Apa itu Izin Edar Alkes?
Izin Edar Alat Kesehatan, atau yang biasa di singkat Izin Edar Alkes, adalah izin yang di berikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kepada produsen atau importir untuk produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Izin ini menjadi syarat mutlak agar produk tersebut bisa di produksi, di impor, di gunakan, atau di edarkan secara legal di Indonesia.
Fungsi utama dari Izin Edar Alkes adalah untuk menjamin keamanan, mutu, dan manfaat dari alat kesehatan yang beredar di pasaran. Dengan adanya izin ini, konsumen terlindungi dari produk yang tidak memenuhi standar, dan pasar industri alat kesehatan di Indonesia bisa di awasi dengan baik.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu Anda ketahui tentang Izin Edar Alkes:
Pemberi Izin:
Izin ini di keluarkan oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan di bawah naungan Kementerian Kesehatan.
Dasar Hukum:
Peraturan utama yang mengaturnya adalah Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), salah satunya Permenkes No. 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, dan PKRT.
Klasifikasi Risiko:
Proses pengajuan izin ini bergantung pada klasifikasi risiko produk, yaitu Kelas A (risiko rendah), B (risiko rendah-sedang), C (risiko sedang-tinggi), dan D (risiko tinggi). Semakin tinggi risikonya, semakin ketat persyaratan dokumen dan evaluasi yang di butuhkan.
Konsekuensi Pelanggaran:
Peredaran alat kesehatan tanpa Izin Edar dapat di kenai sanksi berat, mulai dari sanksi administratif (seperti pencabutan izin usaha) hingga sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Mengapa Izin Edar Sangat Penting?
Izin edar alat kesehatan (alkes) sangatlah penting karena beberapa alasan fundamental yang berkaitan dengan keamanan publik, legalitas, dan standar industri. Tanpa izin ini, alat kesehatan tidak boleh beredar di Indonesia.
Menjamin Keamanan, Mutu, dan Manfaat
Fungsi utama dari izin edar adalah sebagai jaminan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, bahwa suatu produk alkes sudah melalui serangkaian evaluasi ketat. Evaluasi ini mencakup:
- Keamanan (Safety): Memastikan produk tidak membahayakan pengguna atau pasien. Misalnya, instrumen bedah harus steril dan tidak memiliki komponen yang berpotensi melukai.
- Mutu (Quality): Memastikan produk di buat sesuai standar dan spesifikasi yang di tetapkan. Ini terkait dengan bahan, proses produksi, dan kontrol kualitas.
- Manfaat (Efficacy): Memastikan produk berfungsi sebagaimana mestinya sesuai klaimnya. Contohnya, alat pengukur tekanan darah harus akurat dalam memberikan hasil.
Perlindungan Konsumen dan Tenaga Medis
Dengan adanya izin edar, masyarakat baik pasien maupun tenaga medis terlindungi dari risiko penggunaan alat kesehatan ilegal, palsu, atau yang tidak memenuhi standar. Produk tanpa izin edar seringkali tidak terjamin kualitasnya, berpotensi menimbulkan komplikasi, infeksi, atau hasil diagnosis yang tidak akurat, yang pada akhirnya dapat membahayakan nyawa.
Kepatuhan Hukum dan Sanksi
Izin edar adalah persyaratan hukum untuk setiap produk alkes yang di produksi, di impor, atau di distribusikan di Indonesia. Perusahaan yang mengedarkan produk tanpa izin edar dapat di kenai sanksi berat, antara lain:
- Sanksi Administratif: Peringatan tertulis, denda, hingga pencabutan izin usaha.
- Sanksi Pidana: Hukuman penjara dan denda sesuai dengan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Ini menjadikan izin edar bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah kewajiban hukum yang harus di penuhi oleh setiap pelaku industri alkes.
Menjaga Standar Industri dan Kepercayaan Pasar
Keberadaan izin edar menciptakan standar yang jelas bagi seluruh pelaku industri alkes di Indonesia. Hal ini mendorong produsen dan importir untuk mematuhi regulasi dan memproduksi produk berkualitas tinggi. Pada akhirnya, ini juga membangun kepercayaan di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat terhadap produk yang beredar di pasaran.
