Penegakan BPJPH memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan penegakan sanksi (administratif hingga pencabutan sertifikat) terhadap produk yang melanggar ketentuan JPH. Hal ini melindungi konsumen dari produk yang mengaku halal padahal tidak.
4. Implementasi Mandatory Halal Dengan kewajiban bersertifikat halal (mandatory halal) secara bertahap, BPJPH memastikan bahwa dalam jangka waktu tertentu, seluruh produk yang di konsumsi masyarakat Muslim harus memiliki jaminan kehalalan, memperkuat hak dasar konsumen.

 

Dampak pada Peningkatan Daya Saing Ekonomi (Pelaku Usaha)

Sertifikasi halal yang di terbitkan BPJPH menjadi instrumen penting untuk meningkatkan nilai tambah produk nasional.

Peran Kunci Dampak Nyata
1. Peningkatan Daya Saing Pasar Global Label Halal Indonesia dari BPJPH berfungsi sebagai paspor ekspor. Dengan standar yang di akui, produk Indonesia lebih mudah menembus pasar global, terutama negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan pasar Muslim di negara Barat.
2. Peningkatan Kepercayaan Konsumen Sertifikat halal bukan hanya tentang agama, tetapi telah bertransformasi menjadi standar kualitas, kebersihan, dan etika bisnis global. Hal ini secara langsung meningkatkan kepercayaan konsumen, yang pada akhirnya mendorong volume penjualan.
3. Afirmasi UMK dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal Melalui skema Self-Declare dan program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati), BPJPH memfasilitasi jutaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) untuk naik kelas. Hal ini menjadikan sertifikasi halal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi inklusif.

 

Dampak Global: Menuju Pusat Halal Dunia (World’s Halal Hub)

BPJPH adalah ujung tombak Indonesia dalam mewujudkan visi menjadi produsen dan pusat industri halal nomor satu di dunia.

Harmonisasi Standar Internasional:

BPJPH secara aktif menjalin kerja sama saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA) dengan Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN). Upaya ini krusial untuk menciptakan standar halal global yang kredibel dan memudahkan perdagangan internasional.

Kepemimpinan di Forum Internasional:

BPJPH berperan aktif di forum-forum halal dunia, seperti Kazan Forum, untuk mempromosikan Sistem Jaminan Produk Halal Indonesia dan memengaruhi perumusan standar global.

Memperkuat Ekosistem Halal:

BPJPH berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain (seperti Kemenperin, Kemenparekraf, dan Bappenas) untuk memastikan ketersediaan bahan baku, infrastruktur, dan SDM halal yang memadai, sehingga ekosistem halal Indonesia menjadi yang terlengkap dan terkuat.

Singkatnya, BPJPH adalah institusi negara yang menjembatani aspek spiritual keagamaan dengan tuntutan hukum dan peluang ekonomi. Melalui perannya yang multi-dimensional, BPJPH memastikan produk Indonesia Halal, Higienis, dan Berkualitas Global.

Tantangan dan Inovasi BPJPH: Menjawab Dinamika Industri Halal Global

Dalam usahanya mewujudkan Indonesia sebagai Pusat Produsen Halal Dunia, BPJPH menghadapi sejumlah tantangan besar yang memerlukan solusi kreatif dan terobosan teknologi. Biasanya tantangan ini bersumber dari besarnya target pasar domestik, kewajiban sertifikasi (mandatory), dan kompleksitas harmonisasi global.

Tantangan Utama dalam Implementasi JPH

Tantangan terbesar yang di hadapi BPJPH terfokus pada skala dan kecepatan pelaksanaan Wajib Halal Oktober (WHO) yang pertama, terutama pada segmen Usaha Mikro dan Kecil (UMK).