Dasar Hukum dan Regulasi Terkait Izin Edar Alkes
Dasar hukum dan regulasi terkait izin edar alat kesehatan (alkes) di Indonesia di atur secara ketat oleh pemerintah untuk memastikan semua produk yang beredar aman dan berkualitas. Berikut adalah poin-poin penting mengenai dasar hukum dan regulasi tersebut.
Regulasi Utama
Regulasi utama yang menjadi acuan dalam pengurusan izin edar alkes adalah Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Aturan ini mengatur prosedur, persyaratan, hingga sanksi bagi pelanggar.
Permenkes No. 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT): Ini adalah peraturan paling fundamental yang menjadi panduan utama bagi produsen, importir, dan distributor. Peraturan ini mencakup klasifikasi produk, syarat administratif dan teknis, serta tata cara permohonan izin edar.
Selain Permenkes, ada peraturan lain yang juga relevan:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Undang-undang ini menjadi payung hukum yang lebih luas. Pasal 106 secara spesifik menyebutkan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat di edarkan setelah memiliki izin edar. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat di kenai sanksi pidana.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan:
Aturan ini memberikan pedoman umum tentang pengamanan produk farmasi dan alkes, termasuk pengawasan mutu, penyimpanan, hingga peredaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko:
Aturan ini menjadi dasar implementasi sistem Online Single Submission (OSS) Risk-Based Approach (RBA). Perizinan alkes kini terintegrasi dengan sistem ini, di mana tingkat risiko produk menentukan kerumitan perizinan yang harus di lalui.
Peran Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
Otoritas yang berwenang mengeluarkan dan mengawasi izin edar alkes adalah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat ini bertanggung jawab penuh untuk:
- Menetapkan standar dan persyaratan untuk produk alkes.
- Melakukan evaluasi terhadap dokumen dan pengujian produk yang di ajukan.
- Menerbitkan izin edar setelah produk di nyatakan memenuhi syarat.
- Melakukan pengawasan pasca-peredaran (post-market surveillance) untuk memastikan produk yang sudah memiliki izin tetap memenuhi standar.
- Memahami dasar hukum ini sangat penting bagi setiap pelaku usaha di industri alkes untuk memastikan kepatuhan dan menghindari risiko hukum.
Klasifikasi Alat Kesehatan (Alkes)
Klasifikasi alat kesehatan adalah proses pengelompokan produk berdasarkan tingkat risiko yang di timbulkannya. Pengklasifikasian ini sangat krusial karena menentukan seberapa ketat persyaratan dan proses yang harus di lalui untuk mendapatkan izin edar.
Secara umum, klasifikasi alat kesehatan di Indonesia di bagi menjadi empat kelas, sesuai dengan standar internasional, yaitu:
Kelas A (Risiko Rendah)
Ini adalah alat kesehatan dengan risiko paling rendah bagi pengguna atau pasien. Kegagalan atau kesalahan penggunaan produk ini tidak akan menyebabkan dampak yang signifikan.
Contoh: Perban, plester, tongkat penyangga, termometer manual, dan beberapa peralatan bedah sederhana.
Proses Izin Edar: Prosesnya relatif sederhana karena fokus penilaiannya adalah pada mutu dan produk itu sendiri. Biasanya, izin edar untuk produk ini dapat di proses dengan mekanisme notifikasi yang lebih cepat.
Kelas B (Risiko Rendah-Sedang)
Produk ini menimbulkan risiko rendah hingga sedang. Kegagalan atau kesalahan penggunaan bisa memberikan dampak, namun tidak menyebabkan kecelakaan serius atau membahayakan nyawa.
Contoh: Jarum suntik sekali pakai, infus set, kursi gigi, inkubator bayi, dan alat bantu dengar.
Proses Izin Edar: Membutuhkan persyaratan yang lebih lengkap di bandingkan Kelas A, termasuk data teknis dan hasil uji produk. Namun, produk ini umumnya tidak memerlukan uji klinis.
Kelas C (Risiko Sedang-Tinggi)
Alat kesehatan ini memiliki risiko sedang hingga tinggi. Kegagalan atau kesalahan penggunaan dapat menyebabkan cedera serius atau bahkan berakibat fatal.
Contoh: Ventilator, alat rontgen (X-ray), alat pacu jantung, dan implan payudara.
Proses Izin Edar: Persyaratan sangat ketat, termasuk analisis risiko dan bukti keamanan yang komprehensif. Uji klinis seringkali di wajibkan, terutama untuk produk yang belum memiliki standar yang mapan.
Kelas D (Risiko Tinggi)
Ini adalah kategori dengan risiko tertinggi. Produk ini di gunakan untuk menopang atau mempertahankan hidup, dan kegagalannya dapat langsung menyebabkan kematian atau cacat permanen.
Contoh: Katup jantung, mesin dialisis (cuci darah), dan implan sendi (pinggul atau lutut).
Proses Izin Edar: Prosesnya paling rumit dan memakan waktu. Semua dokumen harus sangat lengkap, termasuk bukti keamanan dan manfaat yang kuat, serta hasil uji klinis yang ketat.
Persyaratan dokumen dan proses permohonan akan berbeda untuk setiap kelas.
Persyaratan dokumen dan proses permohonan izin edar sangat bervariasi tergantung pada kelas risiko alat kesehatan. Semakin tinggi risiko suatu produk, semakin ketat dan lengkap pula dokumen serta tahapan evaluasinya.
Secara umum, berikut adalah perbedaan persyaratan dokumen dan proses untuk setiap kelas:
Kelas A (Risiko Rendah):
Persyaratan Dokumen: Relatif sederhana. Fokus utama pada dokumen administratif seperti legalitas perusahaan, sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) atau Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB), serta dokumen teknis dasar seperti spesifikasi produk dan label kemasan. Bukti klinis atau pengujian laboratorium yang rumit tidak di perlukan.
Proses: Mengikuti mekanisme notifikasi atau pendaftaran dengan evaluasi yang lebih cepat. Kemenkes akan melakukan verifikasi kesesuaian data yang di ajukan.
Kelas B (Risiko Rendah-Sedang):
Persyaratan Dokumen: Dokumen yang di butuhkan lebih detail dari Kelas A. Selain persyaratan administratif, pemohon harus menyertakan data teknis yang lebih komprehensif, laporan uji mutu dan keamanan produk, serta sertifikasi sistem mutu seperti ISO 13485 dari pabrikan.
Proses: Memerlukan evaluasi yang lebih mendalam oleh tim ahli Kemenkes untuk memastikan produk memenuhi standar yang di tetapkan.
Kelas C (Risiko Sedang-Tinggi):
Persyaratan Dokumen: Persyaratan sangat ketat. Pemohon wajib menyertakan bukti klinis, laporan analisis risiko, serta studi pra-klinis untuk mendukung klaim keamanan dan manfaat produk. Semua dokumen teknis harus sangat terperinci dan di dukung oleh data valid.
Proses: Evaluasi di lakukan oleh tim penilai yang terdiri dari berbagai ahli. Prosesnya memakan waktu lebih lama karena memerlukan penilaian komprehensif terhadap data teknis dan klinis.
Kelas D (Risiko Tinggi):
Persyaratan Dokumen: Ini adalah kelas dengan persyaratan paling rumit. Selain semua dokumen yang di butuhkan untuk Kelas C, produk ini seringkali harus di dukung oleh uji klinis yang lengkap dan terperinci untuk membuktikan bahwa produk aman dan efektif saat di gunakan pada manusia.
Proses: Evaluasi di lakukan secara berlapis, seringkali melibatkan komite ahli dan memerlukan waktu terpanjang untuk di selesaikan. Tujuannya adalah untuk memastikan tidak ada sedikit pun keraguan terhadap keamanan produk yang berisiko tinggi ini.
Syarat dan Prosedur Pengajuan Izin Edar Alkes
Syarat dan prosedur pengajuan Izin Edar Alat Kesehatan (Alkes) merupakan tahap krusial yang harus di pahami oleh produsen dan importir. Prosesnya terpusat di bawah pengawasan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui sistem daring.