Fokus Tantangan Deskripsi Permasalahan
1. Kepatuhan dan Literasi UMK Banyak UMK, terutama di daerah, masih memiliki literasi digital yang rendah dan menganggap proses sertifikasi reguler terlalu kompleks atau mahal. Hal ini menghambat akselerasi kepatuhan terhadap kewajiban halal.
2. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Kebutuhan akan Auditor Halal dan Penyelia Halal yang kompeten dan tersertifikasi sangat tinggi, terutama untuk menjangkau jutaan UMK di seluruh pelosok Indonesia.
3. Ketersediaan Bahan Baku Halal Pelaku usaha, terutama UMK, sering kesulitan mendapatkan bahan baku tersertifikasi halal secara konsisten dan terjangkau, yang menjadi syarat krusial dalam Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
4. Harmonisasi Standar Global Tuntutan untuk berkolaborasi dengan lebih dari 100 Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) untuk mencapai saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA) adalah tantangan diplomatik dan teknis yang kompleks.
5. Pengawasan Setelah Sertifikasi Memastikan bahwa produk yang telah bersertifikat halal tetap konsisten dalam penerapan SJPH di lapangan secara berkelanjutan membutuhkan sistem pengawasan yang ketat dan terpadu.

 

Inovasi dan Terobosan Strategis BPJPH

Untuk mengatasi tantangan di atas, BPJPH telah melakukan berbagai terobosan yang fokus pada digitalisasi dan afirmasi UMK.

Inovasi Kunci Keterangan dan Dampak
1. Digitalisasi Layanan melalui SIHALAL SIHALAL (Sistem Informasi Halal) adalah platform digital terintegrasi untuk seluruh proses sertifikasi, dari pendaftaran hingga penerbitan sertifikat. Inovasi ini memangkas waktu proses sertifikasi secara drastis, dari ratusan hari menjadi rata-rata 11 hari untuk reguler dan 8 hari untuk Self-Declare.
2. Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) Merupakan afirmasi untuk UMK melalui skema Self-Declare. Program ini meniadakan biaya sertifikasi bagi UMK dengan kuota yang masif (hingga jutaan sertifikat), menjamin kemudahan akses dan menghilangkan kendala biaya.
3. Pengembangan Pendamping Proses Produk Halal (PPH) BPJPH merekrut dan melatih PPH yang bertugas mendampingi UMK dalam proses Self-Declare. PPH berfungsi sebagai jembatan yang mengatasi rendahnya literasi digital dan administratif UMK.
4. Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) BPJPH menjajaki implementasi AI dalam sistem SIHALAL untuk mempercepat identifikasi bahan dan titik kritis kehalalan, serta meningkatkan efisiensi verifikasi dokumen dan pengawasan.
5. Penguatan Kemitraan Global Mengintensifkan negosiasi MRA dengan LHLN di berbagai negara (seperti Rusia, Tiongkok, dan negara-negara OKI) untuk mempermudah ekspor produk Indonesia sekaligus registrasi produk impor.

BPJPH memahami bahwa implementasi JPH adalah maraton, bukan sprint. Dengan perpaduan regulasi yang tegas dan inovasi yang pro-UMK serta berbasis teknologi, BPJPH berupaya memastikan bahwa kewajiban halal terlaksana secara inklusif, efektif, dan mampu mendongkrak daya saing Indonesia di pasar halal global.

Jasa Konsultan BPJPH Jangkargroups

Jangkar Global Groups (Jangkargroups) menawarkan jasa konsultasi untuk pengurusan Sertifikat Halal melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Layanan yang umumnya mereka sediakan terkait sertifikasi halal mencakup:

  1. Pendampingan Registrasi SIHALAL: Membantu Pelaku Usaha membuat akun dan memasukkan data permohonan di sistem resmi BPJPH (SIHALAL).
  2. Peran Konsultan: Menjembatani Pelaku Usaha dengan lembaga-lembaga dalam ekosistem Jaminan Produk Halal (JPH) seperti BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan MUI.
  3. Tujuan: Mempercepat dan mempermudah proses bagi Pelaku Usaha, terutama yang awam dengan prosedur sertifikasi halal yang kini terdigitalisasi.

Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.

YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI

 

 

Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups

Akhmad Fauzi

Penulis adalah doktor ilmu hukum, magister ekonomi syariah, magister ilmu hukum dan ahli komputer. Ahli dibidang proses legalitas, visa, perkawinan campuran, digital marketing dan senang mengajarkan ilmu kepada masyarakat