Syarat Administrasi
Dokumen administrasi berfungsi sebagai legalitas perusahaan pemohon. Syarat-syarat ini bersifat wajib bagi semua kelas Alkes:
Legalitas Perusahaan:
Akta pendirian, Nomor Induk Berusaha (NIB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Surat Keterangan Domisili Perusahaan.
Sertifikat Sistem Mutu:
- Untuk produsen dalam negeri, harus memiliki Sertifikat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB).
- Untuk distributor atau importir, harus memiliki Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB).
- Surat Penunjukan (Letter of Appointment): Untuk importir, wajib melampirkan surat penunjukan dari pabrikan (principal) di luar negeri yang menjelaskan bahwa perusahaan Anda adalah distributor atau perwakilan resmi mereka di Indonesia.
Bukti Lunas Pajak (Surat Pajak Tahunan/SPT): Bukti bahwa perusahaan telah memenuhi kewajiban pajaknya.
Syarat Teknis
Dokumen teknis adalah bukti bahwa produk Alkes Anda memenuhi standar keamanan, mutu, dan manfaat. Persyaratan ini akan berbeda-beda tergantung pada kelas risiko produk Anda:
Data Produk:
Spesifikasi produk, foto, label, dan petunjuk penggunaan (manual).
Mencantumkan nama, tipe, dan kegunaan produk.
Bukti Mutu dan Keamanan:
Laporan hasil uji dari laboratorium yang terakreditasi, baik di dalam maupun luar negeri.
Sertifikat ISO 13485 dari pabrikan sebagai bukti implementasi sistem manajemen mutu yang berlaku secara internasional.
Bukti Klinis (Clinical Evidence):
Khusus untuk Alkes Kelas C dan D, di perlukan data uji klinis atau studi kasus yang menunjukkan keamanan dan efektivitas produk saat di gunakan pada manusia.
Jika produk memiliki teknologi baru atau belum ada di pasaran, uji klinis akan menjadi syarat yang mutlak.
Prosedur Pengajuan Izin Edar
Proses pengajuan Izin Edar Alkes kini di lakukan sepenuhnya secara daring (online). Berikut adalah tahapan umumnya:
Pendaftaran Akun:
Pemohon mendaftar di sistem OSS RBA (Online Single Submission Risk Based Approach) untuk mendapatkan NIB. NIB ini menjadi kunci untuk mengajukan permohonan lebih lanjut.
Akses Sistem:
Setelah mendapatkan NIB, pemohon masuk ke sistem Sistem Informasi Izin Edar Alkes dan PKRT (SIE-Alkes) yang terintegrasi dengan OSS RBA.
Pengisian Data:
Lengkapi semua informasi yang di minta dan unggah seluruh dokumen administrasi dan teknis sesuai dengan kelas produk yang di ajukan.
Verifikasi Dokumen:
Kemenkes akan melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen yang telah di unggah. Jika ada kekurangan, pemohon akan di minta untuk melengkapinya.
Evaluasi Teknis:
Setelah dokumen lengkap, tim ahli Kemenkes akan melakukan evaluasi teknis untuk menilai keamanan, mutu, dan manfaat produk. Tahap ini bisa memakan waktu lama, terutama untuk Alkes Kelas C dan D.
Pembayaran PNBP:
Jika evaluasi teknis di setujui, pemohon akan menerima kode billing untuk pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besaran biaya ini bervariasi tergantung pada kelas dan jenis produk.
Penerbitan Izin Edar:
Setelah pembayaran terverifikasi, Kemenkes akan menerbitkan Izin Edar Alkes secara elektronik. Izin ini memiliki masa berlaku 5 tahun dan dapat di perpanjang.
Proses pengajuan ini memerlukan ketelitian dan kelengkapan dokumen yang sempurna. Jika ada satu saja dokumen yang tidak valid atau tidak sesuai, permohonan bisa di tolak atau di kembalikan.
Prosedur Pengajuan (Secara Garis Besar):
Berdasarkan informasi sebelumnya, berikut adalah prosedur pengajuan izin edar alat kesehatan (alkes) secara garis besar yang dapat Anda gunakan.
Prosedur Pengajuan Izin Edar Alkes (Secara Garis Besar)
Proses pengajuan izin edar alkes di Indonesia kini terintegrasi penuh secara daring (online) melalui dua sistem utama yang saling terhubung:
Pengajuan melalui Sistem OSS RBA
Langkah pertama adalah mengajukan permohonan melalui sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA). Di sini, Anda akan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berfungsi sebagai identitas legal perusahaan Anda. NIB ini adalah gerbang awal untuk semua perizinan usaha, termasuk izin edar alkes.
Pengisian Data di SIE-Alkes
Setelah memiliki NIB, Anda dapat melanjutkan ke Sistem Informasi Izin Edar Alkes dan PKRT (SIE-Alkes). Ini adalah platform khusus yang di kelola oleh Kementerian Kesehatan untuk pengurusan izin edar alkes.
Pada tahap ini, Anda akan:
- Melengkapi Data Perusahaan: Masukkan informasi legalitas perusahaan yang sudah terdaftar di OSS.
- Mengunggah Dokumen: Unggah semua dokumen persyaratan, baik yang bersifat administratif (seperti surat penunjukan dan sertifikat CPAKB/CDAKB) maupun teknis (seperti spesifikasi produk, laporan uji mutu, dan bukti klinis).
Proses Verifikasi dan Evaluasi
Setelah dokumen di unggah, tim dari Kementerian Kesehatan akan melakukan:
- Verifikasi Dokumen: Memastikan kelengkapan dan keabsahan semua dokumen yang Anda kirimkan. Jika ada kekurangan, permohonan akan di kembalikan untuk perbaikan.
- Evaluasi Teknis: Menilai keamanan, mutu, dan manfaat produk berdasarkan data teknis dan bukti yang Anda lampirkan. Tahap ini sangat krusial, terutama untuk produk dengan risiko tinggi (Kelas C dan D), karena memerlukan penilaian mendalam oleh tim ahli.
Pembayaran PNBP dan Penerbitan Izin
Jika hasil evaluasi di setujui, Anda akan menerima tagihan untuk pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besaran biaya ini bervariasi sesuai dengan klasifikasi dan jenis produk. Setelah pembayaran di konfirmasi, Izin Edar Alkes akan di terbitkan secara elektronik.
Secara ringkas, alur pengajuan di mulai dari perizinan dasar di OSS, di lanjutkan dengan pengisian detail produk di SIE-Alkes, melewati tahap verifikasi ketat oleh Kemenkes, hingga akhirnya izin di terbitkan setelah semua syarat terpenuhi.
Durasi, Biaya, dan Masa Berlaku Izin Edar
Durasi, biaya, dan masa berlaku izin edar alat kesehatan (alkes) merupakan tiga hal penting yang perlu di ketahui oleh setiap pemohon. Ketiga aspek ini memiliki ketentuan yang jelas dan bervariasi.
Durasi Proses
Durasi pengurusan izin edar sangat bergantung pada kelengkapan dokumen dan klasifikasi risiko produk.
- Alkes Kelas A dan B: Prosesnya relatif lebih cepat, biasanya antara 1 hingga 3 bulan, asalkan semua dokumen yang di ajukan sudah lengkap dan valid.
- Alkes Kelas C dan D: Prosesnya memakan waktu lebih lama karena memerlukan evaluasi teknis dan klinis yang mendalam oleh tim ahli. Durasi untuk kelas ini bisa mencapai 3 bulan atau lebih, tergantung pada kompleksitas produk dan data yang di serahkan.
Keterlambatan sering kali terjadi karena pemohon harus melengkapi dokumen yang kurang atau melakukan perbaikan data.
Biaya (PNBP)
- Biaya pengurusan izin edar alkes di tetapkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besaran biayanya tidak sama untuk setiap produk.
- Biaya PNBP bervariasi sesuai dengan kelas risiko (A, B, C, D) dan jenis produk (misalnya, implan, mesin, atau instrumen).
- Informasi detail mengenai biaya ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur PNBP di Kementerian Kesehatan.
- Pembayaran dil akukan setelah permohonan di setujui secara teknis dan pemohon menerima kode billing dari sistem.
Masa Berlaku
- Izin edar alkes yang di terbitkan oleh Kemenkes memiliki masa berlaku yang telah di tetapkan.
- Izin edar alkes berlaku selama 5 tahun sejak tanggal di terbitkan.
Setelah masa berlaku habis, pemohon wajib mengajukan perpanjangan izin edar. Proses perpanjangan ini harus di lakukan sebelum masa berlaku berakhir agar produk tetap legal untuk di edarkan di Indonesia.
Konsekuensi Jika Tidak Memiliki Izin Edar
Tidak memiliki izin edar alat kesehatan (alkes) adalah pelanggaran serius yang dapat membawa konsekuensi hukum berat, baik bagi perusahaan maupun individu yang terlibat. Izin edar bukanlah sekadar formalitas, melainkan sebuah kewajiban hukum yang di atur untuk melindungi masyarakat.
Berikut adalah konsekuensi utama jika sebuah produk alkes beredar tanpa izin edar dari Kementerian Kesehatan:
Sanksi Administratif
Kementerian Kesehatan memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada perusahaan yang melanggar ketentuan perizinan. Sanksi ini di terapkan secara bertahap, mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat:
- Peringatan Tertulis: Pemberitahuan resmi dari Kemenkes untuk menghentikan kegiatan ilegal dan segera mengurus perizinan.
- Penghentian Sementara Kegiatan: Kemenkes dapat memerintahkan penghentian sementara kegiatan produksi, impor, atau distribusi alkes hingga izin edar di peroleh.
- Denda Administratif: Pengenaan denda dalam jumlah tertentu yang harus di bayarkan oleh perusahaan.
- Pencabutan Izin Usaha: Ini adalah sanksi paling berat, di mana izin usaha perusahaan di cabut sehingga tidak lagi bisa beroperasi secara legal.
Sanksi Pidana
Selain sanksi administratif, pelaku yang mengedarkan alkes tanpa izin edar juga dapat di kenai sanksi pidana. Hal ini di atur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang secara tegas melarang peredaran produk kesehatan yang tidak memenuhi standar.
- Hukuman Penjara: Pelaku bisa di jatuhi hukuman kurungan penjara.
- Denda: Pelaku juga dapat di kenai denda dengan nominal yang signifikan.
Sanksi pidana ini berlaku bagi pihak yang secara sengaja memproduksi, mengimpor, atau mengedarkan alkes ilegal yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan masyarakat.
Kerugian Reputasi dan Finansial
Konsekuensi tidak memiliki izin edar tidak hanya sebatas sanksi hukum. Perusahaan juga akan menghadapi kerugian besar dari sisi non-hukum:
- Kehilangan Kepercayaan: Reputasi perusahaan akan hancur di mata konsumen, tenaga medis, dan mitra bisnis. Ini akan sangat sulit di pulihkan dan dapat berujung pada kebangkrutan.
- Kerugian Finansial: Selain denda dan biaya hukum, perusahaan juga akan kehilangan pendapatan akibat penghentian operasi dan harus menanggung biaya penarikan produk (recall) dari pasar.
Kesimpulannya, setiap produsen, importir, dan distributor alkes wajib mematuhi regulasi yang ada. Mengabaikan izin edar sama saja dengan mengambil risiko besar yang tidak hanya membahayakan perusahaan, tetapi juga kesehatan dan keselamatan publik.
Perusahaan berdiri pada tanggal 22 mei 2008 dengan komitmen yang kuat dari karyawan dan kreativitas untuk menyediakan pelayanan terbaik, tercepat dan terpercaya kepada pelanggan.
YUK KONSULTASIKAN DULU KEBUTUHAN ANDA,
HUBUNGI KAMI UNTUK INFORMASI & PEMESANAN
KUNJUNGI MEDIA SOSIAL KAMI
Website: Jangkargroups.co.id
Telp kantor : +622122008353 dan +622122986852
Pengaduan Pelanggan : +6287727688883
Google Maps : PT Jangkar Global Groups















